• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil analisis kadar nitrat (NO3

-), amonium (NH4 +

), nitrit (N02

-), kalium (K2O), dan pospor (PO4) pada jagung hibrida (Pioneer 23 dan Bisi 12) dan jagung komposit (Bisma dan Sukmaraga) pada perlakuan tercekam salinitas (NaCl) pada kultur hara, berturut-turut disajikan pada Tabel 1 dan 2. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hambatan dalam penyerapan NO3

-, NH4

+ , N02

-, K2O dan PO4, walaupun dalam kondisi tercekam NaCl pada keempat varietas jagung tersebut.

Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa keempat varietas jagung yang diperlakukan dengan NaCl pada percobaan tersebut semuanya mampu menyerap NO3

-, NH4 + , N02

-, K2O dan PO4, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Perbedaan jumlah kadar yang diserap oleh masing-masing varietas jagung tersebut, diduga juga mempengaruhi kemampuan tanaman dalam beradaptasi terhadap cekaman salinitas. Kemampuan tanaman jagung dalam menyerap berbagai bentuk Nitrogen, akan mempengaruhi kemampuan dari tanaman dalam beradaptasi terhadap cekaman salinitas, demikian juga dengan kemampuan dalam menyerap unsur hara P dan K.

Kadar NO3

jagung varietas Bisi 12 dan Bisma dalam kondisi tercekam NaCl lebih tinggi dibandingkan pada kondisi tanpa cekaman, yaitu meningkat berturut-turut 1.12 dan 0.64 kali. Hal ini sangat berbeda dengan varietas Pioneer 23 dan Sukma Raga, terjadi penurunan kadar NO3- berturut-turut 0.30 dan 0.31 kali. Kadar NO3

-

tertinggi karena perlakuan NaCl terjadi pada varietas Bisma (656.67), sedangkan kadar terendah pada varietas Pioneer 23, yaitu 286.67. Pada Tabel 1 terlihat bahwa varietas Bisi 12 yang diperlakukan dengan cekaman NaCl, tidak terdeteksi adanya serapan NH4

+ .

154 Tabel 1. Kadar NO3 -, NH4 + , dan N02

pada varietas jagung hibrida dan komposit tercekam NaCl pada kultur hara, umur 3 MST

Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada peubah yang sama pada masing-masing perlakuan menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % dengan uji Tukey Tabel 1 memperlihatkan kadar NH4+ varietas Pioneer 23 dan Bisma pada kondisi tercekam NaCl lebih tinggi dibandingkan pada kondisi tanpa cekaman, yaitu meningkat berturut-turut 5.39 dan 2.43 kali. Hal ini sangat berbeda dengan varietas Bisi 12 dan Sukma Raga di mana kadar NH4

+

pada kondisi tercekam NaCl lebih rendah 2.60 dan 3.0 kali berturut-turut untuk Bisi 12 dan Sukma Raga. Peningkatan kadar NH4+ tertinggi pada perlakuan NaCl terjadi pada varietas Pioneer 23, yaitu 5.39 kali sedangkan pada varietas Bisma akibat perlakuan NaCl tidak terdeteksi adanya kadar serapan NH4

+ . Demikian juga hasil analisis terhadap kadar NO2

pada varietas Bisma pada kondisi tercekam NaCl mengalami peningkatan dibandingkan tanpa cekaman, yaitu 0.31 kali, sedangkan pada varietas Pioneer 23, Bisi 12 dan Sukma Raga mengalami penurunan masing-masing 0.20; 0.21; dan 0.41. Kadar NO2

-

pada varietas Bisma sangat tinggi pada kondisi tercekam yaitu 15.33 kali dibandingkan dengan varietas lainnya, dan sebaliknya kadar NO2- terendah pada varietas Sukma Raga, yaitu 11.33 (Tabel 1).

Tabel 2 memperlihatkan hasil analisis kadar K-K2O pada semua varietas jagung mengalami peningkatan pada kondisi tercekam kecuali pada varietas Sukma Raga, yang mengalami penurunan kadar K-K2O pada kondisi tercekam NaCl. Pada varietas Pioneer 23, Bisi 12 dan Bisma mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4.68; 2.53, dan 1.79 kali dibandingkan pada kondisi tanpa cekaman. Kadar K-K2O tertinggi dan terendah pada varietas Pioneer 23, yaitu 4072.5 dan 716.5. Penyerapan unsur K yang tinggi, sangat penting bagi tanaman jagung untuk beradaptasi terhadap cekaman salinitas.

