• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN

2.1.1 Deskripsi Penelitian

Penelitian terdahulu yang pertama memiliki objek berupa perusahaan bernama PT Panelindo Sakti Bersama yang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang panel maker, mechanical electrical, dan general supplier di Indonesia. Penelitian ini mengambil perusahaan PT Panelindo Sakti Bersama, karena di perusahaan ini karena berangkat dari adanya target layanan dan produk yang terlalu tinggi untuk diraih dan penafsiran pesan yang berbeda, hal ini

motivasi kerja karyawan. Hal ini terbukti dari adanya penurunan data absensi kerja karyawan.

Dari masalah tersebut terumuslah suatu tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui apakah ada pengaruh internal public relations terhadap motivasi kerja karyawan. Penelitian ini dibuat menggunakan metode pendekatan kuantitatif yaitu dengan melakukan pembagian kuesioner kepada karyawan PT Panelindo Sakti Bersama sebagai bahan acuan penelitian.

Untuk melakukan penelitian, peneliti memilih menggunakan teknik aksidental sampling, maka peneliti tidak memberikan peluang kepada seluruh populasi untuk menjadi sampel. Peneliti menggunakan teknik sampling ini agar peneliti dapat meneliti seluruh karyawan yang ada di perusahaan. Lalu, untuk menguji data tersebut valid atau tidak, peneliti menggunakan program SPSS 19. Berdasarkan tabel hasil pengujian validitas pada tabel diatas diketahui bahwa, indikator dari variabel internal public relations yang digunakan dalam instrumen penelitian memiliki nilai r hitung > nilai r tabel sehingga dapat dinyatakan butir-butir pertanyaan atau indikator dari masing – masing variabel yang digunakan dapat mengkonfirmasi sebuah faktor atau konstruk atau variabel Internal Public Relations.

Selain itu, teori yang dipakai dan paling menonjol dalam penelitian ini adalah teori mengenai internal public relations, khususnya internal public relations tools. Menurut Laksamana (2010, h. 50) terdapat lima media yang tepat untuk aktivitas Internal Public Relations, yaitu:

1. Media Verbal

Dalam media verbal ada beberapa contoh media verbal: a) Team briefing

b) Weekly briefing c) Staff meeting d) Conferences e) Walking the job f) Telephone line g) Individual meeting

2. Printed Media Channels

Dalam printed media channels ada beberapa contoh: a) Majalah internal

b) Staff annual report c) Direct mail d) Bulletin board e) Pamflet f) Poster g) Staff journal 3. Audio Visual

Dalam audio visual terdapat beberapa contoh: a) Video

b) In house TV c) Telephone d) Radio

e) Teleconfrence & audio conference

4. E-Media

Dalam E-media terdapat beberapa contoh: a) Internet

b) E-mail c) Messenger

d) SMS & BBM services

5. Mixed Media

Dalam mixed media terdapat beberapa contoh: a) Exhibitions

b) Launching event c) Family atau staff event d) Social Events

Selanjutnya, teori lain yang menonjol dalam penelitian ini adalah teori motivasi. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi, semua karyawan mempunyai cadangan

dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Terdapat tiga kebutuhan yang menjadi motif utama dalam pekerjaan, yaitu (Robbins dan Judge, 2008, h. 232):

1) Kebutuhan akan pencapaian prestasi (need for achievement, nAch) Dorongan untuk unggul, berprestasi menurut serangkaian standar, dan berusaha keras supaya berhasil

2) Kebutuhan akan kekuasaan (need for power, nPow)

Kebutuhan untuk membuat orang berprilaku dengan cara yang sebenarnya tidak akan mereka lakukan jika dipaksa, keinginan untuk diakui dan keinginan memiliki dampak atau kesan pada orang lain

3) Kebutuhan akan afiliasi (need for affilation, nAff)

Keinginan akan hubungan antar-pribadi yang bersahabat dan erat

Penelitian terdahulu yang kedua berjudul, Pengaruh Internal Public Relations terhadap Motivasi Kerja (Studi Path Analysis di PT Jasa Marga (PERSERO) Cabang Purbaleunyi Kantor Cabang Pasteur. Penelitian ini didasarkan pada satu masalah pokok, yaitu Motivasi Kerja Karyawan yang rendah pada PT. Jasa Marga (PERSERO) Tbk. Cabang Purbaleunyi Kantor Cabang Pasteur.

