• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Deskripsi Puisi “Padamu Jua” dan Puisi “Doa”

1. Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah

Di antara sastrawan-sastrawan Pujangga Baru, nama Amir Hamzah tentu paling dikenal dalam bidang puisi. Hal ini tidak lepas juga dari gelar yang telah dilekatkan padanya oleh H. B. Jassin sebagai Raja Penyair Pujangga Baru. Puisi Amir Hamzah berjudul Padamu Jua, tidak bisa dilepaskan dari ciri khas Amir Hamzah yang sering mengangkat tema-tema agama.

Berikut ini penulis paparkan puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah dan puisi “Doa” karya Chairil Anwar.

PADAMU JUA Karya Amir Hamzah Habis kikis

Segala cintaku hilang terbang Pulang kembali aku padamu Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap Pelita jendela di malam gelap Melambai pulang perlahan Sabar, setia selalu

Satu kekasihku Aku manusia Punya rasa Rindu rupa Di mana engkau Rupa tiada Suara sayup

Hanya kata merangkai hati Engkau cemburu

Engkau ganas

Mangsa aku dalam cakarmu Bertukar tangkap dengan lepas Nanar aku gila sasar

47

Engkau pelik menusuk ingin Serupa dara di balik tirai Kasihmu sunyi

Menunggu seorang diri Lalu waktu – bukan giliranku Matahari – bukan kawanku

Padamu Jua adalah puisi yang mengisahkan tentang pertemuan dua orang kekasih yang telah lama terpisah, yaitu antara aku lirik dengan kekasihnya. Puisi ini banyak menggunakan bahasa simbol dengan konotasi positif, seperti kandil, pelita, sabar, setia, dara. Selain itu banyak juga digunakan kata-kata berkonotasi negatif, seperti kikis, hilang, cemburu, ganas, cakar, lepas, nanar, sasar, sunyi. Kata-kata tersebut dapat membantu kita untuk memahami maksud dari puisi tersebut. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pertemuan yang dimaksud adalah pertemuan yang abadi, yaitu setelah kematian aku lirik. Sedangkan kekasih yang dimaksud adalah Tuhan aku lirik yang selalu mencintainya walupun aku lirik telah berpaling dari-Nya.

Pada bait pertama, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa aku lirik merasakan bahwa ia tidak bisa menghindar dari kekasihnya, Tuhannya. Walaupun cinta itu sampai habis terkikis oleh masa dan hilang terbang ke tempat yang antah-berantah, aku lirik tetap tidak bisa melepaskan diri dari kekasihnya. Pulang kembali aku padamu, kata aku lirik dalam salah satu baris puisinya. Bahkan untuk menguatkan keteguhan cinta kekasih aku lirik tersebut, Amir Hamzah menambahkan Seperti dahulu. Ini menandakan bahwa memang cinta yang diberikan oleh kekasih aku lirik tidak dapat berubah. Dan itu tetap dirasakan aku lirik ketika ia melakoni “pulang kembali” tersebut.

Pada bait kedua, aku lirik memperlihatkan bagaimana ketulusan cinta kasih yang diberikan kekasihnya pada dirinya. Cinta yang diberikan kekasihnya diibaratkan sebagai kandil kemerlap dan pelita jendela di malam gelap yang selalu sabar dan setia menanti kedatangan aku lirik dari perginya yang lama.

48

Namun, pada bait ketiga, aku lirik tetap tidak mau mepedulikan kekasihnya itu. Sebagai seorang manusia, ia juga membutuhkan rasa cinta yang berbentuk (rindu rupa). Sedangkan kekasihnya ini adalah sesuatu yang tidak nampak.

Pada bait keempat, aku lirik menumpahkan penasarannya itu dan bertanya, Di mana engkau /rupa tiada/ suara sayup/ hanya kata merangkai hati. Pada bait ini mengekspresikan cinta kepada Tuhan, oleh karena itu maka mata manusia tidak mampu melihatnya. Sehingga rupa pun menjadi tiada. Tetapi bisikan kata-kata selalu dirasakan aku lirik merangkai hatinya untuk meyakini bahwa ia memang tengah mencintai kekasihnya dan kasih itu berbalas.