Kadar P-PO4 mengalami peningkatan pada kondisi tercekam NaCl pada varietas Pioneer 23, Bisma dan Sukma Raga masing-masing 4.68; 1.53, dan 1.79 kali sedangkan pada varietas Bisi 12 mengalami penurunan sebesar 0.26 kali. Hasil analisis kadar P-PO4 tertinggi terdapat pada varietas Pioneer 23 (1.200) sedangkan kadar P-PO4 terendah terdapat pada varietas Bisi 12, yaitu 563.3.

Gejala keracunan NaCl dapat berupa gangguan pertumbuhan di antaranya adalah berkurangnya jumlah anakan, terhambatnya pertumbuhan akar, daun dan produksi. Nilai DHL antara 2-4 akan menyebabkan terjadi gangguan pertumbuhan tanaman, terutama pada varietas yang peka. Demikian pula halnya dengan kadar Cl- tinggi dapat menyebabkan keracunan (Utama, 2010). Unsur Cl- merupakan hara mikro yang diperlukan dalam jumlah sedikit untuk kegiatan fotosintesis yang berhubungan dengan produksi oksigen.

Konsentrasi NaCl (mg kg-1)

Varietas Jagung

Pioneer 23 Bisi 12 Bisma Sukma Raga

... NO3- (%) ... 0 (kontrol) 410 ab 220 b 400 ab 477 ab 4.000 287 b 467 ab 657 a 330 b ... NH4+ (%) ... 0 0.13 a 2.60 a 0.30 a 1.20 a 4.000 0.70 a 0.00 a 0.73 a 0.40 a ... ... N02- (%) ... 0 18.33 ab 18.67 ab 11.67 ab 19.33 a 4.000 14.67 ab 14.67 ab 15.33 ab 11.33 b

155 Tabel 2. Kadar K-K2O dan P-PO4 pada varietas hibrida dan komposit tercekam

NaCl pada kultur hara, umur 3 MST

Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada peubah yang sama pada masing-masing perlakuan menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % dengan uji Tukey Hasil percobaan terhadap karakter fisiologi cekaman salinitas pada beberapa varietas padi dalam kaitannya terhadap metabolisme nitrat, amonium, dan nitrit pada varietas padi toleran (Cisadane); moderat (Batang Lembang, Rendah Kuning dan Batang Piaman) dan peka (IR 66) menunjukkan adanya perbedaan tanggap terhadap metabolisme NO3 -, NH4 + , dan NO2 -

(Utama, 2010), demikian juga terhadap metabolisme K-K2O dan P-PO4 pada varietas jagung hibrida (Pioneer 23 dan Bisi 12) dan komposit (Bisma dan Sukma Raga). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan toleransi antar varietas tersebut terhadap cekaman NaCl seperti pada tanaman padi (Bashir et al., 2010).

Faktor fisiologi yang berkaitan dengan sifat toleransi terhadap cekaman Al pada kedelai, legum penutup tanah dan padi antara lain berhubungan dengan kemampuan preferensi terhadap NO3

-, NH4

dan NO2

(Utama, 2008). Varietas padi toleran (Cisadane) dapat menyerap NH4

+

1.16 kali dan NO2

2.6 kali pada kondisi tercekam NaCl dibandingkan tanpa cekaman, sedangkan serapan NO3

hanya mengalami penurunan 0.03 kali. Sebaliknya varietas padi peka (IR 66) memperlihatkan terjadinya penurunan serapan NH4

, NO3

-, dan NO2

masing-masing sebesar 0.27, 0.09, dan 0.41 kali.

Toleransi terhadap cekaman NaCl pada varietas toleran, diduga karena kemampuannya yang lebih besar dalam menyerap anion dan kation walaupun pada kondisi tercekam NaCl dibandingkan dengan varietas peka. Kadar NH4

+

varietas Casadane 0.8 kali lebih tinggi dibandingkan varietas IR 66, kadar NO3

hanya 0.03 kali lebih tinggi; sedangkan kadar N02- 1.3 kali lebih tinggi pada kondisi tercekam NaCl. Mekanisme pengendalian yang terpenting pada toleransi terhadap cekaman Na+ dan Cl- adalah selektivitas transpor ion. Tanaman padi toleran mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk memperoleh hara-hara esensial dari suatu larutan salin meskipun konsentrasi ion non esensial (ion racun) jauh lebih besar dari pada ion unsur yang esensial (Utama et al., 2017).