Motivasi kerja karyawan yang rendah ini, diduga disebabkan karena kurangnya komunikasi antara atasan dan bawahan sehingga tidak berjalannya dimensi-dimensi Internal Public Relations secara menyeluruh pada PT. Jasa Marga (PERSERO) Tbk. Cabang Purbaleunyi Kantor Cabang Pasteur. Akibatnya, kebijakan direksi tidak dapat dikomunikasikan dengan baik, jaringan komunikasi

tidak terbangun dengan baik, proses restrukturisasi terhambat, berkurangnya rasa memiliki, dan sulit terciptanya budaya perusahaan.

Dari masalah tersebut terumuslah beberapa tujuan dilakukannya penelitian ini. Pertama, untuk menganalisis besarnya pengaruh internal public relations terhadap motivasi kerja karyawan. Kedua, untuk menganalisis besarnya pengaruh dimensi mengkomunikasikan kebijakan direksi, menjelaskan perubahan kebijakan direksi, membangun jaringan komunikasi, membantu proses restrukturisasi, meningkatkan rasa memiliki, dan dimensi membantu terciptanya budaya perusahaan pada PT Jasa Marga (PERSERO) Tbk. Cabang Purbaleunyi Kantor Cabang Pasteur.

Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode explanatory survey. Metode ini tidak hanya menjelaskan atau menggambarkan fakta empiris di lapangan tetapi juga menjelaskan analisis pengaruh.

Selain itu penelitian ini menggunakan teori internal public relations yang menurut Jefkins yang dikutip Ruslan tentang internal public relations adalah Hubungan Publik internal tersebut sama pentingnya dengan hubungan masyarakat eksternal, karena kedua bentuk hubungan masyarakat tersebut diumpamakan sebagai dua sisi mata uang yang mempunyai arti sama dan saling terkait satu sama lain (Ruslan, 2010, h. 23)

Hubungan kepegawaian atau employee relations tersebut tidak dilihat dalam pengertian yang sempit yaitu sama dengan hubungan industrial yang hanya

dengan lingkungan kerja. Pengertiannya lebih dari itu karena hubungan tersebut dipengaruhi oleh hubungan komunikasi internal antara karyawan dengan karyawan lainnya, atau hubungan antara karyawan dengan manajemen perusahaan yang efektif

Pencapaian produktivitas bukan hanya merupakan hasil kerja keras dari pihak pekerjanya, tetapi juga berkaitan dengan hasil motivasi dan prestasi para pekerja yang bersedia untuk bekerja dengan penuh semangat, memiliki kebanggaan, disipilin yang tinggi, serta mampu mencapai standar kerja yang efisien dan efektif dalam hal pengeluaran tenaga, biaya, waktu dalam berproduksi. Keberhasilan pelaksanaan program kerja PR dalam membina bagian employee relations tersebut, akan menghasilkan kualitas teknik produk barang atau jasa yang lebih baik atau dapat memberikan kepuasan terhadap pemakai atau pelanggan yang dapat meningkatkan citra perusahaan.

Internal Public Relations dalam mengelola employee relations yang merupakan salah satu sarana manajemen yang bersifat teknis dan praktis, humas internal seharusnya berupaya melakukan hubungan komunikasi yang efektif melalui keteladanan yang dimulai dari pihak atasan (pimpinan). Termasuk juga adanya komitmen bersama untuk melaksanakan budaya perusahaan sebagaimana yang telah digariskan bersama antara pihak pemilik dan manajemen perusahaan.

Karyawan atau pekerja merupakan asset yang cukup penting dalam suatu perusahaan. Nyatanya karyawan itu sendiri terkait erat dengan status atau kedudukan yang saling berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, dan mempunyai perbedaan-perbedaan yang cukup mencolok. Misalnya dapat dilihat

pada tingkat kemampuan, pengalaman, pendidikan, pangkat, gaji, usia, dan lain-lain. Akan tetapi pada prinsipnya karyawan tersebut memilki keinginan yang sama terhadap pihak pimpinan atau perusahaan.

Pengertian publik internal (public internal) menurut Cutlip and Center yang dikutip Ruslan, menyatakan; Publik internal dapat juga disebut hubungan masyarakat internal atau hubungan kepegawaian (employee relations) yang mempunyai arti sebagai sekelompok orang-orang yang sedang bekerja disuatu organisasi atau perusahaan yang jelas baik secara fungsional, organisasi maupun bidang teknis dan jenis pekerjaan (tugas) yang dihadapinya (Ruslan, 2010, h. 23).

