BAB II CERAI GUGAT DAN ALAT BUKTI
B. Deskripsi Putusan Nomor 1636/Pdt.G/2021/PA.Dpk
a. Penggugat
Nama : Penggugat Umur : 38 Tahun Agama : Islam
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga Pendidikan : SMA
b. Tergugat
Nama : Tergugat Umur : 43 Tahun Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : SMA
2. Duduk Perkara
Pada tanggal 04 Mei 2021 penggugat mengajukan gugatan cerai yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Depok dengan Nomor perkara 1636/Pdt.G/2021/PA.Dpk. Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang sah yang telah melangsungkan akad nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) alamat pada tanggal 8 Maret 2002 M. Diketahui bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat tinggal bersama di alamat. Penggugat dan tergugat belum dikaruniai anak, maka penggugat dan tergugat mengadopsi 1 anak laki- laki. Pada awalnya rumah tangga penggugat dengan tergugat sangat harmonis.
Namun hal itu hanya bertahan sampai tahun 2016.
Pada akhir tahun 2016 mulai terjadi pertengkaran yang berkepanjangan sampai saat penggugat mengajukan gugatan ini. Penggugat menyatakan bahwa alasan lain penggugat ingin bercerai adalah sejak akhir tahun 2016 penggugat mengetahui bahwa tergugat berselingkuh dengan wanita lain dan pada saat itu tergugat mengakui perselingkuhannya. Penggugat juga sempat melihat chat WhatsApp antara tergugat dengan selingkuhannya. Penggugat mengenal selingkuhan tergugat, karena ternyata wanita itu merupakan tetangga ketika penggugat dan tergugat masih tinggal di Jakarta. Setelah kejadian itu, penggugat dengan tergugat masih bisa berdamai, tergugat berjanji tidak akan selingkuh lagi. Hal itu terjadi 2-3 kali di awal tahun 2017. Namun, pada akhirnya tergugat mengulangi pengkhianatannya dengan berselingkuh. Hal ini diketahui penggugat dengan melihat handphone tergugat, penggugat berkali- kali menemukan chat WhatsApp antara tergugat dengan wanita lain yang berbeda.
Penggugat berkali-kali memberi kesempatan pada tergugat, namun tergugat kembali melakukan perselingkuhan hingga tahun 2020. Kemudian
pada awal tahun 2021 orang tua penggugat sakit dan meninggal dunia, setelah beberapa hari wafatnya orang tua penggugat, penggugat mendapat kabar bahwa tergugat telah menikah siri dengan selingkuhannya. Pada akhirnya, penggugat tidak sanggup lagi mempertahankan rumah tangganya dan memilih untuk mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Depok.
Berdasarkan hal-hal tersebut, penggugat memohon kepada Majelis Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara ini dan dapat menentukan hari persidangan, kemudian memanggil Penggugat dan Tergugat untuk diperiksa dan diadili, selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menjatuhkan talak satu ba’in sughra tergugat terhadap penggugat 3. Meminta panitera Pengadilan Agama Depok untuk mengirimkan
salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Kantor Urusan Agama di tempat tinggal penggugat dan tergugat dan Kantor Urusan Agama tempat perkawinan penggugat dan tergugat untuk dicatat dalam register yang tersedia untuk itu;
4. Membebankan biaya perkara sesuai hukum;
3. Pembuktian
Penggugat dan tergugat menghadiri sendiri sidang pertama, majelis hakim pun berusaha mendamaikan kedua belah pihak berperkara agar tidak bercerai, namun upaya tidak berhasil. Kemudian proses mediasi pun dilangsungkan dengan mediator Syakhruddin, S.HI., M.H., tapi tetap mediasi tidak berhasil sesuai dengan laporan mediator tanggal 20 Mei 2021. Setelah proses mediasi, tergugat tidak pernah hadir lagi di persidangan. Surat gugatan dibacakan dengan isi yang tetap dipertahankan oleh penggugat, namun penggugat mencabut petitum nomor 3 tentang mengirimkan salinan putusan kepada KUA tempat tinggal penggugat dan tergugat.
Bahwa untuk menguatkan dalil gugatannya, penggugat menyerahkan bukti tertulis sebagai berikut:
1. Fotokopi Kutipan Akta Nikah.
2. Fotokopi chat via Whatsapp antara tergugat dengan kakak penggugat tentang keputusan tergugat untuk bercerai dengan penggugat..
