• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: ANALISIS DATA

DESKRIPSI WAWANCARA

Pada hari Rabu, 12 November 2014 pukul 18.30 tepatnya setelah jam kajian KDII dimulai, Ketua Yayasan yaitu Gus Hanif sedang berada di kantor. Lalu peneliti menemui beliau untuk mewawancarai mengenai sejarah berdirinya Pondok Pesantren Edi Mancoro. Sebelum peneliti melakukan wawancara, peneliti memperkenalkan identitas dan telah memberikan surat izin penelitian kepada beliau. Dan beliau menyambut peneliti dengan baik. Dan akhirnya peneliti melanjutkan apa yang menjadi tujuannya :

Peneliti : Kapan berdirinya Pondok Pesantren Edi Mancoro ?

Gus Hanif : Pada tahun 1970, seorang tokoh pendatang dari Desa Pulutan, yaitu K.H.Muh Sholeh mendirikan sebuah masjid yang diberi nama

“Darussalam” yang dijadikan tempat kegiatan-kegiatan

keagamaan. Dan setelah beliau meninggal dilanjutkan oleh kyai Sukemi, seseorang yang dipercaya oleh masyarakatnya untuk melanjutkan perjuangan Bapak K.H Sholeh hingga beliau meninggal tahun 1984.

Peneliti : Setelah Kyai Sukemi meninggal siapa yang melanjutkannya lagi ? Gus Hanif :Yang melanjutkan seorang tokoh pendatang dari pulutan yaitu Bapak KH.Mahfudz Ridwan Lc bersama tokoh lokal yaitu Muh Sholeh, Matori Abdul Jalil, Zainal Arifin, dan Ali Tahsisudin pada tahun 1984.

Peneliti : Apakah dalam perjuangannya masih meneruskan perjuangan K.H. Sholeh dan Kyai Sukemi ?

Gus Hanif : Dengan mendirikan Yayasan Desaku Maju yang bergerak dalam bidang sosial dengan visi dan misi membantu pemerintah dalam

meningkatkan kesejahteraan dan pengembangan swadaya masyarakat desa.

Peneliti : Dalam hal apa yayasan desaku maju dalam menyejahterakan masyarakat desa pada waktu itu ?

Gus Hanif : Melalui kelompok mandiri di masyarakat, terdapat 63 kelompok diantaranya koperasi usaha, kelompok KUB sejahtera, tukang perah susu, penderes kelapa. Serta melalui pendirian sebuah lembaga pendidikan Agama Islam yaitu Pondok Pesantren Edi Mancoro. Dan pada tahun1989 tepatnya pada tanggal 26 Desember yang diberi nama Wisma Santri Edi Mancoro”, pada akhir tahun 2006 tepatnya pada 31 Desember berganti nama menjadi “Pondok Pesantren Edi Mancoro” di bawah naungan yayasan “Pondok Pesantren Edi Mancoro”.

Peneliti : Mengapa nama pondok ini Pondok Pesantren Edi Mancoro ? Gus Hanif : Edi Mancoro adalah nama dalam bahasa jawa yang substansinya

menyinari serta identik dengan rahmatan lil „alamin.

Setelah selesai menanyakan bagaimana proses sejarah berdirinya Pondok Pesantren Edi Mancoro, peneliti langsung melanjutkan pertanyaan lain yang berkaitan dengan visi, misi, tujuan serta garis perjuangan.

Peneliti : Apa visi dari Pondok Pesantren Edi Mancoro ?

Gus Hanif : Mencetak kader umat sebagai pendamping masyarakat. Peneliti : Apa misi dari Pondok Pesantren Edi Mancoro ?

Gus Hanif : Memberikan dakwah islam disamping pendidikan dan pengajaran. Setelah selesai menanyakan bagaimana visi, misi Pondok Pesantren Edi Mancoro, maka peneliti selanjutnya melanjutkan pertanyaan mengenai hubungan santri dengan keturunan kyai dan dengan masyarakat sekitarnya.

Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjalin antara santri dengan keturunan kyai serta dengan masyarakat sekitar ?

Gus Hanif : Hubungan yang terjalin antara kyai dengan santri tidak ada sekat, juga sangat dekat. Ketika ada masalah mereka sowan ke ndhalem. Sedangkan dengan masyarakat sekitar, juga terjalin baik terbukti dengan santri yang dalam setiap acara pondok pesantren mereka ikut terlibat.

Setelah selesai melakukan wawancara dengan ketua yayasan, peneliti melanjutkan wawancara kepada direktur KDII : Khoerul Afifah.

Peneliti : Bagaimana sistem pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Edi Mancoro ?

Khoir : santri diwajibkan mengikuti semua kajian yang jadwalnya sudah dibuat oleh pengurus KDII. Serta ketika dalam tahun ajaran baru ataupun sudah mulai kajian jika ada santri baru yang masuk maka santri diharuskan mengisi formulir pendaftaran dan melakukan administrasi pembayaran, setelah itudilakukan tes untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang dimiliki. Hal itu lalu berlanjut dengan penempatan kelas agar dapat mengikuti sesuai kemampuannya.Semua kajian KDII berlangsung kecuali hari Jumat.Dalam kajian kitab kuning sistem yang diterapkan adalah bandongan, serta ada mata pelajaran tertentu yang dikaji dengan cara sorogan. Namun yang lebih banyak digunakan adalah sistem bandongan. Hal ini berkaitan dengan keadaan santri yang nyantri di pondok pesantren ini adalah para pelajar dan mahasiswa yang masih belajar di lembaga formal. Sehingga waktu yang digunakan akan lebih efektif ketika menggunakan sistem bandongan.

Lalu peneliti melanjutkan pertanyaan mengenai alasan mengapa memilih tinggal di pondok pesantren dan hubungan yang terjalin antara santri dengan masyarakat.

Peneliti : Mengapa anda memilih tinggal di pondok pesantren ?

Novi : Saya memilih tinggal di pondok pesantren karena saya ingin hidup mandiri, mencari ilmu untuk bekal di rumah dan di masyarakat nanti. Disini pula saya bisa belajar ilmu-ilmu agama lebih dalam lagi.

Peneliti : Bagaimana hubungan yang terjadi antara santri dengan masyarakat ?

Wulan : Terlihat juga ketika santri pada sore hari bermain sepak bola dengan warga sekitar, atau pada malam tirakatan dan peringatan hari-hari besar Nasional ikut bergabung dengan warga. Itu dilihat dari hubungan sosial dengan masyarakat, sedangkan hubungan yang terjalin dengan masyarakat dalam segi keagamaan misalnya tergambar dalam lailatul ijtima‟ yang diadakan di Masjid Darussalam. Begitu juga ketika hari lebaran tiba, ketika santri sudah berada di pondok pesantren, maka santri berkunjung ke rumah-rumah untuk bersilaturahim.

Acara malam tirakatan malam 17 Agustus 2014 antara masyarakat dan santri

Pelatihan Manasik Haji Pondok Pesantren Edi Mancoro

Penyerahan hadiah oleh ketua yayasan kepada santri TBB dalam rangka Khotmil Qur‟an

K.H. Mahfudz Ridwan, Lc beserta tamu saat menghadiri acara Haflah Khotmil Qur‟an dan Akhirissanah Pondok Pesantren Edi Mancoro

Semua santri puta dan putri saat mengikuti kajian bersama

Acara Halal Bi Halal di aula putra

Santri sedang membaca Al Qur‟an bersama-sama di aula atas