• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskriptif Data

Dalam dokumen BUKU WOMEN AS COMMISSIONER BOARD 3 (Halaman 147-162)

Secara keseluruhan terdapat 33 data observasi perbankan selama tahun 2011-2013. Jumlah bank yang menjadi sampel penelitian ini berjumlah 11 bank syariah. Jumlah populasi perbankan syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tersebut sejumlah 11 bank, sehingga semua populasi yang ada digunakan menjadi sampel dalam penelitian ini.

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Wanita Sebagai Komisaris

Variabel N Min Max Mean Std

Deviation (1) (2) (3) (4) (5) (6) Proporsi Wanita sebagai komisaris 33 0.0000 0.5000 0.0550 0.11956 Pengalaman Kerja Wanita sebagai komisaris 33 0.0000 7.0000 1.2424 2.57428 Jenjang Pendidikan Wanita sebagai komisaris 33 0.0000 1.0000 0.3030 0.63663 Ltr Belakang Pendidikan Wanita sebagai komisaris 33 0.0000 1.0000 0.1515 0.36411

Size 33 1.E+11 6.E+13 1.32E+13 1.857E+13

Kinerja Perbankan Syariah

33 0.0119 0.6484 0.1461 0.1450

Sum ber: dat a diolah

Berdasarkan data tersebut di atas dapat diketahui bahwa rerata proporsi wanita sebagai komisaris pada perbankan syariah di Indonesia sangat kecil yaitu 5,55%. Pengalaman kerja wanita sebagai komisaris sangat rendah yaitu rerata 1,2 tahun. Peneliti tidak mempertimbangkan masa kerja sebagai komisaris di tempat lain. Jenjang pendidikan wanita sebagai komisaris rerata adalah sarjana dengan latar belakang pendidikan rerata bukan dari ekonomi dan bisnis atau keuangan.

Tabel 4.2 Additional Analysis

Statistik Deskriptif Sampel Wanita sebagai Komisaris dan Direksi.

Variabel N Min Max Mean Std

Deviation

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Proporsi Wanita

sebagai K&D 33 0.0000 0.4150 0.1069 0.1040

Pengalaman Kerja

Wanita sebagai K&D 33 0.0000 12.000 3.1742 3.3274 Jenjang Pendidikan

Wanita sebagai K&D 33 0.0000 1.5000 0.5681 0.4561 Ltr Belakang

Pendidikan Wanita sebagai K&D

33 0.0000 0.5000 0.2197 0.2318

Size 33 1.E+11 6.E+13 1.32E+13 1.857E+13

Kinerja Perbankan

Syariah 33 0.0119 0.6484 0.1461 0.1450

Sum ber: Dat a Annual Report diolah

Berdasarkan Tabel 4.2 Statistik Deskriptif dapat diketahui bahwa proporsi wanita sebagai komisaris dan direksi pada perbankan syariah di Indonesia rerata 10,69%. Regulasi di Indonesia khususnya GCG tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah belum mengatur dengan jelas tentang proporsi wanita sebagai CEO pada Bank Syariah. Hal ini menyebabkan pelibatan wanita sebagai CEO pada perbankan syariah di Indonesia masih lemah. Posisi penting dan strategis pada perbankan syariah di Indonesia masih didominasi oleh kaum pria. Apabila dibandingkan dengan

Negara lainnya, maka pelibatan wanita sebagai komisaris dan direksi pada perbankan dan sektor publik di Indonesia masih jauh tertinggal. Hal ini dapat dikaitkan dengan regulasi yang lebih umum yaitu UU tentang PT tahun 2007 yang belum mengatur tentang pelibatan wanita sebagai komisaris dan direksi.