3. Fotokopi chat via Whatsapp antara penggugat dengan kakak tergugat tentang pernikahan siri tergugat dengan wanita lain.
4. Fotokopi chat via Whatsapp antara penggugat dengan tergugat tentang keputusan untuk bercerai.
5. Fotokopi foto tergugat dengan istri siri tergugat.
Semua bukti-bukti tersebut telah bermaterai cukup, telah dinazegelen dan sesuai dengan aslinya.
Setelah pembuktian tertulis, penggugat juga menghadirkan 2 saksi dalam persidangan. Saksi-saksi yang hadir dalam persidangan adalah kakak kandung penggugat dan tetangga penggugat. Para saksi memberikan keterangan bahwa saksi benar mengenal penggugat dan tergugat adalah suami istri yang sah dan tinggal serumah. Kedua saksi sama-sama pernah melihat dan mendengar penggugat dan tergugat bertengkar. Puncak pertengkaran terjadi 6 bulan lalu, tepat pada pertengahan tahun 2020. Sejak puncak pertengkaran itu penggugat dan tergugat sudah pisah rumah. Para saksi juga mengetahui bahwa tergugat mempunyai wanita idaman lain. Para saksi sempat berusaha mendamaikan penggugat dengan tergugat agar tidak melangsungkan perceraian, namun hal tersebut tidak berhasil.
4. Proses Penyelesaian Perkara
Sebelum memutuskan perkara, hakim mempertimbangkan banyak hal.
Mulai dari ketrangan para saksi sampai alat bukti elektronik yang diajukan.
dengan tergugat sudah tidak bisa lagi berdamai. Sebab, pertengkaran dan perselisihan, perselingkuhan tergugat yang sudah terjadi berkali-kali, dan tidak ada kerukunan lagi dalam rumah tangga mereka. Maka, atas dasar fakta tersebut, majelis hakim mengambil kesimpulan bahwa rumah tangga tergugat dengan tergugat sudah tidak bisa didamaikan lagi, tujuan perkawinan adalah sebagaimana disebut dalam Al-Qur`an surah Ar-Ruum ayat 21 dan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 sangat sulit diwujuskan kembali dalam rumah tangga penggugat dengan tergugat. Adapun alat bukti elektronik yang diterima oleh majelis hakim berdasar pada Undanng-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 5 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yakni informasi elektronik, dokumen elektronik, dan hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti di pengadilan.
5. Amar Putusan
M E N G A D I L I
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menjatukan talak satu ba`in sughra Tergugat (NAMA) terhadap Penggugat (NAMA);
3. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 570.000,- (lima ratus tujuh puluh ribu rupiah);
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis yang dilangsungkan pada hari Kamis tanggal 19 Agustus 2021 Masehi, bertepatan dengan tanggal 10 Muharram 1443 Hijriyah, oleh Drs. Endang Wawan, sebagai Ketua Majelis, Dra. Yumidah, M.H., dan Drs. M. Rusli, S.H., M.H., masing- masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan pada hari itu juga oleh Ketua Majelis tersebut dalam sidang terbuka untuk umum, didampingi
oleh Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh Ali Rahman Parry, S.HI., sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pengugat diluar hadirnya Tergugat.36
36 Putusan Pengadilan Agama Depok Nomor 1636/Pdt.G/2021/PA.Dpk
BAB IV
KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK
Sebelum membahas tentang keabsahan alat bukti elektronik, peneliti akan mencantumkan data yang peneliti dapatkan dari Pengadilan Agama Depok terkait angka perceraian sejak tahun 2019-2021. Hal ini dimaksudkan agar sebelum membahas alat bukti, peneliti mengetahui angka perceraian 3 tahun terakhir, baik itu cerai talak maupun cerai gugat. Pada tahun 2019 perkara cerai talak mencapai 1.078 dan cerai gugat mencapai 3.273. Angka perkara cerai talak pada tahun 2020 mengalami penurunan yakni 844 perkara, begitu pula dengan perkara cerai talak dengan 2.773 pada tahun 2020. Kemudian pada tahun 2021 angka perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat kembali mengalami kenaikan, yakni perkara cerai talak 911 dan cerai gugat mencapai 2.999 perkara. Berikut peneliti cantumkan data tersebut dalam bentuk tabel:37
Tahun
Jenis Perkara
Cerai Talak Cerai Gugat
2019 1.078 3.273
2020 844 2.773
2021 911 2.999
Dari angka perceraian yang telah dicantumkan oleh peneliti, maka terlihat jelas bahwa angka cerai gugat lebih tinggi daripada cerai talak, serta dari keterangan salah satu panitera muda Pengadilan Agama Depok yang memberikan data tersebut kepada peneliti menerangkan bahwa 60% di antaranya disebabkan oleh adanya perselingkuhan atau orang ketiga dalam rumah tangga. Hal ini menjadi suatu perhatian yang menarik
37 Data jumlah perkara perceraian dari panitera Pengadilan Agama Depok, Nani Nur’aini, S.H., pada tanggal 5 Januari 2022, pukul 13.05 WIB.
