• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN LAMA KERJA DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEKERJA CLEANING SERVICE DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN LAMA KERJA DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEKERJA CLEANING SERVICE DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN LAMA KERJA DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEKERJA CLEANING SERVICE DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Oleh :

VERONICA 160100085

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

VERONICA 160100085

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

i

Universitas Sumatera Utara

(4)

ii

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Lama Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Pekerja Cleaning Service di RSUP Haji Adam Malik Medan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan , diantaranya :

1. Orangtua saya bapak Rudy Hasan dan ibu Sri Dewi, kedua adik saya Cecilia dan Vivian. Terimakasih atas dukungan, nasihat, dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Nova Zairina Lubis, M. Ked (DV) Sp.DV, sebagai dosen pembimbing yang telah sepenuh hati bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. dr. Ramona Duma Sari Lubis, M Ked (DV), Sp.KK dan dr. Malayana Rahmita Nasution, M. Ked (Clin.Path), Sp.PK selaku dosen penguji yang telah memberikan petunjuk dan nasihat dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Pihak Koordinator cleaning service yang telah memberikan izin sehingga dapat melaksanakan penelitian ini dan pekerja cleaning service di RSUP Haji Adam Malik Medan yang ramah dan dengan senang hati membantu dalam pelaksanaan penelitian.

6. Sahabat penulis : Vonny, Novita Zulkarnain, Tifanny Tantoso, Felix, Kevin, Melly, Henny, Christine, Rosarina Pasaribu, Suaji Satrianta Sembiring, Eka Risti Ruth Elisabeth Manurung, Soufika Zamharira Roukan, Stevani Rumapea,

(5)

iii

Universitas Sumatera Utara grup makan bang, dan senior penulis : Johannes Tanaka, Willy Sunjaya, Jessica, dan Dikky Candra.

7. Teman seperjuangan angkatan 2016 yang saling memberikan dukungan dan motivasi demi mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran.

8. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini pada kemudian hari.

Medan, 2 Desember 2019

Veronica NIM 160100085

(6)

iv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan……..………. i

Kata Pengantar………. ii

Daftar Isi……….. iv

Daftar Gambar………. vii

Daftar Tabel………. viii

Daftar Singkatan……….. x

Abstrak……… xii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 4

1.3 Tujuan……… 4

1.3.1 Tujuan Umum……….. 4

1.3.2 Tujuan Khusus………. 4

1.4 Manfaat……….. 4

1.4.1 Bagi Peneliti……….. 4

1.4.2 Bagi Masyarakat………... 5

1.4.3 Bagi Peneliti Lain………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 6

2.1 Anatomi Kulit……….. 6

2.1.1 Epidermis……… 7

2.1.2 Dermis………. 9

2.1.3 Lemak Subkutan……….. 9

2.2 Eczema (Eksim)……… 10

2.3 Dermatitis Kontak……… 11

2.3.1 Definisi……… 11

2.3.2 Etiologi……… 11

(7)

v

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Epidemiologi………... 12

2.4 Dermatitis Kontak Iritan……….. 12

2.4.1 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis……….. 12

2.4.2 Patogenesis……….. 14

2.5 Dermatitis Kontak Alergi………. 16

2.5.1 Patogenesis……….. 16

2.6 Diagnosis……….. 19

2.7 Kegiatan Cleaning Service………... 21

2.8 Kerangka Teori………. 23

2.9 Kerangka Konsep………. 23

BAB III METODE PENELITIAN... 24

3.1 Rancangan Penelitian……….... 24

3.2 Lokasi Penelitian………... 24

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian………. 24

3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi………. 25

3.4 Metode Pengumpulan Data……… 25

3.5 Definisi Operasional……….... 25

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner NOSQ 2002/LONG. 27 3.7 Metode Analisis Data……….. 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………...……… 30

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………. 30

4.2 Data Karakteristik Responden………. 30

4.3 Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Pria dan Wanita……….. 33

4.4 Suku terbanyak yang Menderita Dermatitis Kontak Akibat Kerja………. 34

4.5 Riwayat Gejala Atopik………. 35

4.6 Dermatitis………. 36

4.7 Gejala pada Kulit……….. 42

(8)

vi

Universitas Sumatera Utara

4.8 Paparan………. 44

4.9 Hubungan Lama Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak.. 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 50

5.1 Kesimpulan………. 50

5.2 Saran………... 50

DAFTAR PUSTAKA………. 52

LAMPIRAN ………. 58

(9)

vii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Epidermis, dermis, dan lemak subkutan ... 6

2.2 Lapisan epidermis ... 8

2.3 Perubahan histologik pada eksim... 10

2.4 Reaksi hipersensitivitas tipe IV ... 17

2.5 Kerangka teori penelitian ... 23

2.6 Kerangka konsep penelitian ... 23

(10)

viii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Iritan dan mekanisme toksisitas……… 15

2.2 Kriteria Mathias………... 20

3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner NOSQ 2002/LONG 27 4.1 Karakteristik responden penelitian……… 30

4.2 Tahun dilakukan aktivitas utama pada pekerja cleaning service 32 4.3 Jam kerja per minggu pada pekerja cleaning service 33 4.4 Prevalensi dermatitis kontak pada pria dan wanita……… 33

4.5 Suku yang menderita dermatitis kontak akibat kerja………. 34

4.6 Eksim gatal yang datang pergi selama paling sedikit enam bulan, rhinitis alergi, alergi pada mata, dan asma………. 35

4.7 Riwayat eksim di tangan, pergelangan tangan, atau lengan bawah 36 4.8 Daerah eksim pada tangan, pergelangan tangan, atau lengan bawah 37 4.9 Frekuensi terjadinya eksim pada tangan, pergelangan tangan, atau lengan bawah……….. 37

4.10 Terakhir kali mengalami eksim pada tangan, pergelangan tangan, atau lengan bawah………. 38

4.11 Usia pertama kali mengalami eksim pada tangan, pergelangan tangan, atau lengan bawah………. 38

4.12 Penyebab eksim pada tangan dan pergelangan tangan/ lengan bawah pada pekerja cleaning service yang pertama kali mendapat eksim pada usia diatas 18 tahun………. 39

4.13 Aktivitas utama saat kerja yang menyebabkan terjadinya eksim… 40 4.14 Kunjungan dokter penyakit dermatitis kontak pada pekerja cleaning service………... 40

4.15 Penilaian eksim………... 41

4.16 Eksim membaik atau tidak jika tidak bekerja………... 41

4.17 Gejala dan ruam eksim selama 1 tahun terakhir………. 42

4.18 Ruam dari kancing logam, pengencang logam, perhiasan dari logam……….. 43

4.19 Kulit kering dan gatal karena berkeringat dengan dermatitis kontak akibat kerja………. 43

4.20 Tipe sarung tangan yang dipakai………. 44

4.21 Gejala dan ruam pada kulit setelah memakai sarung tangan……… 45

4.22 Mengganti jenis sarung tangan atau menghentikan penggunaan sarung tangan……… 45 4.23 Jam per hari pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja

(11)

ix

Universitas Sumatera Utara

cleaning service……… 46

4.24 Jam per hari melakukan aktivitas diluar pekerjaan….. 46 4.25 Aktivitas di luar pekerjaan selama 12 bulan terakhir.. 47 4.26 Hubungan Lama Kerja dengan Kejadian

Dermatitis Kontak pada Responden………. 48

(12)

x

Universitas Sumatera Utara DAFTAR SINGKATAN

IDC : Interdigitating Dendritic Cell APC : Antigen Presenting Cell DKI : Dermatitis Kontak Iritan DKA : Dermatitis Kontak Alergi RSUP : Rumah Sakit Umum Pemerintah ICD : Irritant Contact Dermatitis Ig- E : Immunoglobulin-E

PRR : Pattern Recognition Receptor TLR : Toll Like Receptor

TNF-α : Tumor Necrosis Factor- α IL-1 α : Interleukin-1α

IL-6 : Interleukin-6

IL-1β : Interleukin-1β

ICAM-1 : Intercellular Adhesion Molecule-1 IL-1RA : Interleukin-1 Receptor Antagonist

IL-8 : Interleukin-8

IFN-γ : Interferon- γ

TNF-β : Tumor Necrosis Factor- β CD8+ : Cluster Differentiation 8+

MHC : Major Histocompatibility Complex HLA : Human Leukocyte Antigen

TPS : Tempat Pembuangan Sementara

WC : Water Closed

APD : Alat Pelindung Diri

NOSQ : Nordic Occupational Skin Questionnaire SPSS : Statistical Package for the Social Sciences RS BUMN : Rumah Sakit Badan Usaha Milik Negara

(13)

xi

Universitas Sumatera Utara

RI : Republik Indonesia

SK : Surat Keputusan

Menkes : Menteri Kesehatan

DKAK : Dermatitis Kontak Akibat Kerja

No : Nomor

mm : Milimeter

Prof Dr RD Kandou : Profesor Doktor Roembajan Deil Kandou

PT : Perseroan Terbatas

(14)

xii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar Belakang. Penyakit kulit akibat kerja berada dalam urutan ketiga tersering untuk penyakit akibat kerja. Penyakit kulit akibat kerja yang paling umum adalah dermatitis kontak mencakup 90-95% dan meliputi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak secara mayoritas terjadi pada tangan. Salah satu bahaya yang mengancam petugas kebersihan rumah sakit adalah kontak dengan bahan kimia saat mengepel lantai.

Tujuan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Metode. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain penelitian cross sectional dimana variabel independen/faktor resiko dan variabel dependen dinilai secara simultan pada satu saat.

Penelitian ini menggunakan data primer berupa kuesioner dan menggunakan teknik consecutive sampling dalam pengambilan sampel.

Hasil penelitian. Hasil penelitian didapatkan bahwa 33,2% pekerja cleaning service mengalami dermatitis kontak. Prevalensi dermatitis kontak pada wanita yaitu 75,8% dan pria 24,2%. Lama kontak pada pekerja yang bersentuhan dengan zat kimia >2jam adalah 100%. Pemakaian APD pada pekerja cleaning service adalah 89,3%. Suku terbanyak yang menderita dermatitis kontak adalah suku Batak 77,4%..Tingkat pendidikan cleaning service paling banyak adalah SMA 59,4%. Hasil analisis dengan uji chi square lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja adalah (p=0,383).

Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan bermakna lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja cleaning service di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Kata kunci : Dermatitis Kontak, Iritan, Alergi, Dermatitis Kontak akibat Kerja, Cleaning Service

(15)

xiii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Background. Occupational skin diseases are the third most common occupational diseases. The most common occupational skin diseases are contact dermatitis covering 90-95% and include irritant contact dermatitis and allergic contact dermatitis. The majority of contact dermatitis occurs in the hands.One of the risks that threatens cleaners in hospital is contact with chemicals when mopping the floor.

Aim. In general, this study aims to determine the relationship of working life with the incidence of contact dermatitis in cleaning service workers at Haji Adam Malik General Hospital Medan.

Method. This study is analytic method study which uses cross sectional design, where the independent variables/ risk factors and dependent variables are assessed simultaneously at one time. This study uses primary data in the form of questionnaire and respondent were drawn using consecutive sampling.

Result. The study showed that 33,2% of cleaning service workers had contact dermatitis. The prevalence of contact dermatitis in women 75,8% and men 24,2%. The contact time for workers who come into contact with chemical >2hours is 100%. The use of PPE on cleaning service workers is 89,3%. Most ethnic group suffering from contact dermatitis are the 77,4% Batak people. The highest level cleaning service education is high school 59,4%. The results of the analysis with the chi square test of work life with the incidence of occupational contact dermatitis were (p=0,383).

Conclusion. There is no significant relationship of working life with the incidence of occupational contact dermatitis in cleaning service workers at Haji Adam Malik General Hospital Medan.

Keywords : Contact Dermatitis, Irritant, Allergic, Occupational Contact Dermatitis, Cleaning Service

(16)

1

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit akibat kerja adalah paparan yang terjadi di tempat kerja yang menyebabkan terjadinya suatu kondisi atau memburuknya kondisi yang sudah ada sebelumnya (Bepko dan Mansalis, 2016). Penyakit kulit akibat kerja adalah urutan ketiga paling sering untuk penyakit akibat kerja (Ivanov, 2011). Penurunan produktivitas dan kapasitas kerja, kehilangan pekerjaan karena penyakit, dan pengeluaran biaya medis merupakan kerugian karena penyakit kulit akibat kerja yang perkiraannya melebihi 1 miliar dollar per tahun hanya di Amerika Serikat saja (Mancini et al., 2008 dan Cashman et al., 2012 dalam Anderson dan Meade, 2014).

Penyakit kulit akibat kerja yang paling umum adalah dermatitis kontak mencakup 90- 95% dan meliputi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi (Cashman et al., 2012 dalam Pacheco, 2018). Dermatitis kontak cenderung terjadi pada jenis pekerjaan yang memiliki sumber berupa iritan primer dan alergen (James et al., 2016).

Prevalensi nasional dermatitis adalah 6,8% (berdasarkan keluhan responden).

Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi dermatitis diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo (Riskesdas, 2007).

Definisi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) menurut Health and Safety Authority Guidelines on Occupational Dermatitis tahun 2009 adalah penyakit kulit yang disebabkan karena kontak dengan zat tertentu di tempat kerja. Dermatitis kontak adalah inflamasi dari lapisan atas kulit yang bermanifestasi dengan tanda dan gejala utama berupa kering, kemerahan, gatal, mengelupas, bersisik, retak, bengkak berisi

(17)

2

Universitas Sumatera Utara cairan di permukaan kulit (blistering), dan nyeri (Beltrani, 2006 dalam Behroozy dan Keegel, 2014).

Centers for Disease Control and Prevention tahun 2013 menyatakan bahwa dermatitis kontak akibat bekerja dibagi oleh dua kategori, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA). Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah reaksi non imunologis berupa inflamasi pada kulit yang disebabkan oleh kerusakan langsung pada kulit karena paparan terhadap zat yang berbahaya. Reaksi DKI secara khusus di tempat kontak. Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah inflamasi kulit karena adanya reaksi imun yang disebabkan oleh kontak terhadap alergen dengan syarat harus sebelumnya tersensitisasi terhadap alergen terlebih dahulu. Reaksi tidak terbatas hanya terjadi di tempat kontak dan dapat terjadi respon sistemik (CDC, 2013).

Dermatitis kontak menjadi mayoritas terhadap penyakit kulit akibat kerja yang secara dominan mengenai tangan. Kebanyakan pekerja akan tetap bekerja, lebih dari setengahnya akan mengganti pekerjaannya, dan pada proporsi besar akan absen dari kerja selama beberapa bulan atau lebih (Wikinson, 2018). Prevalensi dermatitis terhadap pekerja baru di Amerika Serikat adalah 9,8%, merepresentasikan kurang lebih 15,2 juta pekerja dengan dermatitis. Prevalensi terbanyak adalah di bagian kesehatan (Luckhaupt et al., 2013).

Prevalensi dermatitis kontak periode Januari 2009-2010 di Rumah Sakit Umum Pemerintah Haji Adam Malik Medan adalah 660 pasien (11,65%) dari seluruh populasi, dengan persentase tertinggi ditemukan pada wanita sebanyak 62 pasien (63,9%) dari sampel. Berdasarkan kelompok umur, prevalensi tertinggi ditemukan pada usia 30-39 tahun sebanyak 28 pasien (28,9%) dari sampel. Berdasarkan jenis pekerjaan, prevalensi tertinggi ditemukan pada ibu rumah tangga sebanyak 31 pasien (32%) dari sampel. Berdasarkan lokasi dermatitis kontak, prevalensi tertinggi ditemukan di tangan 35 pasien (36,1%) dari sampel. Berdasarkan jenis pekerjaan, lokasi sebagian besar lesi pada ibu rumah tangga ditemukan di tangan pada 18 dari 31 pasien (Nopa dan Nababan, 2019).

(18)

Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian pada pekerja cleaning service di rumah sakit umum Abdul Moeloek Provinsi Lampung menunjukkan bahwa 47 dari 102 petugas (46%) mengalami dermatitis kontak akibat kerja (Saftarina et al., 2015).

Penelitian yang dilakukan pada 60 pekerja bengkel kendaraan bermotor di Kecamatan Kartasura Kota Sukoharjo menunjukkan adanya hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan hasil uji korelasi Chi-square p=

0.037 (Kusworo, 2015).

Penelitian yang dilakukan pada pekerja tahu Kediri menunjukkan terdapat hubungan lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan nilai p= 0,007 (Chafidz dan Dwiyanti, 2018).

Penelitian yang dilakukan pada pekerja bagian premix di PT.X Cirebon hasil uji statistik diketahui bahwa nilai p-value= 1 (p>0,05), sehingga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja bagian premix di PT.X Cirebon (Indrawan et al., 2014).

Penelitian yang dilakukan pada pengrajin tahu Mrican Semarang tentang hubungan masa kerja (≤ 2 tahun dan >2 tahun) dengan dermatitis kontak iritan terdapat hubungan dengan nilai p= 0,001 (Pradaningrum et al., 2018).

Dermatitis akibat kerja dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen. Lama paparan per hari merupakan salah satu faktor eksogen yang mempengaruhi dermatitis akibat kerja (Rahma et al., 2017).

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/X/2004 menjelaskan rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.

Pada rumah sakit, baik rumah sakit badan usaha milik negara (RS BUMN) atau rumah sakit milik swasta, beban pekerjaan cleaning service lebih berat. Ini disebabkan pasien keluar silih berganti. Tentunya pasien-pasien memiliki sampah di dalam ruangan, baik sampah makanan maupun yang lain (Mukriani, 2016).

(19)

4

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti di RSUP Haji Adam Malik Medan untuk melihat apakah ada hubungan antara lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah:

“Apakah terdapat hubungan lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja cleaning service di RSUP Haji Adam Malik Medan?”

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja cleaning service di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan prevalensi dermatitis kontak akibat kerja pada pria dan wanita pekerja cleaning service di RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Mengetahui lama kontak pada pekerja yang bersentuhan dengan zat kimia.

3. Mengetahui distribusi frekuensi pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada cleaning service di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pendidikan cleaning service di RSUP Haji Adam Malik Medan.

5. Mengetahui distribusi frekuensi suku terbanyak yang menderita dermatitis kontak akibat kerja pada cleaning service di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.4 MANFAAT 1.4.1 Bagi Peneliti

Dapat menambah pengalaman dan wawasan terhadap kejadian dermatitis kontak.

(20)

Universitas Sumatera Utara 1.4.2 Bagi Masyarakat

Dapat membatasi lama kontak jika terdapat hubungan antara lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Dapat sebagai acuan dalam penelitian hubungan antara lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak.

(21)

6

Universitas Sumatera Utara BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANATOMI KULIT

Kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu epidermis (berasal dari ektoderm permukaan), dermis (berasal dari mesoderm), dan lemak subkutan (panniculus adiposus) (Lopez dan Oakley,2017) (Gambar 2.1). Terdapat variasi regional terhadap ketebalan dari ketiga lapisan ini. Epidermis paling tebal pada daerah telapak tangan dan kaki, dengan ketebalan kurang lebih 1,5 mm. Daerah paling tipis dari epidermis adalah di daerah kelopak mata, dengan ketebalan kurang dari 0,1 mm. Dermis paling tebal pada daerah punggung, dengan ketebalan 30-40 kali lebih tebal dari epidermis diatasnya. Jumlah lemak subkutan paling banyak di abdomen, bokong dan paling sedikit di daerah hidung dan sternum (James et al., 2016).

Gambar 2.1.Kulit tersusun dari 3 bagian yaitu epidermis, dermis, dan lemak subukutan (Keck et al., 2014)

(22)

Universitas Sumatera Utara 2.1.1 Epidermis

Epidermis dewasa tersusun dari tiga tipe sel dasar: keratinosit, melanosit, dan sel Langerhans. Sel tambahan, yang disebut sel Merkel, dapat ditemukan pada lapisan basal dari telapak tangan, telapak kaki, mukosa oral, mukosa genital, nail bed, dan follicular infundibula (James et al., 2016).

a. Keratinosit

Terletak di bagian paling luar dari epidermis. Epidermis tersusun dari 95% sel keratinosit. Sel di lapisan basal kadang dinamakan keratinosit basal atau sel basal.

Keratinosit memiliki peranan penting dalam menyediakan struktur kulit dan dalam sistem imun (Sundaram, 2019).

Terdiri dari beberapa lapisan yaitu (Gambar 2.2) :

1. Stratum basale (stratum germinativum), merupakan lapisan terdalam, dipisahkan dari dermis oleh membran basal (basal lamina) dan dihubungkan oleh beberapa hemidesmosome. Selnya kuboid ke kolumnar dan berupa stem cell yang aktif bermitosis.

2. Stratum spinosum (prickle cell layer), merupakan sel polihedral yang tak teratur dengan tanduk-tanduk (spines) yang memanjang keluar dan berhubungan dengan sel tetangga oleh desmosome.

3. Stratum granulosum, merupakan sel berbentuk berlian yang mengandung keratohyalin granules; menggabungkan filamen keratin yang berada di cornified cells.

4. Stratum lusidum, merupakan lapisan tipis jernih yang mengandung eleidin (produk transformasi dari keratohyalin); biasanya hanya terlihat di kulit yang tebal saja.

5. Stratum korneum, merupakan lapisan terluar, terbuat dari keratin dan sisik bertanduk yang pernah menjadi sel hidup; sel mati dinamakan squamous (anucleate); lapisan ini bervariasi dalam ketebalannya dan tebal pada kulit yang kalus (Yousef et al., 2019).

(23)

8

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Epidermis pada kulit tebal (thick skin) mempunyai lima lapisan (Benítez dan Montáns, 2017).

b. Melanosit

Melanosit terletak pada lapisan basal dengan frekuensi 1 dalam setiap 10 keratinosit basal. Paparan sinar matahari yang kronik dapat menstimulasi melanosit untuk memproduksi banyak melanosom. Melanosom disintesis dari sel di zona Golgi dan melewati beberapa tahap dimana enzim tirosinase berperan sebagai prekursor melanin untuk memproduksi pigmen granul yang padat (James et al., 2016). Melanin adalah pigmen yang diproduksi oleh melanosit dan bertanggung jawab untuk memberikan warna kulit (Sundaram, 2019).

c. Sel Langerhans

Merupakan sel dendritik pada epidermis yang mempunyai fungsi imun. Sel ini berasal dari sumsum tulang dan merupakan 5% sel dari epidermis (James dan Jeffrey, 2019). Berbagai sel dapat menjadi antigen bergantung pada bagaimana dan dimana antigen pertama berjumpa pada sel di sistem imun. Interdigitating dendritic cells (IDC) terletak di sel T dari limpa dan nodus limfatikus adalah antigen presenting cells (APC)

(24)

Universitas Sumatera Utara yang paling efektif. Di dalam epidermis, sel Langerhans adalah kunci dari antigen presenting cells (APC) (Schwarz, 2018).

d. Sel Merkel

Sel merkel terletak pada lapisan sel basal dan lebih banyak pada telapak tangan dan kaki. Sel Merkel disambungkan dengan keratinosit oleh desmosom. Sel ini berfungsi sebagai mekanoreseptor (James dan Jeffrey, 2019). Sel merkel terutama ditemukan pada kulit yang berambut, glabrous skin, pengecap lidah, anal canal, epitel labial, dan kelenjar keringat ekrin. Pada glabrous skin, kepadatan dari sel Merkel adalah 50/ mm2 (McGrath, 2019). Kulit terpapar matahari mengandung sel Merkel lebih banyak dua kali daripada kulit yang tidak terpapar matahari (Moll, 1990 dalam McGrath, 2019).

2.1.2 Dermis

Secara anatomis dermis mempunyai tiga lapisan yang terdiri dari lapisan papillary, lapisan subpapillary, dan lapisan reticular. Dermis bersifat elastis dan kuat ke kulit.

Zat yang menyusun dermis adalah komponen interstisial (extracellular matrix) yang menyusun jaringan fibrous dan sel produktifnya. Komponen utama dari extracellular matrix adalah collagen fiber (utamanya kolagen tipe I dan tipe III). Komponen lain adalah elastic fiber dan proteoglycan (asam hialuronat, kondroitin sulfat, dan lain-lain).

Dermis memiliki folikel rambut (folliculus pili), pembuluh darah, dan kelenjar sekretorik (kelenjar keringat dan kelenjar minyak), fungsinya mengontrol suhu tubuh, menyediakan kelembaban kulit, dan menjaga kondisi elastik (Yagi dan Yonei, 2018).

2.1.3. Lemak Subkutan

Fungsi lemak subkutan adalah melindungi tubuh dari panas dan dingin dari udara luar, sebagai bantalan untuk menyerap guncangan, dan memerankan peran untuk penyimpanan energi, dimana lemak disimpan di sel adiposa dari jaringan subkutan.

(Yagi dan Yonei, 2018).

(25)

10

Universitas Sumatera Utara 2.2. ECZEMA (EKSIM)

Kata eczema berasal dari bahasa Yunani yaitu (ec-) “lebih”, (-ze)”mendidih”, dan (-ma) ”hasil dari” (Mortz et al., 2019). Kata dermatitis sering digunakan untuk dipertukarkan dengan eksim ketika mengacu pada perubahan histopatologi. Perubahan histologik pertama adalah pembengkakan pada epidermis (Gambar 2.3).

Pembengkakan ini terjadi karena pemisahan dari keratinosit oleh penumpukan cairan diantara epidermis dan tampilan ini dinamakan spongiosis. Kemudian mungkin terdapat hiperkeratosis (peningkatan ketebalan dari stratum korneum) dan parakeratosis (retensi nuklei pada stratum korneum) yang menimbulkan sisik. Berbagai derajat dari inflamasi juga menimbulkan tanda dan gejala klasik inflamasi. Pada kasus yang parah, edema interselular dapat bergabung membentuk fokus cairan dalam epidermis, dikenali secara klinis sebagai vesikel atau blister (pompholyx) (Moyes dan Blessing, 2019).

Gambar 2.3. Kondisi inflamasi pada kulit dapat mempunyai variasi faktor presipitasi yang besar (Moyes dan Blessing, 2019)

Kulit menjadi merah/eritema dan vesikel kecil dapat terbentuk (pompholyx).

Permukaannya berkembang menjadi sisik, retak, dan berdarah sehingga menimbulkan rasa yang tidak nyaman. Kulit terasa sakit dan infeksi sekunder dapat terjadi. Pola klinis sangat bervariasi dan terdapat beberapa tipe berbeda dari eksim. Kadang variasi terjadi

(26)

Universitas Sumatera Utara karena penyebab dari eksim seperti kontak dengan material yang toksik atau menimbulkan alergi. Contoh: pada hipersensitivitas kromat dapat menyebabkan eksim pada pekerja semen dan eksim atopik/ diskoid terjadi pada individu atopik. Eksim seboroik memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam kulit kepala, wajah, aksila, dan groin. Apapun penyebabnya, proses patologik yang mendasarinya adalah sama (Moyes dan Blessing, 2019).

2.3 DERMATITIS KONTAK 2.3.1 Definisi

Dermatitis kontak adalah reaksi inflamasi dari kulit terhadap agen kimia, fisik, atau biologik, dimana agen tersebut bertindak sebagai iritan atau penyebab alergik (Marco, 2018). Ini menjadi penyakit kerja yang paling umum di banyak negara (Alqahtani dan Al-Otaibi, 2015). Dermatitis kontak dapat disebabkan karena iritasi langsung dari suatu zat yang dikenal dengan nama dermatitis kontak iritan (DKI), atau kontak dengan penyebab yang merugikan yang disebut dermatitis kontak alergi (DKA) (Al-Otaibi, 2016).

Manifestasi kulit bergantung pada bahan kimia, durasi kontak, dan kerentanan individu yang terpapar. Kesadaran terhadap bahan kimia yang muncul penting untuk diagnosis yang tepat dari dermatitis kontak alergi dan iritan, dimana kondisi sering terjadi memberikan beban signifikan terhadap emosional, sosial, ekonomi, dan pekerjaan (Milam dan Cohen, 2019).

2.3.2 Etiologi

Beberapa penyebab dermatitis kontak iritan adalah semen pada pekerja bangunan, karet, ragweed, malathion (insektisida) pada petani, kulit jeruk dan lemon pada koki, bartender, cat rambut, sampo pada tukang salon, sarung tangan karet pada personil medis dan bedah. Beberapa penyebab dermatitis kontak alergi adalah poison ivy, poison oak, poison sumac, karet (dermatitis karena sepatu), nikel pada perhiasan, balsam of Peru (dermatitis wajah dan tangan), neomycin, formaldehid pada kosmetik (Ferri, 2019).

(27)

12

Universitas Sumatera Utara 2.3.3 Epidemiologi

Penyakit kulit berada dalam urutan ketiga sebagai penyakit kerja yang paling umum, dengan 70-90% adalah dermatitis kontak (Smedley et al., 2010). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada petugas cleaning service di RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado terdapat 28 (20,7%) dari 135 responden yang mengalami dermatitis kontak akibat kerja (Paendong et al., 2017).

2.4 DERMATITIS KONTAK IRITAN

2.4.1 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis 1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Reaksi akut mencapai puncaknya secara cepat, biasanya dalam beberapa menit sampai jam setelah paparan dan kemudian mulai membaik. Gejalanya adalah rasa terbakar, menyengat, dan rasa sakit dari daerah yang langsung terkena. Tanda fisik mencakup eritema, edema, bulla, dan kemungkinan nekrosis. Lesi terbatas pada area yang terpapar, dengan batas yang tegas dan penunjukan asimetri dari penyebab eksogen. Jika tidak ada cedera pada dermis, penyembuhan seharusnya menyeluruh.

Iritan poten yang paling sering mengarah ke DKI adalah asam dan basa sehingga terjadi luka bakar kimia (Cohen, 2018).

2. Delayed Acute Irritant Contact Dermatitis

Secara klinis inflamasi tidak terlihat sampai 8-24 jam atau lebih setelah paparan dan demikian dapat seperti dermatitis kontak alergi; namun gejala lebih sering rasa terbakar daripada gatal. Sensitivitas terhadap sentuhan dan air muncul. Tipe ini lebih umum dijumpai pada tes patch (Cohen, 2018).

3. Irritant Reaction Irritant Contact Dermatitis

Reaksi iritan adalah tipe dari dermatitis iritan subklinis (tidak terlalu parah) pada seseorang yang terpapar lingkungan kimia yang basah seperti tukang salon, pemborong, pekerja logam. Terdapat beberapa tanda yaitu scaling, kemerahan, vesikel, pustul, dan erosi. DKI ini cenderung terselesaikan jika paparan dihentikan (Cohen, 2018).

