• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

4.5 Kondisi Perekonomian

4.5.2 Kemiskinan

Berikut ini merupakan jumlah dan persentase penduduk miskin di Kabupaten Mojokerto:

Tabel 4. 4Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Mojokerto Tahun Garis Kemiskinan

(rupiah/kapita/bulan) Jumlah Penduduk Miskin

(ribu) Persentase Penduduk Miskin (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Mojokerto

Di tahun 2020 persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Mojokerto mengalami kenaikan jika dibanding tahun 2019, yaitu dari 9,75 persen naik menjadi 10,57 persen.

46

menjadi salah satu pilar penentu kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian yang tinggi dari masyarakat dan seluruh masyarakat untuk senantiasa peduli pada peningkatan derajat kesehatan.

Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah tercapaianya status kesehatan yang optimal untuk mewujudkan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur status kesehatan adalah angka morbiditas. Penduduk yang mengalami morbiditas adalah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari.

Besarnya Angka Harapan Hidup di Kabupaten Mojokerto didukung oleh indikator sebagai berikut :

a. Kematian Bayi

Kelangsungan hidup bayi merupakan suatu yang penting untuk diperhatikan terutama oleh pemerintah, karena dengan menjaga kelangsungan hidup bayi mulai dari kesehatannya saat di kandungan maupun setelah kelahiran akan membentuk individu manusia yang ke depannya menjadi aset negara yang tak ternilai. Sehingga dapat menciptakan bibit-bibit sumber daya manusia yang unggul. Maka dari itu angka kematian bayi perlu untuk diperhatikan dan ditekan. Angka kematian bayi digunakan untuk menghitung banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab utama dari kematian bayi di Indonesia adalah asfiksia kelahiran, pneumonia, komplikasi kelahiran infeksi neonatal, diare, malaria, campak dan malagizi. Beberapa faktor berkontribusi pada kematian bayi seperti tingkat pendidikan ibu, kondisi lingkungan, dan

infrastruktur politik dan pengobatan. Menyediakan sanitasi, akses air minum bersih, imunisasi melawan penyakit infeksi, dan langkah-langkah kesehatan publik lainnya dapat membantu mengurangi tingkat kematian bayi. Berikut merupakan data jumlah kematian bayi dan kelahiran bayi hidup di Kabupaten Mojokerto tahun 2020.

Gambar 4.1 Jumlah Kematian Bayi dan Kelahiran Bayi Hidup Kabupaten Mojokerto Tahun 2020

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Tabel 4.5 Jumlah Kematian Bayi dan Kelahiran Hidup di Kabupaten Mojokerto Tahun 2020 Kecamatan Jumlah Kematian Bayi Jumlah Kelahiran Hidup

Jatirejo 15 847

Jumlah Kematian Bayi Jumlah Kelahiran Hidup

48

Kecamatan Jumlah Kematian Bayi Jumlah Kelahiran Hidup

Puri 4 1.026

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Angka Kematian Bayi di Kabupaten Mojokerto pada tahun 2020 sebesar 4,6 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Dimana jumlah kematian paling banyak terjadi di Kecamatan Jatirejo yakni ada sebanyak 15 kematian dari 847 kelahiran hidup. Selain itu, jumlah kematian paling banyak kedua terjadi di Kecamatan Kemlagi yakni ada sebanyak 10 kematian dari 920 kelahiran hidup. Sementara Kecamatan Gondang tidak terjadi kasus kematian pada bayi.

Penyebab kematian pada bayi di Kecamatan Jatirejo dan Kemlagi ini antara lain disebabkan karena sebagai berikut.

Gambar 4.2 Penyebab Kematian Bayi di Kecamatan Jatirejo dan Kemlagi Kabupaten Mojokerto

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto 4

BBLR Asfiksia Sepsis Kelainan Bawaan Lain-Lain

Jatirejo Kemlagi

Kematian bayi di Kecamatan Kemlagi dan Jatirejo mayoritas disebabkan karena Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan penyebab lain adalah asfiksia, sepisis, kelainan bawaan, dan penyebab lain-lain.

