• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG JIN, IBLIS, DAN SYAITAN (STUDI TAFSIR TEMATIK)

Oleh: H. Masdi Abstraksi

Di zaman modern ini umat Islam dengan mudah menemukan perbedaan-perbedaan penafsiran Al-Qur’an di dalam kitab-kitab Tafsir Al-Qur’an yang ada. Masing-masing mufassir memahami al-Qur’an berdasarkan ilmu yang ia miliki. Sehingga akan memunculkan bermacam-macam tafsir al-qur’an, misalnya tafsir model filsafat, sosial, isyari, dan lain-lainnya.

Setelah diteliti secara cermat, maka akan ditemukan bahwa sebagian dari mereka ada yang memahami Al-Qur’an dengan pendekatan linguistik, ada yang menggunakan pendekatan filosofis, ada yang menggunakan pendekatan sosial.

Sementara Ibnu Abbas, Al-Alusi, Al-Razi menggunakan pendekatan Al-Ra’yu dan isyarai untuk memahami Al-qur’an dengan menggunakan akal pikiran disamping menggunakan perasaan yang dapat diperoleh melalui apa yang tersirat di dalam al-qur’an.

Di dalam tulisan ini akan dicoba menguak pandapat-pendapat tersebut secara global agar mudah dipahami dan dimengerti sebab-musabab terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat tersebut.

Keywords : Linguistik, Pendekatan Filosofis, Pendekatan Sosial,

Pendekatan Ra’yu, Pendekatan Isyari.

A. Latar Belakang

Berinteraksi dengan Al-Qur’an merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Bentuk interaksi itu dapat berupa membaca, mendengar, menghafal, memahami, dan menafsirkan. Tidak ada yang lebih baik dari usaha kita untuk mengetahui kehendak Allah SWT terhadap kita.

Dan Allah SWT menurunkan kitab-Nya agar kita mentadaburinya, memahami rahasia-rahasia-Nya, serta mengeksplorasi mutiara-mutiara terpendamnya. Tentunya, setiap orang berusaha sesuai kadar kemampuannya. Terjadinya gabungan dari tiga sumber yaitu penafsiran Rasulullah SAW, penafsiran para sahabat dan penafsiran para tabi’in, semakin pesatnya perkembangan agama Islam dikalangan masyarakat sehingga muncullah atau beredarnya hadis-hadis palsu dan lemah dikalangan masyarakat. Semantara perubahan sosial semakin menonjol dan timbullah beberapa persoalan yang belum pernah terjadi atau dipersoalkan pada masa nabi Muhammad SAW, para sahabat dan tabi’in.

Sejalan dengan lajunya perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an sehingga bermunculan berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya.

Berikut ini akan penulis jelaskan metode-metode tafsir dengan mengikuti pola pembagian Al-Farmawi.

1. Metode Tafsir Tahlily

Metode Tafsir Tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mushaf. Penafsiran memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Metode Tahlily kebanyakan dipergunakan para ulama masa-masa klasik dan pertengahan. Di antara mereka, sebagian mengikuti pola pembahasan secara panjang lebar (ithnab), sebagian mengikuti pola singkat (ijaz) dan sebagian mengikuti pula secukupnya (musawah). Mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan metode tahlily, namun dengan corak yang berbeda.

2. Metode Tafsir Ijmaly

Metode Tafsir Ijmaly adalah suatu metode Tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. Di dalam sistematika uraiannya, penafsir akan membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mushaf; kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut.

3. Metode Tafsir Muqaran

Yang dimaksud dengan metode ini adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis oleh sejumlah para mufassir. Objek kajian tafsir dengan metode muqaran dapat dikelompokkan kepada tiga, yaitu :

a. Perbandingan ayat Al-Qur’an dengan ayat lain b. Perbandingan ayat Al-Qur’an dengan hadits

c. Perbandingan penafsiran mufassir dengan mufassir yang lain.

4. Metode Tafsir Maudhu’i

Metode tafsir Maudhu’iy juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologis serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut.

Tafsir Maudhu’iy mempunyai dua bentuk, yaitu:

a. Tafsir yang membahas satu surat secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus, menjelaskan korelasi antara berbagai masalah yang dikandungnya, sehingga surat itu tampak dalam bentuknya yang betul-betul utuh dan cermat.

b. Tafsir yang menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama membicarakan satu masalah tertentu; ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa dan diletakkan di bawah satu tema bahasan, dan selanjutnya ditafsirkan secara Maudhu’iy.

Jika ditinjau dari aspek sumber-sumber penafsiran yang dipakai oleh para mufassir, metodologi tafsir dapat digolongkan kedalam tiga macam penafsiran: al-ma’tsur, ar-ra’yu dan al-isyari.

1. Al-ma’tsur (riwayat). Dimana seorang mufassir ketika melakukan penafsirannya selalu bersandar kepada penelusuran jejak atau peninggalan masa lalu, mulai dari generasi sebelumnya sampai kepada Rasulullah saw. Diantara kitab tafsir yang terkenal dengan bentuk ini adalah: Tafsir Ibnu Jarir, Tafsir Ibnu Katsir, dll.

2. Ar-rayu. Bentuk ini lebih mengedepankan peranan ijtihad daripada periwayatan. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab,

ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada Karena perkembangan ilmu pengetahuan yang terus berkembang, mendorong para mufassir tersebut untuk mengetengahkan bentuk tafsir yang sesuai dengan masa dimana mereka hidup. Beberapa tafsir yang terkenal dalam bentuk ini antara lain: Tafsir Al-Jalalain, Tafsir Ar-Razi, Tafsir Al-Baidhawi, dll.

3. Al-Isyari. Bentuk ini merupakan sebuah penafsiran yang disandarkan kepada pengetahuan batin, dimana seorang mufassir ketika menafsirkan ayat tidak melihat dari zhahirnya, tetapi dari isyarat-isyarat batin yang terdapat dibalik ayat tersebut. Tafsir seperti ini biasanya banyak dikarang oleh ulama-ulama yang tergolong kaum sufi, seperti: Tafsir Ibnu Araby, Tafsir An-Naisabury, Tafsir Al- Alusy.

Karena dalam menafsirkan Al-Qur’an sering terjadi kerancuan yang berbahaya, oleh karena itu harus dibuat rambu-rambu dan petunjuk yang mampu menjaga dari kekeliruan dalam usaha ini.

Dalam penelitian ini kami mencoba menerangkan rambu-rambu tersebut dengan berpedoman pada kitab-kitab refrensi Ulumal Qur’an sehingga diharapkan apa yang ingin dicapai dari setiap interaksi dapat terwujud,

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perspektif ulama tafsir tentang Jin, Iblis, Dan Syaitan ?

2. Bagaimana perspektif Ibn abbas, Al-Alusi, dan Al-Razi tentang Jin, Syetan, dan Iblis ?

C. Tujuan Penelitian

1. Ingin mengetahui perspektif ulama tafsir tentang Jin, Iblis, dan Syaitan.

2. Ingin mengetahui perspektif Ibn abbas, Alusi, dan Al-Razi tentang Jin, Iblis, dan Syaitan.

D. Kajian Pustaka

Kaitannya dengan penelitian Sa’id Hawwa, penulis tidak bisa pungkiri bahwa penelitian tokoh ini sudah barang tentu pernah dilakukan oleh para peneliti khususnya kalangan insider sendiri. Hanya sanya penelitian yang lebih spesifik dan holisitik masih relatif minim. Namun agar tidak membawa kesan repetitif penulis merasa perlu melampirkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan terkait tema yang diangkat.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan