• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Summed Dominance Ratio (SDR) dan Biomassa Gulma

Tabel 1 menunjukkan bahwa lima jenis gulma yang memiliki nilai SDR yang paling tinggi adalah gulma jenis teki khususnya Cyperus rotundus, Scirpus juncoides Roxb., Fimbristylis miliacea (L.) Vahl, Monochoria vaginalis dan Richardia brasiliensis Gomez. Jika dibandingkan dengan gulma berbahaya pada penanaman padi metode SRI dengan jenis gulma dominan pada areal penelitian maka ditemukan 4 jenis gulma yang sama yaitu Cyperus rotundus, Fimbristylis miliacea (L.), Scirpus juncoides Roxb. dan Monochoria vaginalis. Keempat jenis gulma ini termasuk ke dalam jenis gulma berbahaya bagi budidaya tanaman padi metode SRI karena gulma ini memiliki perkembangbiakan yang sangat cepat baik secara vegetatif dan generatif, kanopi yang rimbun sehingga mampu menutup tanaman padi di fase awal pertumbuhan serta mengeluarkan senyawa alelokimia. Hal lain yang dapat digambarkan oleh nilai SDR

41 yang tinggi adalah tingkat penguasaan gulma yang tinggi terhadap faktor biotik dan abiotik di lahan tersebut.

Tabel 1. Nilai SDR berbagai Jenis Gulma di Areal Penanaman Padi Metode SRI

Menurut Holom et al.,(1970) Cyperus rotundus merupakan salah satu gulma paling buruk di dunia. Hal ini disebabkan gulma ini tidak mati pada saat mendapatkan penggenangan, dapat tumbuh baik pada kondisi lahan SRI yang lembab, dan perkembangbiakan sangat cepat dan banyak. Gulma teki memiliki kemampuan kompetisi yang sangat baik. Hal ini disebabkan mampu berkembangbiak dengan sangat cepat secara generatif dan vegetatif, menghasilkan senyawa alelokimia yang mampu menurunkan jumlah, luas dan kandungan klorofil daun tumbuhan lain serta menurut alelokimia pada teki ini dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan gulma daun lebar seperti Mimosa pigra, Mimosa invisa, Casia alata, dan Porophylum ruderale.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Kusuma et al., (2017) menunjukkan senyawa yang diduga mempengaruhi pertumbuhan adalah 2-methoxy-4-vinylphenol; phenol,2,6-dimethoxy; dan 2-furanmethanol. Menurut Darabi et al., (2007), 2-methoxy4-vinylphenol merupakan salah satu senyawa alami yang dapat menghambat perkecambahan biji gandum sehingga gandum terhindar dari perkecambahan sebelum panen. Pemberian ekstrak umbi teki umur 3 bulan setelah tanam menurunkan daya berkecambah biji Asistasia gangetica menjadi 32%, dengan penekanan sebesar 54.7% dibandingkan terhadap kontrol. Daya berkecambah Boreria alata pada pemberian ekstrak seluruh bagian teki umur 2 bulan setelah tanam sebesar 21.3%, dengan penekanan sebesar 60.9% dibandingkan terhadap kontrol.

Gulma Scirpus juncoides Roxb. merupakan gulma yang mampu berkembangbiak meskipun hanya mendapatkan sinar matahari yang sedikit karena sangat efisien dalam memanfaatkan sinar matahari. Gulma ini juga memiliki tinggi 0.75 m sehingga mampu menaungi tumbuhan lainnya. Siklus hidup yang tahunan juga menyebabkan kerugian yang besar bagi tanaman padi karena akan terjadi kompetisi selama masa hidupnya.

Jenis Gulma

Summed Dominan Ratio (%)

Rata - Rata Kelompok

1 2 3 4

Cyperus rotundus 33.50 25.50 25.75 25.00 27.44

Scirpus juncoides Roxb. 9.75 17.50 14.00 10.00 12.81

Fimbristylis miliacea (L.) Vahl 13.25 14.75 11.00 9.25 12.06

Monochoria vaginalis 7.00 7.75 6.25 14.75 8.94

Cammelina difusa Burm. f. 5.50 4.50 6.25 9.75 6.50

Cyperus pedunculatus 2.50 4.75 8.50 9.25 6.25

Cyperus iria L. 6.50 7.25 7.25 2.50 5.88

Digitaria ciliaris (Retz.) Koel. 6.75 4.50 4.75 2.50 4.63

Hedyotis corymbosa 5.25 2.50 3.25 3.25 3.56 Eclipta prostrata 4.00 3.00 0.00 4.75 2.94 Brachiaria reptans 1.25 2.75 2.50 3.00 2.38 Hygrophilla auriculata 1.00 1.25 2.25 4.75 2.31 Asistasia gangetica 0.00 1.25 2.75 0.00 1.00 Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. 0.00 0.00 4.00 0.00 1.00 Limnocharis flava 3.00 0.00 0.75 0.00 0.94 Ageratum conizoides 0.75 1.25 0.75 0.00 0.69

Richardia brasiliensis Gomez 0.00 1.25 0.00 1.25 0.63

42 Gulma Fimbristylis miliacea (L.) Vahl adalah gulma yang memiliki ukuran 0.6 m yang tumbuh tegak dan anakan yang kuat. Gulma ini memiliki kemampuan kompetisi yang kuat pada bagian akar sehingga mampu menekan penyerapan hara bagi tumbuhan lainnya. Gulma ini juga memiliki senyawa elelokimia yang mampu menekan pertumbuhan. Monochoria vaginalis merupakan gulma golongan berdau lebar. Daya saing gulma ini dengan padi adalah sedang, memiliki kemampuan berkembangbiak yang cepat dengan menggunakan biji dan stolon, Gulma ini juga membutuhkan cahaya penuh untuk berkecambah. Cammelina difusa merupakan gulma merambat hingga mencapai 1 m, memiliki daya saing sedang, menyukai lahan dalam kondisi tidak tergenang, tahan naungan dan memiliki siklus hidup tahunan. Namun gulma ini tidak mengeluarkan senyawa alelokimia. Gulma ini berkembangbiak dengan biji dan stolon (Caton et al.,2010).

Korelasi SDR, Biomassa Gulma, Persentase Bulir Hampa dan Produksi per Hektar

Tabel 2 menunjukkan bahwa setiap gulma memiliki korelasi yang berbeda untuk setiap pengamatan. Nilai SDR yang tinggi belum tentu menghasilkan biomassa gulma yang tinggi bagi suatu gulma. Hal ini dapat dilihat pada gulma Scirpus juncoides, Monochoria vaginalis dan Cammelina difusa. SDR merupakan kemampuan suatu gulma untuk menguasai faktor biotic dan abiotik yang ada disekitarnya. Faktor yang sangat mempengaruhi SDR adalah jumlah individu setiap jenis gulma, luasan areal tutupan individu setiap jenis gulma, jumlah muncul jenis gulma pada petak pengamatan dan biomassa jenis gulma. Gulma yang memiliki biomassa tinggi belum tentu memiliki nilai SDR yang tinggi dan sebaliknya.

Tabel 2. Korelasi antara SDR gulma dengan biomassa Gulma, %Gabah Hampa dan Produksi/ha

Keterangan : KSL = Korelasi Sangat Lemah, KK = Korelasi Kuat, KSK = Korelasi Sangat Kuat

Korelasi sangat lemah persentase gabah hampa paling rendah diperoleh pada gulma Scirpus juncoides, korelasi kuat pada gulma Fimbristylis miliacea dan korelasi sangat kuat pada gulma Cyperus rotundus, Monochoria vaginalis dan Cammelina difusa. Semakin tinggi nilai SDR gulma gulma maka semakin tinggi pula persentase bulir hampa dan sebaliknya. Gulma yang memiliki efisiensi tinggi karena pada saat intensitas cahaya meningkat maka pengambilan CO2 meningkatkan pula.

Menurut Munandir (1993) kehadiran gulma di sekitar tanaman padi salah satunya menyebabkan persaingan terhadap karbondioksida. Kemampuan bersaing suatu tanaman dengan gulma tergantung pada kemampuan tanaman mengasimilasi CO2 dan menggunakan fotosintat untuk perluasan ukuran daun. Suatu gulma yang mengikat CO2 pada laju tinggi mempunyai keunggulan awal sehingga berkesempatan untuk menguasai areal tumbuh. Bila gulma tersebut mempunyai sistem perkembangbiakan yang cepat seperti stolon dan rizhom maka gulma tersebut menjadi pesaing yang sangat kuat. Menurut Junaedi et al., (2006) kemampuan bersaing gulma juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengeluarkan alelokimia. Senyawa alelokimia yang dimiliki oleh dan mampu menghambat perkecambahan biji, menghambat kinerja bakteri nitrifikasi dalam fiksasi nitrogen. Jika proses nitrifikasi terhambat, jumlah nitrogen yang dapat diserap tanaman juga akan sedikit sehingga metabolisme dalam tubuh tanaman padi

Jenis Gulma Korelasi Antar Variabel Biomassa Gulma % Gabah Hampa Produksi/ha

Cyperus rotundus SDR Gulma 0.99 (KK) 0.98 (KSK) -0.61 (KK)

Scirpus juncoides SDR Gulma 0.01 (KSL) -0.19 (KSL) -0.04 (KSK)

Fimbristylis miliacea SDR Gulma 0.67 (KK) -0.92 (KK) -0.04 (KSL)

Monochoria vaginalis SDR Gulma 0.23 (KSL) -0.78 (KSK) -0.93 (KSK)

43 juga menjadi tidak optimal. Nasution et al., (2013) juga menyatakan semakin tinggi tingkat kompetisi antara gulma dan tanaman padi maka persentase bulir hampa juga akan semakin tinggi. Sedangkan menurut Antralina (2012) budidaya tanaman padi tanpa pengendalian gulma mampu menurunkan jumlah bulir bernas dan meningkatkan bulir hampa mencapai 99.29% per malai. Sedangkan menurut Devasinghe et al., (2013) persentase bulir hampa tanaman padi tanpa adanya pengendalian gulma adalah 61.06% tetapi jika menggunakan mulsa jerami padi sebagai salah satu tindakan pengendalian gulma memiliki persentase bulir hampa 1.08%.

Produksi padi/ha memiliki korelasi sangat lemah dengan SDR gulma Fimbristylis miliacea, korelasi kuat pada gulma Cyperus rotundus dan Cammelina difusa, korelasi sangat kuat pada gulma Scirpus juncoides dan Monochoria vaginalis. Gardner (1991) meyatakan hasil suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan. Genotipe dapat mempengaruhi kemampuan berkecambah, jumlah bunga, jumlah bunga yang berkembang membentuk biji, jumlah hasil asimilasi yang diproduksi dan pembagian hasil. Lingkungan mempengaruhi kemampuan tanaman tersebut untuk menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan agar tercapai hasil panen maksimal. Jika Air, nutrisi, cahaya dan faktor lainnya jika berada dalam jumlah yang terbatas bagi tanaman maka dapat mengurangi hasil. Pengurangan hasil tanaman padi terjadi karena asimilat yang tersedia lebih sedikit dibandingkan asimilat yang dibutuhkan tanaman. Kekurangan asimilat akan mempengaruhi luas daun terakhir dan perkembangan akar. Investasi hasil asimilasi dalam pertumbuhan tanaman selama periode vegetatif menentukan produktivitas pada fase generatif. Pembagian asimilat selama perkembangan reproduktif penting untuk tanaman budidaya penghasil biji. Hasil yang tinggi akan diperoleh jika tanaman padi memiliki ILD optimal yang mendukung LAB dan LTR yang tinggi maka cadangan makanan di bulir padi semakin banyak dan bernas sehingga produksi per ha menjadi semakin tinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa gulma yang memiliki potensi berbahaya dalam budidaya padi SRI di Padang adalah Cyperus rotundus, Scirpus juncoides Roxb., Fimbristylis miliacea (L.) Vahl, Monochoria vaginalis dan Richardia brasiliensis Gomez. Gulma yang sangat mempengaruhi persentase gabah hampa adalah Cyperus rotundus, Monochoria vaginalis dan Cammelina difusa. Sedangkan gulma yang mampu menurunkan produksi padi/ha adalah Scirpus juncoides dan Monochoria vaginalis.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih untuk keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama ini. Ucapan terima kasih juga untuk pihak Kampus dan Teman – teman yang banyak membantu saat penelitian dan diterimanya artikel ini.