Asfiksia merupakan penyebab kematian bayi baru lahir yang paling utama di Indonesia. Asfiksia adalah kondisi saat bayi kekurangan oksigen sebelum atau selama kelahiran. Hal ini ditandai dengan kulit bayi yang membiru, sesak napas, detak jantung menurun, dan lemah otot (Safitri, et al., 2018). Menurut Perinasia dalam buku “Mencegah Kematian Neonatal dengan P4K” menyebutkan bahwa pencegahan terhadap asfiksia neonatrum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan daktor resiko penyebab asfiksia, derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik, komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat, dan lain sebagainya, untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dari lintas sektor yang saling terkait (Rohmatin, et al., 2018).

b. Jumlah Kematian Ibu

Kesehatan ibu mejadi isu internasional yang dimuat dalam program

50

Kecamatan Jumlah Kematian Ibu Jumlah Kelahiran Hidup

Jatirejo 2 847

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Gambar 4.3 Jumlah Kematian Ibu dan Kelahiran Hidup di Kabupaten Mojokerto Tahun 2020 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Angka Kematian Ibu di Kabupaten Mojokerto pada tahun 2020 ada sebanyak 115 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Adapun kematian pada ibu hamil mayoritas sebanyak 3 kematian ibu yakni terjadi di Kecamatan Puri.

2 2 1 0 1 2 1 1 2 0 1 3 0 1 1 0 1 0

Jumlah Kematian Ibu Jumlah Kelahiran Hidup

Sementara kecamatan yang tidak terjadi kematian pada ibu pada saat hamil di Kecamatan Trawas, Mojoanyar, Trowulan, Kemlagi, dan Dawarblandong.

Gambar 4.4 Penyebab Kematian Ibu di Kabupaten Mojokerto Tahun 2020 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Penyebab kematian ibu di Kabupaten Mojokerto paling banyak disebabkan karena hipertensi dalam kehamilan, selain itu penyebab lain adalah pendarahan, gangguan sistem peredaran darah (jantung, stroke, dll) dan penyebab lainnya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu, mulai dari WHO pada tahun 1990 mencanangkan gerakan dunia untuk menyelamatkan ibu yang diberi nama Safe Motherhood. Program tersebut merupakan komitmen global termasuk Indonesia yang bertekad untuk menurunkan angka kematian ibu. Adapun 4 pilar Safe Motherhood yaitu:

5

52

kematian ibu. Selain itu, beberapa program lain sebagai upaya menurunkan AKI di Indonesia telah dilakukan seperti Gerakan Sayang Ibu dengan penempatan Bidan di desa, Pemberdayaan keluarga masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), penyediaan fasilitas kesehatan PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) di Puskesmas perawatan dan PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif) di rumah sakit. Selain itu juga, pada tahun 2011 pemerintah mengeluarkan upaya terobosan yang bernama Jampersal (Jaminan Persalinan) yang diperuntukkan bagi ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi belum lahir yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan (Andriani, 2019). Program-program pemerintah tersebut juga sudah dilakasanakan di Kabupaten Mojokerto, namun tetap perlu terus dilaksanakan dan dilakukan monitoring serta evaluasi terhadap tingkat keberhasilannya sehingga dapat meminimalisir dan menekan angka kematian ibu di Kabupaten Mojokerto.

c. Status Gizi Balita

Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Status gizi balita dapat diketahui melalui pemantauan tumbuh kembang anak. Kekurangan gizi terutama pada anak-anak balita dapat menyebabkan meningkatnya resiko kematian, terganggunya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental serta kecerdasan. Dalam beberapa hal dampak kekurangan gizi bersifat permanen yang tidak dapat diperbaiki walaupun pada usia berikutnya kebutuhan gizinya terpenuhi.

