1. Efektivitas merupakan keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan suatu tujuan yang diukur dengan kualitas, kinerja dan waktu sesuai dengan yang telah direncanakan.
2. Pemberdayaan adalah proses pembangunan dimana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi.
3. Perempuan adalah manusia berjenis kelamin betina. Berbeda dari wanita, istilah perempuan dapat merujuk kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak.
4. Anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Selain itu anak juga merupakan keturunan dari kedua orang tua.
5. Permasalahan adalah suatu pernyataan tentang keadaan yang belum sesuai dengan yang diharapkan.
6. Kekerasan Anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan
emosional,atau pengabaian terhadap anak.
15 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Konsep
Kinerja dibandingkan dengan berbagai kemungkinan (seperti standar kerja, tujuan atau indikator, atau standar yang telah disepakati sebelumnya), hasil keseluruhan atau tingkat keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas dalam jangka waktu tertentu. (Rivai dan Basri, 2005)
1. Efektivitas
Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan antara pelaksanaannya (Kurniawan, 2005).
Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak.
Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan.Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut
dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat. (Hani Handoko, 2000).
Pendapat lain mendefinisikan efektivitas sebagai suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana atau peralatan yang digunakan, disertai dengan kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan. (Martoyo, 2002).
2. Definisi UPT P2TP2A
P2TP2A atau Pusat Pelayanan Komprehensif Pemberdayaan Perempuan dan Anak merupakan pusat kegiatan komprehensif yang dibentuk oleh Kementerian.
Pemberdayaan perlindungan perempuan dan anak serta pemberian pelayanan kepada masyarakat Indonesia, khususnya perempuan dan anak korban kekerasan.
P2TP2A bertujuan untuk memberikan layanan kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan berupaya berkontribusi pada pemberdayaan perempuan dan anak dalam konteks berikut untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.
Pengurus P2TP2A adalah masyarakat, departemen pemerintah, lembaga swadaya masyarakat perempuan, pusat penelitian perempuan, perguruan tinggi dan organisasi perempuan, serta pihak lain yang memberdayakan perempuan dan anak dengan koordinator badan pemberdayaan masyarakat di provinsi-provinsi Indonesia.
a. Meski merupakan proyek pemerintah, P2TP2A dikelola oleh banyak pihak.
Mulai dari unsur masyarakat, pekerja sosial, peneliti, perguruan tinggi dan organisasi turut serta dalam pengelolaannya.
b. Inti dari P2TP2A adalah menjadikan perempuan kuat dan mandiri, oleh karena itu mereka menyediakan layanan seperti pusat konsultasi bisnis, pusat pelatihan wanita, dan pusat informasi teknologi.
3. Tujuan
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) adalah memberikan kontribusi terhadap terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender melalui ketersediaan wadah kegiatan pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak.
Memfasilitasi kebutuhan perempuan dan anak korban kekerasan dalam memenuhi hak korban yaitu hak atas kebenaran, hak atas perlindungan, hak atas keadilan dan hak atas pemulihan / pemberdayaan.
4. Tugas Dan Fungsi
1. Kab. Bantaeng Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Misi Bantaeng adalah melaksanakan isu-isu yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Inilah tugas pemerintah provinsi dalam urusan kesekretariatan, kualitas hidup perempuan dan kualitas keluarga, data dan informasi gender dan masa kanak-kanak, realisasi hak anak, perlindungan hak perempuan, dan perlindungan khusus anak dan memberikan nya bantuan.
2. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyelenggarakan Fungsi :
a. Melaksanakan perumusan kebijakan kualitas hidup perempuan, perlindungan perempuan, kualitas keluarga, sistem data gender dan masa kanak-kanak, melaksanakan hak-hak anak dan memberikan perlindungan khusus kepada anak sesuai dengan ruang lingkup fungsinya
b. Melaksanakan kebijakan kualitas hidup perempuan, perlindungan perempuan, kualitas keluarga, sistem data gender dan anak, pemenuhan hak anak, dan perlindungan khusus anak sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya
c. Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan kualitas hidup perempuan, perlindungan perempuan, kualitas keluarga, sistem data gender dan anak, pemenuhan hak anak, perlindungan khusus anak sesuai dengan lingkup tugasnya;
d. Mengelola kualitas hidup perempuan, perlindungan perempuan, kualitas keluarga, gender dan sistem data anak, memperhatikan hak-hak anak, dan memberikan perlindungan khusus bagi anak sesuai dengan ruang lingkup tugasnya.; dan
e. Penyelenggaraan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur terkait dengan tugas dan fungsinya.
1. Melakukan upaya preventif ( Pencegahan ) bagi perempuan dan anak korban kekerasan melalui kegiatan :
a. Penyuluhan, Kampanye atau Pendidikan lainnya kepada publik
b. Memfasilitasi upaya pemberdayaan ekonomi perempuan yang rentan terhadap tindak kekerasan.
c. Memfasilitasi upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak di sektor Pendidikan, Kesehatan, Keagamaan, Ekonomi, Politik, Sosial dan budaya.
d. Melakukan advokasi kebijakan terkait upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
2. Melakukan upaya kuratif (Penanganan) bagi perempuan dan anak korban kekerasan melalui ; Penerimaan pengaduan dan pelaporan khusus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta Memfasilitasi pelayanan kesehatan, Memfasilitasi pelayanan psikologi, Memfasilitasi pelayanan bantuan hukum dan Memfasilitasi pelayanan bimbingan , rohani dan keagamaan.
3. Melakukan upaya rehabilitatif ( Pemulihan )
Pemulihan Psikososial, Memfasilitasi perlindungan korban di shelter, Melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi, Memfasilitasi pemberdayaan di bidang pendidikan, Memfasilitasi proses pemulangan dan reintegrasi sosial, dan Memfasilitasi proses pemulihan rohani.
5. Permasalahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.
Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan pasal 1, 1983.
Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya relasi atau hubungan yang tidak seimbangn antara perempaun dan laki- laki hal ini disebut ketimpangan atau ketidakadilan gender. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak
perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. Hak istimewa yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai barang milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan
Kekerasan berbasis gender dan segala bentuk penyerangan maupun eksploitasi seksual termasuk yang merupakan hasil dari olahan dan prasangka/
anggapan budaya adalah pelanggaran terhadap harkat dan martabat kemanusiaan dan oleh karenanya harus dihapuskan. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
6. Jenis Kekerasan Terhadap Perempuan
Ada 5 jenis ketidakadilan terhadap perempuan antara lain : 1. Marginalisasi (Peminggiran)
Terjadinya apabila perempuan tidak punya akses terhadap dan kontrol di dalam mendapatkan atau memutuskan sesuatu.
2. Subordinasi (Penomorduaan)
Persepsi masyarakat terhadap posisi laki-laki lebih tinggi atau diatas dan perempuan di bawah, ini berpengaruh dalam semua bidang kehidupan. Persepsi adat bahwa sejak lahir laki-laki dianggap raja dan harus dihormati, oleh sebab itu
lelaki dalam persepsi batak mempunyai hak dan kuasa yang lebih tinggi dari perempuan itu sebabnya wajar bila untuk mencapai kehendaknya, laki-laki melakukan kekerasan terhadap perempuan.
3. Stereotype (Pandangan / Citra Baku)
Adanya pandangan yang sangat kuat terhadap citra diri perempuan bahwa perempuan itu lemah psikis, lemah, penurut .
4. Beban Ganda
Perempuan harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, pendidikan anak, mencari nafkah untuk anak.
5. Kekerasan terhadap perempuan di rumah tangga, antara lain :
a. Tindak kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain, kekerasan mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundul dengan rokok, melukai dengan senjata.
b. Tindak kekerasan Seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual.
c. Tindakan kekerasan ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.
d. Tindak kekerasan psikologis/jiwa adalah Tindak kekerasan bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban, merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang perempuan, baik melalui kata-kata maupun melalui perbuatan yang tidak disukai/dikehendaki korbannya.
7. Dampak kekerasan terhadap Perempuan
Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif). Kekerasan terhadap istri, apapun bentuknya akan mengakibatkan korban mengalami dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek, berakibat pada fisik korban seperti luka-luka , memar pada bagian tubuh tertentu, infeksi, dan kerusakan organ reproduksi.Dampak yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Dampak fisik dan seksual
Tindakan kekerasan bisa berupa serangan ke tubuh korban termasuk alat kelamin, akibatnya adalah memar ringan, luka parah, disfungsi bagian tubuh dan bahkan membawa kematian.Benturan berakibat memar luar /dalam, patah tulang maupun cacat fisik secara permanen, Gangguan pada sistem saraf pusat, Gangguan alat reproduksi, gangguan kehamilan, Penyakit menular seksual termasuk, HIV-AIDS Respon fisik yang menyertai penyerangan seksual,Kehilangan nafsu makan, Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk, sulit tidur), Gangguan kecemasan.
2. Dampak Sosial
Yang dialami korban kekerasan oleh pasangan intimnya adalah dibatasi atau dilarang untuk memperoleh pelayanan sosial, ketegangan hubungan sosial dengan pihak kesehatan maupun dengan pekerjaannya dan dibatasi dalam mengakses jaringan sosial lainnya.
3. Dampak ekonomi
Biaya yang dikeluarkan oleh korban kekerasan rumah tangga lebih besar dari biaya kesehatan lainnya, karena selain biaya pengobatan secara medis akibat dampak fisik yang dialami, korban juga harus mengeluarkan biaya yang relatif besar untuk memulihkan kesehatan mentalnya dari gangguan-gangguan psikologis yang muncul. Di samping itu korban juga mengalami kerugian kehilangan pekerjaannya karena kekerasan yang dialami.
4. Dampak psikologis
Berupa trauma yang dialami sebagian besar korban. Bentuk trauma berbeda antara satu korban dengan korban lainnya. Trauma ini tergantung dari usia korban serta bentuk kekerasan yang dialami korban. Trauma dapat berupa ketakutan bertemu dengan orang lain, mimpi buruk atau ketakutan saat sendiri.
5. Gangguan emosional
Gangguan tidur atau makan, mimpi buruk, ingat kembali kejadian lampau,ketidakpercayaan terhadap laki-laki, Ketakutan pada hubungan intim, Perasaan sangat marah, perasaan bersalah,Malu dan terhina.Dampak lebih lanjutan perilaku anti sosial, perasaan tidak berdaya, perilaku bunuh diri, harga diri rendah, kecemasan, depresi, sulit tidur atau makan. Sebagai cara untuk menghadapi situasi kekerasan, perempuan dapat menunjukkan perilaku seperti minum alkohol, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, mempunyai banyak pasangan atau upaya bunuh diri.
8. Permasalahan Kekerasan Terhadap Anak
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seperempat orang dewasa pernah mengalami kekerasan fisik selama masa kanak-kanak. Kekerasan terhadap anak adalah penganiayaan dan penelantaran anak, tidak selalu terlihat jelas dan oleh karena itu dapat diabaikan. Selain itu, anak yang dilecehkan mungkin tidak memberi tahu siapa pun atau memahami apa yang terjadi. Tanpa sepengetahuan dan pengawasan orang dewasa, anak-anak tidak mungkin mendapatkan pertolongan. Orang tua harus memahami kekerasan terhadap anak, tanda-tandanya, dan cara mengasuh anak. Mari kita bicara tentang definisi kekerasan terhadap anak yang sebenarnya.
Menurut Sutanto, kekerasan anak adalah penggunaan kekuasaan/kewenangannya terhadap orang dewasa atau anak yang lebih tua untuk mengobati anak yang tidak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua atau pengasuh sehingga menimbulkan rasa sakit, penderitaan, kecacatan/kematian. Tanda-tanda kekerasan fisik atau luka pada tubuh anak (Susanto, 2006).
B. Kajian Teori
Sebagaimana diketahui, masalah sosial adalah kondisi yang tidak diharapkan, karena mengandung unsur yang merugikan, baik fisik maupun nonfisik, atau merupakan pelanggaran terhadap norma dan standar sosial. Dengan demikian kondisi tersebut selalu memberikan inspirasi bagi usaha untuk melakukan perubahan guna mewujudkan perbaikan. Fenomena perubahan yang merupakan respon dan antisipasi terhadap keberadaan masalah sosial tersebut akan selalu
dijumpai dalam kehidupan masyarakat,oleh karena masalah fenomena masalah sosial sendiri merupakan realitas sosial yang selalu muncul sepanjang jaman.
Sebagai ilustrasi (Macionis, 2007) yang melakukan kajian perbandingan keberadaan masalah sosial tahun 1935 dan 2006 memperoleh gambaran bahwa dalam rentang waktu tersebut masalah sosial selalu muncul. Memang di antara sepuluh jenis masalah sosial kategori serius pada masing-masing tahun tersebut dapat diidentifikasi adanya jenis masalah sosial yang sama artinya muncul pada kedua tahun tersebut, dan ada yang berbeda.
A. Kerangka Teoritis
a. Teori Perlindungan Hukum
Menurut Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingan tersebut.
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Oleh karena itu, harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.
b. Teori Peran
Menurut Sarwono, 2015 merupakan perpaduan antara disiplin ilmu psikologis, sosiologi, dan antropologi. Ketiga bidang ilmu tersebut mengambil istilah peran dari dunia teater. Pada pementasan teater seorang aktor harus berperan sebagai tokoh tertentu. Ketika menjalankan perannya tokoh tersebut diharapkan berperilaku secara tertentu.
Teori Peran dikemukakan oleh Kahn. Teori peran menekankan sifat individu sebagai perilaku sosial yang mempelajari perilaku sesuai dengan posisi yang mempelajari perilaku sesuai dengan posisi yang ditempati di lingkungan kerja dan masyarakat. Teori peran mencoba untuk menjelaskan interaksi antar individu dalam organisasi, berfokus pada peran yang mereka mainkan. Setiap peran sosial adalah seperangkat hak, kewajiban, harapan, norma, dan perilaku seseorang untuk menghadapi dan memenuhi perannya. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa orang berperilaku dengan cara yang dapat diprediksi, dan bahwa perilaku individu adalah konteks tertentu, berdasarkan posisi sosial dan faktor lainnya.
Katz dan Kahn (1978). Menyatakan bahwa individu akan mengalami konflik dalam dirinya apabila terdapat dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan yang ditujukan pada diri seseorang. (Katz dan Kahn, 1978).
Oleh karena sumber masalah sosial dapat berasal dari individu penyandang masalah maupun berasal dari sistem sosialnya maka proses perubahan dalam rangka penanganan masalah sosial dapat dilakukan baik dalam lingkup mikro, intermediate maupun makro. Pada tingkat mikro, perubahan melalui proses pengembangan masyarakat ditujukan pada individu sebagai penyandang masalah, baik dilihat dari tingkat hidupnya maupun perilakunya. Individu yang bermasalah dilihat dari tingkat hidupnya misalnya warga masyarakat yang keseharian nya dalam kondisi yang kurang memungkinkan. Sedangkan yang bermasalah dalam perilaku misalnya kasus perilaku menyimpang berupa perilaku kriminal, kecanduan obat, kekerasan, dan sebagainya.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Subagyo dalam Budiani, 2007), efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Sama hal nya dengan Subagyo, (Hani Handoko, 2003) juga berpendapat bahwa efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan.
c. Teori Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan terjemahan dari “ Human Resources”
namun ada pula ahli yang menyamakan sumber daya manusia dengan
“Manpower” (Tenaga Kerja). Bahkan sebagian orang menyetarakan pengertian sumber daya manusia dengan personal.
Sumber daya manusia juga merupakan manusia yang terlibat di dalam suatu organisasi dan mengupayakan terwujudnya tujuan organisasi tersebut. Oleh karena itu dalam menjalankan sistem organisasi maka sebuah instansi/lembaga memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan dan dapat diartikan bahwa sumber daya manusia yang berkualitas tinggi menurut Ndara merupakan sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif tetapi juga nilai kompetitif, generatif, inovatif, dengan menggunakan energi tertinggi.
Dapat disimpulkan bahwa organisasi terbentuk karena adanya keterbatasan pada manusia sebagai individu dalam mencapai tujuan sehingga membutuhkan kerjasama dengan orang lain dengan mengikuti suatu pola kerja tertentu seperti adanya wewenang, perintah, tanggung jawab dalam suatu jabatan. Dimana peran
organisasi sangatlah penting dalam suatu proses untuk mencapai apa yang diharapkan dan dimana penelitian ini organisasi yang dimaksud adalah P2TP2A yang memiliki peran serta tanggung jawab terhadap kasus tindakan kekerasan terhadap anak dan perempuan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
C. Kerangka Pikir
Efektivitas adalah elemen kunci untuk mencapai tujuan yang dianggap sebagai tujuan akhir organisasi, jika tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya tercapai, maka efektivitas adalah efektif. Menurut Hani Handoko, efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang sesuai dalam proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Definisi efektivitas menekankan pada pilihan cara atau metode yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, atau ketepatan tindakan yang dipilih untuk mencapai tujuan (Handoko. 2011).
Evaluasi Dari dimensi standar kualitas pelayanan publik, kita dapat melihat derajat kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah.
Menurut Sadu Wasistiono, kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi, dan indikator kinerja adalah variabel yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan, serta indikator kinerja. (Sadu Wasistiono, 2002) Fokus utama peneliti adalah bagaimana organisasi UPT P2TP2A secara efektif menangani kekerasan terhadap anak dan perempuan di Sumatera Utara.
Atas dasar ini, peneliti mencari dan menggunakan teori-teori yang relevan sebagai ide pokok untuk memecahkan masalah yang akan diteliti.
Untuk mengetahui bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan permasalahan penelitian,maka di buatkanlah kerangka berpikir sebagai berikut ;
Bagan Kerangka Pikir
Dimana Efektivitas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dalam Menghadapi Permasalahan..Kekerasan Anak dan Perempuan sangat berpengaruh dan mendatangkan akibat baik negatif maupun positif. Kekerasan terhadap perempuan dan anak apapun bentuknya akan mengakibatkan korban mengalami dampak jangka pendek dan jangka panjang. Kekerasan berbasis gender dan segala bentuk penyerangan maupun eksploitasi seksual termasuk yang merupakan hasil dari olahan dan prasangka / anggapan budaya adalah penyelenggaraan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan dan oleh karena nya harus dihapuskan.
Kerangka berfikir adalah sebagai perangkat konsep dan definisi yang saling berhubungan yang mencerminkan suatu pandangan yang sistematik mengenai
EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN KEKERASAN ANAK DAN PEREMPUAN
Faktor Pendukung Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Faktor Penghambat Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak
UPT P2TP2A Di Kel. Lamalaka Kec. Bantaeng Kab. Bantaeng
fenomena dan bertujuan untuk menerangkan dan meramalkan fenomena.
Kerangka berfikir dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan.
Teori dipergunakan untuk memperjelas suatu masalah yang akan diteliti dan untuk mencapai satuan pengetahuan yang sistematis serta membantu atau membimbing peneliti dalam penelitiannya. Menurut Kerlinger dalam Rakhmat (2004: 6) teori adalah himpunan konsep (konstruk), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah Efektivitas Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam permasalahan kekerasan terhadap Anak Dan Perempuan. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti akan mencari dan menggunakan teori-teori yang relevan sebagai pokok pikiran dalam rangka pemecahan masalah-masalah yang akan diteliti. Dari beberapa konsep kinerja yang telah dijelaskan di atas, penyusun sampai kepada suatu kesimpulan untuk menggunakan teori dari (Dwiyanto, 2006 : 50-51).
D. Hasil Penelitian Terdahulu
Perempuan dan Anak)
yang sudah berjalan dan
untuk perempuan dan
6 Supriyati 2010 Early Prevention Toward Sexual Abuse
nya, ketakutan terlibat
untuk menjadi korban
disadari maupun tanpa
Dapat disimpulkan bahwa yang menjadi pembeda antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang sudah ada yaitu penelitian yang akan dilakukan yang berfokus pada efektivitas pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menggunakan teori pengukuran efektivitas yang
dikemukakan oleh Duncan yaitu pencapaian tujuan, integrasi, dan adaptasi, sedangkan penelitian yang sudah ada menggunakan teori yang berbeda.
38 BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimanadalam penelitian yang dilakukan hanya bersifat Deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka mengetahui dan menganalisis Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dalam Menangani Kekerasan Seksual di Kabupaten Bantaeng.
B. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini yaitu di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bantaeng.
C. Tipe dan Dasar Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Deskriptif kualitatif, yaitu memberikan gambaran, penjelasan yang tepat secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Dasar penelitiannya adalah wawancara kepada narasumber/informan yang berisi pertanyaan- pertanyaan mengenai hal yang berhubungan dengan rumusan masalah penelitian.