Regulasi yang mengatur pelibatan wanita adalah kuota anggota legislatif 30% adalah wanita. Pada tahun 2012 pelibatan tersebut baru mencapai 12%. Menurut hasil survey Unleashing Women Leadership dan Majah Femina menunjukkan bahwa 6% wanita di Indonesia memiliki jabatan sebagai direksi dan 6% wanita berada pada level komisaris. Women for Economy Forum yang melakukan monitoring pada Negara-negara APEC menekankan pentingnya peningkatan pelibatan wanita pada level eksekutif (APEC 2013 dan Peran Perempuan, Kompas.com, 2012).

Pada tahun 2000, hanya Negara Amerika Serikat yang melakukan monitoring proporsi perempuan pada corporate boards. Kondisi sekarang sudah jauh berbeda, di mana sudah ada 12 negara yang melakukan monitoring proporsi perempuan pada corporate boards melalui positive action, legalitation dan quotas. Beberapa hal yang dilakukan oleh Negara lain untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam corporate boards dibahas di bawah ini.

Pemerintah Norwegia memerintahkan perusahaan swasta yang listed untuk memberikan kesempatan pada perempuan untuk berpartisipasi dalam corporate boards sampai 40 % yang pelaksanaannya ditetapkan pada Februari

2002 sampai Juli 2005. Proporsi keterlibatan perempuan pada boards sampai bulan Juli 2005 baru 24% dan demikian pula pada bulan Januari 2006. Pemerintah Norwegia memberikan kesempatan sampai pada bulan Januari 2008. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan proporsi keterlibatan perempuan pada boards belum tercapai, maka perusahaan yang belum melaksanakan didenda atau ditutup. Peraturan tersebut terlaksana dengan lengkap pada tahun 2009.

Pemerintah Spanyol mengeluarkan peraturan tentang keterlibatan perempuan pada boards pada tahun 2007 di mana perusahaan publik dan perusahaan yang tergabung dalam IBEX 35 dengan jumlah karyawan 250 orang wajib memberikan kesempatan pada keterlibatan perempuan sebesar 40%. Peraturan ini berlaku efektif tahun 2015. Perusahaan yang mematuhi aturan ini diberikan prioritas untuk melakukan kontrak kerjasama dengan pemerintah. Perusahaan yang tidak mematuhi aturan tidak diberikan sanksi atau penalti. Prosentase keterlibatan perempuan pada boards di tahun 2006 mencapai 6,2%. Prosentase keterlibatan perempuan mengalami peningkatan pada tahun 2011 yaitu sebesar 11,2%.

Pemerintah Negara Finlandia mengatur tentang keterlibatan perempuan pada boards yaitu dengan menentukan one man one woman pada tahun 2008. Iceland pada tahun 2010 memberlakukan peraturan tentang keterlibatan perempuan di boards yaitu 40% untuk perusahaan publik maupun perusahaan dengan kepemilikan terbatas dengan jumlah karyawan minimal 50 orang.

Pemerintah Negara Prancis menentukan 40% kuota untuk CEO wanita pada tahun 2016. Kuota tersebut akan terpenuhi 20% pada tahun ketiga dan 40% pada tahun keenam untuk perusahaan yang terdaftar dan 40% pada tahun kesembilan untuk perusahaan yang tidak terdaftar. Sanksi diberikan untuk perusahaan yang tidak memenuhi regulasi tersebut berupa penundaan fee dan nominasi.

Sementara itu, Pemerintah Negara Belanda menentukan kuota 30% bagi laki-laki dan perempuan untuk terlibat sebagai CEO pada perusahaan-perusahaan besar. Regulasi diberlakukan sejak Januari 2016. Pemerintah Negara Uni Eropa mengatur tentang keterlibatan wanita sebagai CEO sejak 2011. Apabila sampai rentang waktu yang ditentukan tidak ada perubahan, maka akan dikenalkan pengukuran target untuk memperbaiki representasi wanita sebagai CEO. Selain itu, dewan legislatif Uni Eropa mengusulkan keterlibatan wanita sebagai CEO pada bidang jasa keuangan pada tahun 2011.