Status gizi pada balita di Kabupaten Mojokerto pada tahun 2020 adalah sebagai berikut.

Gambar 4.5 Status Gizi Balita di Kabupaten Mojokerto pada Tahun 2020 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Jumlah balita di Kabupaten Mojokerto pada tahun 2020 ada sebanyak 104.916 balita dimana ada sebanyak 41.698 balita yang ditimbang dan yang mengalami gizi kurang ada sebanyak 5,4 persen. Dari 36.663 balita yang diukur tinggi badannya ada sebanyak 6,4 persen balita (2.680 balita) pendek.

Dan dari 26.555 balita yang diukur berat badan menurut tinggi badan yakni ada sebanyak 3,7 persen balita (1.525 balita) yang kurus.

Upaya dalam mengatasi masalah gizi pada balita, Kementrian kesehatatan telah menetapkan kebijakan yang komprehensif, meliputi

5,40%

6,40%

3,70%

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

Balita Gizi Kurang Balita Pendek Balita Kurus

54

tempat tinggalnya. Terobosan yang dilakukan Kemenkes RI untuk menjadikan SDM unggul adalah melalui peningkatan sasaran Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita kurus dan ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK), pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi seluruh ibu hamil, dan remaja putri. Integrasi program penurunan stunting melalui kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang perlu dilakukan mengingat masih banyaknya masyarakat yang acuh dengan pola hidup bersih dan sehat.

Terobosan lainnya yang dilakukan Kemenkes adalah PMT bagi Balita kurus, upaya Pendidikan gizi dalam peningkatan ASI Eksklusif, Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA), dan promosi pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes RI, 2019).

d. Jumlah Persalinan Ditolong oleh Tenaga Medis

Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinan terjadinya serangkaian perubahan besar pada calon ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Pesalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan seperti bidan, dokter atau tenaga paramedis lainnya, perlu arena tenaga medis adalah orang yang sudah ahli dalam membantu persalinan, sehingga keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin. Apabila terdapat kelainan dapat diketahui dan segera ditolong atau dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. Sementara persalinan yang ditolong oleh tenaga medis menggunakan peralatan yang aman, bersih dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya.

Berikut adalah kondisi jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga medis adalah sebagai berikut.

Tabel 4.7 Jumlah Persalinan Ditolong Tenaga Medis di Kabupaten Mojokerto Tahun 2020

Kecamatan Jumlah Persalinan

Ditolong Tenaga Medis Jumlah Ibu Bersalin

Jatirejo 848 808

Dawarblandong 709 750

Jumlah 16.550 17.488

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

848 574 876 437 1.291 1.191 942 1.156 888 658 873 1.021 1.044 1.090 760 917 1.275 709

808 727 922 468 1.278 1.236 923 1.278 926 727 908 1.106 1.109 1.095 894 990 1.343 750

0

56

Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2020 sebanyak 94,6 persen dari 17.488 ibu bersalin. Jika dilihat jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga medis paling banyak terjadi di Kecamatan Ngoro yakni 1.291 dari 1.278 ibu bersalin.

e. Jumlah Ibu yang Memeriksakan Kehamilan Berdasarkan Kecamatan

Salah satu fase penting dalam kehamilan adalah pemeriksaan.

Pemeriksaan saat kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan yaitu pada usia kehamilan trisemester pertama, kedua dan dua kali pada trisemester ketiga.

Pemeriksaan pada kehamilan berguna untuk mendeteksi masalah pada kehamilan yang bisa saja dialami oleh ibu hamil, untuk memantau keadaan janin di dalam kandungannya, untuk menambah referensi dan pengetahuan ibu hamil dan lain-lain. Adapun jumlah ibu hamil yang memeriksakan kehamilan disajikan pada gambar sebagai berikut.

Tabel 4.8 Jumlah Ibu yang Memeriksakan Kehamilan di Kabupaten Mojokerto Tahun 2020

Kecamatan Jumlah Ibu yang Memerikasakan

Kehamilan Jumlah Ibu Hamil

Kecamatan Jumlah Ibu yang Memerikasakan

Kehamilan Jumlah Ibu Hamil

Gedeg 881 959

Kemlagi 954 1.018

Jetis 1.382 1.366

Dawar Blandong 770 845

Jumlah 17.619 18.321

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Gambar 4.7 Persentase Ibu yang Memerikasakan Kehamilan Tahun 2020 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Jumlah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya paling banyak terjadi di Kecamatan Jetis yakni sebanyak 1.382 orang. Pemeriksaan kehamilan tentunya disertai dengan pemberian tablet Fe untuk mencegah terjadinya anemia besi pada ibu hamil. Kondisi ini berakibat pada tidak ada

840 674 886 448 1.331 1.254 971 1.233 931 767 931 1.065 1.182 1.119 881 954 1.382 770829 756 955 489 1.314 1.274 1.015 1.331 951 771 938 1.189 1.211 1.106 959 1.018 1.366 845

Jumlah Ibu yang Memerikasakan Kehamilan Jumlah Ibu Hamil

58

pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia (Prijatni, et al., 2016). Keluarga Berencana (KB) merupakan program yang memiliki kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk melalui pengendalian fertilitas yang mampu menekan laju pertumbuhan penduduk. Dalam menjalankan program keluarga berencana, pemerintah memiliki peran yang cukup strategis baik dalam menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat, dan obat, serta memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman bermutu dan terjangkau oleh masyarakat.

Suksesnya program Keluarga Berencana (KB) di suatu daerah akan berdampak pada peningkatan Indeks Pembagunan Manusia di daerah itu (BKKBN, 2019). Hal ini disebabkan karena jika jumlah kelahiran tidak dikendalikan dan tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan, hal ini akan berpengaruh pada ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Pembangunan bukan saja dilakukan untuk mempercepat ekonomi masyarakat semata, diharapkan juga dapat memberikan implikasi terhadap upaya pengendalian fertilitas, mortalitas, morbiditas, dan perbaikan kualitas penduduk. Adapun jumlah pasangan usia subur yang menjadi peserta KB di Kabupaten Mojokerto sebagai berikut.

Gambar 4.8 Jumlah Pasangan Usia Subur yang Menjadi Peserta KB Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Jumlah pasangan usia subur yang menjadi peserta KB di Kabupaten Mojokerto pada tahun 2017 hingga tahun 2020 berfluktuasi. Dimana pada tahun 2020 jumlah pasangan subur yang menjadi peserta KB meningkat menjadi 163.657 orang. Sehingga persentase pasangan usia subur yang menjadi peserta KB aktif sebanyak 84,14 persen.

g. Cakupan Jaminan Kesehatan Penduduk di Kabupaten Mojokerto Jaminan kesehatan merupakan jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

0

Pasangan Usia Subur (PUS) Peserta KB Aktif

60

Tabel 4.9 Cakupan Jaminan Kesehatan di Kabupaten Mojokerto Tahun 2020 No Jenis Kepesertaan Peserta Jaminan Kesehatan

Jumlah %

Penerima Bantuan Iuran (PBI)

1 PBI APBN 387.713 34,4

2 PBI APBD 62.838 5,6

Sub Jumlah PBI 450.551 40,0

Non PBI

1 Pekerja Penerima Upah (PPU) 201.152 17,9 2 Pekerja Bukan Penerima Upah

(PBPU)/mandiri 184.378 16,4

3 Bukan Pekerja (BP) 15.108 1,3

Sub Jumlah Non PBI 400.638 35,6

Jumlah 851.189 75,6

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

Peserta jaminan kesehatan di Kabupaten Mojokerto ada sebanyak 75,6 persen dari jumlah penduduk di Kabupaten Mojokerto. Sisanya 24,4 persen belum menjadi peserta jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan yang sudah dicover oleh pemerintah ada sebanyak 37,4 persen dari jumlah penduduk di Kabupaten Mojokerto Tahun 2020 dengan rincian peserta jaminan kesehatan yang dicover oleh APBN sebanyak 34,4 persen sisanya dicover oleh APBD Kabupaten Mojokerto sebanyak 5,6 persen. Sementara peserta jaminan kesehatan non Penerima Bantuan Iuran ada sebanyak 35,6 persen dari jumlah penduduk di Kabupaten Mojokerto.

h. Indikator Rumah Sakit Umum Daerah di Kabupaten Mojokerto Kabupaten Mojokerto memiliki dua Rumah Sakit Umum Daerah yaitu RSUD Dr. Soekandar dan RSUD RA. Basoeni. Dalam menjalankan fungsinya rumah sakit memiliki indikator pelayanannya yang terdiri dari BOR (Bed Occupancy Rate), LOS (Length Of Stay), TOI (Turn Over Interval), BTO (Bed Turn Over), NDR (Net Death Rate), GDR (Gross Death Rate) yang akan dibahas lebih lanjut ketercapaiannya.

Tempat tidur tersedia adalah tempat tidur fasilitas kesehatan yang tersedia untuk rawat inap baik yang terisi maupun kosong pada waktu tertentu. Tempat tidur tersedia termasuk tempat tidur untuk penggunaan normal baik terisi maupun kosong, dan tidak termasuk tempat tidur di ruang pemeriksaan, unit gawat darurat, terapi fisik, ruang persalinan, dan ruang pemulihan. BOR (Bed Occupancy Rate) dikenal juga dengan percent occupancy, occupancy percent, percentage of occupancy, occupancy ratio. Di Indonesia BOR dikenal sebagai persentase penggunaan tempat tidur pada waktu tertentu, dengan BOR ideal menurut Kemenkes RI antara 60 – 80% (Hosizah, et al., 2018).

Gambar 4.9 BOR pada RSUD di Kabupaten Mojokerto Tahun 2017-2020 Sumber : RSUD RA Basoeni dan RSUD Soekandar

62 64

RSUD RA Basoeni RSUD Soekandar

62

masih termasuk nilai ideal pada tahun 2017 hingga 2019, namun pada tahun 2020 persentase penggunaan tempat tidur di bawah 60 persen. Nilai BOR yang rendah mengindikasikan semakin sedikit tempat tidur yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan tempat tidur yang tersedia. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut untuk penyebab menurunnya nilai BOR. Jumlah pasien yang sedikit dapat menimbulkan masalah pendapatan ekonomi bagi pihak fasilitas pelayanan kesehatan. Pasien sedikit ini juga akan menimbulkan pertanyaan bagaimana pelayanan di fasilitas kesehatan tersebut.

LOS (Length Of Stay) atau lama rawat adalah jumlah hari pasien dirawat di rumah sakit, mulai masuk sampai dengan keluar atau pulang. LOS dapat dibandingkan pada semua fasilitas pelayanan kesehatan untuk menentukan apakah terdapat nilai ekstrim atau outlier. Data LOS pasien dengan diagnosis dan prosedur atau tindakan yang sama dirawat oleh berbagai dokter, hal ini dapat dievaluasi sebagai bahan perbandingan. Misalnya, perbedaan LOS diagnosis tertentu antardokter merupakan indikasi berbagai jenis pengobatan pada kondisi yang sama oleh dokter yang berbeda.

Gambar 4.10 LOS pada RSUD di Kabupaten Mojokerto Tahun 2017-2020 Sumber : RSUD RA Basoeni dan RSUD Soekandar

Lama rawat pasien di RSUD Basoeni pada tahun 2017 hingga tahun 2020 rata-rata selama 3 hari, sedangkan di RSUD Soekandar lama rawat pasiennya berkisar 3-4 hari pada tahun 2020, lebih efisien dibanding tahun-tahun sebelumnya (2017-2019) yang lama rawatnya berkisar 4-5 hari.