bagi peneliti untuk meneliti alat bukti apa saja yang bisa menjelaskan dan membuktikan kebenaran tuduhan tentang tergugat atau suami melakukan perselingkuhan. Adapun dari beberapa putusan Pengadilan Agama Depok yang telah peneliti baca, ada beberapa yang menggunakan alat bukti elektronik seperti foto, screenshot percakapan di media sosial, ataupun alat bukti elektronik lainnya. Salah satunya Putusan Nomor 1636/Pdt.G/2021/PA.Dpk. Setelah peneliti melakukan penelitian di Pegadilan Agama Depok hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
A. Bentuk-Bentuk Keabsahan Alat Bukti Elektronik
Alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam pasal 164 HIR/284 RBG, yaitu: surat-surat, saksi-saksi, pengakuan, sumpah, dan persangkaan hakim.38 Adapun hasil dari wawancara yang telah peneliti lakukan dengan salah satu hakim Pengadilan Agama Depok ketika ditanya terkait keabsahan alat bukti elektronik adalah sebagai berikut:
“Alat Bukti itu berupa surat (sertifikat, akta otentik, buku nikah), saksi, dan persangkaan hakim. Terkait alat bukti elektronik berarti bukan ahli para hakim, yang ahli itu orang IT. Harus ada ahli yang membenarkan keaslian bukti tersebut. Alat bukti elektronik boleh menjadi alat bukti, namun bukan yang utama, alat bukti tersebut menjadi alat bukti tambahan di persidangan gugat cerai yakni hanya untuk mendukung pada saat pemeriksaan, seperti saat terjadi pertengkaran via chat WhatsApp, ketika ditanyakan kebenaran pertengkaran tersebut kemudian penggugat memberi bukti berupa screenshot WhatsApp, hakim pun akan menanyakan kembali ‘apakah benar hasil screenshot itu dari handphone milik dia?’. Maka, dibuktikan dahulu di persidangan seperti hakim memeriksa handphone penggugat atau tergugat kemudian disamakan apakah benar jenis handpone-nya, penempatan layarnnya, dan nomornya sama? Terkadang hakim tidak selalu memakai itu, tetapi hakim mengutamakan tentang keterangan saksi. Jadi, bisa dibilang kekuatan seperti alat bukti screenshot itu tidak terlalu kuat kedudukannya di persidangan, namun tetap bisa dijadikan alat bukti tambahan di samping keterangan para saksi. Kalau di persidangan perceraian, saksi itu biasanya keluarga yang diutamakan seperti ayah, ibu, kakak, adik, paman, bibi, atau yang lainnya. Setelah adanya keterangan
38 Enju Juanda, Kekuatan Alat Bukti Dalam Perkara Perdata Menurut Hukum Positif Indonesia, Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, Vol. 4, Nomor 1, 2016.
para saksi maka boleh ditumpang lagi dengan alat bukti elektronik seperti screenshot WhatsApp atau alat bukti elektronik lainnya.”39
Dari hasil wawancara tersebut, maka saat persidangan perlu diperhatikan alat-alat bukti mana saja yang utama dan sangat diperlukan sebagai syarat sah berjalannya persidangan perceraian di pengadilan Agama.