Pengertian di atas berarti secara fungsional, tugas dan teknik pekerjaan diatur oleh pihak manajemen perushaaan. Pihak manajemen pula yang menentukan siapa yang ditunjuk sebagai pimpinan dan ada pihak lain yang bertindak sebagai bawahan. Kemudian ditetapkan pula persyaratan-persyaratan dan spesifikasi teknis tentang pekerjaan yang ditentukan secara jelas, teratur, tertib, dan rinci dalam organisasi dalam perusahaan.

Selain teori internal public relations, teori yang menonjol lainnya adalah teori motivasi. Motivasi atau dorongan dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi karyawan agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja karyawan agar mereka mau bekerja keras dan memberikan semua kemampuan dan

bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan trampil, tetapi yang penting mereka mau bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan dan keterampilan yang dimilikinya.

Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi. Menurut Robbins menyatakan; Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapi. Menurut Robbins, menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual (Robbins, 2009, h. 222).

Model-model motivasi kerja (Hasibuan 2010, h.100): 1. Model Tradisional

Mengemukakkan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah bekerjannya meningkat dilakukan dengan sistem insentif yaitu memberikan insentif materiil kepada karyawan yang berprestasi baik. Semakin berprestasi maka semakin banyak balas jasa yang diterimanya. Jadi memotivasi bawahan untuk mendapatkan insentif (uang atau barang) saja.

2. Model Hubungan Manusia

Mengemukakkan bahwa untuk memotivasi bawahannya supaya gairah bekerjanya meningkat, dilakukan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna serta penting. Sebagai akibatnya karyawan mendapatkan beberapa kebebasan membuat

keputusan dan krativitas dalam melakukan pekerjaannya. Dengan memperhatikan kebutuhan materiil dan nonmaterial karyawan, maka motivasi bekerjanya akan meningkat pula.

3. Model Sumber Daya Manusia

Mengemukakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang atau barang atau keinginan akan kepuasan saja, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini karyawan cenderung memperoleh kepuasan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Dapat disimpulkan motivasi mengandung pengertian sebagai hasrat, dorongan atau kekuatan yang timbul dari dalam diri seseorang, karena adanya daya penggerak (rangsangan) yang menciptakan kegairahan seseorang, sehingga akan memunculkan perlaku-perilaku tertentu seperti adanya kemauan untuk bekerjasama, bekerja efektif dan berintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan, baik kepuasan bagi diri sendiri maupun kepuasan bagi perusahaan dalam pencapaian tujuan.

Keberhasilan seorang public relations dalam menggerakan karyawannya terletak pada kemampuannya untuk memahami faktor-faktor motivasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi daya pendorong yang efektif.

Penelitian terdahulu yang ketiga, berjudul Pengaruh Komunikasi Vertikal Atasan dan Bawahan terhadap Motivasi Kerja Karyawan PT Trafoindo Prima Perkasa Cabang Tangerang. Penelitian ini berangkat dari masalah adanya

karena adanya keluhan mengenai imbalan yang tidak sesuai dengan profesi dan posisi karyawan serta tidak adanya transparansi mengenai keuntungan perusahaan yang menyebabkan tidak diketahuinya produktivitas karyawan.

Dari masalah tersebut terumuslah suatu tujuan penelitian yaitu, untuk mengetahui hubungan dan pengaruh komunikasi vertikal atasan dan bawahan terhadap motivasi kerja karyawan. Untuk mencapai tujuan tersebut, metode penelitian yang digunakan penulis adalah kuantitatif, dengan pendekatan deduktif, serta paradigma postpositivis dan jenis penelitian eksplanatif asosiatif. Pendekatan deduktif dipilih untuk menghubungkan antara teori dan penelitian dan menempatkan pengujian teori dalam sebuah penelitian. Sedangkan jenis penelitian eksplanatif asosiatif dipilih karena ini merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih. Adapun variabel yang akan diuji adalah pengaruh komunikasi vertikal dan motivasi kerja karyawan, yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antara keduanya.

Penelitian ini menggunakan teori komunikasi vertikal sebagai teori utama penelitian. Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Robbins (2001) menjelaskan bahwa komunikasi vertikal adalah komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam suatu organisasi/kelompok ke suatu tingkat yang lebih tinggi atau tingkat yang lebih rendah secara timbal balik. Dalam lingkungan organisasi atau kelompok kerja, komunikasi antara atasan dan bawahan menjadi kunci penting kelangsungan hidup suatu organisasi.