Pemerintah Negara Amerika Serikat melalui Dodd-Frank Act Diversity Offi ces mengatur tentang keadilan dan utilisasi kaum minoritas dan wanita untuk semua perusahaan yang memiliki kerjasama dengan pemerintah. Th e US Securities and Exchange Commission menetapkan peraturan baru pada Desember 2009 yang mengatur tentang bagaimana komite nominasi mengungkapkan diversitas pada saat pemilihan kandidat board. Pemerintah Negara Kanada mengatur keterlibatan wanita dalam boards pada perusahaan milik kerajaan. Peraturan tersebut menyatakan keterlibatan wanita dalam boards sebesar 50% sejak Desember 2011.

Pemerintah Negara Australia sejak Juli 2010 mengatur tentang pelaporan perusahaan tentang pengungkapan informasi proporsi wanita dalam boards dan memberikan laporan progress report tentang gender objectives. Pemerintah Negara Jerman melalui Kementerian Hukum-nya mengatur tentang keseimbangan keterlibatan wanita dan pria di perusahaan selama kurun waktu 12 bulan ke depan. Perusahaan yang tidak bisa memenuhi akan diberikan sanksi.

Pemerintah Negara Austria menyatakan bahwa sejak tahun 2009 perusahaan harus melaporkan secara detail tentang semua pengukuran untuk mendukung keterlibatan wanita sebagai CEO. Pemerintah Negara Denmark sejak tahun 2008 mengatur tentang comply or explain code yang menyatakan bahwa diversitas harus diperhitungkan di semua pertemuan. Pemerintah Negara Polandia mengatur tentang corporate governance perusahaan yang merekomendasikan tentang keseimbangan gender. Pemerintah Negara Swedia mengatur tentang comply atau explain code tentang kewajiban perusahaan untuk memenuhi keseimbangan gender di perusahaan.

Tabel 4.3 Perbandingan Proporsi Perempuan pada Boards di Berbagai Negara

Negara Prosentase

Australia 9,9 %

Hong Kong 7,6 %

New Zealand 11,4 %

Singapore 5,7%

Industrialized Asia Pacifi c 3,6%

Austria 6,7 % Belgium 6,5 % Denmark 12,1% Finland 21,0% France 8,2% Germany 9,0% Greece 9,5% Iceland 14,3% Irekand 7,1% Italy 3,6% The Netherlands 10,3% Norway 35,9% Portugal 0,4% Spain 6,6% Sweeden 23% Switzerland 8,4% UK 7,8% Industrialised Europe 9,6% Canada 11,3% US 11,4% North America 11,4% China 6,6% India 4,1% Indonesia 4,1% Malaysia 4,2% Pakistan 4,6% Philippinnes 23,0% South Korea 1,0%

Taiwan 6,4%

Thailand 8,7%

Emerging Markets Asia 4,7%

Czech Republic 4,4%

Hungary 10,2%

Polland 10,2%

Russia 5,8%

Turkey 9,7%

Emerging Markets Europe 7,8%

Egypth 7,1%

Israel 12,5%

Marocco 0%

South Africa 14,6%

Emerging Markets Middle Easth and Africa 12,4%

Argentina 4,1% Brazil 3,9% Chile 2,4% Colombia 11,3% Mexico 6,5% Peru 3,6%

Emerging Markets Latin America 4,7%

Total Emerging Markets 6,0%

Total 8,9%

Sum ber: Wom en on Boards: A St at ist ical Review by Count ry, Region, Sect or, and Market I ndex; Governance Met rics

Tabel 4.4 Faktor yang Menyebabkan Perempuan Kurang Dilibatkan dalam Boards Perusahaan di UK

Faktor Prosentase

Perilaku di Tempat Kerja 30%

Lingkungan Kerja 30%

Pengembangan Karier 22%

Promosi 18%

Kompensasi 2%

Misceallenous 31%

Sum ber: Wom en on Boards: A St at ist ical Review by Count ry, Region, Sect or, and Market I ndex; Governance Met rics

I nt ernat ional, March 2009

Tabel 4.5 Faktor Detail yang Menyebabkan Perempuan Kurang Dilibatkan dalam Boards Perusahaan di UK

Faktor Prosentase

Keseimbangan Hidup 20%

Men Culture/Perempuan hanya memiliki

networking yang sempit 17%

Isu hamil 12%

Bias Tradisi 9%

Kesempatan yang Kurang 7%

Kecenderungan laki-laki merekrut laki-laki 7%

Sum ber: Wom en on Boards: A St at ist ical Review by Count ry, Region, Sect or, and Market I ndex; Governance Met rics

Tabel 4.6 Pengaruh Gender Diversity pada Posisi Senior dan Bisnis Faktor Prosentase Attitude 48 Kinerja Perusahaan 22 Brand Image 12 Career Advancement 9 Lingkungan Kerja 7 Kepuasan Karyawan 6 Misscelleaneous 14

Sum ber: Wom en on Boards: A St at ist ical Review by Count ry, Region, Sect or, and Market I ndex; Governance Met rics

I nt ernat ional, March 2009

Tabel 4.7 Pengaruh Gender Diversity pada Posisi Senior dan Bisnis (Detailed)

Faktor Prosentase

New/Different Perspective Wide/open Perspective Balanced Approach Better Decision Making Better Understanding Better Performance 20 11 10 8 8 8

Sum ber: Wom en on Boards: A St at ist ical Review by Count ry, Region, Sect or, and Market I ndex; Governance Met rics

Tabel 4.8 Langkah-Langkah yang Organisasi Lakukan untuk Memperbaiki Gender Diversity

Faktor Prosentase

Gender Diversity Programme Balanced work force management Opportunities for advancement Better training Developed network 6 4 4 4 4

Sum ber: Wom en on Boards: A St at ist ical Review by Count ry, Region, Sect or, and Market I ndex; Governance Met rics

I nt ernat ional, March 2009

Pengalaman kerja wanita sebagai komisaris dan direksi pada perbankan syariah rerata 3,17 tahun. Pengalaman kerja yang diukur dengan jumlah tahun sebagai komisaris dan direksi menunjukkan bahwa semakin lama menjabat sebagai komisaris dan direksi maka semakin berpengalaman, semakin memiliki pengetahuan yang lebih banyak, dan semakin tajam intuisi dan logikanya. Jangka waktu 3 tahun belum dapat dikatakan sebagai waktu yang lama. Penelitian ini hanya melihat pengalaman kerja dengan jangka waktu pada perbankan tersebut, tetapi tidak melihat jangka waktu atau pengalaman sebelumnya di tempat lain. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Huang (2013) kinerja perusahaan akan meningkat ketika CEO berpengalaman sampai 9 tahun dan terus meningkat sampai masa kerja 12 tahun, dan setelahnya kinerja perusahaan mengalami penurunan.

Menurut berita CNN yang dikutip oleh Huang (2013) menyatakan bahwa investor tidak menyukai terlalu banyak board of director yang tua karena semakin lama mereka di perusahaan maka semakin tidak independen dan semakin berkurang efektifnya dalam melakukan fungsi pengawasan. Hal yang sama diungkapkan oleh regulasi yang ada di UK yang menyatakan bahwa CEO seharusnya diganti dan di- review setelah 6 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan

SpencerStuart mengungkapkan bahwa perusahaan yang

ada pada Fortune memiliki CEO dengan masa kerja rerata 7 tahun dan perusahaan yang ada pada S&P 500 dengan masa kerja 6,5 tahun.

Menurut regulasi yang ada yaitu PBI tahun 2009 tentang GCG pada Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah serta regulasi UU PT tahun 2007 tidak menjelaskan tentang persyaratan sebagai komisaris dan direksi harus memiliki pengalaman berapa lama. Hasil penelitian ini tidak melanggar regulasi yang ada karena regulasi belum mengatur tentang hal tersebut baik pada perbankan syariah, perbankan umum atau pada PT.