Pada bait kelima, aku lirik menjelaskan bahwa kekasihnya itu telah menjadi terbakar api cemburu oleh kelakuan aku lirik, yaitu ketika aku lirik meningglkan kekasihnya, sebelum ia melakoni “pulang kembali”nya. Hal ini, menurut aku lirik, mengakibatkan sang kekasih menjadi ganas. Aku lirik melihat bahwa kekasihnya hanya ingin cintanya tak berbagi ke lain hati. Kekasih aku lirik ingin memiliki aku lirik sepenuhnya. Kata mangsa ini menandakan pemaksaan kekasihnya tersebut.

Bait keenam menunjukkan kepasrahan aku lirik karena telah “dimangsa” oleh “cakar” kekasihnya. Ia menjadi nanar dan gila sasar. Tak tahu hendak ke mana. Ia telah buta arah. Dalam bahasa Sasak, biasa dikatakan kebebeng. Karena, biar bagaimanapun, ia menyadari bahwa ia akan berulang (kembali) lagi kepada kekasihnya. ditandaskan lagi, cinta yang diberikan kekasihnya diibaratkan Serupa dara di balik tirai yang seakan-akan pelik menusuk ingin, benar-benar membuat penasaran dan ingin tahu.

Pada bait terakhir merupakan puncak pertemuan aku lirik dengan kekasihnya. ternyata aku lirik mendapatkan bahwa kasih yang diberikan kekasihnya itu sunyi. Sepi, karena ia hanya menunggu seorang diri. Itu dirasakan aku lirik setelah waktu bukan lagi menjadi haknya. Dan matahari

49

bukan lagi menjadi kawannya. Saat aku lirik melakukan “pulang kembali” -nya itu, yaitu ketika aku lirik mengalami kematian.

Adapun analisis puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah berdasarkan batin puisi adalah sebagai berikut:

a. Tema

Jika dilihat dari isi puisi yang tercantum dalam setiap baitnya puisi tersebut bertemakan ketuhanan dancinta. Akan tetapi dalam puisi tersebut bukan menggambarkan perasaan cinta saja, melainkan puisi tersebut juga menggambarkan kasih sayang serta kesetiaan, kesabaran,

Habis kikis

Segala cintaku hilang terbang Pulang kembali aku padamu Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap Pelita jendela di malam gelap Melambai pulang perlahan Sabar, setia selalu

Penyair puisi (Amir Hamzah) sudah berhasil menggambarkan sebuah penantian terhadap seseorang yang pernah menjadi kekasihnya dan berharap untuk kembali lagi padanya.

b. Nada dan Suasana

Bait terakhir puisi tersebut terkesan menyedihkan, karena mempunyai makna tentang penantian dan kesetiaan terhadap kekesihnya yang pergi meninggalkan (engkau) hanya untuk mencari kekasihh baru. Meskipun demikian (si engkau) tetap berharap bahwa kekasihnya akan kembali kepadanya lagi.

Kasihmu sunyi

Menunggu seorang diri Lalu waktu – bukan giliranku Matahari– bukan kawanku c. Makna dan Rasa

Gambaran makna dan rasa pada puisi “Padamu Jua”, dapat disimpulkan bahwa “aku” merasakan bahwa ia tidak dapat menghindar

50

dari kekasihnya, yakni Tuhannya. Bait tersebut menandakan bahwa cinta kekasih aku dalam puisi tersebut tidak kikis oleh masa dan hilang terbang kemana, melainkan menandakan bahwa cintanya tak dapat berubah, kata seperti dahulu menguatkan keteguhan cinta kekasih aku. Pulang kembali aku padamu menggambarkan bahwa “aku” tidak dapat menghindar dari kekasihnya. Sedangkan untuk bait kedua melukiskan bagaimana ketulusan cinta kasih yang diberikan kepada kekasihnya.

d. Amanat

Amanat yang terkandung dalam puisi “Padamu Jua” adalah bahwa cinta kepada sesama manusia dapat hilang dan sirna, sedangkan Tuhan adalah Sang Pencinta abadi terhadap semua makhluk-Nya. Untuk itu jangan pernah melupakan cinta kepada Tuhan.

Adapun analisis puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah berdasarkan fisik puisi adalah sebagai berikut:

a. Diksi (Pemilihan Kata)

Diksi yang digunakan oleh penyair dalam “padamu jua” pada dasarnya mempunyai arti yang sedikit sulit untuk dipahami, misalnya pada bait keenam.

Nanar aku gila sasar

Sayang berulang padamu jua Engkau pelik menusuk ingin Serupa dara di balik tirai

Berdasarkan pemilihan kata yang digunakan dalam puisi di atas, karena ada beberapa pemilihan kata yang mempunyai makna asing misalnya kata nanar, gila sasar, padamu jua, pelik, dara dibalik tirai, sehingga diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian, sehingga kata-kata menjadi lebih konkret.

b. Pencitraan

Dalam bait puisi “Padamu Jua”, pencitraan yang digunakan pengarang berupa citra gerak (kinaesthetik image): segala cintaku hilang terbang/ pulang kembali aku padamu/ seperti dahulu: gerak itu ditandai dengan bunyi konsonan l diperkuat bunyi r, seolah tampak gerak burung

51

terbang yang mengiaskan cinta yang hilang, begitu pula tampak gerak si aku yang lunglai. Citra rabaan (tactile/thermal image) dan penglihatan yang merangsang indera dipergunakan dalam: Aku manusia/Rindu rasa/Rindu rupa (bait 4). Untuk merangsang pendengaran digunakan citra pendengaran (sound image) Suara sayup/ Hanya kata merangkai hati. Unsur-unsur ketatabahasaan dipergunakan dalam sajak ini untuk ekspresivitas, membuat hidup, dan liris karena kepadatan dan kesejajaran/keselarasan bunyi dan arti meski menyimpang dari kaidah kata bahasa formatif.

c. Kata Konkret

Puisi “Padamu Jua” banyak menggunakan kata-kata kiasan dan berkonotasi kebaikan (positif) seperti kandil, pelita, setia, dara. Selain itu juga di dalam puisi ini banyak mengunakan kata-kata berkonotasi keburukan (negatif) seperti kikis, sunyi, sasar, ganas. Kata-kata tersebutlah yang dapat membantu untuk menafsirkan isi dari puisi karya Amir Hamzah yang berjudul “Padamu Jua” ini.

d. Bahasa Figuratif

Puisi “Padamu Jua” terkesan menyedihkan, karena mempunyai makna tentang penantian dan kesetiaan terhadap kekesihnya yang pergi meninggalkan (engkau) hanya untuk mencari kekasih baru, meskipun demikian (si engkau) tetap berharap bahwa kekasihnya akan kembali kepadanya lagi.

Kasihmu sunyi

Menunggu seorang diri Lalu waktu – bukan giliranku Matahari – bukan kawanku

Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah merupakan monolog si aku kepada kekasihnya. Tuhan dalam sajak ini diantropomorfkan, diwujudkan sebagai manusia, dikiaskan sebagai dara, sebagai kekasih, adalah salah satu cara untuk membuat pathos, yaitu menimbulkan simpati dan empati kepada pembaca sehingga ia bersatu mesra dengan obyeknya. Penggunaan citraan yang

52

berhubungan erat dengan bahasa kiasan, dalam sajak ini dipergunakan untuk membuat gambaran segar da hidup, dipergunakan secara sepenuhnya untuk memperjelas dan memperkaya makna, yaitu citraan yang berhasil menolong kita untuk merasakan apa yang dirasakan penyair terhadap obyek atau situasi yang dialami dengan tepat, hidup dan ekonomis.

2. Puisi “Doa” Karya Chairil Anwar DOA Karya Chairil Anwar Tuhanku

Dalam termenung

Aku masih menyebut nama-Mu Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh Caya-Mu panas suci

Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi Tuhanku

Aku hilang bentuk Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing Tuhanku

Di Pintu-Mu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling

Adapun analisis puisi “Doa” karya Chairil Anwar berdasarkan batin puisi adalah sebagai berikut:

a. Tema

Puisi “Doa” karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata bermakna Ketuhanan. Kata `doa´ yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan Sang

53

Pencipta. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah: Tuhanku,

nama-Mu, mengingat Kau, caya-nama-Mu, di pintu-Mu.

Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan. Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisi ”Doa” sangat tepat bila digolongkan pada aliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau jiwanya.

Perhatikan kutipan larik berikut :

(1) Biar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh

(2) Aku hilang bentuk remuk

(3) Di Pintu-Mu aku mengetukAku tidak bisa berpaling

Puisi yang bertemakan ketuhanan ini memang mengungkapkan dialog dirinya denganTuhan. Kata `Tuhan´ yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti tersebut, seolah-olah penyair sedang berbicara dengan Tuhan.

b. Nada dan Suasana

Nada berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan puisi.

Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan dengan pembaca, maka puisi `Doa´tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Oleh karenanya, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah pengembaraan di negeri `asing´.

c. Makna dan Rasa

Makna yang ingin disampaikan pengarang dalam puisi tersebut adalah tentang seseorang yang sedang mengalami kesusahan yang mendalam dan dia merasa jauh dengan Tuhannya. Dia merasa Tuhan sudah tidak lagi sayang padanya karena tuhan membiarkan dia dalam kebingungan bak mengembara ke negeri asing. Tokoh aku mewakili

54

orang-orang yang hampir melupakan tuhannya karena alasan sesuatu. Dalam penyesalannya tokoh aku berpasrah pada Tuhannya. Hal itu membuktikan bahwa kita sebagai makhluk Tuhan tidak bisa lepas dari tuhan.

Rasa susah yang mendalam dan penuh dengan kebingungan dirasakan oleh tokoh aku. Perasaan seperti itu ikut dirasakan oleh pembaca saat membaca puisi tersebut dan memahami makna yang ada di dalamnya. Makna dan rasa itu akan menyatu dalam hati dan memberikan pesan yang positif maupun negatif kepada pembaca. Itulah tujuan pengarang menghadirkan puisi semacam itu, agar kita selalu ingat pada Tuhan, karena sesungguhnya hidup ini diatur oleh-Nya.

d. Amanat

Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ´Doa´ ini berisi amanat kepada pembaca agar menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan amanat tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan penyair. Penyair juga

mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah

´pengembaraan di negeri asing´ yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini dipertegas penyair pada bait terakhir sebagai berikut:

Tuhanku,

Di Pintu-Mu Aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling

Adapun analisis puisi “Doa” karya Chairil Anwar berdasarkan fisik puisi adalah sebagai berikut:

a. Diksi (Pemilihan Kata)

Untuk menghidupkan lukisan dan memberikan gambaran yang jelas sesuai dengan gagasan sesuai dengan gagasan yang ingin dikemukakan oleh penyair dalam puisi “Doa” banyak memanfaatkan kata konotatif disamping kata konkret. Kata konotatif mempunyai arti yang tidak langsung yang bersifat tambahan atau menimbulkan asosiasi tertentu. Kata konotatif sekaligus untik menciptakan bahasa kias.

55

pemanfaatan kata konotatif ataupun bahasa kias sengaja dilakukan untuk menyatakan sesuatu secara tidak langsung.

Bait 1 dimanfaatkan bahasa kias berupa majas metafora untuk melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhan dalam berdoa, pada baris ketiga /Aku masih menyebut nama-mu/ “Aku” adalah wahana sedangkan “masih menyebut namamu” merupakan tenor (bagian pokok). Bait 2 majas hiperbola dimanfaatkan pada bait 2 dengan melukiskan sesuatu secara berlebihan. Hiperbola dimanfaatkan untuk menyangatkan arti guna menciptakan efek makna khusus, yaitu melukiskan bahwa dalam suasana yang gelap dan tenang penyair berdoa memuji tuhannya dengan penuh keikhlasan supaya doanya dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut dilukiskan pada bait ketiga dengan bentuk /Caya-Mu panas suci/ /Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi/.