REFERENSI

Antralina, M. 2012. Karakteristik Gulma dan Komponen Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa l.) Sistem S.R.I pada Waktu Keberadaan Gulma yang Berbeda. J. Agri dan PengemWilayah. 3(2).

Antralina, M. Yuyun, Y dan Tualar, S. 2014. Komposisi Gulma pada Berbagai Jarak Tanam Padi secara IPA- BO dan Konvensional. J. Agro. 1(1).

Caton, B. Mortu, J. E, Hill. Dan D. Jhonson. 2010. Panduang Lapang Praktis Gulma Padi di Asia. IRRI. P. 119.

Darabi, H.R., S. Mohandessi, Y. Balavar, K. Aghapoor. 2007. A structure-activity relationship study on a natural germination inhibitor, 2-methoxy-4-vinylphenol (MVP), in wheat seeds to evaluate its mode of action. Z. Naturforsch. 62c:694-700. Devasinghe, D. Premaratne dan Sangakkara. 2013. Impact of Rice Straw Mulch on Growth, Yield Components and Yield of Direct Seeded Lowland Rice (Oryza sativa L.). J. Tropic Agro. 24 (4). 325 – 335.

44 Jakarta. Universitas Indonesia. Terjemahan Physiology of Crop Plants. 424 Hal. Holom, L. Donald, L. Juan, V. James, P. 1977. The World‟s Worst Weed Distribution and

Biology. University press of Hawaii. Honolulu. 609 Hal.

Junaedi, A. Muhammad, A. dan Kim, K.. Perkembangan Terkini Kajian Alelopati. J.Hayati. 13 (2). 79 – 84.

Kusuma, A. M, Ahmad. dan Dwi. 2016. Senyawa Fenol dari Tajuk dan Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) pada Berbagai Umur Pertumbuhan serta Pengaruhnya terhadap Perkecambahan Gulma Berdaun Lebar. J. Agron. 45(1). 100 – 107. Lita, S. Sukartomo, S. Guritno, B. 2013. Pengaruh Perbedaan Sistem Tanam terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) di Lahan Sawah. J. ProdTan. 1(4).

Moenandir, J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma ( Ilmu Gulma III). Raja Grafindo Persada. Jakarta. 100 Hal.

Nasution, F. Jonathan, G. dan Balonggu, S. 2013. Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo Varietas Situ Bagendit terhadap Pengolahan Tanah dan Frekuensi Penyiangan yang Berbeda. J. Agroeko. 1(2). 24 – 36.

Sutaryo, B dan T, Kusumastuti. 2015. Keragaan Hasil Gabah dan Karakter Agronomi Sepuluh Varietas Padi Unggul Di Sleman, Yogyakarta. J. Nasional. 1(2). 364 – 371.

45

A-06

Efektifitas Fermentasi Kombinasi Limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit (LPKS) dan Limbah Ternak Sapi (LTS) terhadap Hasil Jagung

Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.)

