• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Determinan Tindakan Perawat dalam Membuang Limbah

5.1.1. Hubungan Umur dengan Tindakan membuang Limbah Medis Padat Tabel 4.16. menunjukkan bahwa responden yang berumur dewasa (>35-60

tahun) lebih banyak yang tindakan kurang dalam membuang limbah medis padat

dibandingkan dengan dewasa muda (21-35 tahun). Umur dewasa (>35-60 tahun)

mempunyai tindakan kurang 84 orang (70,2%), sedangkan yang berumur dewasa

muda tindakan yang baik 116 orang (25,9%). Hasil analisis chi-square diperoleh

hubungan umur dengan tindakan responden dalam membuang limbah medis padat

secara statistik tidak signifikan dengan p value 0,63 (p>0,05).

Hasil penelitian ini sependapat dengan Panjaitan (2004) mengatakan tidak ada

perbedaan yang bermakna perawat yang berumur lebih muda dan lebih tua, namun

secara proporsional perawat yang lebih muda berkinerja baik dari perawat yang lebih

tua. Tetapi hasil penelitian ini tidak sependapat dengan teori Gibson (1996) yang

mengemukakan bahwa umur mempengaruhi tindakan seseorang. Umumnya

seseorang bergerak melalui tahapan karir selama perjalanan hidupnya yang meliputi

tahap pendahuluan, peningkatan, perawatan, dan pensiun. Tahap pendahuluan (umur

18-24 tahun) muncul saat awal karir, seseorang membutuhkan dan mencari dukungan

dari orang lain agar kebutuhan rasa amannya terpenuhi. Tahap peningkatan (umur 25-

yang melatih penilaian independen. Selanjutnya tahap perawatan (umur 40-54 tahun)

ditandai dengan usaha untuk stabilisasi dari hasil masa lampau. Akhir suatu titik

sebelum masa pensiun, seseorang akan masuk ke masa pensiun atau tahap penarikan

(umur 55-65 tahun) dan mereka tidak lagi membutuhkan peningkatan kerja.

5.1.2. Hubungan Pendidikan dengan Tindakan perawat dalam membuang limbah medis padat

Tabel 4.17. Menunjukan bahwa responden yang mempunyai pendidikan

rendah lebih banyak yang tindakan kurang (80,6%) dalam membuang limbah medis

padat dibandingkan dengan responden pendidikan tinggi (45,9%). Hasil chi square

diperoleh hubungan pendidikan dengan tindakan membuang limbah medis padat

secara statistik signifikan dengan menunjukkan p value = 0,018. Tingkat pendidikan

mempengaruhi kemampuan sesorang dalam mencerna dan memahami suatu masalah,

selanjutnya pemahaman akan masalah bisa membentuk sikap seseorang dan

dipengaruhi oleh lingkungannya akan menghasilkan suatu perilaku (tindakan) nyata

sebagai suatu reaksi. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan baik atau tindakan

kurang baik.

Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitian Siahaan.,R. (2008)

melaporkan tingkat pendidikan responden yang rendah menyebabkan kurangnya

pengetahuan. Hasil penelitian ini tidak sependapat dengan Panjaitan (2004) yang

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara tingkat pendidikan lebih

tinggi dan lebih rendah. Namun secara proporsional ada kecenderungan perawat yang

berpendidikan yang lebih tinggi mempunyai perilaku lebih baik. Tidak ada hubungan

kompetensi antara perawat lulusan SPK, lulusan DIII, dan lulusan S1 & S2 dimana

semua perawat dapat melakukan tugas yang sama dan mempunyai tanggung jawab

serta wewenang yang sama.

