• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANATOMI KULIT

2.4 DERMATITIS KONTAK IRITAN

2.4.1 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis 1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Reaksi akut mencapai puncaknya secara cepat, biasanya dalam beberapa menit sampai jam setelah paparan dan kemudian mulai membaik. Gejalanya adalah rasa terbakar, menyengat, dan rasa sakit dari daerah yang langsung terkena. Tanda fisik mencakup eritema, edema, bulla, dan kemungkinan nekrosis. Lesi terbatas pada area yang terpapar, dengan batas yang tegas dan penunjukan asimetri dari penyebab eksogen. Jika tidak ada cedera pada dermis, penyembuhan seharusnya menyeluruh.

Iritan poten yang paling sering mengarah ke DKI adalah asam dan basa sehingga terjadi luka bakar kimia (Cohen, 2018).

2. Delayed Acute Irritant Contact Dermatitis

Secara klinis inflamasi tidak terlihat sampai 8-24 jam atau lebih setelah paparan dan demikian dapat seperti dermatitis kontak alergi; namun gejala lebih sering rasa terbakar daripada gatal. Sensitivitas terhadap sentuhan dan air muncul. Tipe ini lebih umum dijumpai pada tes patch (Cohen, 2018).

3. Irritant Reaction Irritant Contact Dermatitis

Reaksi iritan adalah tipe dari dermatitis iritan subklinis (tidak terlalu parah) pada seseorang yang terpapar lingkungan kimia yang basah seperti tukang salon, pemborong, pekerja logam. Terdapat beberapa tanda yaitu scaling, kemerahan, vesikel, pustul, dan erosi. DKI ini cenderung terselesaikan jika paparan dihentikan (Cohen, 2018).

Universitas Sumatera Utara 4. Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif

Jika paparan iritan yang sama mengikuti satu sama lain dengan waktu yang singkat atau ambang batas manifestasi berkurang (pada pasien dengan dermatitis atopik aktif) dapat terjadi dermatitis kontak iritan kumulatif (Cohen, 2018).

5. Dermatitis Asteatotik

Pada musim dingin terjadi penurunan kelembaban yang menghasikan peningkatan kehilangan air dari stratum korneum menyebabkan kulit menjadi dehidrasi. Dermatitis asteatotik (xerotic eczema) berhubungan dengan kehilangan lemak dari kulit sekunder dari transepidermal water loss (Cassler et al., 2014).

6. Dermatitis Kontak Iritan Traumatik

Dermatitis kontak iritan traumatik terjadi setelah trauma akut pada kulit, seperti terbakar, laserasi, atau DKI akut. Kulit tidak sepenuhnya sembuh, tetapi eritema, vesikel, papul, dan scaling muncul pada daerah trauma. Perjalanan klinis kemudian menyerupai discoid (nummular) dermatitis (Chew dan Maibach, 2010).

7. Acneiform Irritant Contact Dermatitis

Hanya sedikit subjek yang menjadi pustular atau acneiform dermatitis. Chloracne adalah penyakit industri yang disebabkan karena paparan terhadap hidrokarbon aromatic. Acneiform ICD juga terjadi dari paparan terhadap logam, minyak mineral, lemak, tar, aspal, cutting oil, dan cairan pengerjaan logam. Acne cosmetica menunjukkan acneiform ICD disebabkan karena kosmetik (Chew dan Maibach, 2010).

8. Non Erythematous Irritant Contact Dermatitis

Terjadi pada tahap awal dari iritasi kulit dengan perubahan pada fungsi barrier stratum korneum tanpa ada korelasi klinis (Cohen,2018).

9. Dermatitis Kontak Iritan Sensorik / Subjektif

Individu yang mengalami rasa gatal, tersengat, terbakar, atau perasaan geli karena kontak dengan zat kimia tertentu meskipun kurangnya tanda objektif dalam pemeriksaan klinis (Chew dan Maibach, 2010).

14

Universitas Sumatera Utara 10. Airborne Irritant Contact Dermatitis

Airborne ICD adalah bentuk dari dermatitis kontak yang berasal dari alergen udara seperti debu, sprays, dan serbuk dimana mengendap pada daerah terbuka dari tubuh (Dooms-Goossens et al.,1986 dalam Gupta et al., 2016).

11. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan

Respon gesekan mencakup hiperkeratosis, akantosis, dan likenifikasi, sering berkembang menjadi pengerasan, penebalan, dan peningkatan kekasaran (Cohen, 2018).

12. Contact Urticaria

Contact urticaria dibagi dalam dua subtipe : imunologi dan non imunologi. Non imunologi contact urticaria adalah reaksi segera tidak membutuhkan paparan sebelumnya dari zat tertentu dan imunologi contact urticaria adalah reaksi tipe 1 hipersensitivitas Ig-E dimana imun sistem pasien telah sebelumnya tersensitisasi dari zat tertentu (Maibach dan Johnson, 1975 dalam Bhatia et al., 2009).

2.4.2 Patogenesis

Walaupun mekanisme selular dari dermatitis kontak iritan masih sukar dipahami, meningkatnya bukti ilmiah mengusulkan bahwa keratinosit yang aktif selain bertindak sebagai transduser sinyal dalam mengontrol respon homeostasis host terhadap stimulus eksogen juga bertindak sebagai imunoregulator utama. Bahan iritan dapat memicu kerusakan kulit merangsang pattern recognition receptor (PRR), termasuk toll-like receptors (TLR) yang keduanya berfungsi menyediakan dorongan penting untuk mengaktivasi innate immune system (Maibach dan Ale, 2014 dalam Cohen, 2018).

Ketika mediator yang lain seperti prostaglandin, leukotrien, dan neuropeptide mungkin berperan, sitokin memegang perhatian yang paling penting dalam dermatitis kontak iritan dimana sitokin adalah mediator sentral dalam merekrut sel T dan mediator sentral inflamasi (Cohen, 2018).

Beberapa mekanisme telah secara umum berhubungan dengan dermatitis kontak iritan, termasuk denaturasi keratin, gangguan dari permeability barrier, kerusakan

Universitas Sumatera Utara membran sel, dan efek sitotoksik langsung, dengan mekanisme berbeda ketika bekerja dengan iritan yang berbeda (Tabel 2.1) (Cohen, 2018).

Tabel 2.1. Iritan dan mekanisme toksisitas Iritan dan Mekanisme Toksisitas

Iritan Mekanisme Toksisitas

Detergen Gangguan barrier, denaturasi protein, toksisitas membran

Asam Denaturasi protein, sitotoksisitas

Alkohol Denaturasi protein

Alkali Denaturasi barrier lipid, sitotoksisitas dengan pembengkakan selular

Minyak Kekacauan dari barrier lipid

Pelarut organik Pelarutan dari membran lipid, toksisitas membrane

Oksidan Sitotoksisitas

Agen pereduksi Keratolitik

Air Jika barrier terganggu, sitotoksisitas dengan pembengkakan dari sel epidermis yang aktif

Patogenesis dari fase akut dermatitis kontak iritan dimulai dengan penetrasi dari iritan melewati permeability barrier (stratum korneum) terjadi kerusakan ringan atau stres keratinosit dan pelepasan mediator inflamasi dengan aktivasi sel T. Dengan cara ini, ketika aktivasi dimulai lewat sel epidermis, aktivasi sel T secara terus-menerus yang tidak bergantung pada agen luar dipertahankan dan disfungsi barrier terjadi terus-menerus (Darlenski et.al., 2013 dalam Cohen, 2018). Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan interleukin(IL)-1α adalah mediator utama, mengarah ke perekrutan leukosit ke tempatnya. TNF- α, IL-6, dan IL-1β meningkatkan respon terhadap stimulus dari intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Ini adalah ciri utama dari dermatitis kontak iritan. Sebagai tambahan, IL-1 reseptor antagonis (IL-1 RA) dan IL-8 meningkat secara besar setelah terpapar terhadap iritan utama sodium lauryl sulfate (Cohen, 2018).

16

Universitas Sumatera Utara Pada fase kronik dari dermatitis kontak iritan, peran dari stratum korneum sebagai barrier terganggu. Kerusakan pada lipid stratum korneum (memediasi fungsi barrier) berhubungan dengan kehilangan kohesi dari korneosit, deskuamasi, dan peningkatan transepidermal water loss. Transepidermal water loss adalah salah satu stimulus yang mendorong sintesis lipid, proliferasi keratinosit, dan hiperkeratosis sementara selama restorasi dari barrier kulit. Sementara, kerusakan pada pelarut dapat mengganggu mekanime pelindung dengan penghentian dari evaporasi air, sehingga sintesis lipid dan reparasi barrier tidak terjadi. Setelah paparan kronik, hasilnya adalah peningkatan pergantian epidermis dengan manifestasinya adalah eczematoid irritant reaction (Cohen, 2018).

2.5 DERMATITIS KONTAK ALERGI

Dokumen terkait