• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Depresi

Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertanya (Sadock, 2007). Gangguan depresif mayor biasanya mencakup mood sedih atau kurangnya minat dalam aktifitas kehidupan selama dua minggu atau lebih disertai minimal empat gejala lain depresi, seperti anhedonia dan

perubahan berat badan, tidur, energi, konsentrasi, pembuatan keputusan, harga diri, dan tujuan (Videbeck, 2013).

2. Faktor Penyebab Depresi pada Lansia

Penyebab utama depresi belum diketahui namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya depresi pada lansia.

a. Faktor biologis

Santoso & Ismail (2010) mengatakan bahwa adanya ketidak seimbangan zat-zat kimia di otak menyebabkan sel-sel otak tidak berfungsi dengan baik dan pada anggota keluarga ada yang lebih rentan terhadap zat kimia ini sehingga menimbulkan depresi, oleh karena itu kemungkinan faktor keturunan atau genetik dianggap sebagai penyebabnya. Depresi pada lansia sering pula terjadi bersamaan dengan masalah fisik menahun yang dialaminya, misalnya diabetes, jantung, tekanan darah tinggi, penyakit hati kronis yang sulit disembuhkan, asma, stroke, rematik, osteoporosis, kanker, dan lain-lain. Gangguan penglihatan dan pendengaran yang umum terjadi pada lansia dapat juga memperberat depresi. Pada sebagaian wanita perubahan hormonal ketika menjelang menopause terjadi gangguan psikologis berupa depresi ringan, mereka menjadi mudah tersinggung, cepat marah, suasana hati gampang berubah, merasa tertekan, murung, sedih, kecewa, merasa tidak berguna, mudah panik, mudah lupa, konsentrasi buruk dan emosi tidak stabil. Sa’abah (2001) mengatakan pada lansia laki-lakipun terjadi penurunan aktifitas gonad secara

berangsur-angsur yang menyebabkan penurunan penampilan kelaki-lakian serta munculnya ciri-ciri kewanitaan seperti intonasi suara menjadi lebih tinggi. Ketidaknyamanan fisik tersebut menyebabkan banyaknya laki-laki usia madya mengeluh karena mengalami depresi. b. Faktor psikososial

Kepribadian dasar seseorang sangat ditentukan pada masa kanak-kanak. Salah satu yang mempengaruhinya adalah lingkungan sosial hingga mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang ketika ia dewasa. Kegagalan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan atau kehilangan pada saat lanjut usia akan menjadi pencetus depresi. Perubahan status ekonomi, struktur keluarga yang cepat berubah, cenderung kehilangan dukungan anak, menantu, cucu, dan juga teman-teman. Kurang berfungsinya sistem pendukung keluarga dan lingkungan teman dapat mempermudah timbulnya depresi (Santoso dan Ismail, 2009).

c. Faktor kognitif

Teori Beck (1976) dalam (Videbeck, 2013) penyebab depresi berkaitan dengan pikiran negatif komprehensif individu yang depresi. Mereka memandang diri sendiri, dunia, dan masa depan dalam bentuk kegagalan yang menyimpang, dengan secara berulang menginterpretasikan pengalaman sebagai hal yang sulit dan membebani serta menginterpretasikan diri mereka sendiri sebagai orang yang tidak konsekuen dan tidak kompeten.

d. Faktor ekonomi

Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisik semakin mundur, hingga dapat mengakibatkan penurunan pada peran sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan didalam mencukupi kebutuhan hidup (Tamher & Noorkasiani, 2011). Perubahan status ekonomi ini dapat menjadi pencetus depresi apabila lansia gagal untuk menyesuaikan diri (Santoso dan Ismail, 2009).

3. Gejala Depresi

Maryam, dkk (2008) mengatakan diantara gejala depresi adalah: a. Sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun saat pagi yang

bukan merupakan kebiasaan sehari-harinya

b. Sering kelelahan, lemas, dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari-hari

c. Kebersihan dan kerapihan diri sering diabaikan d. Cepat marah dan tersinggung

e. Daya konsentrasi kurang

f. Pembicaraan sering disertai topik yang berhubungan dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa

g. Berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan menurun dengan cepat

h. Kadangkala dalam pembicaraannya ada kecenderungan untuk bunuh diri.

4. Depresi Berdasarkan Tingkatan beratnya a. Depresi ringan

Depresi ringan ditandai dengan terpenuhinya gejala minimal untuk menegakan diagnosis depresi disertai adanya sedikit gangguan fungsional (APA, 2006). Ciri depresi ringan adalah perasaan murung dan putus asa, tidak bisa berkonsentrasi, patah semangat, pesimistik terhadap masa depan, lelah dan lesu, individu merasa tidak mampu melakukan kegiatan yang biasa dilakukan, tidak dapat tidur nyenyak, selera makan tidak ada, orientasi dan ingatan belum banyak terganggu. Orang yang mengalami depresi ringan biasanya mengalami masa yang sulit jika tidak dirawat di rumah sakit. Tingkah laku mereka mungkin salah dipahami oleh anggota keluarga dan kawan-kawan mereka, mereka dituduh malas dan mendorong supaya keluar dari situasi itu, jika perasan putus asa begitu hebat maka bisa jadi ia akan berusaha bunuh diri (Semiun, 2006).

b. Depresi sedang

Depresi sedang ditandai dengan hadirnya gejala depresi lebih daripada jumlah minimal untuk menegakan diagnosa depresi disertai dengan gangguan fungsional yang lebih banyak (APA, 2006). Ciri depresi akut pasien mengasingkan diri secara total, dan aktivitasnya hilang. Ia sulit sekali berbicara, dan baru menjawab pertanyaan setelah menunda dalam jangka waktu lama atau sama sekali tidak menjawab. Selera makannya begitu berkurang sehingga kadang-kadang ia harus

disuapi. Individu seringkali khawatir dengan fungsi-fungsi tubuhnya (hipokondria), kontaknya dengan kenyataan menjadi sangat lemah. Delusi dan halusinasi berhubungan dengan perasaan bersalah. Keinginan mati begitu kuat sehingga jika ada kesempatan ia mungkin akan bunuh diri (Semiun, 2006).

c. Depresi berat

Depresi berat ditandai dengan terpenuhinya gejala untuk menegakan diagnosa depresi dimana gejala tersebut mempengaruhi fungsi sosial dan kegiatan sehari-hari. Pada tingkat ekstrim ini individu dapat mengalami gangguan fungsi total sosial dan sehari-hari bahkan hanya untuk sekedar makan, mengenakan pakaian, atau menjaga kebersihan diri serta munculnya ide dan tanda bunuh diri (APA, 2006). Ciri depresi berat individu mengasingkan diri secara total dari lingkungan, ia benar-benar membeku, diam seperti patung, menolak untuk berbicara atau bergerak. Ia tidak mau makan bahkan menolak sama sekali memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Kesadaran kabur karena banyak dihinggapi oleh delusi-delusi yang tidak keruan. Ia tidak mempan terhadap bujukan atau ancaman. Kegiatan jantung dan peredaran darah berkurang sehingga bisa membahayakan kehidupannya (Semiun, 2006).

5. Diagnosis depresi

a. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) DSM-IV-TR dalam edisi keempatnya merupakan taksonomi yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA) yang menjelaskan gangguan jiwa dengan kriteria diagnosa spesifik (Videbeck, 2013). DSM-IV-TR menunjukan bahwa diagnosis dari depresi memerlukan kehadiran mood atau minat yang menurun di semua atau hampir semua aktifitas, psikomotor yang tampak melambat, perubahan selera makan atau berat badan yang signifikan, perubahan waktu tidur, kelelahan atau hilangnya energi, kesulitan dalam berpikir atau berkonsentrasi, perasaan tidak berharga, perasaan bersalah yang berlebihan, atau berpikir untuk bunuh diri. Tanda-tanda ini harus berlangsung terus menerus selama dua minggu (Ivancevich et al, 2005).

b. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ III) Klasifikasi PPDGJ III terbitan Departemen Kesehatan menggunakan WHO ICD-X dengan menerapkan pendekatan gangguan jiwa merupakan pendekatan sindrom atau kumpulan gejala yang secara klinik cukup bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya di dalam satu atau lebih fungsi penting manusia (Direktorat Bina Farmasi, 2007).

c. Geriatric Depresion Scale(GDS)

GDS merupakan kuesioner yang dikembangkan secara khusus untuk mengkaji tingkat gejala depresif pada lanjut usia. Instrumen pengukuran ini berhasil membedakan antar depresi sedang dan depresi

berat. GDS berisi 30 pertanyaan dengan jawaban “ya” atau “tidak”. 10

pertanyaan memiliki kunci jawaban negatif sedangkan 20 pertanyaan memiliki kunci jawaban positif. Instrumen ini memiliki internal consistency sebesar 0,94 dan split-half reliability sebesar 0,94 (Ebert & Robert, 2011).

C. Salat Berjamaah

Dokumen terkait