Maka, alat bukti elektronik bukan merupakan alat bukti utama dalam persidangan perkara cerai gugat, melainkan hanya pelengkap dan penguat bukti-bukti utama seperti bukti tertulis yang berupa akta nikah dan bukti tertulis lainnya. Setelahnya ada bukti yang berupa saksi dari pihak keluarga atau kerabat terdekat. Barulah nanti disempurnakan dan dikuatkan pernyataan gugatan yang diajukan penggugat dengan alat bukti elektronik. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa alat elektronik merupakan alat canggih yang dapat digunakan oleh siapapun. Alat elektronik yang dimaksud bisa berupa handphone, laptop, CCTV atau alat lainnya. Biasanya alat bukti yang diajukan dalam persidangan perceraian berupa foto, video, audio, screenshot WhatsApp, dan bentuk lainnya yang berasal dari alat elektronik.
Dalam Putusan Nomor 1636/Pdt.G/2021/PA.Dpk, telah dilaksanakan persidangan cerai gugat di Pengadilan Agama Depok yang di dalamnya telah melalui pemeriksaan perkara pada tahap pembuktian dengan penggugat memberikan bukti-bukti sesuai Undang-Undang yang ada. Adapun alat bukti elektronik yang diajukan pada saat itu adalah sebagai berikut:
1. Fotokopi bukti foto tergugat dengan isteri siri tergugat.
Foto adalah gambar yang bisa diambil dari handphone, iPad, kamera digital, ataupun laptop.40 Foto dapat dijadikan alat bukti di persidangan sesuai
39 Wawancara dengan bapak Drs. M. Rusli, S.H., M.H., Hakim Pengadilan Agama Depok, di ruang rapat Pengadilan Agama Depok, tanggal 17 November 2021, pukul 10.05 WIB.
40 Nurul Desidah, ”Hubungan Antara Kecenderungan Narsisme Dengan Motif Memposting Foto Selfie Di Instagram Pada Remaja Di SMA Negeri 1 Sidayu Gresik”, undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Gresik, 2018.
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 pasal 5 ayat (1) yakni tentang informasi elektronik, dokumen elektronik, dan hasil cetaknya merupakan bukti yang sah. Dari Putusan Nomor 1636/Pdt.G/2021/PA.Dpk dapat diketahui bahwa penggugat mendapatkan foto tergugat bersama dengan isteri sirinya yang dinyatakan bahwa penggugat sebelumnya tidak tahu kalau tergugat akan menikah dengan selingkuhan tergugat atau disebut juga bahwa tergugat menikah diam-diam di belakang penggugat. Hal ini disebut pengkhianatan.
Berikut foto tergugat dan isteri sirinya yang diajukan penggugat ke Pengadilan Agama Depok sebagai Alat Bukti:41
Dari bukti yang diajukan penggugat tersebut, maka dinyatakan sebagai alat bukti yang sah di persidangan sesuai dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 5 ayat (1) dan (2) mengenai informasi elektronik/dokumen elektronik beserta hasil cetaknya dinyatakan sebagai bukti yang sah dalam hukum acara di Indonesia. Maka dari itu salah satu alat bukti
41 Arsip data Pengadilan Agama Depok, didapatkan pada tanggal 4 Januari 2022, pukul 11.05 WIB.
elektronik yang boleh dan sah diajukan ke Pengadilan khususnya Pengadilan Agama dalam perkara cerai terutama cerai gugat adalah foto.
2. Fotokopi Chat Via WhatsApp
WhatsApp merupakan salah satu aplikasi media sosial yang seringkali digunakan untuk chatting atau percakapan online secara ketikan maupun suara serta bisa juga melakukan panggilan video.42 Chat WhatsApp atau biasa disebut dengan screenshot yakni sebuah tangkapan layar dari personal chat dalam salah satu akun sosial media yang terdapat pada alat elektronik berupa handphone.
Alat bukti ini dinyatakan sah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 pasal 5 ayat (2) yakni tentang informasi elektronik, dokumen elektronik, dan hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, perluasan yang dimaksud adalah penambahan alat bukti lainnya selain bukti tertulis, saksi, sumpah, dan persangkaan hakim.
Seperti yang dinyatakan oleh hakim sebelumnya saat peneliti melakukan wawancara bahwa alat bukti elektronik hanya alat bukti tambahan atau penguat dari gugatan yang diajukan setelah adanya bukti utama seperti saksi.
Fotokopi via WhatsApp yang penggugat ajukan adalah percakapan antara tergugat dengan kakak penggugat tentang keputusan tergugat ingin bercerai dengan penggugat, kemudian percakapan antara penggugat dengan kakak tergugat mengenai pernikahan tergugat dengan wanita lain yang merupakan istri siri tergugat, dan percakapan antara penggugat dengan tergugat yang sepakat untuk bercerai. Berikut alat bukti elektronik yang digunakan dalam Putusan Nomor 1636/Pdt.G/2021/PA.Dpk:43
42 Wahyudin Darmalaksana, Penggunaan WhatsApp Dalam Kuliah Online, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2020. Hlm. 21.
43 Arsip data Pengadilan Agama Depok, didapatkan pada tanggal 4 Januari 2022, pukul 11.05 WIB.
Foto 1 Foto 2 Foto 3
Foto 1 adalah fotokopi chat via WhatsApp antara tergugat dengan kakak penggugat. Dalam foto 1 tersebut tergugat menyatakan lebih memilih bercerai dengan syarat yang diajukan yakni semua harta, rumah dan kendaraan menjadi milik penggugat. Foto 2 merupakan fotokopi chat via WhatsApp antara penggugat dengan tergugat yang terlihat enggan membahas perceraian namun tergugat telah memutuskan untuk tetap bercerai sesuai dengan pesan WhatsApp di foto 1. Kemudian di foto 3 fotokopi chat via WhatsApp antara penggugat dengan kakak tergugat yang menyatakan bahwa tergugat telah menikah siri tanpa sepengetahuan dan izin penggugat.
Ketiga screenshot tersebut yang telah diajukan penggugat di persidangan sebagai salah satu bukti untuk membenarkan gugatannya telah dinyatakan sah oleh majelis hakim. Setelah melalui proses pemeriksaan bukti yakni menyamakan bentuk tulisan dan posisi gambar di handphone penggugat, serta dibantu oleh keterangan para saksi bahwa benar tangkapan layar atau screenshot tersebut adalah asli bukan rekayasa semata. Bukti ini dinyatakan sah sesuai dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Pasal 5 ayat (1) dan (2) mengenai informasi elektronik/dokumen elektronik beserta hasil cetaknya dinyatakan sebagai bukti yang sah dalam hukum acara di Indonesia. Maka dari itu selain foto, ada juga tangkapan layar atau biasa disebut screenshot percakapan yang bisa digunakan sebagai alat bukti di persidangan terutama sidang cerai gugat di Pengadilan Agama.
Adapun alat bukti lainnya yang merupakan alat bukti elektronik, namun tidak termasuk ke dalam pembuktian penggugat di dalam Putusan Nomor 1636/Pdt.G/2021/PA.Dpk adalah video hasil rekaman CCTV.
3. Video Hasil Rekaman CCTV
Video adalah teknologi untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan, dan mengatur ulang gambar bergerak.44 Video hasil rekaman CCTV ini sering kali digunakan untuk alat bukti di persidangan. Peneliti sempat melakukan observasi dengan mengikuti beberapa kali sidang di Pengadilan Agama Depok, peneliti sempat menyaksikan sidang cerai gugat yang masih tahap proses pemeriksaan pembuktian, penggugat memberikan benda berupa flashdisk atau alat penyimpan rekaman yang diberikan kepada majelis hakim untuk dilihat dan dipertimbangkan sebagai alat bukti. Diketahui bahwa isi dari rekaman yang terdapat dalam flashdisk adalah hasil rekaman CCTV dari salah satu supermarket di suatu daerah, dimana dalam rekaman itu terlihat jelas bahwa tergugat yang merupakan suami dari penggugat sedang berbelanja berdua dengan wanita lain dan bergandengan tangan secara mesra. Alat bukti itu diperiksa secara mendetail, dari mulai tanggal dan waktu serta alamat supermarket. Dari hal tersebut jelas dinyatakan bahwa alat bukti elektronik
44 Fahryza Putri, Penggunaan Video, Audio, dan Pengaruhnya Bagi Pengguna HandPhone, WordPress, Jakarta, 2008.
boleh diajukan dalam sidang pengadilan sebagai pelengkap dan penguat gugatan penggugat.45
Alat bukti elektronik sebagai bukti penguat dari gugatan yang diajukan penggugat disertai persangkaan hakim yang menilai keabsahan bukti-bukti yang diajukan penggugat berdasarkan pada masing-masing pasal Undang- Undang yang berkaitan, maka syarat alat bukti elektronik sah dijadikan alat bukti adalah telah dinyatakan bermaterai cukup. Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Materai, dalam pasal 3 ayat (1) sebagai berikut:
(1) Bea Materai dikenakan atas:
a. Dokumen yang dibuat sebagai alasan untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
b. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa keabsahan alat bukti elektronik itu didasarkan pada pemeriksaan hakim dengan persangkaannya tentang kesamaan alat bukti elektronik yang diajukan tersebut dengan barang atau dokumen aslinya, kemudian alat bukti elektronik yang dijadikan alat bukti di persidangan wajib bermaterai cukup. Dalam Putusan Nomor 1636/Pdt.G/2021/PA.Dpk tertera jelas bahwa seluruh alat bukti tertulis dan juga alat bukti elektronik yakni screenshot WhatsApp dan foto yang diajukan penggugat di persidangan telah bermaterai cukup.
Setelah pemaparan tersebut, maka peneliti menyimpulkan beberapa hal, di antaranya bentuk keabsahan alat bukti elektronik di Pengadilan bisa berupa foto, tangkapan layar atau sreenshot, rekaman video/audio, flashdisk, dan bentuk dari hasil alat elektronik lainnya seperti handphone, laptop, dan CCTV.
45 Observasi di Pengadilan Agama Depok, pada tanggal 18 Oktober 2021, pukul 09.00 WIB
Berdasar pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga berdasar pada persangkaan hakim sesuai dengan Pasal 1922 KUH Perdata.
B. Faktor-Faktor Keabsahan Alat Bukti Elektonik
Hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, diketahui bahwa ada beberapa faktor yang menjadi keabsahan alat bukti elektronik di persidangan cerai gugat di Pengadilan Agama Depok. Wawancara yang penulis lakukan mendapat respon yang cukup baik dari hakim, adapun jawaban hakim saat diwawancarai oleh peneliti terkait alasan apa yang menjadikan alat bukti elektronik sah digunakan dalam persidangan adalah sebagai berikut:
”Yang pasti alasan bolehnya itu karena sudah diatur dalam Undang- Undang ya, hakim itu kan pergerakan utamanya sesuai ketentuan Undang- Undang. Lalu, zaman sekarang juga banyak permasalahan yang timbul akibat adanya alat-alat canggih seperti alat elektronik yang di dalamnya terdapat media sosial. Tidak hanya kasus perceraian, mungkin kasus-kasus kejahatan lainnya yang melanggar aturan hukum pun banyak terjadi di media sosial yang berasal dari kecanggihan alat elektronik. Jadi, diperbolehkannya juga karena kemajuan zaman. Banyak yang mengajukan alat bukti elektronik itu seperti foto, percakapan WhatsApp, dan yang lainnya untuk menguatkan gugatan yang diajukan.”46
Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang yang membolehkan alat bukti elektronik menjadi bukti di persidangan, yakni UU ITE. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 telah dijelaskan mengenai keabsahan alat bukti elektronik.
Perlu adanya Undang-Undang yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa di dunia maya, karena hukum positif saat ini hanya pada tataran hukum substantif dan tidak dapat dijangkau pada tataran hukum formil. Munculnya bukti elektronik juga mempengaruhi sistem bukti sipil.
Menurut sistem HIR (hukum acara perdata yang berlaku), hakim terikat oleh
46 Wawancara dengan bapak Drs. M. Rusli, S.H., M.H., Hakim Pengadilan Agama Depok, di ruang rapat Pengadilan Agama Depok, tanggal 17 November 2021, pukul 10.05 WIB.
alat bukti yang sah yang ditentukan oleh Undang-Undang. Artinya hakim hanya dapat mengambil keputusan berdasarkan alat bukti yang ditentukan oleh Undang-Undang (HIR Pasal 164). 47 Maka dari itu, faktor-faktor yang mempengaruhi keabsahan alat bukti elektronik adalah sebagai berikut:
1. Untuk Memperkuat Bukti-Bukti
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa alat bukti di persidangan tidak hanya satu. Ada beberapa alat bukti yang kedudukannya lebih kuat daripada alat bukti elektronik. Seperti bukti tertulis berupa akta nikah, dll serta
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa alat bukti di persidangan tidak hanya satu. Ada beberapa alat bukti yang kedudukannya lebih kuat daripada alat bukti elektronik. Seperti bukti tertulis berupa akta nikah, dll serta