KESIMPULAN

Kemampuan adaptasi dari jagung hibrida dan komposit terhadap cekaman NaCl terjadi melalui mekanisme fisiologi metabolisme nitrat(NO3-), amonium (NH4+), nitrit (N02

-), K2O dan PO4. Perbedaan kadar NO3

-, NH4 +

, N02 -

K20 dan PO4 antara varietas jagung hibrida (Pioneer 23 dan Bisi 12) dan komposit (Bisma dan Sukma Raga), menunjukkan perbedaan kemampuan dalam beradaptasi terhadap cekaman salinitas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada DRPM, Kemenristekdikti yang telah berkenan membiayai penelitian ini.

Konsentrasi NaCl (mg kg-1)

Varietas Jagung

Pioneer 23 Bisi 12 Bisma Sukma Raga

... K-K2O(%) ... 0 717 a 922 a 641 a 1.007 a 4.000 4.073 a 2.331 a 1.789 a 749 a ... P-PO4 (%) ... 0 863 abc 793 bc 763 bc 740 bc 4.000 1.200 a 563 c 800 bc 983 ab

156

REFERENSI

Anonim. 2007. Spectroquant Thermoreator TR Nova 420 manual versi bahasa Indonesia. Tim Merck. Jerman.

Anonim. 2015. Produksi jagung menurut provinsi (ton), 1993-2015. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Bashir, K., Y. Ishimaru and N. K. Nishizawa. 2010. Iron uptake and loading into rice grains. Rice 3:122–130
DOI 10.1007/s12284-010-9042-y.

Dorlodot S, S Lutts, P Bertin. 2005. Effect of ferrous iron toxicity on the growth and mineral competition of an interspecific rice. J. Plant Nutr. 28:1-20.

Gao, L., J. Chang, R. Chen, H. Li, H. Lu, L.Tao and J. Xiong. 2016. Comparison on cellular mechanisms of iron and cadmium accumulation in rice: prospects for cultivating Fe-rich but Cd-free rice. Rice 9:39. DOI 10.1186/s12284-016-0112-7.

Gharbi E, J-P. Martínez, H. Benahmed, I. Hichri, P.I. Dobrev, V. Motyka, M.Quinet, S. Lutts. 2017. Phytohormone profiling in relation to osmotic adjustment in NaCl-treated plants of the halophyte tomato wild relative species Solanum chilense comparatively to the cultivated glycophyte Solanum lycopersicum. Plant Science 258 (2017) 77–89.

Gharbi E, J.P. Martínez, H. Benahmed, H. Dailly, M. Quinet, and S. Lutts. 2017. The salicylic acid analog 2,6-dichloroisonicotinic acid has speci c impact on the response of the halophyte plant species Solanum chilense to salinity. Plant Growth Regul (2017) 82:517–525.

Haryoko, W., Kasli., I. Suliansyah., A. Syarif., T.B. Prasetyo. 2012. Toleransi beberapa varietas padi pada sawah gambut berkorelasi dengan kandungan asam fenolat. J.Agron. Indonesia. 40(2): 112-118.

Munns, R. 2013. The impact of salinity stress. Salinity – Impact. 81(3):1-8.

Noor, A., I. Lubis, M. Ghulamahdi, M.A. Chozin, K. Anwar, D. Wirnas. 2012. Pengaruh konsentrasi besi dalam larutan hara terhadap gejala keracunan besi dan pertumbuhan tanaman padi. J. Agron. Indonesia. 40 (2): 91-98.

Palupi, T., S Ilyas, M. Machmud, dan E.Widajati. 2013. Coating benih dengan agen hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. J. Agron. Indonesia 41(3):175-180.

Puspitawati, M.D., Sugiyanta, dan I Anas. 2013. Pemanfaatan mikroba pelarut fosfat untuk mengurangi dosis pupuk P anorganik pada padi sawah. J. Agron. Indonesia 41(3):188-195.

