• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Definisi Operasional

Menurut American for Quality Control kualitas adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten, dan dengan kata lain kualitas suatu produk atau jasa adalah sejauh mana produk atau jasa memenenuhi spesifikasi-spesifikasi (Tri, 2011: 103-104). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan itu hanya dapat dirasakan oleh pelanggan secara langsung dari tindakan yang dilakukan oleh karyawan suatu perusahaan. Pelayanan itu juga tidak bisa dirasakan secara fisik dan menilai secara nyata oleh orang lain.

Kualitas pelayanan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan 5 indikator (Yamit 2002: 10-11) tangibles, reliability, responsiveness, assurance, empathy. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Pengukuran kualitas pelayanan menggunakan 25 item pertanyaan.

Persepsi harga (price perception) menurut Kotler dan Amstrong (dalam Fatmawati dan Euis, 2007: 8 ) adalah nilai terkandung dalam suatu harga yang berhubungan dengan manfaat dan memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa. Persepsi atas harga menyangkut bagaimana informasi harga dipahami oleh konsumen dan dibuat bermakna bagi mereka.

Dalam pengolahan kognitif informasi harga, konsumen bisa dibuat bermakna bagi mereka. Dalam pengolahan kognitif informasi harga, konsumen bisa membandingkan antara harga yang dinyatakan dengan

sebuah harga atau kisaran harga yang mereka bayangkan atas produk tersebut. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel persepsi harga adalah: keterjangkauan harga, kesesuain harga dengan kualitas produk, daya saing harga, dan kesesuaian harga dengan manfaat (Stanton, 1998). Pengukuran persepsi harga menggunakan 5 item pertanyaan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert.

Menurut Tse dan Wilton (dalam Tjiptono, 2014:353) mendefinisikan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian dan kinerja aktual produk yang dipersepsikan setelah pemakaian atau konsumsi produk bersangkutan.

Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting bagi keberadaan, kelangsungan, dan perkembangan perusahaan. Saat ini banyak perusahaan yang semakin memahami arti penting dari kepuasan konsumen dan menjalankan strategi untuk memberikan kepuasan bagi konsumennya.

Kepuasaan pelanggan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan 2 indikator yang meliputi: kesesuaian dengan harapan dan puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan. Pengukuran kepuasan pelanggan menggunakan 6 item pertanyaan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert.

11 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori

1. Kualitas Pelayanan

a. Pengertian Kualitas Pelayanan

Menurut American for Quality Control kualitas adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten, dan dengan kata lain kualitas suatu produk atau jasa adalah sejauh mana produk atau jasa memenenuhi spesifikasi-spesifikasi (Tri, 2011: 103-104).

Menurut Goetsch Davis (dalam Yamit, 2002: 8) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk dan jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses, dan kualitas lingkungan. Perusahaan dituntut untuk memaksimalkan kualitas pelayanannya agar mampu menciptakan para pelanggannya. Pelanggan yang berkualitas kemampuan suatu perusahaan menyajikan atau memenuhi apa yang dijanjikan kepada pelanggan.

Menurut Yamit (2002: 75) jasa pelayanan adalah sekelompok manfaat yang berdayaguna secara ekplisit atas kemudahan untuk mendapatkan barang atau jasa pelayanan. Menurut Anderson dan Lehman, pelayanan yang berkinerja tinggi adalah pelayanan yang mampu memuaskan kebutuhan pelanggan, atau dengan kata lain mampu melebihi harapan dari pelanggan.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan merupakan kunci utama untuk memuaskan pelanggan sesuai dengan membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, kurang puas bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas dan bila kinerja melebihi harapan, maka pelanggan akan merasa puas.

b. Dimensi Kualitas Pelayanan

Garvin mengembangkan dimensi kualitas kedalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang menghasilkan barang.

Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut: (Yamit, 2002: 10) 1) Perfomence (kinerja), yaitu karakteristik pokok dari produk inti.

2) Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.

3) Reability (kehandalan), yaitu kemungkinan tingkat kegagalan pemakaian.

4) Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5) Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan.

6) Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan dalam pemeliharaan, dan penanganan keluhan yang memuaskan.

7) Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa, dan daya tarik produk.

8) Perceived, yaitu menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Zeithaml, Berry dan Parasuraman telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan para pelanggan dalam

mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah : (Yamit, 2002: 10-11)

1) Tangible (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2) Reability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan telah dijanjikan.

3) Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tangkap.

4) Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan.

5) Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.

c. Kualitas Pelayanan dalam Perspektif Islam

Islam mengajarkan kepada kita bahwa jika ingin memberikan hasil usaha yang baik berupa barang atau jasa, maka harus dengan hasil yang berkualitas. Jangan memberikan sesuatu yang buruk kepada orang lain. Seperti firman Allah dalam surat Al- Baqarah ayat 267:



Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Al-Baqarah [2] : 267)

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa ada kewajiban untuk menafkahkan hasil dari usaha yang kita lakukan yaitu berupa nafkah yang baik lagi bermanfaat yang dihasilkan dari kerja yang halal.

Disamping itu, kita harus memilih harta atau hasil usaha yang baik agar barokah dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Jika dikaitkan dengan manajemen pelayanan, maka manejer atau petugas pelayanan harus bekerja dengan ikhlas dan sungguh-sungguh agar bisa memberikan hasil yang maksimal.

d. Pengukuran Kualitas

Menurut Garvin (dalam Yamit 2002) mengidentifikasi lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu:

1) Trancendental approach, yaitu kualitas dipandang sebagai innateexcellence berarti kualitas itu dapat dirasakan, diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan.

2) Product- based approach, artinya kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atribut yang memiliki produk.

3) User-based approach, yang berdasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas tinggi.

4) Manufacturing-based approach, dimana kualitas didefinisikan sebagai kesesuaian dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus

pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang sering kali didorong oleh tujuan peningkatan produktifitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar yang ditetapkan oleh perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.

5) Value-based approach, yang memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Akibatnya kualitas bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu merupakan produk yang paling ternilai.

e. Model Kualitas Pelayanan

Faktor penentu tingkat kualitas pelayanan adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan tidak terpenuhinya harapan kualitas pelayanan dari sisi pelanggan, yang sering dinyatakan sebagai model kualitas pelayanan. Terjadinya kesenjangan ini disebabkan oleh kegagalan pihak penyedia jasa dalam penyampaian pelayanan atau jasa secara menyeluruh sesuai dengan dimensi kualitas pelayanan. Lima kesenjangan yang disampaikan Parasuraman, Zeithaml dan Berry (dalam Rukmini, 2013: 15) sebagai berikut:

1) Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen.

Manajemen tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa didesain dan jasa pendukung apa saja yang digunakan pelanggan 2) Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas

jasa.

Manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan tetapi tidak menetapkan suatu set standar kinerja spesifik. Hal ini disebabkan karena tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa.

3) Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Para petugas mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak mau memenuhi standar atau mereka dihadapkan pada standar yang yang berlawanan seperti menyediakan waktu untuk mendengarkan pelanggan dan melayani mereka dengan cepat.

4) Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.

Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan para petugas perusahaan dan iklan perusahaan. Terjadinya ketidakpuasan antara janji yang ditawarkan penyedia jasa yang telah dikomunikasikan pada konsumen sehingga terjadi perspektif negatif terhadap kualitas jasa yang dipersepsikan.

Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan.

Kesenjangan ini terjadi apabila terdapat perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama maka perusahaan akan memperoleh dampak positif.

Namun, bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

2. Persepsi Harga

a. Pengertian Persepsi Harga

Harga merupakan salah satu variabel bauran pemasaran yang paling fleksibel, mudah diubah secara cepat. Beberapa perusahaan mencoba untuk meningkatkan keuntungan dengan menetapkan harga rendah untuk menarik pelanggannya. Harga semata-mata tergantung pada kebijakan perusahaan tetapi tentu mempertimbangkan berbagai hal tertentu(Kasmir, 2004: 151-152).

Secara terminologi harga menurut Karl E. Case dan Raay C. Fair adalah jumlah yang dijual oleh suatu produk perunit dan mencerminkan berapa yang bersedia dibayarkan oleh masyarakat. Menurut Tjiptono (2008: 151), harga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, artinya dapat diubah cepat. Berbeda halnya dengan

karakteristik produk atau komitmen terhadap saluran distribusi. Kedua hal ini terakhir tidak dapat disesuaikan dengan mudah dan cepat, karena biasanya menyangkut keputusan jangka panjang.

Menurut Daryanto (2013: 62) harga adalah jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau sejumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat memiliki atau menggunakan produk. Konsep lain harga adalah sejumlah uang yang menghasilkan pendapatan (Widiyono dan Narydin) harga adalah salah satu unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, unsur-unsur lainnya menghasilkan biaya.

Persepsi harga (price perception) menurut Kotler dan Amstrong (dalam Fatmawati dan Euis, 2007: 8 ) adalah nilai terkandung dalam suatu harga yang berhubungan dengan manfaat dan memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa

Paul Peter dan Jery Olson (dalam Fatmawati dan Euis, 2007: 9) berpendapat bahwa menggambarkan suatu merek dan memberikan keunggulan kompetitif fungsional. Dalam menggambarkan merek, harga tinggi dapat diketahui berkualitas tinggi untuk untuk beberapa produk dan sering dinyatakan bahwa konsumen merasakan hungungan antar harga dan kualitas.

Persepsi atas harga menyangkut bagaimana informasi harga dipahami oleh konsumen dan dibuat bermakna bagi mereka. Dalam pengolahan kognitif informasi harga, konsumen bisa dibuat bermakna bagi mereka. Dalam pengolahan kognitif informasi harga, konsumen bisa membandingkan antara harga yang dinyatakan dengan sebuah harga atau kisaran harga yang mereka bayangkan atas produk tersebut.

Harga yang ada dipikiran konsumen sebagai bahan melakukan perbandingan tersebut disebut harga acuan internal. Harga acuan internal adalah harga yang dianggap pantas oleh konsumen, harga yang telah ada secara historis atau yang dibayangkan konsumen sebagai harga pasar yang tinggi atau rendah pada dasarnya harga acuan internal

menjadi semacam panduan untuk mengevaluasi apakah harga yang tertera dapat diterima oleh konsumen.

b. Dasar Hukum tentang Teori Harga

Ayat Al- Qur’an yang menjelaskan tentang dasar hukum teori harga adalah Surah An- Nisa ayat 29 sebagai berikut:



perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu(QS.

An- Nisa [4] : 29)

Menurut tafsir Ibnu Katsir, firman Allah SWT:

...



(kecuali dengan perniagaan)yang berlaku dengan suka sama suka(QS.

An- Nisa [4] : 29).

”Lafazh



dibaca dengan rafa’(dhamma) atau nashab (fathah) yaitu, menjadi ististna muqathi’ (pengecualiaan terpisah). Seakan-akan Allah SWT berfirman: “Janganlah kalian menjalankan (melakukan) sebab-sebab yang diharamkan dalam mencari harta, akan tetapi dengan perniagaan yang disyariatkan, yang terjadi dengan saling meridhai antara penjual dan pembeli, maka lakukanlah hal itu dan



Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar(Q.S.Al An’am [6] : 151)

Dari penjelasan tafsir Ibnu Katsir di atas jelaslah bahwa muamalah dalam jual beli harus sesuai syariat Islam.

c. Tahap Menyusun Harga

Kotler (2007: 550) mengatakan ada enam tahap dalam menyusun kebijakan penentuan harga, yaitu berikut ini:

1) Perusahaan memilih tujuan penetapan harga.

2) Perusahaan memperkirakan kurva permintaan, probabilitas kuantitas yang akan terjual pada tiap kemungkinan harga.

3) Perusahaan memperkirakan bagaimana biaya bervariasi pada berbagai level produksi dan berbagai level akumulasi pengalaman produksi.

4) Perusahaan menganalisa biaya, harga, dan tawaran pesaing.

5) Perusahaan menyeleksi metode penetapan harga.

6) Perusahaan memilih harga akhir.

Ferdinand (2006: 225) menyatakan bahwa harga merupakan variabel keputusan yang paling penting yang diambil oleh pelanggan.

Ada dua alasannya yaitu sebagai berikut:

1) Alasan psikologis, menunjukkan bahwa harga merupakan indikator kualitas dan karena itu dapat dirancang sebagai salah satu instrumen persaingan yang sangat menentukan.

2) Alasan ekonomis, harga yang terjangkau (rendah) atau harga yang bersaing merupakan salah satu pemicu penting untuk meningkatkan kinerja pemasaran.

Sedangkan menurut Simamora (2000: 575-576) terdapat empat tujuan kunci penentuan harga, yaitu sebagai berikut:

1) Maksimisasi laba

Maksimisasi laba merupakan proses maksimasi tidak dengan batasan (unconstrained maximization). Perusahaan akan memilih tingkat output yang dihasilkan untuk memaksimumkan laba.