Jenjang pendidikan wanita sebagai komisaris dan direksi rerata adalah 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa rerata wanita yang menjabat sebagai komisaris dan direksi di perbankan syariah memiliki jenjang pendidikan S1 dan S2. Semakin tinggi jenjang pendidikan wanita sebagai komisaris dan direksi maka semakin banyak pengetahuannya, semakin terbuka wawasan, networking, dan semakin baik dalam pengambilan keputusan. Hal ini tidak melanggar aturan yang ada baik PBI tahun 2009 maupun UU PT tahun

2007. Kedua regulasi tersebut belum mengatur tentang persyaratan jenjang pendidikan khususnya wanita dan pada umumnya baik di perbankan syariah, perbankan umum, dan PT.

Menurut hasil penelitian SpencerStuart menyebutkan bahwa persentase CEO dengan jenjang pendidikan MBA di S&P 500 adalah 41% pada tahun 2006 dan jenjang pendidikan undergraduate sebesar 97%. Perusahaan yang tergabung dalam S&P 500 mayoritas memiliki CEO dengan latar belakang pendidikan S1. Wanita yang memiliki jabatan sebagai CEO pada perbankan syariah di Indonesia memiliki latar belakang pendidikan S1 dan S2 seimbang.

Berdasarkan Tabel 4.2 latar belakang pendidikan wanita sebagai komisaris dan direksi pada perbankan syariah rerata adalah 0,2. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian wanita yang memiliki jabatan sebagai komisaris dan direksi bukan berlatar belakang ekonomi dan keuangan dan sebagian yang lain memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dan keuangan. Hasil penelitian ini tidak menyalahi regulasi yang ada baik pada PBI tahun 2009 maupun UU PT tahun 2007. Kedua regulasi tidak mengatur secara jelas tentang latar belakang pendidikan wanita sebagai komisaris dan direksi khususnya dan pada umumnya baik di perbankan syariah, perbankan umum, dan PT.

Apabila dibandingkan dengan Negara lainnya seperti di US berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh SpencerStuart bahwa CEO pada S&P 500 memiliki pendidikan dengan bidang engineering sebesar 33%,

business administration 11%, dan economics 13% pada tahun 2006. Latar belakang pendidikan CEO baik di Indonesia dan US didominasi oleh pendidikan non ekonomi. Peneliti menduga karena latar belakang pendidikan eksakta seperti engineering memiliki kemampuan analisis yang tajam, logika yang lebih baik, dan secara umum lebih terlihat cerdas sehingga latar belakang pendidikan CEO didominasi oleh non ekonomi dan keuangan.

Berdasarkan Tabel 4.1 size perbankan syariah yang diukur dengan total aset menunjukkan bahwa rerata memiliki total aset sebesar 1.32E13. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar perbankan berdasarkan aset yang dimiliki maka akan semakin mampu mengembangkan usahanya, semakin mampu menambah kapasitasnya sehingga kinerja perbankan semakin meningkat. Apabila dibandingkan dengan total aset bank konvensional pada tahun 2006-2010 sebesar Rp 85T, maka rerata aset perbankan syariah sudah cukup baik pada periode penelitian 2011-2013.

Berdasarkan Tabel 4.1 kinerja perbankan syariah yang diukur dengan rasio ROE rerata adalah 14,6%. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan syariah dapat memperoleh laba yang berasal dari ekuitasnya sebesar 14,6%. Nilai ROE apabila dibandingkan dengan ROE pada bank konvensional adalah 15% pada periode 2006-2013. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja bank syariah tidak jauh berbeda dengan kinerja bank konvensional berdasarkan nilai ROE-nya.

Dalam dokumen BUKU WOMEN AS COMMISSIONER BOARD 3 (Halaman 147-162)

Dokumen terkait