Sahrawat, K.L. 2010. Reducing iron toxicity in lowland rice with tolerant genotypes and plant nutrition. J. Plant Stress. 4:70-75.

Utama, MZH. 2015. Budidaya padi pada lahan marjinal, kiat meningkatkan produksi padi. CV. Andi Offset Yokyakarta.

Utama, M.Z.H. 2008. Mekanisme fisiologi toleransi cekaman aluminium pada spesies legum penutup tanah terhadapmetabolisme Nitrat(NO3

-), Amonium (NH4 + ), dan Nitrit (N02 -). Buletin Agronomi. 36(2):175-179.

Utama, M.Z.H., W. Haryoko., R. Munir, dan Sunadi. 2009. Penapisan varietas padi toleran salinitas pada lahan rawa Di Kabupaten Pesisir Selatan. J. Agron. Indonesia. 37(2):101-106.

Utama, MZH. 2010. Effect of NaCl-stress on metabolism of NO3-, NH4+ and NO2- at several rice varieties. J. Trop Soils. 15 (3):189-194. doi: 10.5400/jts.2010.15.3.189.

Utama, MZH., S. Yahya. 2003. Peranan mikoriza va, rhizobium dan asam humat pada pertumbuhan dan kadar hara beberapa spesies legum penutup tanah. Bul. Agronomi. 31(3): 94-99.

Utama, MZH., Sunadi, W. Haryoko. 2017. Bio fortification iron for brown rice variety on paddy field gripped ferrous. Journal of agriculture and environmental sciences.

157 6 (1): 78-84.

Utama, MZH., Sunadi., W. Haryoko. 2016. Cultivation of rice abundance super high levels of iron by the method of biofortification. Journal of Scientific and Engineering Research. 3(6):131-138.

158

A-19

Pengaruh Bubuk Lada dan Varietas Kedelai (Glycine max L.) pada Viabilitas Benih yang Disimpan Enam Bulan

The Influence of Pepper and Soybean Variety (Glycine max L.) on The Viability of Seeds Stored Six Months

Yayuk Nurmiaty*, Andino Nurponco Gunawan, Niar Nurmauli, Agustiansyah, dan Ermawati

Jurusan Agroteknologi, Universtas lampung; *e-mail: yayuk_nurmiaty@yahoo.com

ABSTRACT

The purpose of this research was to know the influence of pepper powder and soybean varieties on the physical and physiological quality of soybean seeds. The research was conducted at the Laboratory of Seed and Plant Breeding, Faculty of Agriculture, University of Lampung from October 2017 to April 2018. The treatment was arranged in factorial 2 (pepper powder) x 9 (soybean varieties) in a completely randomized design (CRD) which was repeated 3 times. The first factor was the treatment of seeds, without pepper powder (B0) and with pepper powder at a dose of 3 g / 100 g of seed (B1). The second factor was soybean varieties consisting of Anjasmoro (V1), Grobogan (V2), Burangrang (V3), Devon-1 (V4), Dena-1 (V5), Argomulyo (V6), Gema (V7), Dering-1 (V8) and Wilis (V9). Homogeneity of the inter-treatment variety was tested by using the Bartlett Test. Separation of the middle value of the treatment was tested by orthogonal comparison test at 5% significance level. Pepper powder did not affect the viability of the nine soybean seed varieties stored for up to six months. The viability of large seed-size soybean seeds (Grobogan, Anjasmoro, Burangrang, Devon-1, Dena-1, Argomulyo) was lower than medium-sized soybean varieties (Wilis, Gema, Dering-1) based on percent of normal germination variables, germination rate, and electrical conductivity. Among the large seed-sized soybean varieties, the normal dry weight of Grobogan varieties was the highest compared to the other five varieties. Among medium-sized soybean varieties, viability was not different after being stored for six months.