Effectiveness of Fermentation Combination of Waste Palm Oil (LPKS) Factory and Living Cattle (LTS) Waste on Sweet Corn

(Zea mays var. saccharata Sturt.) Yield

Akhmad Rifai Lubis1 Armaniar1 dan Meriksa Sembiring2*

1

Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Panca Budi Medan; 2

Fakultas Pertanian Universitas Quality Medan *e-mail: meriksa@yahoo.com

ABSTRACT

This study objective was to determine the effect of the combination of waste after fermentation on the production of sweet corn. Specific target is a combination of waste that affects yield of sweet corn crops. To find out the relationship between the combination of waste after fermentation as organic fertilizer to the yield of sweet corn, DMRT analysis was carried out and if there were significant differences, the Duncan test was continued.The material that will be used in this study is solid and liquid palm oil mill waste (LPKS) mixing cattle waste (LTS). The experimental design used in this research was factorial randomized block design with 20 combination treatments and 3 replications. The factors tested were factor I: the form of palm oil mill effluent (LPKS) and cattle waste (LTS) with (B) consisting of 4 levels namely B1 (Solid: Solid), B2 (Solid: Liquid), B3 (Liquid: Solid) and B4 (Liquid: Liquid). Factor II: the percentage of LPKS: LTS mixture with (C) consists of 5 levels, namely C1 (100: 0), C2 (70: 30), C3 (50: 50), C4 (30: 70) and C5 (0: 100). Each treatment of waste combination was fermented for 21 days..The results showed that the combination of LPKS waste with LTS after different fermentation was given to plants as organic fertilizer affected the production of different sweet corn plants.

Keywords : LPKS, LTS, combination fertilizer, fermentation, production

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi limbah setelah difermentasi terhadap produksivitas tanaman jagung manis. Target khusus adalah kombinasi limbah yang mempengaruhi produksi pada tanaman jagung manis. Untuk mengetahui keterkaitan kombinasi limbah setelah fermentasi sebagai pupuk organik terhadap produksi tanaman jagung manis dilakukan dengan analisa DMRT dan apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan uji Dun‟can.Materi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah padat dan cair limbah pabrik kelapa sawit (LPKS) dan limbah ternak sapi (LTS). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 20 perlakuan kombinasi dan 3 ulangan. Faktor yang diujikan adalah faktorI : bentuk limbah pabrik kelapa sawit (LPKS) dan limbah ternak sapi (LTS) dengan simbol “B” terdiri dari 4 taraf yaitu B1 (Padat : Padat), B2 (Padat : Cair), B3 (Cair : Padat) dan B4 (Cair : Cair). Faktor II : persentase campuran LKS : LTS dengan simbol “C” terdiri dari 5 taraf yaitu C1 (100 : 0), C2 (70 : 30), C3 (50 : 50), C4 (30 : 70) dan C5 (0 : 100). Masing-masing perlakuan kombinasi limbah di fermentasi selama 21 hari. Hasil penelitian menghasilkan bahwa kombinasi limbah LPKS dengan LTS setelah fermentasi yang berbeda diberikan pada tanaman sebagai pupuk organik mempengaruhi produksivitas tanaman jagung manis yang berbeda pula.

46

PENDAHULUAN

Sumatera Utara merupakan daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Sumatera dengan total area seluas 405.799,34 Ha dengan produksi Tandan Buah Segar (TBS) sebanyak 5.428.535,14 ton (BPS Prov. Sumatera Utara 2012). memberikan andil sangat besar dan positif terhadap kesejahteraan rakyat khususnya di Propinsi Sumatera Utara dan secara nasional memberikan tambahan pada Devisa Negara. Selain dari pada itu banyak ditemukan pabrik-pabrik kelapa sawit (LPKS) yang tersebar di beberapa areal perkebunan baik milik pemerintah maupun swasta. Keberadaan PKS ini selain memberikan manfaat yang besar juga memberikan dampak negative bagi masyarakat. Dampak negative terhadap masyarakat berupa limbah yang nilai COD dan BOD yang masih tinggi kaarena belum diproses secara optimal oleh PKS. Limbah industri kelapa sawit terdiri dari limbah padat berupa lumpur sawit dan limbah cair yang merupakan hasil akhir dari proses pengolahan minyak kelapa sawit.

Pengembangan peternakan sapi potong di Sumatera Utara selama 5 (lima) tahun terakhir mengalami peningkatan populasi yang cukup pesat dengan rata-rata peningkatan populasi pertahun sebesar 10,37 %. Jumlah populasi ternak sapi potong tahun 2014 sebanyak 646.749 ekor (Statistik Peternakan, 2015). Produksi limbah padat (kotoran) seekor ternak sapi dewasa sebanyak 4.000 kg/tahun/ekor dan limbah cair (urine) 1000 lt/tahun/ekor, sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik.

Limbah pabrik kelapa sawit dan limbah ternak umumnya masih dapat digunakan sebagai bahan dasar pupuk organik karena mempunyai kandungan bahan organik yang masih tinggi untuk dijadikan pupuk dengan mengkombinasikan keduanya menjadi pupuk organik.

Penambahan mikroorganime dalam bentuk bioaktivator memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan sehari-hari untuk lingkungan hidup seperti tanah. Mikroorganisme dapat menentukan tingkat kesuburan tanah dan memperbaiki kondisinya sebagai starter, dekomposer, bioaktivator, mikroorganisme dekomposisi dan aktivator kompos.

Kandungan hara dapat dapat dipertingkatkan dengan penggunaan bioaktivator, intuk itu penelitian mencoba sejauh mana peranan bioaktivator untuk pertanian organik sehingga dapat memberikan harapan bagi petani dalam peningkatan produksi tanaman khususnya jagung manis .

Pupuk organik yang mengandung lebih banyak nitrogen merupakan kunciutama dalam usahameningkatkan produksi jagung (Akil, 2009;Suwardi dan Roy Efendi, 2009). Absorbsi N oleh tanaman jagung berlangsung selama pertumbuhannya. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang baik maka unsur hara Nitrogen dalam tanah harus cukup tersediaselama fase pertumbuhan tersebut (Sutoro, Soelaeman dan Iskandar, 1988).

Berdasarkan permasalahan hal diatas maka peneliti menguji dan menentukan kandungan hara dalam pupuk organik kombinasi limbah pabrik kelapa sawit (LPKS) dan limbah ternak sapi (LTS) setelah fermentasi dan sejauh mana pengaruh pupuk organic kombinasi antara limbah pabrik kelapa sawit (LPKS) dan limbah ternak sapi (LTS) hasil Fermentasi dengan penggunaan bioaktivator terhadap Produksi Jagung Manis.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah pabrik kelapa sawit (LPKS) padat dan cair, limbah ternak sapi (LTS) padat dan cair. Secara rinci kombinasi perlakuan yang disusun disajikan pada Tabel 1 (Faktor I) dan Tabel 2 (Faktor II).

Metode Penelitian

Metoda penelitian yang digunakan adalah metoda Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 20 perlakuan kombinasi 3 ulangan. Faktor yang diujikan adalah faktor I bentuk kombinasi limbah pabrik kelapa sawit (LPKS) dan limbah ternak sapi (LTS) dengan symbol (B) terdiri dari 4 taraf yaitu: B1 (padat : padat), B2 (padat :

47 Cair), B3 (Cair : Padat) dan B4 (Cair : cair). faktor II : bentuk perbandingan kombinasi limbah pabrik kelapa sawit padat dan limbah ternak sapi (C) terdiri dari 5 taraf masing-masing C1 (100 : 0), C2 (70 : 30), C3 (50 : 50), C4 (30 : 70) dan C5 (0 : 100). Dengan demikian menghasilkan 20 perlakuan kombinasi pupuk kombinasi limbah

Tabel 1. Perlakuan Fakor I bentuk limbah LKS dengan LTS Menghasilkan Pupuk Organik. Perlakuan LPKS LTS B1 Padat Padat B2 Padat Cair B3 Cair Padat B4 Cair Cair

Tabel 2.Perlakuan Faktor II Persentase campuran Limbah Kelapa Sawit (LKS) dan Limbah Ternak Sapi (LTS) menghasilkan Pupuk Organik.