Komunikasi dari Atas ke Bawah (Downward Communication)

Menurut dan Faules (2010) dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan”, Komunikasi ke bawah dalam sebuah oganisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotirotas lebih rendah. Biasanya terdapat anggapan bahwa informasi bergerak dari manajemen kepada para pegawai. Namun dalam organisasi kebanyakan hubungan ada pada kelompok manajemen. Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (Pace dan Faules, 2010, h. 185):

1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan

2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan 3. Informasi mengenai kebijakan dari praktik-praktik organisasi 4. Informasi mengenai kinerja pegawai

5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).

Menurut Romli (2014) bahwa komunikasi dari atas ke bawahan merupakan komunikasi dari tingkat atas ke tingkat bawah melalui hierarki organisasi. Bentuk aliran komunikasi dari atas ke bawah merupakan prosedur organisasi, instruksi tentang bagaimana melakukan tugas, umpan balik terhadap prestasi bawahan, penjelasan tentang tujuan organisasi lain sebagainya. Salah satu kelemahan komunikasi dari atas ke bawah adalah ketidakakuratan informasi karena harus

tepat untuk suatu tingkat, tetapi tidak tepat, untuk tingkat paling bawah yang menjadi sasaran informasi tersebut.

Muhammad (2014) menyatakan bahwa arus komunikasi dari atasan ke bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain yaitu:

1. Keterbukaan

Kurangnya sifat terbuka di antara pimpinan dengan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan. Yang dimaksud tidak adanya keterbukaan ialah dimana pimpinan tidak mau mendiskusikan kebijaksanaan baru dalam mengatasi masalah-masalah dalam organisasi.

2. Kepercayaan pada pesan tulisan

Para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. Hal ini, menjadikan pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara contohnya menggunakan telephone, pesan tertulis pada Blcakberry Messanger (BBM).

3. Pesan Berlebihan

Karena banyaknya pesan-pesan yang dikirimkan secara tertulis maka karyawan dibebani dengan memo-memo, buletin, surat- surat pengumuman, majalah, dan pernyataan kebijaksanaa, sehingga banyak

sekali pesan-pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya cenderung untuk tidak membacanya.

4. Timing

Timing atau ketepatan waktu pengiriman pesan memengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling menguntungkan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat dibutuhkan oleh karyawan maka mungkin akan memengaruhi kepada efektivitasnya.

5. Penyaringan

Pesan-pesan yang dikirimkan kepada karyawan tidakklah semuanya diterima mereka. Tetap mereka sering mana yang mereka perlukan. Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor di antaranya perbedaan persepsi di antara karyawan, jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang percaya kepada supervisor.

Dalam menyampaikan suatu informasi, kepada para karyawan ada faktor yang memengaruhi komunikasi ke bawah dan juga terdapat tipe komunikasi ke bawah untuk mengetahui tipe komunikasi apa yang digunakan.

Menurut Muhammad (2014), beberapa tipe komunikasi ke bawah, yaitu: 1. Instruksi tugas

Dimana pesan yang disampaikan kepada karyawan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan tersebut bervariasi, seperti dengan perintah langsung, diskripsi tugas, dan prosedur manual.

2. Rasional

Rasional pekerjaan dimaksudkan dengan pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi. Bila seorang pimpinan menganggap karyawannya pemalas, atau hanya mau bekerja bila dipaksa maka pimpinan memberikan pesan yang bersifat rasional ini sedikit. Tetapi sebaliknya bila pimpinan menganggap karyawannya orang yang dapat memotivasi diri sendiri dan produktif, maka biasanya diberikan pesan rasional yang banyak.

3. Ideologi

Pesan mengenai ideologi ini adalah merupakan perluasan dari pesan rasional. Penekanannya ada pada penjelasan tugas dan kaitannya dengan perspektif organisasi. Sedangkan pada pesan ideologi sebaliknya mencari antusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral dan motivasi.

4. Informasi

Pesan informasi bertujuan untuk memperkenalkan praktik organisasi seperti bagaimana cara kerja perusahaan, peraturan organisasi seperti peraturan yang ada di dalam perusahaan tersebut, keuntungan yang dimaksudkan sebagai keuntungan informasi yang didapat, kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi dan rasional yang ada di dalam organisasi perusahaan, kepada karyawan.