Keywords : antioxidant, genetic, quality

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh bubuk lada dan varietas kedelai pada mutu fisik dan fisiologis benih kedelai. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2017 sampai dengan April 2018. Perlakuan disusun secara faktorial 2 (bubuk lada) x 9 (varietas kedelai) dalam rancangan acak lengkap (RAL) yang diulang 3 kali. Faktor pertama adalah perlakuan benih, tanpa bubuk lada (B0) dan dengan bubuk lada dosis 3 g/100 g benih (B1). Faktor kedua adalah varietas kedelai yang terdiri dari Anjasmoro (V1), Grobogan (V2), Burangrang (V3), Devon-1 (V4), Dena-1 (V5), Argomulyo (V6), Gema (V7), Dering-1 (V8) dan Wilis (V9). Homogenitas ragam antarperlakuan diuji menggunakan Uji Bartlett. Pemisahan nilai tengah perlakuan diuji dengan uji perbandingan ortogonal pada taraf nyata 5%. Pemberian bubuk lada tidak berpengaruh pada viabilitas sembilan varietas benih kedelai yang disimpan sampai enam bulan. Viabilitas benih kedelai berukuran biji besar (Grobogan, Anjasmoro, Burangrang, Devon-1, Dena-Devon-1, Argomulyo) lebih rendah daripada varietas kedelai berukuran biji sedang (Wilis, Gema, Dering-1) berdasarkan variabel persen kecambah normal, kecepatan perkecambahan, dan daya hantar listrik. Di antara varietas kedelai berukuran biji besar, bobot kering kecambah normal varietas Grobogan paling tinggi dibandingkan lima varietas lainnya. Di antara varietas kedelai berukuran biji sedang, viabilitas tidak berbeda setelah disimpan selama enam bulan.

159

PENDAHULUAN

Salah satu upaya mempertahankan mutu benih berlemak selama masa simpan adalah dengan memberikan perlakuan senyawa antioksidan pada benih. Menurut Woodstock et al. (1983) yang dikutip oleh Yullianida dan Murniati, E. (2005), penambahan antioksidan α-tokoferol dan butylated hydroxytoluene (BHT) mampu memperlambat kemunduran benih bawang (Allium cepa L.). El-Zawahry et al., (1994) yang dikutip oleh Halimursyadah dan Murniati E. (2008), menambahkan hasil penelitian pada benih terong yang diberikan senyawa antioksidan asam askorbat, pyridoxine, dan thiamine dapat meningkatkan bobot kering hipokotil dan radikula yang merupakan gambaran vigor suatu benih.

Lada merupakan salah satu bahan organik yang mengandung senyawa antioksidan. Menurut Namara (2005), lada memiliki senyawa piperin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan insektisida. Meghwal dan Goswami (2012), menambahkan bahwa lada mengandung senyawa amida fenolat, asam fenolat, dan flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan. Oyekale K.O., (2012), melaporkan penggunaan bubuk lada kering pada benih wijen mempertahankan persen kecambah normal benih sebesar 82,35% pada waktu penyimpanan 18 minggu sedangkan pengunaan perlakuan benih Force(200 g/l tefluthrin) yang merupakan pestisida, persen kecambah normal benih wijen sudah menurun sampai 46,47% dalam waktu penyimpanan yang sama.

Varietas adalah salah satu faktor yang dapat memengaruhi mutu benih karena setiap varietas memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Pitojo (2003), di Indonesia telah beredar berbagai macam varietas unggul kedelai. Peneliti memilih sembilan varietas unggul dari 85 varietas unggul yang sudah resmi dilepas oleh pemerintah. Varietas yang dipilih terdiri dari ukuran biji besar dan sedang, menurut Susanto dan Saneto (1994), kedelai berbiji besar bila bobot 100 butir benih >13 gram dan berbiji sedang bila bobot 100 butir benih 10 – 13 gram. Varietas kedelai berbiji besar yang dipilih yaitu varietas Grobogan, Anjasmoro, Burangrang, Devon-1, Dena-1, dan Argomulyo serta varietas kedelai berbiji sedang yaitu varietas Wilis, Gema, dan Dering-1.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh bubuk lada pada viabilitas benih kedelai yang disimpan selama 6 bulan; (2) mengetahui pengaruh ukuran benih besar dan sedang yang terbaik pada viabilitas benih kedelai yang disimpan selama 6 bulan; (3) mengetahui varietas kedelai ukuran biji besar terbaik pada viabilitas benih kedelai yang dismpan selama 6 bulan; dan (4) mengetahui varietas kedelai ukuran biji sedang terbaik pada viabilitas benih kedelai yang disimpan selama 6 bulan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2017 sampai dengan April 2018. Bahan-bahan yang digunakan adalah bubuk lada putih, benih Varietas Grobogan, Anjasmoro, Burangrang, Devon-1, Dena-1, Agromulyo, Wilis, Gema, dan Dering-1, air aquades, dan kertas CD.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah plastik ziplock 12 x 20 cm, staples, boks kayu, jaring kawat 1 cm, gelas plastik dengan tutup plastik, alat tulis, paku, karet, penggaris, plastik, tampah, label, oven, timbangan elektrik Tipe Scount Pro, timbangan analitik Cole Parmer PA 120, alat pengukur daya hantar listrik merek Excelvan.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah perlakuan benih, tanpa bubuk lada (B0) dan dengan bubuk lada dosis 3 g/100 g benih (B1). Faktor kedua adalah 9 Varietas kedelai yang terdiri dari Grobogan (V1), Anjasmoro (V2), Burangrang (V3), Devon-1 (V4), Dena-1 (V5), Agromulyo (V6), Wilis (V7), Gema (V8) dan Dering-1 (V9). Homogenitas ragam antarperlakuan sebagai asumsi analisis ragam diuji menggunakan Uji Bartlett. Jika asumsi terpenuhi, maka dilakukan pemisahan nilai tengah perlakuan diuji menggunakan uji perbandingan ortogonal pada taraf nyata 5%.