Perlakuan LKS (%) LTS (%) C1 100 0 C2 70 30 C3 50 50 C4 30 70 C5 0 100

Pembuatan Pupuk Organik kombinasi

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pupuk terdiri dari limbah pabrik kelapa sawit dan limbah ternak sapi. Pembuatan formula merupakan campuran limbah dengan perbandingan sesuai dengan perlakuan dengan penambahan gula tetes, bioaktivator. Selanjutnya campuran dalam perlakuan masing-masing diaduk sampai rata. Selanjutnya di ambil sebagai sampel dan dianalisa di Labolatorium, selebihnya di masukkan kedalam tong yang bertutup yang telah diaduk dan dicampur dengan bio-aktivator dengan konsentrasi 0.25 % dan gula tetes 0.5 %, setiap wadah sesuai dengan perlakuan dan diberi lebel.Campuran yang telah berada dalam wadah ditutup rapat (an-aerob) disimpan pada tempat yang aman, terhindar dari panas dan hewan lain dan difermentasi selama 3 minggu. Hasil fermentasi siapuntuk diaplikasikan pada tanaman dilapangan. Pemberian pupuk organic kombinasi limbah dilakuan 1 minggu sebelum tanam untuk pupuk kombinasi limbah padat-padat, bersamaan dengan waktu tanam untuk kombinasi suspensi dan seminggu setelah tanam untuk pupuk kombinasi cair-cair. Pengamatan di lapangan adalah panen dengan menimbang berat tongkol setiap sampel (g/sampel) dan produksi setiap plot (kg/plot). Data dari pengukuran dilapangan dianalisa statistic dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan apabila terdapat signifikan di lanjutkan dengan uji Dun‟can Test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan analisa labolatorium kandungan hara pupuk organic kombinasi limbah LPKS dan LTS sesudah fermentasi hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa kandungan C-Organik, N-total dan P2O5tertinggi dihasilkan pada bentk campuran padat (B1) dengan berbeda terhadap bentuk lain suspensi(B2, B3), dan bentuk cair (B4). B2 (bentuk suspensi padat-cair tidak berbeda dibandingkan dengan B3 (bentuk suspensi cair padat)yang mempunyai kandungan C-Organik, N-total dan P2O5 yang tidak berbeda. Jika dibandingkan dengan bentuk Cair (B4) merupakan kandungan C-organik, N-total dan P2O5 paling rendah juga berbeda

48 dengan bentuk perlakuan lain suspensi(B2, B3) dan padat (B1) dengan rata-rata dan perbedaanya dapat dilihat Tabel 3.

Kandungan hara K2O pada masing-masing bentuk kombinasi limbah terlihat paling tinggi dihasilkan pada kombinasi limbah suspense padat cair (B2) Tabel 3, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan B1 (padat-padat), sedangkan berbeda terhadap kombinasi suspense cair-padat (B3) dan bentuk cair (B4) dan merupakan kandungan K2O paling rendah.

Hasil analisa pada kombinasi limbah semuanya (B1, B2, B3 dan B4) adalah > 7.0sedikit lebih dari normal. Derajat keasaman pH paling tinggi diperoleh pada bentuk kombinasi cair (B4) diikuti pada bentuk kombinasi suspense (B2 dan B3) serta terendah pada bentuk kombinasi padat B1 (Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata kandungan hara pada pupuk organik kombinasi limbah pabrik kelapa sawit (LPKS) dengan limbah ternak sapi (LTS) setelah fermentasi

Keterangan: B = Bentuk kombinasi limbah; C = Persentase kombinasi LPKS dengan LTS Hasil analisa statistic dari masing-masing persentase kombinasi limbah memberikan perbedaan kandungan hara yang dihasilkan. Kandungan C-Organik dan N-total tertinggi diperoleh pada 100 % LPKS (C1) dengan tidak berbeda terhadap persentase kombinasi limbah pada C2 (70 : 30) dan C3 (50 : 50), sedangkan terhadap C5 (100 % LTS) merupakan kandung C-organik dan N-total paling rendahdan berbeda terhadap C1, C2 dan C3. Persentase kombinasi limbah C2 (70: 30) dan C3 (50 : 50) memberikan kandungan hara C-organik dan N-total tidak berbeda (sama).

