• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Manfaat untuk Peneliti

Membantu penulis untuk lebih memahami mengenai kasus diabetik neuropati dan angka kejadiannya pada pasien diabetes melitus tipe 2.

2. Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan

2.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelayanan kesehatan dalam upaya pencegahan diabetik neuropati melalui penyuluhan serta deteksi dini diabetes melitus.

2.2. Penelitian ini diharapkan mampu membantu dalam mempelajari banyaknya kasus diabetik neuropati pada pasien DM tipe-2.

3. Manfaat untuk masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya penderita DM yang baru didiagnosa ataupun telah lama didiagnosa agar lebih memperhatikan kesehatan diri dan menghindari faktor-faktor pemicu diabetik neuropati.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus, atau mudahnya kita sebut diabetes, adalah suatu penyakit kronis yang terjadi saat pankreas tidak lagi sanggup menghasilkan insulin, ataupun saat tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik. Insulin adalah suatu hormon yang dibuat oleh pankreas, dimana insulin bekerja sebagai kunci untuk melepas glukosa dari makanan yang kita makan melewati aliran darah menuju ke dalam sel untuk menghasilkan energi.

Semua makanan yang mengandung karbohidrat dipecah menjadi glukosa di dalam darah. Insulin membantu glukosa untuk masuk ke dalam sel.9

2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam beberapa kategori umum yaitu :

1. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes tipe ini disebabkan karena penghancuran sel beta pankreas, yang biasanya berujung pada kekurangan insulin yang absolut. 10 2. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes tipe ini disebabkan karena penurunan sekresi insulin yang progresif yang melatarbelakangi resistensi insulin.10

3. Diabetes Melitus Gestasional

Tipe diabetes yang didapati pada masa mengandung. Diabetes umumnya didiagnosa pada trimester 2 ataupun 3. 10

4. Diabetes Melitus tipe spesifik oleh karena penyebab lain

A. Monogenic Diabetes Syndrome : Diabetes neonatus, Maturity-onset diabetes of the young (MODY). 10

B. Penyakit eksokrin pankreas : fibrosis kistik, pankreatitis, neoplasma, lainnya.10

C. Karena obat/bahan kimia : glukokortikoid, vacor, pentamidin, asam nikotinat, lainnya.11

D. Sindroma lain yang berkaitan dengan DM : Sindrom Klinifelter, sindrom Turner. 10

2.1.3. Insulin

Insulin diisolasi pertama kali dari pankreas pada tahun 1922 oleh Banting dan Best. Mereka memperhatikan pasien diabetes parah dalam waktu hampir semalam yang memburuk dengan cepat dan meninggal, dibandingkan dengan orang yang hampir normal.12

Gambar 2.1. Molekul insulin manusia.12

Insulin mengambil peran penting dalam penyimpanan kelebihan energi.

Bila terdapat kelebihan karbohidrat, insulin menyebabkan karbohidrat tersimpan sebagai glikogen terutama di hati dan otot. Semua kelebihan karbohidrat yang tidak dapat disimpan juga diubah di bawah rangsangan insulin menjadi lemak dan disimpan di jaringan adiposa. Dengan adanya kelebihan protein, insulin mempunyai efek langsung dalam pengambilan asam amino oleh sel dan

7

pengubahan asam amino menjadi protein. Selain itu, insulin menghambat pemecahan protein yang ada di dalam sel.12

Insulin merupakan suatu protein kecil pada tubuh manusia yang mempunyai berat molekul sebesar 5808, yang terdiri atas dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Insulin disintesis oleh sel-sel beta pankreas yang diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk praprohormon insulin. Prahormon ini nantinya akan dipecah menjadi proinsulin di retikulum endoplasma dan sebagian besar akan dipecah lagi menjadi insulin di aparatus Golgi.12

Tabel 2.1. Faktor dan Kondisi yang Meningkatkan atau Mengurangi Sekresi Insulin.12

