• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan DEJA 2 : Varietas Unggul Baru Kedelai Toleran Jenuh Air

A-10

DEJA 1 dan DEJA 2 : Varietas Unggul Baru Kedelai Toleran Jenuh Air

DEJA 1 and DEJA 2 : New Soybeanq Variety Tolerant to Saturated Soil Conditions.

Suhartina*, Purwantoro, dan Novita Nugrahaeni

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak km 8, Kotak Pos 66 Malang 65101

*e-mail: t_ina_suhartina@yahoo.com

ABSTRACT

The main agroecosystem of soybean production in Indonesia is rice field. Soybean cultivation during the dry season in paddy fields often faces puddles (water saturated conditions) resulting from high rainfall at the end of the rainy season. The soil water saturatedqqqq condition can causes a decrease in soybean productivity ranging from 20-75%. Excess water in the field that causes the puddle is generally difficult to manage, so it is necessary to develop soybean varieties that are tolerant to water saturated condition. To date, there is no soybean varieties that are specifically released as tolerant water-saturated soil conditions in Indonesia. However, there is an old high yielding variety with an indication water-saturated soil tolerance, i.e, Kawi variety (released in 1998). Kawi is soybean variety with small seed size (10 g/100 seeds) and late maturity (88 days). Indonesian Agency for Agricultural Research and Development Ministry of Agricultural (IAARD) through Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute (ILTERI) have been developed superior soybean varieties tolerant to saturated water conditions in 2017, and have been released under the name DEJA 1 and DEJA 2. DEJA 1 dan DEJA 2 have high yield potential and tolerant to water-saturated stress from 14 days (phase V2) to the maturity phase (phase R7). Under conditions of soil water saturated conditions, DEJA 1 and DEJA 2 were able to give average yields of 2.39 t/ha and 2.38 t/ha, with potential yields of 2.87 t/ha and 2.75 t/ha respectively. DEJA 1 is belong to early maturity (79 days), moderately resistant to common cut worm (Spodoptera litura), resistant to pod borer and pod sucking, as well as moderately resistant to leaf rust disease, with protein content of 39.6% and fat 17.3%. DEJA 2 is also an early maturity (80 days), large seed size (14.8 g/100 seeds), moderately resistant to pod borer and pod sucking, moderately resistant to leaf rust disease, with protein content of 37.9% and fat 17.2%.

Keywords: new soybean variety, tolerant, saturated soil conditions, high yield ABSTRAK

Agroekosistem utama produksi kedelai di Indonesia adalah lahan sawah. Pertanaman kedelai musim kemarau (MK) pada lahan sawah sering dihadapkan dengan curah hujan yang tinggi di akhir musim hujan, sehingga sering menimbulkan genangan (kondisi jenuh air). Kondisi tanah jenuh air (tergenang) akibat air sisa penanaman padi atau air hujan, menyebabkan penurunan produktivitas kedelai berkisar antara 20-75%. Kelebihan air di lapang yang menyebabkan genangan umumnya sukar dikelola sehingga perlu diupayakan varietas kedelai yang toleran jenuh air. Hingga saat ini, di Indonesia, belum tersedia varietas unggul kedelai yang khusus dilepas untuk tujuan toleran kondisi tanah jenuh air. Namun terdapat varietas unggul lama yang berindikasi toleran terhadap kondisi tanah jenuh air yaitu varietas Kawi (dilepas tahun 1998). Varietas Kawi berukuran biji kecil (10 g/100 biji) dan memiliki umur masak dalam (88 hari). Varietas tersebut perlu diperbaiki ukuran biji dan umur masaknya menjadi genjah (<80 hari). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi telah merakit varietas unggul kedelai toleran kondisi tanah jenuh air pada tahun 2016, dan telah dilepas dengan nama DEJA 1 dan DEJA 2. DEJA 1 dan DEJA 2 berpotensi hasil tinggi dan toleran terhadap cekaman jenuh air mulai umur 14 hari (fase