5.1.3. Hubungan masa kerja dengan tindakan membuang limbah medis padat Tabel 4.18. menunjukkan bahwa dari 103 responden yang masa kerjanya baru

di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan sebanyak 79,6% responden melakukan tindakan

membuang limbah medis padat yang kurang, sedangkan 97 responden yang masa

kerjanya lama di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan sebanyak 35,1% melakukan tindakan

membuang limbah medis padat yang baik. Hasil analisis chi square diperoleh

hubungan masa kerja dengan tindakan responden membuang limbah medis padat

secara signifikan dengan p value = 0,026. Perawat dengan masa kerja lebih banyak

diharapkan lebih banyak pengalaman dan lebih baik tindakannya dalam membuang

limbah medis padat.

Hasil penelitian ini didukung oleh Gibson (1997) mengatakan bahwa salah

satu faktor yang mempengaruhi tindakan adalah pengalaman. Nurhaeni (2002) hasil

penelitiannya mengatakan bahwa perawat yang memiliki masa kerja kurang dari 11

tahun lebih baik tindakannya daripada perawat yang masa kerjanya lebih dari atau

sama dengan 11 tahun. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sumiati(2004)

masa kerja tidak berhubungan dengan dengan tindakan.

5.1.4. Hubungan Pengetahuan dengan tindakan membuang limbah medis padat

Tabel 4.19. Menunjukkan bahwa responden yang mempunyai pengetahuan

kurang lebih banyak yang tindakan kurang dalam membuang limbah medis padat

(81,5%), sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan baik lebih banyak

tindakan baik(38,0%). Hasil analisis chi square diperoleh hubungan pengetahuan

dengan tindakan perawat dalam membuang limbah medis padat secara statistik

signifikan menunjukkan p value = 0,033. Hasil ini sesuai dengan penelitian Weerdt

(1989) yang menyatakan ada pengaruh yang kuat dari tingkat pengetahuan terhadap

tindakan, dapat bersifat langsung melalui sikap. Teori Bloom cit Notoadmojo (2003),

mengatakan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang.

Pengetahuan perawat tentang jenis, macam, sifat, dan bahaya limbah medis

padat, serta cara pembuangan limbah medis padat sesuai persyaratan, sebagai

sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh dari proses belajar selama

hidup, dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri maupun

lingkungannya dengan berperilaku membuang limbah medis padat sesuai persyaratan

yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengetahuan tentang limbah medis padat dapat

diperoleh dari pengalaman, dosen, teman, buku, dan media massa baik cetak maupun

elektronik.

Tabel 4.20. menunjukkan bahwa responden dengan sikap kurang, lebih

banyak yang tindakan kurang (79,7%), sedangkan responden dengan sikap yang baik,

lebih banyak tindakan baik (39%) dalam membuang limbah medis padat. Hasil analis

chi square diperoleh hubungan sikap dengan tindakan responden dalam membuang

limbah medis padat secara statistik signifikan dengan menunjukkan p value = 0,007.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

prediposisi tindakan suatu perilaku.

Hasil ini didukung oleh teori Newcomb (Notoadmojo, 2003) yang

mengatakan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu.. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil

penelitian Sumiati(2004) yang mengatakan karyawan yang mempunyai

kecenderungan sikap positif tentang jenis, macam, bahaya, dan cara pembuangan

limbah klinis besar kemungkinan akan berperilaku baik sesuai persyaratan dalam

membuang limbah klinis.

5.1.6. Hubungan dukungan ketersediaan fasilitas pembuangan limbah medis padat dengan tindakan membuang limbah medis padat

Tabel 4.21. Menunjukkan bahwa responden yang ketersediaan fasilitas

pembuangannya tidak ada, lebih banyak yang tindakan kurang (75,3%), sedangkan

responden yang ketersediaan fasilitas pembuangannya ada lebih banyak yang

tindakan baik sebanyak 80% dalam membuang limbah medis padat. Hasil analisis chi

square diperoleh hubungan ketersediaan fasilitas pembuangan dengan perilaku

menunjukkan p value = 0,001. Dengan tersedianya fasilitas yang dibutuhkan perawat

akan mudah memanfaatkannya, karena betapapun positifnya sikap mental yang

dimiliki jika sarananya tidak tersedia, mereka tidak akan berperilaku baik dengan

membuang limbah medis padat pada tempatnya.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori Green (Notoadmojo, 2003)

Ketersediaan fasilitas merupakan faktor pendukung terwujudnya sikap menjadi suatu

perilaku. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Salim (2002)

melaporkan kondisi prasarana dan sarana fisik mempengaruhi tindakan karyawan.