Sekresi insulin dari sel-sel beta pankreas secara umum dirangsang oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah. Glukosa masuk kedalam sel beta melalui glukosa transporter tipe 2 (GLUT-2). Setelah masuk kedalam sel, glukosa tersebut akan difosforilasi menjadi glukosa-6-phospat oleh enzim glukokinase dan selanjutnya akan dioksidasi menjadi ATP. Kenaikan kadar ATP akan

menyebabkan penutupan kanal kalium yang peka ATP di sel, sehingga terjadi depolarisasi membran sel yang berujung pada masuknya kalsium. Kalsium yang masuk akan merangsang pelepasan insulin melalui cara eksositosis.12

2.1.4. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Faktor-faktor resiko terjadinya Diabetes Melitus menurut PERKENI yaitu:

A. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi :

1. Ras dan Etnik (African American, Latino, Native American, Asian American, Pacific Islander).

2. Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes) 3. Usia

Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia ≥ 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.

4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).

5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi lahir dengan BB normal.10

B. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi : 1. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).

2. Kurangnya aktivitas fisik.

3. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg).

4. Dislipidemia (HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL).

5. Diet tak sehat (unhealthy diet).

Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan resiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.10

C. Faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes :

1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin.

9

2. Penderita sindrom metabolik

Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.10

3. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral Arterial Diseases).10

2.1.5. Patogenesis Diabetes Melitus

Pada diabetes melitus tipe-2 masalah utama yang dapat dijumpai yaitu gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin (resistensi insulin) pada organ terutama otot dan hati. Mulanya resistensi belum dapat menyebabkan terjadinya diabetes, karena sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi dengan cara meningkatkan sekresi insulin. Namun seiring progresifitas penyakit, produksi insulin ini akan berangsur menurun. 6

Dibandingkan dengan hati, otot merupakan pengguna glukosa paling banyak. Penurunan sekresi insulin tadi menyebabkan otot tidak mampu melakukan pengambilan insulin secara optimal, hal inilah yang menyebabkan munculnya hiperglikemia. Karena produksi insulin yang berkurang juga, maka terjadi pembentukan glukosa oleh hati dan mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat puasa. 6

Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adiposa sehingga merangsang proses lipolisis dan meningkatkan asam lemak bebas yang akibatnya mengganggu proses ambilan glukosa oleh sel otot dan mengganggu sekresi insulin oleh sel beta pankreas.6

2.1.6. Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan bila didapati keluhan klasik DM, yaitu :

 Keluhan klasik DM : Poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

 Keluhan lain : Lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).10

Untuk diagnosis DM dapat ditegakkan melalui cara-cara berikut :

1. Keluhan klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1mmol/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Keluhan klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0mmol/L) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1mmol/L).13

Cara pelaksanaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) :

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

 Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.6

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan :

 < 140 mg/dL  Normal

 140 – 199 mg/dL  TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

 ≥ 200 mg/dL  Diabetes

11

4. Nilai HbA1c ≥ 6,5%

Penghitungan kadar glukosa harus tetap diutamakan, karena nilai HbA1c memiliki nilai diagnostik yang buruk untuk mendeteksi prediabetes dan diabetes pada anak dan dewasa yang obesitas dan juga uji nilai HbA1c ini tidak dapat dilakukan pada pasien anemia hemolytic ataupun anemia defisiensi-besi.6

5. Pernapasan Aseton

Asam asetoasetat hasil degradasi dari asam lemak dapat berubah menjadi asam β-hidroksibutirat dan sejumlah kecil diubah menjadi aseton. Kenaikan jumlah asam asetoasetat ini menyebabkan kenaikan kadar aseton yang kemudian akan dikeluarkan dalam udara ekspirasi oleh karena sifatnya yang mudah menguap. Hal inilah yang membuat munculnya napas bau aseton, yang seringkali digunakan untuk diagnosis pada pasien diabetes melitus tipe-1.12

Bila dari hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal ataupun DM, maka dapat digolongkan kedalam kelompok TGT ataupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) tergantung dari hasil yang diperoleh:

 TGT : Nilai TTGO antara 140 – 199 mg/dL (7,8 - 11 mmol/L).