82 V2) hingga fase masak (fase R7). Pada kondisi tercekam kondisi tanah jenuh air, DEJA 1 dan DEJA 2 mampu memberikan hasil biji rata-rata 2,39 t/ha dan 2,38 t/ha, dengan potensi hasil masing-masing 2,87 t/ha dan 2,75 t/ha. DEJA 1 memiliki umur masak genjah (79 hari), berukuran biji sedang (12,9 g/100 biji), agak tahan hama ulat grayak (Spodoptera litura), tahan hama penggerek polong dan pengisap polong, serta agak tahan penyakit karat daun, dengan kandungan protein 39,6% dan lemak 17,3%. DEJA 2 memiliki umur masak genjah (80 hari), berukuran biji besar (14,8 g/100 biji), agak tahan hama penggerek polong dan pengisap polong, agak tahan penyakit karat daun, dengan kandungan protein 37,9% dan lemak 17,2%.

83

PENDAHULUAN

Sekitar 60% kedelai di Indonesia diproduksi pada lahan sawah yang mengikuti pola tanam padi-padi-kedelai, padi-kedelai-kedelai, atau padi-kedelai-jagung. Sesuai pola tanam tersebut, kedelai yang ditanam awal musim hujan (padi-kedelai-jagung) dan pada musim kemarau 1 (MK1) sering terjadi genangan (cekaman jenuh air), terutama pada daerah-daerah yang mempunyai drainase buruk. Tanaman kedelai yang mengalami cekaman jenuh air ini sering terjadi di daerah Jateng, Jatim, Bali, dan NTB (Sumarno 1986).

Kondisi tanah jenuh air (tergenang) akibat air sisa penanaman padi atau air hujan, menyebabkan penurunan produktivitas kedelai berkisar antara 20-75% (Sumarno dkk. 1988; Adisarwanto dkk. 1989; Adie 1997; Tames 2001; Rodiah dan Sumarno 1993; Tampubolon dkk. 1989). Besarnya penurunan hasil tergantung pada varietas, lama genangan, dan fase tumbuh kedelai. Adisarwanto (2001) mengemukakan bahwa kondisi tanah jenuh air yang terjadi pada saat tanaman berumur 15-30 hari setelah tanam (HST) menyebabkan pertumbuhan kedelai tertekan dan hasil biji menurun 15-25% dibandingkan dengan kondisi optimal (tanpa jenuh air). Hal ini menunjukkan bahwa pada umur 15-30 HST merupakan periode kritis atau peka terhadap cekaman jenuh air, sehingga aktivitas fisiologis dan perkembangan tanaman menurun. Kelebihan air di lapangan yang menyebabkan genangan umumnya sukar dikelola oleh petani sehingga perlu diupayakan varietas kedelai yang toleran jenuh air (Sumarno 1986).

Hingga kini, di Indonesia belum tersedia varietas unggul kedelai yang khusus dilepas untuk tujuan toleran kondisi tanah jenuh air. Informasi mengenai varietas kedelai yang toleran kondisi tanah jenuh air relatif terbatas. Tersedianya varietas unggul kedelai toleran kondisi tanah jenuh air mencegah kehilangan hasil biji 15-25% dan memiliki arti penting guna mempercepat peningkatan produksi kedelai di dalam negeri untuk upaya mengurangi impor yang makin tinggi.

Mengingat tantangan perubahan iklim global yang semakin besar menyebabkan curah hujan yang tinggi dengan frekuensi yang tinggi, yang mengakibatkan terjadinya genangan/jenuh air, maka perakitan varietas kedelai toleran kondisi tanah jenuh air perlu dilakukan. Tersedianya varietas kedelai toleran kondisi tanah jenuh air memiliki arti penting untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas kedelai. Perakitan varietas kedelai toleran kondisi tanah jenuh air telah dimulai pada tahun 2005, dan telah diperoleh dua galur harapan yang teridentifikasi toleran jenuh air yang telah dilepas sebagai varietas unggul baru dengan nama DEJA 1 dan DEJA 2.

Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan varietas unggul baru kedelai toleran kondisi tanah jenuh air.

BAHAN DAN METODE

DEJA 1 merupakan zuriat silang tunggal varietas unggul Tanggamus x Anjasmoro, sedangkan DEJA 2 merupakan zuriat silang tunggal varietas unggul Sibayak x varietas Lokal Jawa Tengah (Grobogan). Persilangan buatan dilakukan pada tahun 2005, dan selanjutnya dilakukan seleksi dan penggaluran (2006-2009) hingga didapatkan galur Tgm/Anj-750 dan Sib/LJT-137, masing-masing dilepas dengan nama DEJA 1 dan DEJA 2.

Metode seleksi yang digunakan adalah gabungan metode bulk dan pedigri. Generasi F1 dan F2 ditanam secara bulk yaitu di Rumah Kaca (F1) pada MK2 2005 dan di KP Kendalpayak (F2) pada MH 2006. Seleksi pedigri dimulai pada generasi F3 pada MH 2007, F4 dan F5 pada MH 2008 dan MK1 2009. Uji daya hasil pendahuluan (UDHP) dilakukan di KP Genteng dan KP Jambegede pada MK2 2009, uji daya hasil lanjutan (UDHL) di KP Genteng, KP Jambegede, dan Kabupaten Grobogan pada MK1 2010.

Pemilihan galur F3 dilakukan berdasarkan umur masak dan keragaan tanaman baik (polong banyak, tipe tumbuh determinit). Galur dengan umur masak lebih genjah dibanding Tanggamus dan Sibayak, tipe tumbuh determinit, tidak rebah, jumlah polong banyak ditanam sebagai bahan seleksi F4. Seleksi generasi F4 dilakukan di KP

84 Kendalpayak dan terpilih 900 galur F5 zuriat dari tujuh seri persilangan. Seleksi generasi F5 (900 galur) di lingkungan jenuh air dilakukan di KP Kendalpayak, dengan kriteria seleksi keragaan tanaman yaitu pertumbuhan optimal, tidak ada tanaman yang layu atau mati, daun berwarna hijau pada kondisi tercekam kondisi tanah jenuh air, tidak rebah, serta berdaya hasil tinggi, terpilih sebanyak 90 galur homosigot sebagai bahan UDHP. Pada tahap UDHP dan UDHL, penilaian toleransi terhadap cekaman kondisi tanah jenuh air dilakukan dengan menanam galur-galur yang diuji di dua lingkungan tumbuh, yaitu lingkungan optimal dan lingkungan tercekam kondisi tanah jenuh air mengacu pada metode Fernandez (1993).

Kriteria seleksi untuk mendapatkan genotipe yang toleran cekaman jenuh air menggunakan nilai indeks toleransi cekaman (ITC) atau STI (stress tolerance index) (Fernandez, 1993). Semakin tinggi nilai ITC suatu genotipe, semakin toleran genotipe

tersebut terhadap cekaman. Pengelompokan toleransi genotipe kedelai terhadap

cekaman jenuh air dilakukan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Doreste et al. (1979).

Lingkungan seleksi kondisi tanah jenuh air dilakukan mulai generasi F5, uji daya hasil (F6 dan F7), hingga uji adaptasi. Kondisi jenuh air diciptakan melalui penggenangan pada saluran drainase dengan cara mengatur tinggi muka air di dalam saluran drainase 3-5 cm di bawah permukaan tanah. Kedalaman saluran drainase 25 cm dengan lebar 30 cm. Penggenangan dilakukan mulai tanaman kedelai berumur 14 hari (fase V2) hingga fase polong masak fisiologis (fase R7/75 hari).

Untuk mempertahankan tinggi muka air dalam saluran drainase tetap berada 3-5 cm di bawah permukaan tanah dilakukan dengan memberikan genangan atau aliran air perlahan di dalam saluran drainse secara terus menerus. Pemeliharaan saluran drainase dilakukan apabila saluran drainase mengalami pendangkalan dan menjaga kecukupan air 3-5 cm di bawah permukaan tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN