SUDAH
MERAMBAH
BANYAK
ASPEK
P
ria lulusan Curtin University of Technology, Perth-Australia tahun 1966 ini pernah bekerja sebagai freelance desain kartu undangan pernikahan, serta pembuatan logo. Kala itu ia mencari pekerjaan dengan mendatangi langsung dan menawarkan kemampuan desain yang dimilikinya. Bima mendatangi sebuah toko bunga yang memiliki logo kurang menarik, ia pun langsung menemui pemilik toko. “Saya jelaskan diri saya mahasisiwa DKV dan menawarkan membuatkan logo baru.” Bima kemudian membuatkan 3 logo dan pemilik toko setuju dari salah satu logo buatannya. Bima merasa senang karena karyanya dihargai oleh pemilik toko. Sejak itu muncul banyak pesanan pembuatan logo.Membantu Mahasiswa Memahami Kekuatan Sebuah Desain
Bima tergerak untuk mendirikan Designer Speaks! dilatar belakangi beberapa alasan. Menurutnya pada era sekarang semua orang sudah bisa menjadi desainer dengan belajar otodidak pun bisa, tidak harus sekolah desain juga bisa menjadi desainer demikian juga dengan masak atau menjadi pelukis batik juga bisa otodidak. “Tapi kita memanggil pakar yang sudah mengerti dan berpengalaman agar kita
sendiri menjadi paham. Misalnya bagaimana menjadi pembatik maka akan dijelaskan oleh orang-orang yang sudah paham dan mengerti dibidangnya masing-masing.”
Untuk Designer Speaks! sendiri sebetulnya lebih fokus pada kegiatan di luar kota, karena banyak mahasiswa lulusan DKV (Desain Komunikasi Visual) masih bingung ketika lulus mereka ingin kemana. Para mahasiswa tersebut ragu jika ingin mencari pekerjaan di Jakarta mereka harus bersaing dengan mahasiswa DKV lulusan dari Jakarta langsung. Bima kemudian mempelajari tren mahasiswa di luar kota menggambil desain grafis seperti apa. Designer Speaks! ini sifatnya adalah membantu teman-teman yang ingin maju sekaligus menyadarkan harus berinvestasi, jadi para member mengumpulkan uang untuk membantu
murah dibanding praktisi. Setiap member akan mendapat kartu anggota yang berisi kode etik yang menjelaskan tata cara berkarya dalam berafiliasi dengan teman-teman satu industri. Designer Speaks! juga membantu mencari link untuk para mahasiswa.
Sudah banyak kegiatan yang dijalankan di Designer Speaks! Waktu itu pernah membuat
suatu
program yaitu portofolio review dengan memanggil 3 praktisi yakni satu ahli di bidang branding, ahli di bidang animasi, dan Bima sendiri. Mereka datang ke sebuah universitas yang berada di Solo, Jawa Tengah dan membuat review sebanyak 75 portofolio mahasiswa. “Setelah mempelajari portofolio mereka, kemudian kami beritahu tentang kekuatan desain mereka, potensi desain sampai kelemahan yang dimiliki.” Bima mengatakan tujuannya adalah agar mereka memahami kekuatan desain yang mereka miliki dan fokus untuk mengembangkannya. Hasil dari laporan portofolio yang sudah dinilai oleh para praktisi nantinya juga dapat bermanfaat untuk kedepannya. “Kami menganjurkan agar laporan ini diberikan ke dosen mereka masing-masing agar dosen mereka mengetahui kemampuan yang dimiliki para mahasiswanya.Nanti setelah lulus kuliah mereka sudah tahu kemampuan yang dimiliki dan tidak bingung untuk bekerja dimana,” papar Bima. Sayangnya di Jakarta sendiri belum banyak mahasiswa yang berminat untuk mengikuti program seperti itu. Menurut Bima, para mahasiswa tersebut sudah disibukkan dengan mencari pekerjaan, magang dan mungkin sudah punya cara tersendiri untuk memajukan profesinya dan apa yang diinginkan. “Untuk itu kami lebih menyasar teman-teman di daerah. Tapi saat ini lebih berbagi di internet
belum turun langsung ke lapangan seperti dulu, karena kondis ekonomi yang cukup sulit.”
Membangun Kesadaran Tentang Desain
Sudah banyak suka duka yang dilalui Bima. Misalnya ada klien yang lebih memilih desain biasa saja, padahal desainer sudah membuatkan desain yang jauh lebih baik. Dalam hal ini Bima mengatakan bahwa sebuah desain itu disebut baik atau tidak karena sudah belajar ilmunya
sementara orang yang memberikan pekerjaan tidak tahu ilmunya dan tidak tahu
teorinya. “Saat itulah kita harus bisa meyakinkan sejauh mana kita bisa
memahami
kebutuhan klien tersebut. Jadi kesampingkan terlebih dahulu masalah selera.” Bima
menyarankan untuk tidak memaksa klien harus suka dengan konsep A yang sudah dibuat. Justru harus bisa menjabarkan satu per satu ketika klien memahami biarkan klien tersebut memilih A,B atau C. “Disinilah kami memiliki peran. Kami mempunyai kesempatan untuk konsultasi dengan praktisi. Sebagai desainer
tidak hanya membuat tetapi mendengarkan maunya klien.”
Menurut Bima industri desain grafis tidak jauh berbeda dengan industri lainnya jika industri lain terpuruk desain grafis juga pasti terpuruk. Namun, yang menambah sulit yaitu setiap tahun sedikitnya terdapat hampir 5 ribu mahasiswa desain yang lulus dari perguruan tinggi. Sementara industri hanya mampu menyerap kurang dari 50 persen. Bahkan, kurang dari 10 persen, jadi bisa dibayangkan jika terdapat 10 ribu mahasiswa desain dari universitas maupun politeknik hanya terserap oleh perusahaan sebanyak 10 persen. Oleh karenanya saat berbicara kepada mahasiswa, Bima selalu menyarankan agar sebelum lulus,
klien dalam hal pembayaran. Namun Bima menyarankan sebelum menyalahkan klien sebaiknya introspeksi diri terlebih dahulu. Jika berhubungan dengan klien lama tentu tidak masalah ada uang muka dulu atau tidak. Tapi berbeda jika yang dihadapi klien baru. “Waktu masih bekerja freelance, saya sudah mempersiapkan seperti surat tanda terima, bukti kontrak kerja, surat penawaran harga, dan invoice. Jadi ketika tidak dibayar pastinya sudah ada surat-suratnya.”
Berbicara mengenai kemajuan industri desain grafis, kini desain grafis sudah tidak lagi bergerak dari sisi cetakan. Peran desain grafis di industri sudah merambah banyak aspek. Sehingga seorang desain grafis harus beradaptasi dengan media yang bukan konvensional. Misalnya ketika membuat logo harus benar dan mengerti caranya memasukan logo ke dalam website. Bima ingin membangun sebuah kesadaran kepada masyarakat umum tentang desain. Bahwa desain itu bukan sesuatu yang mudah untuk dikerjakan, tidak bisa sembarang orang. Karena apapun itu yang sifatnya kreatif itu memiliki nilai jual bukan hanya memahami adobe photoshop atau sebagainya. Karena semua orang sudah bisa belajar, yang terpenting ialah kemampuan berpikir.Bima pun berharap mudah-mudahan semakin banyak desainer-desainer mahasiswa dari Indonesia yang bisa berkarya di luar negeri jadi tidak cuma jago kandang saja. “Karena kita tidak kalah kreatif kok oleh orang-orang diluar sana. Masalahnya masih minder saja. Kesempatan itu di depan mata tinggal kita mau mengambilnya atau tidak.” (teks:firdamsyah/ ft:adon, dok.pri)
K
O
NSU
L
T
A
SI
p
sik
o
l
o
gi
Dr Andri, Bagaimana bersik ap profesional saat ada kerabat menjadi bawahan kita? Kebetulan saya memiliki usaha dan ada kerabat yang ikut bekerja menjadi karyawan. Terkadang saya masih bingung bersikap. Mohon sarannya. Terima kasih. Mayasari, SemarangBekerja
Secara
Profesional
Ibu Mayasri yang baik,
Suatu usaha yang dilakukan memang harus diperlakuka n
secara profesional termasuk juga da
lam pengelolahan
karyawan. Hal ini agar mencegah tin
dak-tindakan
tidak profesional atau yang hanya di
dasarkan pada
kedekatan saja. Sudah sering kita me
ndengar kalau
masalah perusahaan bisa menjadi b
esar hanya karena
tindakan profesional akibat kedekata
n keluarga. Bersikap
profesional bukan berarti tidak men
ghormati keluarga.
Dalam tataran kesopanan keluarga t
entunya kita perlu
tetap menjaga sopan santun tapi dal
am bersikap untuk
kemajuan perusahaan, sikap profesio
nal tetap perlu
dikedepankan. Semoga membantu. Salam Seha t Jiwa
Psikosomatik dan Psikiatri Liaison. Kini ia sebagai wakil Indonesia satu-satunya di American Psychosomatic Society dan The Academy of Psychosomatic Medicine, organisasi Psikosomatik yang berkedudukan di Amerika. Aktif di World Psychiatric Association pada bidang Psychiatric, Medicine and Primary Care. Tugas rutinnya mengajar di FK UKRIDA dan dokter penanggung jawab Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tanggerang.
Menilai
Kejujuran
Dr Andri,
Bagaimana caranya mengatakan secara jujur pada teman tanpa mengecewakannya? Sebab tidak hanya saya yang merasa hasil kerja teman tersebut kurang memuaskan. Terima kasih.
Nina Ferina, Malang
Ibu Nia yang baik,
Terkadang memang sulit mengatakan kejujuran sebab sering kali kita lebih suka “dibohongi” walaupun kejujuran itu lebih baik buat ke depannya. Dalam surat ibu tidak menjelaskan maksud kejujuran yang dikatakan ini untuk apa? Apakah untuk menyatakan tentang kinerja dia di perusahaan kita atau terkait sesuatu yang personal. Ada baiknya perusahaan mempunyai form evaluasi yang mungkin baiknya bersif