 GDPT : Kadar glukosa plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6,9 mmol/dL).9

Tabel 2.2. Langkah – langkah diagnostik DM.10

Pada beberapa pasien yang asimptomatis, ADA menyarankan untuk dilakukan uji tes prediabetes ataupun diabetes pada dewasa yang overwheight (BMI ≥ 25 kg/m2) dan memiliki salah satu gejala pada faktor resiko yang telah disebutkan sebelumnya.11

2.1.7. Komplikasi Diabetes Melitus 2.1.7.1.Komplikasi Metabolik Akut

1. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik ini umumnya merupakan komplikasi dari Diabetes Melitus tipe 1 namun pada beberapa pasien Diabetes Melitus tipe 2 ditemukan juga adanya ketoasidosis diabetik.14

13

Ketoasidosis diabetik ditandai dengan :

 Serum glukosa > 250 mg/dL

 pH < 7,3

 Serum bikarbonat < 18 mEq/L

 Kenaikan serum keton

 Dehidrasi

 Asidosis metabolik

 Hiperglikemia

Ketoasidosis umumnya terjadi akibat defisiensi insulin yang menstimulasi peningkatan hormon counterregulatory (hormon yang mempengaruhi satu sama lain : glukagon, katekolamin, kortisol, dan GH). Ketidakmampuan untuk menggunakan glukosa menyebabkan tubuh mencari sumber energi alternatif dengan cara :

A. Meningkatkan aktivitas hormon Lipase, yang menyebabkan pemecahan jaringan lemak menjadi asam lemak. Asam lemak tadi akan dirombak menjadi acetyl-coenzyme A; dimana beberapa diantaranya akan masuk ke siklus Krebs untuk menghasilkan energi, sisanya akan diubah kembali menjadi keton (aseton, asetoasetat, dan β-hyroxybutyrate).

B. Katabolisme glikogen dan protein untuk membentuk glukosa Kedua faktor inilah menyebabkan hiperglikemia, yang memicu terjadinya diuresis osmotik yang berujung pada dehidrasi dan asidosis metabolik.14

2. Hiperosmolar non ketotik

Hiperosmolar non ketotik atau disebut juga Hiperosmolar Hiperglycemic State (HHS) oleh karena ditemukannya kadar glukosa yang tinggi ( > 600 mg/dL). Lebih sering terjadi pada penderita Diabetes Melitus tipe-2 yang telah berusia lanjut. Penyebab dari HHS ini sama seperti pada ketoasidosis diabetik yaitu defisiensi insulin dan

peningkatan kerja hormon counterregulatory, namun yang membedakan HHS dengan Ketoasidosis diabetik yaitu tidak dijumpainya produksi keton di dalam tubuh. Hal itu terjadi karena pada HHS, penderita masih memiliki cukup insulin untuk menekan pembentukan keton.15, 16

3. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan kadar glukosa darah < 60 mg/dL.

Paling sering disebabkan oleh penggunaan obat diabetes seperti sulfonilurea dan insulin. Gejala hipoglikemia sendiri terdiri atas gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).10

2.1.7.2.Komplikasi Kronik

Kompikasi kronik dari diabetes mampu mempengaruhi kerja dari beberapa sistem organ dan bertanggung jawab atas kebanyakan morbiditas dan mortalitas.

Komplikasinya sendiri dapat dibagi berdasarkan penyebabnya; vaskular ataupun non-vaskular. Komplikasi vaskular dibagi lagi menjadi microvascular dan macrovascular.17

Resiko komplikasi kronis diabetes meningkat seiring dengan lamanya menderita hiperglikemia. Pasien Diabetes Melitus tipe 2 umumnya mengalami periode asimptomatis dari hiperglikemi yang berkepanjangan, sehingga komplikasi banyak telah dijumpai saat diagnosis.17

Patofisiologi dari penyebab komplikasi pada diabetes melitus belum sepenuhnya diketahui, namun ada beberapa teori menyebutkan komplikasi muncul akibat dari hiperglikemia kronik, glikosilasi jaringan, perubahan pada metabolisme kolagen dan stress oksidatif.18

15

Tabel 2.3. Komplikasi Kronik dari Diabetes Melitus.17 Microvascular

Macrovascular Other

Eye Disease Neuropathy Neprophaty

Retinopathy Sensory and

motor

Coronary artery

disease Gastrointestinal

Macular

edema Autonomic Peripheral

arterial disease Genitourinary

2.2.1. Definisi Diabetik Neuropati

Diabetik Neuropati adalah komplikasi dari diabetes yang dialami oleh lebih dari 30% populasi pasien diabetes. Diabetik neuropati menyebabkan penurunan sensasi, proprioseptif, refleks, dan kekuatan dari ekstrimitas bawah.19 2.2.2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Diabetik Neuropati

Diabetik Neuropati dapat dibagi berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, yaitu :

1. Distal symmetric neuropathy

Neuropati ini dimulai dengan adanya numbness, paresthesi, ataupun dysesthesia di kaki lalu setelah beberapa bulan ataupun tahun dapat mengenai seluruh ektrimitas bawah dan ekstrimitas atas. 20

2. Small fiber and painful neuropathy

Neuropati yang ditandai dengan hilangnya sensasi pada temperatur dan goresan yang diakibatkan oleh kerusakan pada ujung serabut saraf kutan.

Sensasi yang hilang tadi digantikan oleh munculnya rasa terbakar, tersetrum listrik, tertusuk dan nyeri ataupun timbulnya allodynia.20

3. Autonomic neuropathy

Neuropati yang menyerang pada saraf otonom. Umumnya menyebabkan disfungsi pada sistem genitourinari, postural hipotensi, dan dismotilitas pada sistem gastrointestinal. Neuropati ini juga banyak menyebabkan silent cardiac ischemic serta cardiac arrhytmia yang merupakan penyebab paling sering kematian pada pasien diabetes.20

4. Mononeuropathy

Neuropati yang mengenai satu distribusi saraf saja.16 Muncul dengan onset tiba-tiba, nyeri dapat berlangsung dari menit hingga berjam-jam dan juga ditandai dengan adanya numbness serta kelemahan pada dermatom saraf tempat lesi berada. Saraf kranial (terutama N III), ujung saraf dan saraf perifer merupakan tempat paling sering terjadinya lesi. Diyakini mononeuropathy ini disebabkan oleh iskemik vaskular, tapi patogenesisnya sendiri belum dapat dipastikan.20

5. Regional neuropathic syndrome

Neuropati yang mengenai beberapa saraf pada suatu regio. Salah satu contohnya diabetic amyotrophy yang ditandai dengan kelemahan kaki proximal, berat badan menurun yang signifikan, ataupun rasa tegang di kepala yang timbul secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Diabetic thoracoabdominal neuropathy salah satu contoh lainnya.

Kerusakan terjadi pada saraf-saraf di regio toraks dan abdominal. Nyeri pada neuropati ini dapat menyerupai nyeri pada cardiac ischemic, malignancy, gastric ulcer ataupun nyeri organ viseral lainnya.20

17

Tabel 2.4. Sindrom Diabetik Neuropati.21

2.2.3. Patogenesis Diabetik Neuropati

Banyak hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis dari diabetik neuropati, namun semuanya belum diketahui secara pasti.8 Hiperglikemi yang tidak terkontrol diyakini sebagai faktor utama penyebab terjadinya diabetik neuropati. Mekanisme yang diyakini berperan pada perubahan fungsi dan struktur pada jaringan saraf yaitu aktivasi jalur poliol, stress oksidatif, pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan kelainan vaskular.22

1. Aktivasi jalur poliol

Hiperglikemi berkepanjangan mengakibatkan reduksi glukosa oleh enzim aldose-reduktase menjadi sorbitol. Sorbitol kemudian dimetabolisasi lagi menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidroginase. Akumulasi sorbitol dan fruktosa tadi menyebabkan kerusakan pada sel saraf.17

2. Stress Oksidatif

Kadar glikemik yang tinggi menyebabkan terproduksinya radikal bebas seperti superoxide, hidrogen peroksida, hydroxyl yang biasa disebut sebagai Reactive Oxygen Species (ROS).22 Peningkatan ROS tersebut menyebabkan kerusakan endotel vaskular yang berefek pada terhalangnya vasodilatasi mikrovaskular. Hal ini menyebabkan menurunnya aliran darah menuju saraf dan terjadi kerusakan pada saraf.23

3. Advanced Glycosilation End Products (AGEs)

Disamping aktivasi jalur poliol, hiperglikemi juga menyebabkan terbentuknya Advanced Glycosilation End products (AGEs) melalui glikolisasi non enzimatik. Produk AGEs ini terbentuk oleh karena interaksi glukosa dengan gugus amino dari protein membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. AGEs diyakini bisa mempercepat terjadinya aterosklerosis, menyebabkan disfungsi glomerular, menurunkan sintesis nitric oxyde, serta memicu disfungsi dari endotel.17

.

2.2.4. Diagnosis Diabetik Neuropati

Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati.7

Berikut beberapa diagnosis yang dapat dilakukan : 1. Neuropathy Disability Score (NDS)

Dalam pemeriksaan klinis pasien, berbagai kuesioner telah dikembangkan untuk melihat efek dari neuropati terhadap kualitas hidup pasien. Dari semua alat diagnosis, yang penggunaannya semakin sering yaitu modified Neuropathy Disability Score. NDS berikut ini

19

mudah untuk digunakan dan hanya memerlukan waktu 1 hingga 2 menit saja. Nilai defisit maksimum adalah 10, yang menyatakan hilangnya refleks dan sensasi.7

Tabel 2.5. Neuropathy Symptom Score (NSS) dan Neuropathy Disability Score (NDS).24

2. Neuropathy Symptom Score (NSS) Langkah-langkah pelaksanaannya :

a. Pasien ditanya mengenai nyeri dan rasa tidak nyaman yang

dirasakan di kaki. Skor 2 = terbakar, mati rasa, ataupun tingling, 1

= lemas, keram, ataupun nyeri, 0 = tidak ada sensasi seperti yang disebutkan pada skor 2 ataupun 1

b. Skor untuk lokasi simptom : 2 = di kaki, 1 = di bagian posterior kaki, 0 = ditemukan di tempat lain

c. Skor untuk waktu kemunculan simptom : 2 = Semakin parah saat malam, 1 = muncul saat siang dan malam hari, 0 = hanya muncul saat siang hari.

d. Skor 1 ditambahkan bila pada waktu kemunculan simptom membuat pasien terbangun dari tidurnya

e. Skor untuk gerakan yang mengurangi simptom : 2 = berjalan, 1 = berdiri, 0 = duduk ataupun berbaring

f. Total skor adalah 9, dengan tingkat keparahan simptom : none = 0-2, mild = 3-4, moderate = 5-6, severe = 7-9

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Caroline et al, seseorang didiagnosis Painful diabetic neuropathy (PDN) bila skor NDS ≥ 3 dan NSS ≥ 5. Sedangkan untuk skor NDS ≤ 2 dikatakan tidak ada neuropati, dan skor NDS > 8 dikatakan neuropati berat.7

3. Monofilament Screening Test

Monofilamen adalah suatu alat tes yang mudah dan objektif yang digunakan untuk menilai hilangnya sensasi pada diabetik neuropati.

Salah satu test Monofilamen yang sering dilakukan adalah Semmes-Weinsten Monofilament Examination. Menurut Booth dan Young, monofilamen yang digunakan sebaiknya diistirahatkan selama 24 jam untuk memepertahankan keakurasian dari alat. Disarankan juga untuk mengganti monofilamen bila telah digunakan sebanyak 10.000 kali

21

atau bila telah melewati 6 bulan untuk penggunaan yang sering ataupun 12 bulan untuk penggunaan yang jarang.24

Gambar 2.2. Lokasi Monofilament Test.25

Berikut langkah-langkah pada Semmes-Weinsten Monofilament Examination :

a. Perlihatkan monofilamen 10 g kepada pasien.

