• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Pustaka 1. Pengertian Dakwah

DIBALIK TRADISI NASI KEPEL DI MASJID WALI LORAM KULON

KEPEL DI MASJID WALI LORAM KULON B. Perumusan Masalah

E. Deskripsi Pustaka 1. Pengertian Dakwah

Secara etimologi (bahasa) bahwa dakwah berasal dari kata da’a (Fi’il madzi) dan yad’u (Fi’il mudhari) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), dan memohon (to pray) (Achmad Warson Munawwir. 2007. hal. 211). Dan pengertian dakwah secara istilah (terminologi) yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:

• Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin sebagaimana yang dikutip oleh Ali Aziz mengatakan dakwah adalah: ”mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petunjuk (agama), menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan munkar agar memperoleh kebahagiaan dunia akhirat”.

• A. Hasymi merumuskan pengertian dakwah sebagai berikut: ”mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syari’ah Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri”.

• Masdar Helmy (1973. hal. 35) mengemukakan dakwah adalah ”mengajak dan menggerakkan manusia mentaati ajaran Islam termasuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar untuk dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat”.

• Hamzah Ya’qub merumuskan pengertian dakwah sebagai berikut: ”mengajak manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya”.

Istilah dakwah dalam Al Qur’an dipandang paling populer adalah Yad ’una ila khayr, Ya’muruna bi ma’ruf, dan ’Yan bauna ’an al-munkar. Dalam konteks ini, seorang muslim secara khusus mempunyai tanggung jawab moral untuk hadir ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakatnya sebagai figur bukti dan sanksi kehidupan yang islami. Umat pilihan yang mampu merealisasikan nilai-nilai dakwah yakni nilai-nilai illahiyah yaitu menyatakan dan menyerukan al-kayr sebagai prinsip kebenaran dan universal (Yad ’una ila al-khayr), melaksanakan dan menganjurkan al-ma’ruf yakni nilai-nilai kebenaran kultural ( Ya’muruna bi al-ma’ruf) serta menjauhi dan mencegah kemungkaran (’Yan bauna ’an al-munkar). Substansinya adalah adanya pesan moral dan misi suci tentang kebenaran, kebaikan dan kesucian sebagai hidayah Illahi yang perlu terus menerus perlu dilestarikan dan diperjuangkan.

2. Nilai-nilai Dakwah

Di dalam kajiannya dakwah menjabarkan nilai-nilai uluhiyah, mulkiyah, dan rububiyah (nilai-nilai Al-Asma Al-Husna) dalam perilaku kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Cara pandang ini akan melahirkan pesan moral yang mendasar yakni: dakwah berwawasan kemanusiaan, dakwah yang berwawasan lingkungan, dan dakwah yang berwawasan moral ketuhanan. Kemudian dari paparan tersebut dapat melahirkan kaidah-kaidah dakwah yaitu:

a. Menghargai kebebasan dan menghormati hak asasi masing-masing individu dan masyarakat.

b. Menghindari kesulitan, kesempitan dan kepicikan. c. Menghindarkan dari kemadharatan dan kerusakan. d. Bertahap, gradual dan mengikuti proses.

Sehingga iklim yang dibangun dalam dakwah adalah pencerahan pikir, penyejuk hati nurani, kedamaian serta terhindar dari cara yang kasar dan kekerasan (AEP Kusnawan. 2004. hal 13 dan 15). Sehingga dapat menghalau persepsi ”Islam adalah teroris” yang berkembang saat ini (dampak adanya bom bunuh diri).

Di dalam rangka inilah, dakwah dapat dipandang sebagai proses pengembalian fitrah manusia menjadi makhluk yang bertauhid,

kembali ke otensitasnya alias suci kembali. Dalam wujud realitasnya dapat teramati, terpahami, dan terasakan dalam sejarah. Gagasan ulama yang tertuang dalam perilaku keislaman berupa internalisasi transmisi, transformasi dan difusi pesan Illahiah di kehidupan manusia dalam rangka beribadah kepada Allah STW, yang melibatkan unsur-unsur dalam berbagai konteks di sepanjang ruang dan zaman.

3. Unsur-unsur Dakwah

Unsur pembangunan dari dakwah yang saling mendukung meliputi:

a. Da’i

Secara etimologis da’i berarti penyampai, pengajar dan peneguh ajaran kepada diri mad’u. Da’i memusatkan kegiatan jiwa raganya dalam wa’ad dan wa’id dengan membicarakan tentang kehidupan akhirat untuk melepaskan orang-orang yang larut dalam tipuan kehidupan dunia (AEP Kusnawan. 2004. hal 125).

b. Mawdhu’

Yakni pesan illahiyah atau disebut dengan jalan Tuhanmu (Din al-Islam), jalan lurus dan meluruskan. Agama yang ajeg/ tidak berubah dan bernilai guna, agama yang cocok dengan naluri ketuhanan dan sebutan lainnya.

c. Uslub/metode dakwah

Metode dakwah adalah suatu cara atau teknik menyampaikan ayat-ayat Allah dan ajaranNya secara sistematis sehingga dapat sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Mubasyaroh. 2009. hal. 1). Yang antara lain dengan kajian ilmiah dan filosofis (bi hikmah), persuasif atau dengan ajakan (bi al-mauziah khasanah), dialogis (al-mujadalah), melalui pemberian kabar gembira (tabsyir), pemberian peringatan (inzar), menyuruh pada kebaikan (amar ma’ruf), melarang kemunkaran (nabyi munkar), pemberian contoh yang baik (uswah khasanah).

d. Washilah/media dakwah

Yang terdiri dari keluarga (dawr al-usrah), lingkungan sekolah (dawr al-madrasah), surat (al-rosa’il), hadiah (al-targhib), sanksi maupun hukuman tanbih), melalui cerita/kisah (al-qishah), sumpah (al-qasm), simulasi (al-mitsal), kekuasaan (bi

al-quwwah), tulisan (bi al-kitobah), ucapan (bi al-qowl), perilaku tindakan (bi al-amal), percontohan (bi al-maidho khasanah).

e. Objek dakwah (mad’u)

Yang terdiri dari manusia atas berbagai karakteristiknya. Seperti jika dilihat dari aspek kuantitas maupun jumlahnya: diri da’i sendiri, mad’u seorang, sekelompok kecil, kelompok terorganisir, orang banyak maupun orang dalam kelompok budaya tertentu (AEP Kusnawan. 2004. hal 129).

f. Atsar (Efek) dakwah

Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi. Jalaluddin Rahmat menyatakan efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atai dibenci khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku (M. Munir, dkk. 2009. hal. 35).

4. Kode Etik Dakwah

Berdasarkan QS. Ali Imron:104, yang artinya: ”Dan hendaklah

ada di antara kamu, satu golongan umat yang mengajak (manusia) kepada kebaikan, dan menyuruh mereka melakukan yang baik dan mencegah mereka dari perbuatan munkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa dakwah adalah kegiatan mengajak kepada kebaikan serta menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sehingga tugas da’i dalam melaksanakan dakwah harus melalui persiapan yang matang, mematuhi rambu-rambu dan aturan-aturan dalam berdakwah.

Kode etik lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang merumuskan perlakuan benar dan salah. Secara umum etika dakwah adalah etika Islam itu sendiri yaitu melakukan tindakan terpuji dan menjauhkan diri dari tindakan tercela. Kode etik atau rambu-rambu etis yang harus dimiliki oleh da’i, yaitu:

• Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan. • Tidak melakukan toleransi agama.

• Tidak menghina apa yang disembah non-muslim. • Tidak melakukan diskriminasi sosial.

• Tidak memungut imbalan.

• Tidak berteman dengan pelaku maksiat.

• Tidak menyampaikan hal yang tidak diketahui (Mubasyaroh. 2011. hal. 7).

Etika dari pendekatan dakwah dilihat dari aspek eksistensialnya, bukan pada fenomenalnya. Sesuatu dikatakan eksistensial bila pengolahannya menggunakan batin, emosi, mental, dan spiritual manusia. Sedangkan hal yang fenomenal adalah hasil pengolahan akal dari tangkapan inderawi. Sebagai contoh, masjid di kawasan manapun sama. Kesamaan ini ditangkap oleh inderawi sebagai bangunan tempat ibadah. Inilah pengalaman fenomenal, namun beberapa orang, ada masjid-masjid tertentu yang dianggapnya memiliki nilai lebih dibanding masjid yang lain, demikian ini adalah pengalaman eksistensial (Bambang Subandi. 2011).

5. Tujuan dan Target Dakwah Islam

Tujuan dakwah menurut beberapa ahli, yaitu:

a. Mahfudz Sidiq, tujuan dakwah Islam yaitu: membangun kembali identitas Islam pada masyarakat muslim yang tercermin dalam keyakinan dan kepribadiannya sebagai individu muslim, merangkai kembali unsur-unsur persatuan-persaudaraan-kekuatan Islam untuk membangun Umatan Wahidan, mengokohkan fikrah dan syariat Islam dalam semua sistem kehidupan umat untuk melahirkan Khairu Ummah, mengembalikan peran umat sebagai guru dunia dan mercusuar peradaban umat manusia sehingga Islam menjadi Rahmatan lil-’Alamin (Mahfudz Siddiq. 2003. hal. 42).

b. Asmuni Syukir, membagi tujuan menjadi dua macam, yaitu: (a) Tujuan umum adalah mengajak manusia (meliputi orang mukmin atau orang kafir dan musyrik) kepada jalan yang benar yang diridhoi oleh Allah Swt agar dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat. (b) Tujuan khusus adalah mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan takwanya kepada Allah Swt,

membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih muallaf, mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah Swt untuk memeluk agama Islam (Asmuni Syukir. 1993. hal. 54).

Upaya merealisasikan tujuan dakwah, maka diperlukan sebuah target dakwah, target-target itu antara lain: Islah An-Nafs (perbaikan diri), Takwinul Baiti Al-Muslim (membentuk keluarga muslim), Irsyad Al-Mujtama’ (memberi pengarahan kepada masyarakat), Berdakwah kepada pemerintah untuk menerapkan syariat Allah Swt dengan segala metode yang bijaksana dan akhlak islami, dan berdakwah untuk mewujudkan persatuan Islam (Sa’id Hawa. 1999. hal. 165).

6. Tradisi Nasi Kepel

Dakwah dan kebudayaan adalah dua kata yang