5. Balikan

Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan pekerjaannya. Bentuk sederhana dari balikan ini yaitu, bila seseorang karyawan hasil pekerjaannya kurang baik balikannya berupa kritikan atau peringatan terhadap karyawan

struktur hierarki dalam organisasi. Pesan ke bawah cenderung bertambah karena pesan itu bergerak melalui tingkatan hierarki secara berturutturut. Contohnya pesan dari pimpinan yang paling atas hanya berupa suatu pernyataan tentang hasil yang diinginkan. Maksud dari pencapaian hasil yang diinginkan ini ditambah pada tingkat hierarki yang lebih rendah berikutnya ditambah lagi dengan hal-hal detil bagaimana mencapai hasil yang diinginkan tersebut. Sampai dengan pesan tersebut lengkap untuk dilaksanakan.

Di dalam tipe komunikasi ke bawah (top down communication) ada metode komunikasi ke bawah yang memengaruhinya, agar komunikasi dari pimpinan kepada karyawan dapat berjalan dengan lancar.

Menurut Muhammad (2014), Untuk menyampaikan informasi kepada bawahan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Pace mengemukakan empat klasifikasi metode untuk itu yaitu: metode lisan, tulisan, gambar dan campuran dari lisan, tulisan dan gambar. Untuk menentukan mana metode yang tepat digunakan oleh pimpinan ada kriteria yang dapat digunakan seperti berikut ini:

1. Ketersediaan

Metode-metode yang sudah tersedia dalam suatu organisasi lebih cenderung untuk digunakan. Bila diperlukan dapat ditambah dengan metode lain untuk menjadikan lebih efektif.

2. Biaya

Pertimbangan biaya yang paling kurang akan cenderung dipilih untuk menyebarluaskan informasi yang bersifat rutin dan tidak mendesak. Tetapi bila informasi yang akan dikomunikasikan tidak bersifat rutin dan mendesak maka soal biaya tidak begitu dipertimbangkan yang penting informasi cepat sampai.

3. Dampak

Metode yang memberikan dampak atau kesan yang lebih besar akan sering dipilih atau digunakan daripada metode yang sedang atau kurang dampaknya.

4. Relevansi

Metode yang paling relevan dengan tujuan yang akan dicapai paling sering dipilih. Misalnya untuk memberikan informasi yang pendek mungkin lebih tepat digunakan metode lisan yang diikuti oleh memo. Tetapi jika tujuan untuk memberikan informasi yang kompleks dan rinci maka lebih tepat menggunakan metode laporan secara tertulis.

5. Respon

Pemilihan metode juga dipengaruhi oleh apakah respons terhadap informasi itu diinginkan atau diperlukan. Bila diinginkan maka metode lisan secara tatap muka lebih tepat digunakan mungkin dalam bentuk interpersonal atau dengan rapat.

Menurut Muhammad (2014), bentuk komunikasi yang biasa digunakan dalam tiap metode adalah sebagai berikut:

1. Metode Lisan a. Rapat b. Diskusi c. Telepon d. Kontakpersonal e. Laporan lisan 2. Metode Tulisan a. E-mail b. Majalah c. Surat kabar d. Laporan tertulis 3. Metode Gambar a. Foto

Komunikasi dari Bawah ke Atas (Upward Communication)

Menurut Pace dan Faules (2010) dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Semua pegawai dalam sebuah organisasi, kecuali mungkin mereka yang menduduki posisi puncak. Mungkin berkomunikasi ke atas yaitu, setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau memberi informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi daripada dia. Suatu permohonan atau komentar yang di arahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas.

Komunikasi dari bawah ke atas dirancang untuk menyediakan umpan balik tentang seberapa baik organisasi telah berfungsi. Bawahan diharapkan memberikan informasi tentang prestasinya, praktik serta kebijakan organisasi. Komunikasi dari bawah ke atas dapat berbentuk laporan tertulis maupun lisan, kotak saran, pertemuan kelompok dan sebagainya.

Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan, yaitu (Pace dan Faules, 2010, h. 190):

a) Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya.

b) Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka.

c) Komunikasi ke atas memungkinkan omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya.

d) Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberi kesempatan keada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran- saran mengenai operasi organisasi.

e) Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk mementukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran komunikasi dua arah. f) Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan

mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut

Mengemukakan empat alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit (Pace dan Faules, 2010, h. 190):

1. Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka. Penelitian menunjukkan bahwa pegawai merasa bahwa mereka akan mendapat kesulitan bila mereka berbicara kepada penyelia mereka dan cara

terbaik untuk naik pangkat dalam organisasi tersebut adalah sepakat dengan penyelia mereka;

2. Perasaan bahwa penyelia dan manajer tidak tertarik kepada masalah

Dokumen terkait