Hara pada persentase kombinasi limbah untuk P2O5 paling tinggi dihasilkan pada C3 (50 : 50) namun tidak berbeda terhadap C1 (100 % LPKS) manakala P2O5 paling rendah dihasilkan pada C4 (30 : 70) dengan berbeda terhadap C1, C3 dan C5. Berbeda halnya dengan kandungan K2O (Tabel 3) bahwa tertinggi dihasilkan pada persentasi kombinasi limbah pada C5 (100 % LTS) sedangkan paling rendah pada C1 (100 % LPKS). Persentase kombinasi C2 (70 : 30), C3 (50 : 50) dan C4 (30 : 70) memberi kandungan K2O yang tidak berbeda namun terhadap C1 dan C5 terlihat berbeda (analisa Statistik pada Tabel 3). Derajat keasaman (pH) menunjukkan > 7 yaitu antara 7.79 – 8.14.

Produksi jagung manis

Produksi jagung manis yang dihasilkan dari hasil perhitungan menunjukkan perbedaan yang nyata dari pengaruh bentuk kombinasi limbah (B) maupun persentase

C-Organik N-total P2O5 K2O pH Perlakuan (%) (%) (%) (%) B1 (Padat-padat) 38.77 0.66 0.38 0.46 7.35 B2 (Padat-Cair) 25.94 0.48 0.25 0.48 8.05 B3 (Cair-Padat) 23.05 0.39 0.19 0.40 8.05 B4 (Cair-Cair) 6.50 0.18 0.05 0.41 8.15 Rata-rata 29.25 0.51 0.28 0.45 7.82 Stdev 8.37 0.14 0.10 0.04 0.40 C1 (100 : 0 ) 28.84 0.65 0.25 0.21 7.89 C2 (70 : 30 ) 28.31 0.45 0.19 0.36 7.84 C3 (50 : 50) 25.73 0.42 0.26 0.48 8.14 C4 (30 : 70) 19.63 0.37 0.15 0.49 7.79 C5 (0 : 100) 15.32 0.27 0.23 0.67 7.86 Rata-rata 23.57 0.43 0.22 0.44 7.90 Stdev 5.88 0.14 0.05 0.17 0.14

49 kombinasi limbah (C). Rata-rata yang diperoleh produksi berat tongkol maupun produksi ton/ha dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata berat tongkol (g/sampel) dan produksi (ton/ha) dari pengaruh pupuk organik kombinasi limbah limbah pabrik kelapa sawit (LPKS) dengan limbah ternak sapi (LTS)

Kombinasi Limbah Jagung Manis

LPKS dan LTS Berat Tongkol (g/sampel) Produksi (Ton/ ha) Bentuk Kombinasi (B) B1 (padat – padat) 193.82a 9.20a B2 (Padat – Cair) 125.96b 8.93ab B3 (Cair – Padat) 124.06b 7.65bc B4 (Cair - Cair) 114.14b 7.16c Persentase Campuran ( C ) C1 (100 : 0) 161.69a 9.15a C2 (70 : 30) 157.84ab 8.98ab C3 (50 : 50) 137.59ab 8.34abc C4 (30 : 70) 126.53ab 7.22bc C5 (0 : 100) 113.83b 7.49c

Keterangan: Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 %.

Tabel 4. Menunjukkan bahwa bobot (g/tongkol) berdasarkan pengaruh bentuk kombinasi limbah (B) terlihat produksi paling tinggi pada B1 (padat-padat) dengan rata-rata 193.82 g/tongkol dengan berbeda nyata terhadap B2, B3 dan B4, sedangkan bobot paling rendah dihasilkan pada penggunaan cair-cair (B4) tetapi berbeda tidak nyata terhadap B2 dan B3, namun berbeda nyata terhadap B1. Produksi (ton/ha) terlihat tertinggi dihasilkan pada penggunaan bentuk kombinasi limbah padat (B1) dengan berbeda tidak nyata terhadap bentuk kombinasi limbah suspense (B2 dan B3), tetapi berbeda nyata terhadap B3 dan B4). Bentuk kombinasi cair (B4) berbeda nyata terhadap