BTO (Bed Turn Over) atau biasa dikenal Bed Turnover Rate merupakan berapa kali satu tempat dipakai oleh pasien pada periode tertentu. Tinkat perputaran pemakaian tempat tidur berguna karena dua periode waktu mungkin memiliki persentase hunian yang sama, namun tingkat turnover mungkin berbeda. Jika unit rawat inap memiliki BTO tinggi, ini bisa menjadi indikasi bahwa unit tersebut dapat menampung lebih banyak pasien karena

3 3 3 3

RSUD RA Basoeni RSUD Soekandar

64

bersih dari BOR dan LOS. Idealnya dalam setahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40 – 50 kali (Hosizah, et al., 2018).

Pada Tahun 2017, BTO atau frekuensi penggunaan tempat tidur di RSUD RA Basoeni 57 kali nilai ini lebih tinggi dari nilai ideal BTO yang artinya RSUD RA Basoeni tingkat perputaran pasien lebih cepat, sedangkan pada tahun 2018 dan 2019 nilai frekuensi penggunaan tempat tidur di RSUD RA Basoeni berkisar antara 40 - 50 kali yang termasuk pada kategori ideal, sedangkan pada tahun 2020 nilai BTO di bawah nilai ideal yang artinya RSUD RA Basoeni tingkat perputaran pasien lebih lambat dibanding tahun sebelumya. Di RSUD Soekandar, pada tahun 2017 hingga 2019 frekuensi penggunaan tempat tidur di atas 50 kali yang artinya RSUD Soekandar dapat menampung lebih banyak pasien karena lama rawat (LOS) pasien lebih pendek, sedangkan pada tahun 2020, frekuensi penggunaan tempat tidur di RSUD Soekandar sudah ideal.

Gambar 4.11 BTO pada RSUD di Kabupaten Mojokerto Tahun 2017-2020 Sumber : RSUD RA Basoeni dan RSUD Soekandar

57

RSUD RA Basoeni RSUD Soekandar

BTO dapat digunakan untuk membandingkan satu fasilitas dengan fasilitas lain, membandingkan tingkat utilisasi untuk periode waktu yang berbeda, atau untuk unit yang berbeda dari fasilitas yang sama. Misalnya, tingkat hunian untuk satu rumah sakit pada dasarnya sama dalam dua periode waktu, namun tingkat perputarannya mungkin lebih rendah karena LOS yang lebih panjang dalam satu periode waktu. Dengan kata lain, BTO bisa menjadi ukuran intensitas pemanfaatan tempat tidur (Horton dalam Hosizah, et al., 2018).

TOI (Turn Over Interval) adalah rata-rata hari di mana tempat tidur pada periode tertentu tidak terisi antara pasien keluar atau meninggal dan pasien masuk berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efesiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong atau tidak terisi ada pada kisaran 1-3 hari (Juknis SIRS dalam Hosizah, et al., 2018).

2 2

4

5,6

1,13

2,51 2,52 2,40

2 3 4 5 6

RSUD RA Basoeni RSUD Soekandar

66

Rata-rata waktu tempat tidur tidak terisi di RSUD Basoeni pada tahun 2017 hingga tahun 2020 mengalami peningkatan di mana waktu tempat tidur tidak terisi berkisar 2 hingga 6 hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun 2017 hingga 2020 perputaran pasien lebih lama terjadi atau waktu untuk mengisi tempat tidur pasien semakin lama, sedangkan di RSUD Soekandar pada tahun 2017 hingga 2020 waktu tempat masih pada kisaran 1-3 hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun 2017 hingga 2020 perputaran pasien lebih cepat terjadi.

Net death reate (NDR) atau angka kematian bersih menunjukkan proporsi seluruh pasien rawat inap yang meninggal setelah mendapat perawatan lebih dari atau sama dengan 48 jam dalam periode waktu tertentu, termasuk bayi baru lahir (BBL) yang kemudian meninggal (Sudra dalam Hosizah, et al., 2018). Dalam perhitungan NDR yang termasuk dalam perhitungan adalah pasien yang meninggal setelah 48 jam perawatan, maka pasien yang meninggal kurang dari 48 jam tidak termasuk dalam perhitungan NDR. Pada kondisi tertentu pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan terminal, rumah sakit tidak mempunyai cukup waktu untuk memberikan pertolongan kepada pasien tersebut. Dalam perjalanannya pasien meninggal sebelum 48 jam di rumah sakit. Maka penilaian mutu sebuah rumah sakit tidak dapat dikaitkan dengan seluruh kematian di rumah sakit, tetapi lebih terkait pada angka kematian lebih dari 48 jam. Dapat disimpulkan bahwa angka NDR lebih dapat menunjukkan kualitas pelayanan di sebuah rumah sakit.

Kementerian Kesehatan menetapkan nilai NDR seyogyanya tidak lebih dari 25 per 1.000 penderita keluar (Kemenkes dalam Hosizah, et al., 2018).

Gambar 4.13 NDR pada RSUD di Kabupaten Mojokerto Tahun 2017-2020 Sumber : RSUD RA Basoeni dan RSUD Soekandar

Berdasarkan data NDR, RSUD Basoeni pada tahun 2017 dan 2018 angka kematian pasien yang mendapat perawatan tergolong rendah di bawah angka 20 per 1.000 penderita keluar. Namun tahun 2019 dan tahun 2020 nilainya meningkat dari tahun sebelumnya diatas 30 per 1.000 penderita keluar, sedangkan RSUD Soekandar pada tahun 2017 dan 2018 angka kematian pasien yang mendapat perawatan tergolong rendah di bawah angka 25 per 1.000 penderita keluar. Kemudian tahun 2019 dan tahun 2020 nilainya meningkat dari tahun sebelumnya di atas 25 per 1.000 penderita keluar. Hal ini perlu dikaji lebih jauh mengapa pada tahun 2019 dan 2020 nilai tersebut mengalami kenaikan pada RSUD Basoeni maupun RSUD Soekandar.

16

RSUD RA Basoeni RSUD Soekandar

68

seluruh kematian yang terjadi pada pasien rawat inap di rumah sakit.

Kematian tersebut baik yang terjadi di ruangan rawat inap dewasa, kematian pada pasien anak, dan kematian di ruang intensif. Pada perhitungan GDR seluruh kematian diperhitungkan, baik kematian pasien rawat inap kurang dari 48 jam maupun lebih dari 48 jam. Kementerian Kesehatan menetapkan nilai GDR seyogianya tidak lebih dari 45 per 1.000 penderita keluar (Kemenkes dalam Hosizah, et al., 2018).

Gambar 4.14 GDR pada RSUD di Kabupaten Mojokerto Tahun 2017-2020 Sumber : RSUD RA Basoeni dan RSUD Soekandar

Sedangkan jika dilihat berdasarkan nilai GDR atau angka kematian kasar, di RSUD RA Basoeni pada tahun 2017 hingga tahun 2020 nilainya mengalami keniaikan, namun masih dalam batas wajar tidak lebih dari 45 per 1.000 penderita keluar. Sama halnya pada RSUD Soekandar pada tahun 2017 hingga tahun 2020 nilainya juga mengalami keniaikan, namun masih dalam

Sedangkan jika dilihat berdasarkan nilai GDR atau angka kematian kasar, di RSUD RA Basoeni pada tahun 2017 hingga tahun 2020 nilainya mengalami keniaikan, namun masih dalam batas wajar tidak lebih dari 45 per 1.000 penderita keluar. Sama halnya pada RSUD Soekandar pada tahun 2017 hingga tahun 2020 nilainya juga mengalami keniaikan, namun masih dalam

Dalam dokumen HALAMAN DEPAN. Indeks Pembangunan Manusia (Halaman 49-0)

Dokumen terkait