(28)

Universitas Sumatera Utara 4. Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif

Jika paparan iritan yang sama mengikuti satu sama lain dengan waktu yang singkat atau ambang batas manifestasi berkurang (pada pasien dengan dermatitis atopik aktif) dapat terjadi dermatitis kontak iritan kumulatif (Cohen, 2018).

5. Dermatitis Asteatotik

Pada musim dingin terjadi penurunan kelembaban yang menghasikan peningkatan kehilangan air dari stratum korneum menyebabkan kulit menjadi dehidrasi. Dermatitis asteatotik (xerotic eczema) berhubungan dengan kehilangan lemak dari kulit sekunder dari transepidermal water loss (Cassler et al., 2014).

6. Dermatitis Kontak Iritan Traumatik

Dermatitis kontak iritan traumatik terjadi setelah trauma akut pada kulit, seperti terbakar, laserasi, atau DKI akut. Kulit tidak sepenuhnya sembuh, tetapi eritema, vesikel, papul, dan scaling muncul pada daerah trauma. Perjalanan klinis kemudian menyerupai discoid (nummular) dermatitis (Chew dan Maibach, 2010).

7. Acneiform Irritant Contact Dermatitis

Hanya sedikit subjek yang menjadi pustular atau acneiform dermatitis. Chloracne adalah penyakit industri yang disebabkan karena paparan terhadap hidrokarbon aromatic. Acneiform ICD juga terjadi dari paparan terhadap logam, minyak mineral, lemak, tar, aspal, cutting oil, dan cairan pengerjaan logam. Acne cosmetica menunjukkan acneiform ICD disebabkan karena kosmetik (Chew dan Maibach, 2010).

8. Non Erythematous Irritant Contact Dermatitis

Terjadi pada tahap awal dari iritasi kulit dengan perubahan pada fungsi barrier stratum korneum tanpa ada korelasi klinis (Cohen,2018).

9. Dermatitis Kontak Iritan Sensorik / Subjektif

Individu yang mengalami rasa gatal, tersengat, terbakar, atau perasaan geli karena kontak dengan zat kimia tertentu meskipun kurangnya tanda objektif dalam pemeriksaan klinis (Chew dan Maibach, 2010).

(29)

14

Universitas Sumatera Utara 10. Airborne Irritant Contact Dermatitis

Airborne ICD adalah bentuk dari dermatitis kontak yang berasal dari alergen udara seperti debu, sprays, dan serbuk dimana mengendap pada daerah terbuka dari tubuh (Dooms-Goossens et al.,1986 dalam Gupta et al., 2016).

11. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan

Respon gesekan mencakup hiperkeratosis, akantosis, dan likenifikasi, sering berkembang menjadi pengerasan, penebalan, dan peningkatan kekasaran (Cohen, 2018).

12. Contact Urticaria

Contact urticaria dibagi dalam dua subtipe : imunologi dan non imunologi. Non imunologi contact urticaria adalah reaksi segera tidak membutuhkan paparan sebelumnya dari zat tertentu dan imunologi contact urticaria adalah reaksi tipe 1 hipersensitivitas Ig-E dimana imun sistem pasien telah sebelumnya tersensitisasi dari zat tertentu (Maibach dan Johnson, 1975 dalam Bhatia et al., 2009).

2.4.2 Patogenesis

Walaupun mekanisme selular dari dermatitis kontak iritan masih sukar dipahami, meningkatnya bukti ilmiah mengusulkan bahwa keratinosit yang aktif selain bertindak sebagai transduser sinyal dalam mengontrol respon homeostasis host terhadap stimulus eksogen juga bertindak sebagai imunoregulator utama. Bahan iritan dapat memicu kerusakan kulit merangsang pattern recognition receptor (PRR), termasuk toll-like receptors (TLR) yang keduanya berfungsi menyediakan dorongan penting untuk mengaktivasi innate immune system (Maibach dan Ale, 2014 dalam Cohen, 2018).

Ketika mediator yang lain seperti prostaglandin, leukotrien, dan neuropeptide mungkin berperan, sitokin memegang perhatian yang paling penting dalam dermatitis kontak iritan dimana sitokin adalah mediator sentral dalam merekrut sel T dan mediator sentral inflamasi (Cohen, 2018).

Beberapa mekanisme telah secara umum berhubungan dengan dermatitis kontak iritan, termasuk denaturasi keratin, gangguan dari permeability barrier, kerusakan

(30)

Universitas Sumatera Utara membran sel, dan efek sitotoksik langsung, dengan mekanisme berbeda ketika bekerja dengan iritan yang berbeda (Tabel 2.1) (Cohen, 2018).

Tabel 2.1. Iritan dan mekanisme toksisitas Iritan dan Mekanisme Toksisitas

Iritan Mekanisme Toksisitas

Detergen Gangguan barrier, denaturasi protein, toksisitas membran

Asam Denaturasi protein, sitotoksisitas

Alkohol Denaturasi protein

Alkali Denaturasi barrier lipid, sitotoksisitas dengan pembengkakan selular

Minyak Kekacauan dari barrier lipid

Pelarut organik Pelarutan dari membran lipid, toksisitas membrane

Oksidan Sitotoksisitas

Agen pereduksi Keratolitik

Air Jika barrier terganggu, sitotoksisitas dengan pembengkakan dari sel epidermis yang aktif

Patogenesis dari fase akut dermatitis kontak iritan dimulai dengan penetrasi dari iritan melewati permeability barrier (stratum korneum) terjadi kerusakan ringan atau stres keratinosit dan pelepasan mediator inflamasi dengan aktivasi sel T. Dengan cara ini, ketika aktivasi dimulai lewat sel epidermis, aktivasi sel T secara terus-menerus yang tidak bergantung pada agen luar dipertahankan dan disfungsi barrier terjadi terus- menerus (Darlenski et.al., 2013 dalam Cohen, 2018). Tumor Necrosis Factor-α (TNF- α) dan interleukin(IL)-1α adalah mediator utama, mengarah ke perekrutan leukosit ke tempatnya. TNF- α, IL-6, dan IL-1β meningkatkan respon terhadap stimulus dari intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Ini adalah ciri utama dari dermatitis kontak iritan. Sebagai tambahan, IL-1 reseptor antagonis (IL-1 RA) dan IL-8 meningkat secara besar setelah terpapar terhadap iritan utama sodium lauryl sulfate (Cohen, 2018).

(31)

16

Universitas Sumatera Utara Pada fase kronik dari dermatitis kontak iritan, peran dari stratum korneum sebagai barrier terganggu. Kerusakan pada lipid stratum korneum (memediasi fungsi barrier) berhubungan dengan kehilangan kohesi dari korneosit, deskuamasi, dan peningkatan transepidermal water loss. Transepidermal water loss adalah salah satu stimulus yang mendorong sintesis lipid, proliferasi keratinosit, dan hiperkeratosis sementara selama restorasi dari barrier kulit. Sementara, kerusakan pada pelarut dapat mengganggu mekanime pelindung dengan penghentian dari evaporasi air, sehingga sintesis lipid dan reparasi barrier tidak terjadi. Setelah paparan kronik, hasilnya adalah peningkatan pergantian epidermis dengan manifestasinya adalah eczematoid irritant reaction (Cohen, 2018).

2.5 DERMATITIS KONTAK ALERGI 2.5.1 Patogenesis

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) yang muncul ketika kulit kontak dengan zat kimia dimana sebelumnya sudah tersensitisasi (Nixon et al., 2018).