160 Sembilan varietas benih kedelai diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dipanen pada bulan September di lahan sawah irigasi Desa Sritejokencono, Kecamatan Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah. Bubuk lada putih yang digunakan dimasukkan ke dalam plastik ziplock berukuran 12 x 20 cm sebanyak 3 g/ 100 g benih kedelai. Benih disimpan dalam boks kayu dengan ukuran panjang 50 cm x lebar 50 cm x tinggi 50 cm. Boks ditutup dengan triplek dan kawat besi, disimpan di ruangan Laboratorium benih dengan suhu ruang ±27 ºC dan kelembaban ±80%.

Pengamatan variabel yang terdiri dari (1) persen kecambah normal yang dilakukan pada hari ke-5 dan ke8 menurut aturan ISTA; (2) kecepatan perkecambahan dilakukan dengan penilaian menggunakan Throne berry dan Smith dalam Sadjad (1972); (3) daya hantar listrik dilakukan menggunakan pengukur daya hantar listrik merek Excelvan dibagi bobot benih yang diamati; (4) bobot kering kecambah normal dilakukan pada hari ke-5 dengan rumus bobot kering kecambah normal dibagi jumlah kecambah normal yang diamati.

HASILDAN PEMBAHASAN

Benih kedelai yang disimpan selama 6 bulan dengan pemberian bubuk lada dan tanpa bubuk lada ternyata tidak berbeda pada viabiltas benih dalam pengamatan persen kecambah normal, kecepatan perkecambahan, bobot kering kecambah normal, dan daya hantar listrik (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian Oyekale, dkk. (2012) yang menyatakan bahwa perlakuan benih wijen dengan menggunakan bubuk lada tidak berbeda dengan kontrol. Salah satu faktor kemungkinan yang menyebabkan bubuk lada tidak berpengaruh pada mutu benih adalah senyawa antioksidan yang terkandung dalam bubuk lada tidak masuk ke dalam benih. Hasil penelitian Priyanto dan Yudhia (2011) menyatakan bahwa kadar air, volume spesifik, sudut repos, dan aktivitas antioksidan tergantung dari jenis rempah yang digunakan. Aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh pada bubuk lada dibandingkan dengan bubuk pala dan kunyit.

Sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit benih berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai. Varietas kedelai berbiji sedang atau kecil umumnya memiliki kulit berwarna gelap, tingkat permeabilitas rendah, dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kondisi kurang optimal dan tahan terhadap deraan cuaca lapang dibandingkan dengan varietas yang berbiji besar dan berkulit biji terang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa varietas kedelai berbiji sedang (Wilis, Gema dan Dering-1) tidak berbeda pada pengamatan persen kecambah normal, kecepatan perkecambahan, bobot kering kecambah normal, dan daya hantar listrik sedangkan varietas kedelai berbiji besar (Grobogan) memiliki bobot kering kecambah normal lebih tinggi daripada varietas Anjasmoro, Burangrang, Devon-1, Dena-1, dan Argomulyo (Tabel 1)