b. Sentuhkan monofilamen pada kening ataupun sternum pasien, agar pasien mengetahui sensasi yang dirasakan dari monofilamen.

c. Instruksikan pasien untuk mengatakan “Ya” setiap kali stiumulus monofilamen dirasakan.

d. Dengan mata pasien tertutup, letakkan monofilamen di dorsum ibu jari proximal dari kuku jari. Lakukan dengan gerakan lembut ke kulit, dan lekukkan filamen selama beberapa detik, lalu angkat dari kulit.

e. Lakukan stimulus ini 4 kali pada tiap kaki dengan irama yang acak agar pasien tidak tau kapan stimulus akan diberikan.

f. Untuk tiap stimulus, berikan skor 0 jika tidak dirasakan stimulus, skor 0,5 bila dirasakan stimulus tapi stimulus yang dirasakan lebih lemah daripada yang dirasakan di kening/sternum, dan skor 1 bila dirasakan stimulus persis seperti di kening/sternum.

g. Skor total 3 dari 8 menandakan adanya neuropati.

h. Skor total 3,5 – 5 menandakan tingginya resiko neuropati untuk 4 tahun kedepan.

i. Skor total 5.5 atau lebih menandakan resiko rendah munculnya neuropati untuk 4 tahun kedepan.26

4. Neuropad

Neuropati otonom adalah salah satu komplikasi yang jarang ditanggapi walaupun mampu mempengaruhi kualitas dan kuantitas hidup dari pasien. Manifestasi paling sering dari neuropati otonom adalah disfungsi sudomotor (berkeringat), akibat terkenanya saraf kolinergik postganglionik yang mempersarafi kelenjar eksokrin dari kulit.27

Oleh karena manifestasi yang sering timbul tersebut maka evaluasi sistem sudomotor menjadi salah satu indikasi diagnosis pada pasien diabetik neuropati. Salah satu cara menilai sistem sudomotor adalah menggunakan Neuropad. Neuropad sendiri adalah suatu alat berbentuk plester yang mengandung garam kobalt yang akan berubah warna dari biru menjadi pink bila terkena keringat. 27

Untuk pelaksanaannya, pasien pertama diminta untuk membuka sepatu dan kaos kaki kira-kira 10 menit sebelum dilakukan pemasangan Neuropad. Neuropad diletakkan di bagian plantar kaki salah satu kaki. Hasil Neuropad dikatakan positif bila setelah 10 menit, plester tetap berwarna biru ataupun menghasilkan gambaran bercak berwarna pink namun tidak secara keseluruhan.27

23

5. Electromyography (EMG)

Electromyogram adalah suatu test untuk mengukur aktivitas elektrik dari otot. EMG menilai semua tanda adanya blocking ataupun perlambatan respons dari stimulus saraf. EMG sering digunakan untuk menyelidiki alasan kelemahan otot, twitching ataupun paralisis, serta mencari penyebab timbulnya mati rasa, tingling dan nyeri. 28

Pelaksanaannya sendiri dilakukan dengan cara memasukkan jarum, yang berperan sebagai elektroda, kedalam otot melalui kulit.

Kemudian pasien diminta untuk mengkontraksikan ototnya, lalu aktivitas elektrik tadi akan terekam.28

3.1. Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori menggambarkan seluruh tinjauan pustaka dalam bentuk skema sehingga seluruh landasan penelitian dapat tergambar dengan jelas.

Berdasarkan landasan teori di atas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian Diabetes Melitus

DM Tipe 1

DM Tipe 2

DM Gestasional

Hiperglikemia Berkepanjangan

Jalur Poliol

Stress Oksidatif Advanced Glycosilation

End Products (AGEs)

Diabetik Neuropati

DM tipe spesifik

25

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian adalah :

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Diabetes Melitus Diabetik Neuropati

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian potong lintang (cross-sectional), dimana penelitian ini akan mendeskripsikan berapa banyak jumlah penderita diabetik neuropati pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan yang didapat melalui data rekam medik.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan mulai bulan Agustus sampai November 2016. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit tipe A dan sentral rujukan untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang

Dokumen terkait