Hipersensitivitas tipe IV/ hipersensitivitas tipe lambat yang dimediasi oleh antigen- spesifik T sel efektor. Hipersensitivitas ini memiliki jeda waktu dari paparan antigen sampai respon terlihat (1-3 hari). Antigen diambil dan diproses oleh makrofag atau sel dendritik. Beberapa efektor T helper 1 yang mengenali antigen spesifik (ini langka dan mengambil waktu untuk sampai) distimulasi untuk melepaskan chemokines (merekrut makrofag ke tempat tujuan), sitokin-sitokin (memediasi tissue injury dan growth factors yang menstimulasi produksi monosit). IFN-γ dari T helper 1 mengaktivasi makrofag untuk menambah pelepasan dari mediator inflamasi sedangkan TNF-α dan TNF-β mengaktivasi sel endotel, menambah permeabilitas vaskular, dan kerusakan jaringan lokal. Sel T CD8+ juga memediasi kerusakan oleh toksisitas langsung (Salmon,2016).

Pada T helper 1 mediasi reaksi hipersentivitas efektornya adalah makrofag sedangkan pada T helper 2 efektornya adalah eosinofil. T helper 2 memproduksi sitokin

(32)

Universitas Sumatera Utara untuk merekrut dan mengaktivasi eosinofil (IL-5 dan eotaxin), mengarah ke degranulasi, tissue injury lebih lanjut, dan kerusakan jalan napas kronik, ireversibel.

(Salmon, 2016) (Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Reaksi hipersensitivitas tipe IV (Salmon, 2016) Gambar 2.4. Reaksi hipersensitivitas tipe IV (Salmon, 2016)

Pada dermatitis kontak alergi, terdapat perbedaan antara fase induksi (sensitisasi/primer) dan efektor (kemunculan/sekunder) (Saint-Mezard et.al., 2003 dalam Rustemeyer et.al., 2019). Fase induksi mencakup kejadian dengan kontak pertama terhadap alergen dan berakhir ketika seseorang sudah tersensitisasi dan mampu untuk memberikan reaksi positif DKA. Fase efektor dimulai setelah kemunculan (terpapar antigen) dan terjadi manifestasi klinis dermatitis kontak alergi.

Keseluruhan proses dari fase induksi membutuhkan sedikitnya 4 hari sampai beberapa minggu dan reaksi fase efektor berkembang penuh dalam 1-4 hari (Rustemeyer et al., 2019). Episode utama dari fase induksi (tahap 1-5) dan fase efektor (tahap 6) adalah :

(33)

18

Universitas Sumatera Utara 1. Pengikatan dari alergen ke komponen kulit. Alergen yang segera menembus ke

kulit berhubungan dengan semua jenis komponen kulit, termasuk protein major histocompatibility complex (MHC) . Molekul ini pada manusia dikode oleh gen human leukocyte antigen (HLA), banyak terdapat pada antigen presenting cells (APC) atau nama lainnya sel Langerhans (Lepoittevin, 2006; Gerberick et al., 2008; Divkovic et al.2005, Rustemeyer et al., 2019).

2. Aktivasi hapten-induced dari allergen presenting cells. Sel Langerhans yang membawa alergen menjadi teraktivasi, matur, dan berpindah melalui limfatik aferen ke nodus limfatik regional, dimana alergen menetap yang dinamakan interdigitating cells (IDC) di area sel T parakortikal (Rustemeyer et al., 2019).

3. Pengenalan dari allergen modified sel Langerhans oleh sel T spesifik. Pada individu yang tidak tersensitisasi frekuensi dari sel T dengan kekhususan tertentu biasanya jauh dibawah 1/ 1.000.000. Di dalam area parakortikal, kondisi adalah optimal untuk IDC yang membawa allergen untuk bertemu sel T naïve yang secara khusus mengenal kompleks molekul MHC-alergen.

Morfologi dendritik dari allergen presenting cell memfasilitasi kontak sel multipel, mengarah ke pengikatan dan aktivasi dari alergen spesifik sel T (Rustemeyer et al., 2019).

4. Proliferasi dari sel T spesifik di dalam aliran nodus limfatik. Didukung oleh IL- 1, dilepaskan oleh allergen presenting cells, sel T yang aktif mulai memproduksi beberapa faktor pertumbuhan, termasuk IL-2 ( Hoyer et al., 2008 dalam Rustemeyer et.al., 2019). Sebagian kaskade autokrin mengikuti sejak waktu yang sama reseptor untuk IL-2 memberikan respon terhadap stimulus di sel T, menghasilkan formasi ledakan kuat dan proliferasi dalam beberapa hari (Rustemeyer et al., 2019).

5. Penyebaran sistemik dari keturunan sel T. Keturunan yang meluas kemudian dilepaskan via limfatik eferen ke dalam aliran darah dan mulai untuk resirkulasi. Jadi frekuensi dari efektor memori sel T spesifik di dalam darah meningkat dalam 1/1.000 , sedangkan kebanyakan dari sel ini menampilkan

(34)

Universitas Sumatera Utara molekul reseptor yang memfasilitasi migrasi mereka ke jaringan perifer. Pada saat tidak kontak dengan alergen yang sama, frekuensi selnya akan berkurang dalam beberapa minggu atau bulan kemudian, tetapi tidak kembali ke level rendah yang ditemukan pada orang yang belum terpapar (Rustemeyer et al., 2019).

6. Fase efektor. Dengan kontak alergen lagi, dimulai fase efektor dimana tidak hanya bergantung pada peningkatan frekuensi dari sel T spesifik dan perubahan kapasitas migrasi tetapi juga pada ambang batas aktivasi yang rendah. Jadi dalam kulit, allergen presenting cells dan sel T spesifik dapat bertemu, dan mengarah ke pelepasan banyak sitokin dan kemokin. Pelepasan dari mediator ini, banyak yang mempunyai aksi pro-inflammatory, menyebabkan kedatangan lebih banyak sel inflamatori, jadi semakin memperkuat pelepasan mediator lokal. Ini secara berangsur mengembangkan reaksi eczematous yang mencapai maksimum setelah 18-72 jam kemudian menurun (Rustemeyer et al., 2019).

2.6 DIAGNOSIS

Pada tahun 1989, Toby Mathias mengemukakan kriteria untuk menilai hubungan antara dermatitis kontak dan pekerjaan. Kriteria Mathias menunjukkan validitas tinggi dan menghasilkan diagnosis. Sensitivitas dari kriteria Mathias 100% dan spesifisitas adalah 98.9% (Tabel 2.2) (Gómez et al., 2012).

(35)

20

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Kriteria Mathias

1. Apakah tampilan klinisnya konsisten dengan dermatitis kontak?

Ya : Identifikasi ciri klinis dari eksim (pruritus, eritema, vesikel, eksudasi, krusta, tanda dari likenifikasi).

Tidak : Tampilan klinis bukan eksim.

Tidak tahu : dermatitis seboroik, dyshidrotic eczema , nummular eczema, atopic eczema, dan neurodermatitis semuanya memiliki pola klinis yang mirip dengan reaksi eksim.

2. Apakah terdapat paparan di tempat kerja terhadap potensial iritan alergen ke kulit?

Ya : Dokter harus menanyakan tentang semua sumber dari paparan pekerjaan, termasuk perlengkapan perlindungan pribadi, krim, dan sabun. Penting untuk familiar dengan data toksikologi dari produk ini.

Tidak : Data toksikologi dan pengalaman klinis menunjukkan bahwa tidak ada paparan alergik atau iritan di tempat kerja.

Tidak tahu : Jika dokter tidak dapat menentukan apakah terdapat paparan di tempat kerja terhadap iritasi atau alergen, kriteria ini tidak boleh dinilai.

3. Apakah distribusi anatomis dari dermatitis konsisten dengan paparan kulit dalam hubungan terhadap tugas pekerjaannya?

Ya : Dermatitis kontak biasanya lebih parah pada permukaan yang terpapar di tempat kerja.

Tidak : Dermatitis bertambah di permukaan kulit dengan paparan besar tetapi melibatkan yang lain.

Tidak tahu : Terdapat pengecualian terhadap kalimat diatas, sebagai contoh, lebih mudah diserap seperti kelopak mata, wajah, dan genital.