Pemilihan tingkat output laba maksimum juga akan menentukan kombinasi input-input yang akan digunakan untuk produksi output.

2) Maksimisasi pendapatan

Untuk mengukur permintaan, beberapa perusahaan mungkin yakin bahwa lebih mudah memaksimalkan penjualan dari pada memaksimalkan keuntungan yang sifatnya lebih abstrak. Harga yang lebih rendah serta diiringi dengan maksimisasi pedapatan dapat pula digunakan supaya kompetitor tidak dapat memasuki pasar.

3) Maksimisasi pangsa pasar

Tujuan dari maksimisasi pangsa pasar untuk mendapatkan posisi pasar akan mengorbankan berbagai keuntungan dan pendapatan. Strategi ini digunakan untuk menerobos pasar baru.

4) Kepemimpinan mutu

Beberapa pelanggan menggunakan harga sebagai indikator mutu. Konsumen cenderung menyukai produk berharga lebih mahal manakala harga merupakan satu-satunya informasi yang tersedia, ketika mereka yakin bahwa mutu dari merek yang tersedia adalah berbeda secara signifikan, dan pada saat perbedaan harga di antara

merek-merek yang ada di pasar. Konsekuensinya perusahaan harus bisa menanamkan persepsi di benak pelanggan bahwa produk mereka memang memiliki mutu yang tinggi.

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel persepsi harga menggunakan pendapat dari Stanton (1998) yang meliputi:

keterjangkauan harga, kesesuaian harga dengan kualitas produk, daya saing harga, dan kesesuaian harga dengan manfaat. Hal ini dikarenakan mampu mencirikan harga sebagai pertimbangan dalam pembelian.

d. Tujuan Penetapan Harga

Adapun tujuan penentuan harga bagi suatu perusahaan secara umum adalah seabagai berikut: (Kasmir, 2011 : 191)

1) Untuk bertahan hidup

Tujuannya adalah agar produk atau jasa yang ditawarkan laku dipasaran dengan harga murah, tetapi masih dalam kondisi yang menguntungkan.

2) Untuk memaksimalkan laba

Penentuan harga bertujuan agar penjualan meningkat, sehingga laba menjadi maksimal. Penentuan harga biasanya dapat dilakukan dengan harga murah atau tinggi.

3) Untuk memperbesar market share

Untuk memperbesar market share maksudnya adalah untuk memperluas atau memperbesar jumlah pelanggan. Penentuan harga yang murah diharapkan dapat meningkatkan jumlah pelanggan dan pelanggan pesaing beralih ke produk yang ditawarkan.

4) Mutu produk

Tujuan penentuan harga dengan pertimbangan mutu produk adalah untuk memberikan kesan bahwa produk dan jasa yang ditawarkan memiliki kualitas yang tinggi atau lebih tinggi dari kualitas pesaing.

Biasanya harga ditentukan setinggi mungkin karena masih ada

anggapan bahwa produk yang berkualitas adalah produk yang harganya lebih tinggi dibandingkan harga pesaing.

5) Karena pesaing

Penentuan harga dengan melihat harga pesaing bertujuan agar harga yang ditawarkan lebih kompetitif dibandingkan harga yang ditawarkan pesaing. Artinya bisa melebihi harga pesaing untuk produk tertentu atau sebaliknya bisa lebih rendah.

Menurut Tjiptono (2014 : 185), terdapat dua macam tujuan penetapan harga, yaitu tujuan umum dan tujuan spesifik. Adapun masing- masing tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tujuan penetapan harga

a) Mengurangi resiko ekonomi dari percobaan produk

b) Menawarkan nilai yang lebih baik dibandingkan bentuk atau kelas produk pesaing

c) Meningkatkan frekuensi konsumsi.

d) Menambah aplikasi/pemakaian dalam situasi yang lebih banyak e) Melayani segmen yang berorientasi pada harga

f) Menawarkan versi produk yang lebih mahal g) Mengalahkan pesaing dalam hal harga

h) Menggunakan harga untuk mengindikasikan kualitas tinggi i) Mengeleminasi keunggulan harga pesaing

j) Menaikkan penjualan produk komplementer 2) Tujuan spesifik penetapan harga

a) Menghasilkan surplus sebesar mungkin

b) Mencapai tingkat target spesifik tetapi tidak berusaha memaksimumkan harga

c) Menutup biaya teralokasi secara penuh termasuk biaya overhead institutional

d) Menutup biaya penyediaan satu kategori jasa atau produk tertentu (setelah dikurangi biaya overhead institutional dan segala macam hibah spesifik)

e) Menutup biaya penjualan inkremental kepada satu konsumen ekstra

f) Mengubah harga sepanjang waktu untuk memastikan bahwa permintaan sesuai dengan penawaran yang tersedia pada setiap waktu tertentu (sehingga bisa mengoptimalkan kapasitas produktif),

g) Menetapkan harga sesuai dengan perbedaan kemampuan membayar berbagai segmen pasar yang menjadi target pemasaran organisasi

e. Strategi Menetapkan Harga

Menurut Tjiptono (2014: 219) ada beberapa strategi menetapkan harga berdasarkan nilai yaitu:

1) Discounting

Yaitu merupakan diskon atau potongan harga untuk mengkomunikasikan kepada para pembeli yang sensitif terhadap harga bahwa mereka mendapatkan nilai yang diharapkan.

2) Odd pricing

Yaitu menetapkan harga sederhana sedemikian rupa sehingga membuat konsumen mempersepsikan bahwa mereka mendapatkan harga lebih murah.

3) Synchro pricing

Yaitu menggunakan harga untuk mengelola permintaan akan jasa melalui pemahaman atas sensitif pelanggan terhadap harga. Dalam sejumlah industri jasa permintaan berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga menimbulkan masalah kapasitas menganggur saat permintaan sepi dan kekurangan kapasitas saat periode permintaan puncak. Synchro pricing bertujuan untuk menyelaraskan permintaan dengan penawaran. Secara garis besar terdapat empat alternatif synchro pricing yang diterapkan perusahaan yaitu:

a) Placedifferential, yaitu penetapkan harga berbeda untuk lokasi berbeda

b) Time differential, yaitu variasi harga didasarkan pada saat (waktu) konsumsi jasa dilakukan.

c) Quality differential, yaitu memberikan potongan harga untuk pembelian barang dalam kualitas besar.

d) Differential as incentives, harga lebih murah ditawarkan kepada para konsumen baru atau konsumen saat ini dengan harapan bisa mendorong mereka agar menjadi pelanggan.

4) Penetrain pricing

Yaitu penetapan harga murah untuk suatu produk baru dengan tujuan mendorong percobaan produk dan pemakaian lebih luas.

Berdasarkan beberapa strategi penetapan harga dapat disimpulkan bahwa dengan beberapa strategi tersebut akan meningkatkan pendapatan suatu perusahaan dan meningkatkan jumlah pembeli pada perusahaan tersebut. Dengan demikian akan meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan atau konsumen. Karena harga yang ditetapkan sesuai yang diharapkan konsumen

3. Kepuasan Pelanggan

a. Pengertian Kepuasan Pelanggan

Beberapa defenisi kepuasan pelanggan menurut para ahli, yaitu:

(Tjiptono, 2014: 353)

1) Howard & Sheth (1969) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah situasi kognitif pembeli berkenaan dengan kesepadanan atau ketidakpastian antara hasil yang didapatkan dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan.

2) Westbook & Reilly berpendapat bahwa kepuasan pelanggan adalah respon emosional terhadap pengalaman-pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan

pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku pembeli), serta pasar secara keseluruhan.

3) Day (1984) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai penilaian evaluatif purnabeli menyangkut pilihan pembeli spesifik.

4) Tse dan Wilton (1988) mendefinisikan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian dan kinerja aktual produk yang dipersepsikan setelah pemakaian atau konsumsi produk bersangkutan.

5) Wilkie (1990) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.

Menurut Yamit (2002 : 78) adalah evaluasi purna beli atau hasil evaluasi setelah membandingkan apa yang dirasakan dengan harapannya. Perusahaan harus berusaha mengetahui apa yang diharapkan pelanggan dari produk dan jasa yang dihasilkan. Harapan pelanggan dapat diidentifikasi secara tepat apabila perusahaan perusahaan mengerti persepsi pelanggan terhadap kepuasan.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk (jasa) yang diterima dan diharapkan.

Jika kinerja dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Tingkat kepuasan

Jika kinerja dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Tingkat kepuasan

Dokumen terkait