BAB II KAJIAN PUSTAKA
D. Delay Development
b. Kerusakan pada susunan saraf
Penyebab keterlambatan motorik kasar, menunjukkan adanya kerusakan pada susunan saraf pusat seperti cerebral palsy (gangguan sistem motorik yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak yang mengatur otot-otot tubuh), perdarahan otak, benturan (trauma) kepala yang berat, adanya kelainan sumsum tulang belakang, penyakit saraf tepi, atau poliomielitis yang menyebabkan kelumpuhan dan distrofia muskulorum (penyakit otot)
c. Kekurangan gizi
Anak kekurangan gizi sehingga otot-otot tubuhnya tidak berkembang dengan baik dan anak tidak memiliki tenaga yang cuku untuk melakukan aktivitas
d. Gangguan vestibularis / keseimbangan
Pada anak yang mengalami Dysfunction of sensory integration (DSI) sering mengalami gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan yang terjadi ini seringkali dianggap anak kurang percaya diri. Gangguan keseimbangan ini biasanya ditandai dengan anak takut berenang, menaiki mainan yang bergerak dan bergoyang seperti ayunan, mainan kuda-kudaan listrik dengan koin, naik lift atau eskalator. (Encep sudirjo & Muhammad Nur Alif, 2018)
mempengaruhi terjadinya suatu keterlambatan perkembangan yaitu faktor internalmeliputi faktor keturunan dan faktorkondisi pasien dan faktor eksternal meliputi kelahiran, gizi dan psikologis (Mahendra, et al., 2014).
a. Pengukuran Perkembangan dengan instrumen pemeriksaan DDST
Anak Delay development dapat di ukur dengan DDST.
DDST (Denver Development Screening Test) adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan perkembangan anak usia 0-6 tahun.
Salahsatu instrumen pilihan yang dapat digunakan ialah Denver Development Screening Test (DDST) yang mudah dan cepat karena hanya membutuhkan waktu 15-20 menit, tetapi dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi (Sulistyawati, 2015). Nama “Denver” menunjukkan bahwa uji skrining ini dibuat di University of Colorado Medical Center di Denver. Pada pengukuran ini menggunakan alat ukur Formulir DDST (Denver Development Screening Test) tujuannya untuk pemeriksaan keterlambatan perkembangan yang terdiri dari 125 poin perkembangan dengan setiap kali screening hanya dinilai 25-30 poin (Frankenburg, 1978) Kriteria penilaian DDST ini sebagai berikut :
(1) Abnormal, didapatkan 2 atau lebih keterlambatan pada 2 sektor atau lebih
(2) Meragukan, bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
(3) Tidak dapat dites apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi meragukan.
(4) Normal, semua yang tidak tercantum dalam criteria diatas
Untuk penilaian pada pemeriksaan perkembangan fungsional anak dengan parameter DDST dengan cara berikut :
a. Sebelum menilai dengan parameter DDST terapis perlu menghitung umur dan menggambarkan garis umur anak
Cara menghitung umur anak :
Tanggal test : 2015 01 12 Tanggal lahir : 2014 01 04
-
: 01 0 8
Jadi, umur anak 1 tahun 0 bulan 8 hari Setelah menghitung umur anak yang akan diperiksa, pemeriksa dapat menggambar skala umur dengan penggaris untuk membuat garis tegak lurus sebagai “garis umur” dengan menarik titik dari bagian atas dan bagian bawah formulir DDST b. Selesai menggambar garis umur, pemeriksa dapat melakukan pengetesan dengan urutan pengetesan:
1. Aitem yang tidak menuntut anak bergerak (kurang aktif) sebaiknya dilakukan lebih dahulu, yaitu yang pertama pada aspek personal sosial kemudian adpatif motorik halus, dan diakhiri dengan aspek motorik kasar
2. Aitem yang lebih mudah didahulukan, kemudian anak dipuji bila ia dapat melakukannya atau pun kurang tepat melakukannya sehingga anak tidak segan untuk melakukan aitem selanjutnya 3. Aitem yang menggunakan alat sebaiknya
dilakukan berurutan, misalnya menggunakan
4. Semua tes dilakukan tiap aspek dimulai dengan aitem terletak disebelah kiri garis umur kemudian dilanjutkan sampai kekanan garis umur
Nilai dasar adalah bila anak mendapatkan tiga aitem dengan nilai L (lulus) 3 kali berturut-turut sedangkan nilai paling tinggi adalah bila ada 3 aitem dengan nilai G (gagal) 3 kali berturut-turut.
2. Epidemiology Delay Development
Secara global, pada tahun 2016, sekitar 52,9 juta anak dilaporkan mengalami keterlambatan perkembangan yang dapat diidentifikasi.
Karena 95% populasi tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, ada peningkatan risiko keterlambatan dan gangguan perkembangan. Meskipun prevalensi pasti keterlambatan perkembangan tidak diketahui, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 10% dari populasi di setiap populasi negara memiliki kecacatan satu atau jenis lain. Di Amerika Serikat, sekitar 15% anak-anak dilaporkan memiliki setidaknya satu masalah perkembangan.
Di Inggris, prevalensi ID pada anak di bawah usia lima tahun dan orang dewasa masing-masing adalah 2,7% dan 2,17%. Tingkat kejadian GDD adalah 1% sampai 3% pada anak usia sekolah atau lebih muda.
Prevalensi autisme sekitar 2,5%. Prevalensi keterlambatan perkembangan yang melibatkan domain masing-masing di antara anak-anak yang didasarkan pada data yang dilaporkan pada anak-anak-anak-anak yang mendapatkan layanan pada tahun 2007 oleh USPSTF di situs web masing-masing diberikan pada gangguan kognitif (1% hingga 1,5%), ketidakmampuan belajar (8%), bicara dan bahasa (2% hingga 19%), Setiap penundaan (15%) (Khan I, Leventhal BL, 2021).
Di Indonesia, pada tahun 2016 Kemenkes RI melakukan skrining perkembangan di 30 provinsi di Indonesia dan dilaporkan 45,12%
didapati bayi mengalami gangguan perkembangan. Hampir 30% anak di Jawa Barat mengalami keterlambatan perkembangan dan sekitar 80%
di antaranya disebabkan oleh kurangnya stimulasi.
3. Etiologi Delay Development
Penyebab keterlambatan perkembangan adalah multifaktorial.
Etiologi untuk sebagian besar keterlambatan perkembangan adalah idiopatik. Bila diketahui, etiologi dapat mencakup faktor genetik, lingkungan, dan/atau psikososial (Khan I, Leventhal BL, 2021).
a. Genetik
Tidak ada substrat genetik yang diketahui untuk keterlambatan perkembangan. Namun, pola perkembangan seringkali bersifat familial, termasuk terlambat berjalan dan berbicara. Meskipun demikian, keterlambatan perkembangan ini juga dapat mewakili risiko sindrom atau gangguan perkembangan.
Ada variasi yang cukup besar dalam genetika gangguan perkembangan, mulai dari varian jumlah salinan (CNV), penyisipan, penghapusan, dan duplikasi. Sementara sebagian besar varian langka, beberapa mewakili varian umum. Faktor genetik paling umum yang diketahui untuk ID adalah sindrom Fragile X, gangguan berulang trinukleotida (CGG) yang menargetkan gen Fragile Mental Retardation 1 (FMR1) yang terletak pada kromosom X. Fragile X tampaknya juga memberikan risiko ASD. Pencetakan juga dapat dilihat seperti kasus sindrom Prader-Willi dan Angelman, yang bervariasi dengan hilangnya fungsi paternal (Prader-Willi) dan maternal (Angelman) pada kromosom 15q. Keterlambatan perkembangan dan fenotipe fisik dapat dikaitkan dengan kelainan lain di mana terdapat kelebihan kromosom atau potongan kromosom, misalnya sindrom Down (trisomi 21), sindrom Edward (trisomi 18) & sindrom Patau (trisomi 13). Gangguan terkait-X
lainnya termasuk sindrom Coffin-Lowry terutama pada pria dan sindrom Rett pada wanita.
b. Lingkungan
Sejumlah besar faktor lingkungan dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan dan gangguan perkembangan selanjutnya. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi perkembangan pada satu dari beberapa titik dalam proses perkembangan.
c. Prenatal, perinatal, dan postnatal 1) Prenatal:
a) Gangguan yang diturunkan misalnya sindrom fragile X, sindrom down dan duplikasi kromosom.
b) Infeksi ibu dini misalnya, rubella, cytomegalovirus (CMV), toksoplasmosis
c) Infeksi ibu yang terlambat misalnya varicella, HIV, malaria.