4. Apakah terdapat hubungan temporal antara paparan dan onset konsisten dengan dermatitis kontak?

Ya : Paparan mendahului onset dari gejala. Pada kasus dari dermatitis kontak alergi, periode laten dapat sepanjang 6 bulan.

Tidak : Kebanyakan gejala mendahului sebelum terpapar di tempat kerja.

Tidak tahu : Jika periode laten lebih dari 6 bulan, akan menjadi sulit untuk menentukan hubungan sebab akibat. Pekerja yang berumur 50 dan 60 tahun dapat mempunyai sensitivitas kulit yang besar karena usia.

5. Apakah paparan bukan karena pekerjaan diekslusi sebagai kemungkinan penyebab?

Ya : iritan lain seperti kosmetik dan perekat harus diekslusi dengan riwayat bukan karena pekerjaan dan pada saat patch testing.

Tidak : Paparan bukan karena pekerjaan dapat menjadi penyebab dari dermatitis.

(36)

Universitas Sumatera Utara Dari kriteria Mathias harus berisi jawaban “ya” minimal 4 soal dari 7 soal untuk menegakkan diagnosis dermatitis kontak akibat kerja (Gómez et al., 2012).

2.7 KEGIATAN CLEANING SERVICE

Keputusan direktur utama RSUP Haji Adam Malik tentang kebijakan kebersihan lingkungan di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015 termasuk dalam kebersihan lingkungan RSUP Haji Adam Malik yaitu pembersihan ruangan, taman, halaman dan parkir, dilaksanakan oleh cleaning service yang diawasi oleh petugas instalasi kesehatan lingkungan. Melaksanakan kebersihan lingkungan dengan membersihkan, menyapu, dan desinfeksi lantai. Pengumpulan sampah dari sumber sampah sampai pengangkutan sampah ke tempat pembuangan sementara (TPS). Pemilahan sampah domestik dan medis sesuai dengan wadah sampah yang sudah ditentukan.

Membersihkan sampah dan membuang sampah yang ada pada taman, halaman, dan parkir. Ruangan lingkungan RSUP Haji Adam Malik harus tetap dibersihkan setiap hari kerja dan hari libur meliputi :

a. Pembersihan lantai

b. Pembersihan kamar mandi

Tidak tahu : Tanpa riwayat tentang paparan, dokter tidak dapat secara percaya diri eksklusi penyebab bukan karena pekerjaan.

6. Apakah dermatitis dapat membaik setelah terhindar dari paparan kerja terhadap iritan atau alergen?

Ya : Terdapat perbaikan ketika pergi, akhir pekan, hari libur, dan lain-lain

Tidak : Dermatitis tidak membaik setelah menghindarkan pekerja dari tempat kerja. Perbaikan tidak dapat dilihat selama 3 atau 4 minggu dalam kasus dermatitis kronik.

Tidak tahu : Perbaikan tidak bekerja/cuti atau modifikasi di tempat kerja kadang-kadang karena pengobatan medis.

7. Apakah tes patch atau prick melibatkan paparan spesifik tempat kerja?

Ya : Tes patch positif mendukung hubungan sebab akibat hanya ketika paparan terjadi di tempat kerja; ini tidak menunjukkan sumber dari paparan. Tes provokasi dapat menjadi berguna dalam mengonfirmasikan kemungkinan sumber dari paparan terhadap alergen yang teridentifikasi oleh tes patch.

Tidak : hubungan sebab akibat tidak memungkinkan jika hasilnya negatif.

Tidak tahu : penelitian tidak lengkap, hasil positif palsu atau negatif palsu.

(37)

22

Universitas Sumatera Utara c. Pembersihan water closed (WC)

d. Pembersihan kaca/jendela

e. Pembersihan selasar sekeliling gedung f. Pembersihan lawa-lawa/plapon

g. Pembersihan tempat sampah

h. Pembersihan inventaris peralatan kerja seperti meja, kipas angin, dan lemari arsip, lemari pasien, tempat tidur, dll

i. Pembersihan ruangan harus memakai desinfeksi

j. Peralatan/bahan yang dibutuhkan untuk kebersihan ruangan tetap tersedia k. Ruangan harus tetap bersih, tidak becek, dan tidak berdebu

l. Pembersihan lantai dan pengepelan dilakukan pagi dan sore, namun pembersihan lantai dengan sapu lobi dilakukan setiap saat bila dibutuhkan m. Pelaksanaan kebersihan lingkungan RSUP Haji Adam Malik dilakukan oleh

pihak ke-3 (tiga)

(38)

Universitas Sumatera Utara 2.8 KERANGKA TEORI

Gambar 2.5 Kerangka teori penelitian 2.9 KERANGKA KONSEP

Variabel Independen Variabel Dependen n.

o.

Gambar 2.6 Kerangka konsep penelitian Dermatitis Kontak

Akibat Kerja

Dermatitis Kontak Akibat Kerja Anatomi Kulit

Spongiosis

Hiperkeratosis Dermatitis/Eksim/Eczema

Diagnosis (Kriteria Mathias)

Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis Kontak Alergi

Reaksi

hipersensitivitas tipe IV

Gangguan barrier

Denaturasi epidermal keratin Kerusakan membran sel Sitotoksik

Lama bekerja

Parakeratosis Tampilan Klinis

Paparan Distribusi anatomi

Hubungan paparan dengan onset Paparan bukan karena pekerjaan

Dermatitis membaik jika terhindar dari pekerjaan Tes patch

(39)

24

Universitas Sumatera Utara BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Pada penelitian cross sectional variabel independen/faktor resiko dan variabel dependen dinilai secara simultan pada satu saat (Ghazali et.al.,2014).

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik pada bulan Juli 2019 sampai bulan Desember 2019.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi pada penelitian ini adalah semua pekerja cleaning service yang berlokasi di RSUP Haji Adam Malik.

Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Jumlah sampel memakai rumus :

𝑛 = Z21− α/2 p (1 − p) N 𝑑2(𝑁 − 1) + 𝑍21 −α

2 p(1 − p)

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan Z1- α/2 = power penelitian dengan α = 5% (1,96)

p = proporsi kasus yang diteliti dalam populasi, jika tidak diketahui gunakan p terbesar. (0.5)

N = jumlah populasi (362 pekerja cleaning service) d = toleransi kesalahan (0.05)

Jumlah sampel minimal dari penelitian ini adalah 187 orang.

(40)

Universitas Sumatera Utara 3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Pekerja cleaning service di RSUP Haji Adam Malik.

2. Bersedia mengikuti penelitian.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Mengalami dermatitis kontak bukan karena pekerjaannya.

2. Responden tidak mengembalikan kuesioner.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner NOSQ 2002/LONG dan penegakan diagnosis dengan kriteria Mathias.

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

1. Jenis kelamin terdiri dari pria dan wanita.

Pengukuran : Wawancara Alat ukur : Kuesioner Nilai ukur : 1. Pria 2. Wanita Skala ukur : Nominal

2. Usia yaitu usia para pekerja cleaning service dari lahir sampai sekarang.

Pengukuran : Wawancara Alat ukur : Kuesioner Nilai ukur : 1. < 25 tahun 2. ≥ 25 tahun Skala ukur : ordinal

3. Lama bekerja adalah lama waktu sejak bekerja sebagai cleaning service di RSUP Haji Adam Malik.

Pengukuran : Wawancara Alat ukur : Kuesioner

(41)

26

Universitas Sumatera Utara Nilai ukur : 1. < 1 tahun

2. ≥ 1 tahun Skala ukur : ordinal

4. Frekuensi paparan adalah berapa kali kulit terpapar dengan bahan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak.

Pengukuran : Wawancara Alat ukur : Kuesioner Nilai ukur :1. 0-5 kali 2. 5-10 kali 3. > 10 kali Skala ukur : ordinal

5. Lama paparan adalah lama waktu terpapar dengan bahan kimia dalam sehari.

Pengukuran : Wawancara Alat ukur : Kuesioner Nilai ukur : 1. < 2 jam 2. ≥ 2 jam Skala ukur : ordinal

6. Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Alat Pelindung Diri, 2010). Alat pelindung diri berupa sarung tangan.

Pengukuran : Wawancara Alat ukur : Kuesioner

Nilai ukur : 1. Iya, pada saat ini 2. Tidak pernah

3. Iya, tetapi bukan saat ini Skala ukur : nominal

(42)

Universitas Sumatera Utara 7. Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) adalah penyakit kulit berupa

inflamasi di lapisan atas kulit karena kontak dengan zat tertentu di tempat kerja dengan ciri klinis berupa pruritus, eritema, vesikel, eksudasi, krusta, tanda dari likenifikasi, didiagnosis oleh dokter spesialis kulit dan kelamin.

Pengukuran : Wawancara Alat ukur : Kuesioner

Nilai ukur : 1. Ya = ada dermatitis kontak

2. Tidak = tidak ada dermatitis kontak Skala ukur : nominal

3.6. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER NOSQ 2002/LONG Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas. Kuesioner yang valid dan reliabel dapat menjadi alat ukur untuk menilai sesuatu yang akan dinilai dalam penelitian dan dapat memberikan hasil yang sama jika dilakukan pengambilan data kuesioner secara berulang.

Tabel 3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner NOSQ 2002/LONG

Variabel Nomor

Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Cronbach’s Alpha

Status

Gejala 1 0,572 Valid 0,788 Reliabel

2 0,507 Valid Reliabel

3 0,507 Valid Reliabel

4 0,582 Valid Reliabel

5 0,464 Valid Reliabel

6 0,452 Valid Reliabel

7 0,582 Valid Reliabel

8 0,721 Valid Reliabel

9 0,805 Valid Reliabel

10 0,768 Valid Reliabel

11 0,904 Valid Reliabel

12 0,807 Valid Reliabel

13 0,877 Valid Reliabel

(43)

28

Universitas Sumatera Utara

16 0,872 Valid Reliabel

17 0,935 Valid Reliabel

18 0,763 Valid Reliabel

19 0,886 Valid Reliabel

20 0,557 Valid Reliabel

21 0,720 Valid Reliabel

22 0,542 Valid Reliabel

23 0,598 Valid Reliabel

25 0,535 Valid Reliabel

27 0,581 Valid Reliabel

28 0,476 Valid Reliabel

29 0,471 Valid Reliabel

30 0,473 Valid Reliabel

31 0,484 Valid Reliabel

32 0,561 Valid Reliabel

Uji validitas dan reliabilitas dilaksanakan pada bulan Juni 2019. Kuesioner yang diuji ini terdiri atas 29 pertanyaan yang kemudian dibagikan kepada 20 orang pekerja cleaning service di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Hasil dari uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.1. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kuesioner penelitian ini valid dan reliabel sehingga dapat digunakan dalam penelitian.

3.7. METODE ANALISIS DATA Terdapat 5 tahap yaitu :

1. Pengumpulan data 2. Pengolahan data 3. Penyajian data

4. Analisis/interpretasi data 5. Kesimpulan

Data yang diperoleh ditampilkan menggunakan teknik komputerisasi dan didistribusikan secara deskriptif menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dilakukan pembahasan menggunakan pustaka yang ada. Selanjutnya menggunakan analisis

(44)

Universitas Sumatera Utara bivariat untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square. Uji chi- square adalah uji hipotesis non parametrik. Untuk melihat apakah uji signifikan dilakukan dengan batas kemaknaan (α<0,05) artinya jika diperoleh p< α maka terdapat hubungan signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan jika diperoleh p> α maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

(45)

30

Universitas Sumatera Utara BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang berada di Jalan Bunga Lau No.17, Medan. Rumah sakit ini berdiri pada tanggal 21 Juli 1993. Luas tanah Rumah sakit adalah 110.000 m2 dan luas bangunan 47.819 m2.

4.2 Data Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik yang terdapat pada penelitian meliputi jenis kelamin, usia, lama bekerja, frekuensi terpapar bahan kimia dalam sehari, penggunaan alat pelindung diri, kejadian dermatitis kontak akibat kerja, tahun dilakukan aktivitas utama, dan jam kerja per minggu. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yaitu data kuesioner untuk mengetahui riwayat bekerja dan kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Jumlah responden yang terkumpul adalah 187 orang.

Karakteristik responden dipaparkan sebagai berikut :

Tabel 4.1 Karakteristik responden penelitian

Karakteristik Responden

Keterangan Jumlah Persen (%)

Jenis Kelamin

Pria 50 26,7

Wanita 137 73,3

Usia

<25 tahun 81 43,3

≥25 tahun 106 56,7

Suku Responden

Batak 125 66,8

Gayo 1 0,5

Jawa 51 27,3

Karo-Jawa 1 0,5

(46)

Universitas Sumatera Utara

Melayu 2 1,1

Nias 5 2,7

Padang 1 0,5

Sunda 1 0,5

Pendidikan Terakhir

SD 15 8

SMP 13 7

SMA 111 59,4

SMK 42 22,5

D3 4 2,1

S1 2 1,1

Lama Kerja

<1 tahun 6 3,2

≥1 tahun 181 96,8

Frekuensi paparan

0-5 kali 25 13,4

5-10 kali 55 29,4

>10 kali 107 57,2

Lama paparan

<2 jam 0 0

≥2 jam 187 100

Alat Pelindung Diri

Iya, pada saat ini 167 89,3

Tidak pernah 13 7

Iya, tetapi bukan saat ini 7 3,7

Dermatitis Kontak

Ya 62 33,2

Tidak 125 66,8

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dalam penelitian ini responden terbanyak adalah wanita sebanyak 137 orang (73,3%). Usia responden paling banyak di usia ≥25 tahun dengan jumlah 106 orang (56,7%). Suku terbanyak adalah suku Batak dengan jumlah 125 orang (66,8%). Pendidikan terakhir responden paling banyak adalah SMA dengan jumlah 111 orang (59,4%). Lama bekerja ≥1 tahun adalah 181 orang (96,8%). Frekuensi paparan cuci tangan >10 kali sebanyak 107 orang (57,2%).

Lama paparan ≥2 jam 187 orang ( 100%). Pemakaian alat pelindung diri sebanyak

Gambar

Gambar 2.1.Kulit tersusun dari 3 bagian yaitu epidermis, dermis, dan lemak subukutan (Keck et al.,  2014)
Gambar 2.2. Epidermis pada kulit tebal (thick skin) mempunyai lima lapisan  (Benítez dan Montáns, 2017)
Gambar 2.3. Kondisi inflamasi pada kulit dapat mempunyai variasi faktor presipitasi yang                       besar  (Moyes dan Blessing, 2019)
Tabel 2.1. Iritan dan mekanisme toksisitas   Iritan dan Mekanisme Toksisitas
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses pengintegrasian aplikasi SERVICEDESK ITS ini diperlukan beberapa penyesuaian antara SERVICEDESK ITS dengan sistem Single Sign On (SSO) myITS, seperti pada menu

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

 Setiap anggota dalam kelompok harus dapat memahami materi lembaga yang menormalisasi simbol-simbol listrik anggota kelompok yang lain untuk

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

yang dilakukan oleh PBB dan African Union dalam mengakhiri konflik Darfur di Sudan, ada beberapa hal permasalahan yang baik langsung maupun tidak langsung menjadi

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang selalu dilimpahkan kepada saya, serta berkat doa restu kedua orang tua

Skripsi yang berjudul : “Pendapat Ulama Tentang Orang Tua Yang Menitipkan Anak di Panti Asuhan”, ditulis oleh Dedi Anto Harioko, telah diujikan dalam Sidang Tim Penguji

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis diskriminasi gender yang dialami oleh tokoh Ogino Ginko, dokter perempuan pertama di Jepang dalam novel.