Bait 4 memanfaatkan majas hiperbola pada baris kedua /Aku hilang bentuk remuk/ yaitu melukiskan sesuatu yang berlebihan sehingga menimbulkan efek makna khusus.

Bait 5 memanfaatkan majas metafora yang melukiskan bahwasanya penyair rela melakukan apa saja untuk mendapakan ridho dari Yang Maha Kuasa. /Aku mengembara di negeri asing/ merupakan majas metafora, membandingkan sesuatau tanpa menggunakan perbandingan. “Aku” adalah wahana sedangkan “mengembara di negeri asing” adalah tenor.

Dalam hal ini hiperbola menyatakan kedekatannya antara penyair dengan Tuhan, rela mengembara kesebuah negeri asing yang sangat jauh demi mendekatkan diri pada Tuhannya yang dilukiskan dengan /Aku mengembara di negeri asing/.

b. Pencitraan

Dalam puisi “Doa” penyair memanfaatkan citraan untuk menghidupkan imaji pembaca melalui ungkapan yang tidak langsung. Pada bait 1 penyair memanfaatkan citraan visual dengan memanfaatkan

56

bahasa kias berupa majas metafora untuk melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhan, sehingga timbul keakraban, kekhusukan ketika merenung menyebut nama Tuhannya.

c. Kata Konkret

Dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa yang dilukiskanoleh penyair. Dalam puisi “Doa”, penyair:

1) Memilih kata “termangu”, untuk memperkonkret bahwa penyair sering ragu terhadap Tuhan

2) Memilih kata “tinggal kerlip lilin di kelam sunyi”, untuk memperkonkret bahwa penyair mengalami krisis iman.

3) Memilih kata “aku hilang / remuk”, untuk memperkonkret gambaran bahwa penyair telah dilumuri dosa-dosa.

4) Memilih kata ”Di Pintu-Mu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling”, untuk memperkonkret bahwa tekad penyair yang bulat untuk kembali ke jalan Tuhan.

d. Bahasa Figuratif 1) Majas

Majas yang digunakan dalam puisi “Doa” a) Metafora

“kepada pemeluk teguh”

“aku mengembara di negeri asing”

b) Hiperbola

“Aku hilang bentuk remuk”

c) Personifikasi

“Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi”

2) Perlambangan

Selain majas puisi juga memerlukan perlambangan. Penyair merasa bahwa kata-kata dari kehidupan sehari-hari belum cukup untuk mengungkapkanmakna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Perlambangan yang terdapat dalam puisi “Doa” :

57

a) Lambang benda

Perlambangan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk nama benda untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan penyair. Adapun dalam puisi “Doa” penyair melambangkannya dengan: Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi, Aku mengembara di negeri asing, dan di Pintu-Mu aku mengetuk.

b) Lambang suasana

Suatu suasana dapat dilambangkan pula dengan suasana lain yang dipandang lebih konkret. Adapun penyair dalam puisi “Doa” melambangkan suasana sedih digunakan lambang “Biar susah sungguh, Mengingat Kau penuh seluruh”. Selain itu penyair juga melambangkan suasana sepi digunakan lambang: “Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi”

Adapun analisis hubungan intertekstual puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah dan puisi “Doa” karya Chairil Anwar adalah sebagai berikut: a. Persamaannya

Puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah dan puisi “Doa” karya Chairil Anwar, keduanya banyak menggunakan kata ungkapan dan majas pada diksi, bahasa figuratif, dan kata konkret. Selain itu kedua puisi tersebut digolongkan kepada puisi modern berjenis himne dan bertemakan kegundahan hati terhadap Tuhan.

b. Perbedaannya

Susunan bait pada puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah didominasi oleh 4 (empat) bait, sedangkan pada puisi “Doa” karya Chairil Anwar baitnya tidak tersusun secara beraturan.

C.Deskripsi Data Hasil Penelitian

Dokumen terkait