d) Primigravida
e) Interval antar kehamilan yang pendek f) Kehamilan remaja
g) Vaskular terdiri dari perdarahan dan oklusi
h) Obat yang diresepkan termasuk obat anti epilepsi (AED), sitotoksik
i) Teratogen atau toksin termasuk merokok, alkohol, opioid
j) Kemiskinan
2) Perinatal
a) Pembatasan pertumbuhan intrauterin (IUGR), prematuritas, leukomalacia periventrikular
b) Ensefalopati hipoksik-iskemik (HIE), asfiksia perinatal
c) Metabolik hipoglikemia, neurotoksisitas terkait bilirubin
3) Postnatal
a) Gangguan metabolisme seperti hipoglikemia, hiponatremia, atau hipovolemia
b) Kesalahan metabolisme bawaan Teratogen/toksin seperti timbal, arsenik, merkuri
c) Trauma kepala
d) Infeksi meningitis neonatal, ensefalitis e) Stres ibu seperti depresi, kecemasan
f) Penganiayaan, pasangan intim, dan kekerasan dalam rumah tangga
g) Malnutrisi terutama defisiensi multivitamin dan mineral, seperti zat besi, folat, Vitamin D, kalsium
4. Patofisiology Delay Development
Kecuali untuk sindrom spesifik yang mencakup keterlambatan perkembangan, sebagian besar keterlambatan perkembangan adalah idiopatik. Meskipun patofisiologi yang mendasari pasti tidak diketahui, beberapa mekanisme telah diusulkan oleh studi epidemiologi yang menyebabkan semacam keterlambatan perkembangan dan cacat. Delay Development terjadi karena beberapa bentuk dari faktor keterlambatan perkembangan yang dapat terjadi dalam keluarga, gen telah diasumsikan sebagai peran penting dalam keterlambatan perkembangan. Banyak gen dan mekanisme untuk transmisi genetik telah diusulkan. Sementara beberapa penyebab keterlambatan perkembangan seperti Fragile X atau sindrom Down telah diketahui etiologi genetiknya, untuk sebagian besar lainnya, tidak jelas. Bahkan untuk gangguan yang ditandai dengan baik seperti gangguan spektrum
mendalam, dan kemiskinan, di antara stresor lingkungan lainnya, dapat berperan dalam menyebabkan keterlambatan perkembangan, tetapi hubungan sebab akibat khusus tetap sulit dipahami.
hipotalamus-hipofisis (HPA) bertanggung jawab atas regulasi normal respons stres pada progeni. Stresor psikososial selama kehamilan, aktivasi imun ibu (MIA), dan modifikasi HPA dapat secara signifikan mempengaruhi perkembangan otak janin, tetapi tidak ada hubungan sebab dan akibat yang spesifik untuk sebagian besar gangguan (Khan I, Leventhal BL, 2021).
5. Gejala dan tanda klinis Delay Development
Sebagian besar pemeriksaan pada anak dengan delay development, difokuskan pada keterlambatan kemampuan kognitif, motorik, atau bahasa. Gejala yang terdapat biasanya :
a) Keterlambatan perkembangan fisik sesuai tahap perkembangan pada usianya misalnya untuk bisa berguling, tengkurap, merayap, ke duduk, merangkak, ke berdiri, dan berjalan
b) Keterlambatan kemampuan motorik halus dan motorik kasar c) Rendahnya kemampuan sosial
d) Perilaku agresif
e) Masalah dalam berkomunikasi
f) Fungsi intelektual yang lebih rendah daripada anak seusianya
g) Keterbatasan kepedulian terhadap diri sendiri
h) Keterbatasan dalam kemampuan pekerjaan, akademik, kesehatan dan keamanan dirinya sendiri (Khan I, Leventhal BL, 2021).
6. Problem Fisioterapi (ICF)
a) Impairment (Body Structure and Body Function ) - Poor head control (s7104)
- Poor head lifting (s7103)
- Kepala cenderung ekstensi (s7104) - Hearing function (b230)
- Tonus postural low tone (b7354) - Otot proksimal belum adekuat (b7301) - Low trunk muscle (b7355)
- Kelemahan otot quadrisep (b7304)
- Propioceptif function and touch function (b260, b265)
- Ankle flatfoot (s75018) - Laxity ankle (s75020) - Low motivation (b122) - Mental retardasi (b139)
b) Activity Limitation and partipation Restriction
Anak belum mampu berguling, merayap, ke duduk, merangkak, ke berdiri, dan berjalan (d410, d4103, d4450, d4104, d450)
1) Faktor personal : anak mood swing, anak kurang kooperatif, anak hipersensitiv (b152, b1269, b1569)
2) Anak keterbatasan dalam melakukan aktivitas fungsional dan tidak dapat bermain dengan teman seusianya (d230)
3) Faktor lingkungan : anak terlalu takut dengan orang yang tidak pernah dilihat atau orang yang tidak dikenal (d730)