Varietas kedelai berbiji sedang (Wilis, Gema, dan Dering-1) lebih tinggi nilai persen kecambah normal dan kecepatan perkecambahan daripada varietas biji besar (Grobogan, Anjasmoro, Burangrang, Devon-1, Dena-1, dan Argomulyo), tetapi bobot kering kecambah normal dan daya hantar listrik varietas berbiji besar lebih tinggi (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian Hipi dkk. (2016), yang menyatakan bahwa varietas Burangrang dan Argomulyo mengalami deteriorasi lebih cepat dan hanya dapat disimpan selama 3 bulan dengan kisaran daya berkecambah 70% sedangkan varietas Kaba, Gema, dan Dering-1 dapat disimpan selama 5 bulan dengan persen kecambah normal 78 ‒ 88%.

Kebocoran membran sel akibat deteriorasi menyebabkan penurunan vigor menjadi lebih cepat, bertambahnya nilai daya hantar listrik pada benih kedelai seiring dengan bertambah lama periode simpan; semakin lama benih disimpan, nilai daya hantar listrik semakin tinggi tetapi viabilitas benih seperti daya berkecambah dan peubah vigor lainnya mengalami penurunan. Daya hantar listrik biji besar lebih tinggi daripada benih biji sedang. Daya hantar listrik varietas biji besar (Anjasmoro, Burangrang, Devon-1, Dena-1, Argomulyo) lebih tinggi nilai daya hantar listriknya dibandingkan dengan Grobogan. Keragaman nilai daya hantar listrik antarvarietas diduga karena ada perbedaan permeabilitas akibat kekakuan benih.

161 Varietas biji besar mempunyai bobot kering kecambah normal lebih tinggi daripada varietas berbiji sedang; bobot kering kecambah normal varietas Grobogan lebih tinggi daripada varietas berbiji besar lainnya. Hal ini diduga karena sifat genetik lebih berpengaruh pada perbedaan antara biji besar dan biji sedang. Benih yang mempunyai ukuran besar lebih tinggi bobot kering kecambah normalnya daripada benih ukuran sedang.

Sembilan varietas kedelai yang sudah disimpan sampai 6 bulan dapat dikategorikan benih yang sudah mengalami deteriorasi, karena persen kecambah normal sudah kurang dari 80% dan kecepatan perkecambahan kurang dari 30% (Gambar 1). Menurut ISTA (2010), benih dapat dikatakan bermutu tinggi jika memiliki daya kecambah >80%. Sadjad (1993) menyatakan bahwa benih yang mempunyai kecepatan perkecambahan lebih besar dari 30% per hari termasuk memiliki vigor kekuatan tumbuh yang tinggi, dan hal ini mengindikasikan bahwa benih tersebut berkualitas baik karena mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum.

Tabel 1. Pengaruh bubuk lada dan varietas kedelai (Glycine max L.) pada viabilitas benih yang disimpan enam bulan

Keterangan :

V1 : Grobogan Lada : Perlakuan benih dengan bubuk lada 3g/100g kedelai V2 : Anjasmoro Tidak : Tanpa bubuk lada

V3 : Burangrang tn : tidak nyata pada ɑ 5% V4 : Devon-1 * : nyata pada ɑ 5%

V5 : Dena-1 V6 : Argomulyo V7 : Wilis

V8 : Gema

162 Gambar 1.Pengaruh varietas kedelai pada persen kecambah normal dan kecepatan

perkecambahan.

KESIMPULAN

Pemberian bubuk lada tidak berpengaruh pada viabilitas sembilan varietas benih kedelai yang disimpan sampai enam bulan. Viabilitas benih kedelai berukuran biji besar (Grobogan, Anjasmoro, Burangrang, Devon-1, Dena-1, Argomulyo) lebih rendah daripada varietas kedelai berukuran biji sedang (Wilis, Gema, Dering-1) berdasarkan variabel persen kecambah normal, kecepatan perkecambahan, dan daya hantar listrik. Di antara varietas kedelai berukuran biji besar, bobot kering kecambah normal varietas Grobogan paling tinggi dibandingkan lima varietas lainnya. Di antara varietas kedelai berukuran biji sedang, viabilitas tidak berbeda setelah disimpan selama enam bulan.

REFERENSI

Hipi, A., Fitratunnisa, dan Herawati, N. 2016. Kajian daya simpan benih beberapa