Hasil penelitian Sumiati (2004) di RS Panembahen Senopati Bantul, mengatakan

bahwa faktor dominan yang mempengaruhi perilaku karyawan dalam membuang

limbah klinis adalah ketersediaan fasilitas pembuangan limbah klinis yang kurang,

mempunyai resiko mempengaruhi perilaku yang kurang baik.

5.1.7. Hubungan Ketersediaan sarana memperoleh informasi dengan tindakan membuang limbah medis padat

Tabel 4.22. Menunjukkan bahwa respon yang ketersediaan sarana

memperoleh informasi tidak ada, lebih banyak yang tindakannya kurang(75,1%),

sedangkan responden yang ketersediaan sarana memperoleh informasinya ada lebih

banyak tindakan baik (52,6%) dalam membuang limbah medis padat. Hasil analisis

chi square diperoleh hubungan ketersediaan sarana memperoleh informasi dengan

perilaku responden dalam membuang limbah medis padat secara statistik signifikan

Ada tidaknya fasilitas pembuangan limbah medis padat dan sarana

memperoleh informasi limbah medis padat, dipengaruhi oleh adanya perencanaan

matang, dana yang tersedia, dan diwujudkan dengan adanya pengadaan fasilitas dan

sarana yang diperlukan. Kepada perawat perlu diadakan pelatihan, kursus,

penyuluhan dan memiliki brosur tentang pengelolaan limbah medis padat yang

diselenggarakan oleh rumah sakit atau pihak lain, dan adanya sosialisasi peraturan

tertulis berupa prosedur tetap pembuangan limbah medis padat yang mudah di

mengerti oleh perawat. Ketersediaan sarana memperoleh informasi limbah medis

padat akan memudahkan perawat memperoleh informasi limbah medis padat dan

dapat mengubah perilaku perawat membuang limbah medis padat sesuai persyaratan.

Menurut Salim (2002) faktor pendukung ketersediaan sarana informasi

ternyata dapat merangsang secara tidak langsung untuk terbentuk tindakan seseorang.

5.1.8. Hubungan kebijakan rumah sakit tentang limbah medis padat dengan tindakan membuang limbah medis padat

Tabel 4.23. Menunjukkan responden yang tidak ada mengetahui kebijakan

rumah sakit tentang limbah medis padat lebih banyak tindakan kurang (87,4%),

sedangkan responden yang mengetahui ada kebijakan rumah sakit, lebih banyak yang

tindakan baik (49,4%) dalam membuang limbah medis padat. Hasil analisis chi

square diperoleh kebijakan rumah sakit dengan tindakan responden membuang

limbah medis padat secara statistik signifikan menunjukkan p value = 0,001.

Dengan adanya berbagai ketentuan yang diambil oleh pihak rumah sakit

rumah sakit dengan mengacu pada peraturan diatasnya dan diketahui oleh perawat,

adanya sanksi dan penghargaan pelaksanaan prosedur tetap pembuangan limbah

medis padat dan diketahui oleh perawat di unit penghasil limbah medis padat akan

berpengaruh terhadap tindakan perawat dalam membuang limbah medis padat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Green yang mengatakan bahwa

kebijakan rumah sakit merupakan salah satu faktor yang mendorong atau

memperkuat untuk berperilaku sehat, yang dalam penelitian ini adalah tindakan

membuang limbah medis padat. Menurut Krech (1962) yang dikutip Sumiati (2004),

berubahnya pandangan atau tindakan seseorang sebagai akibat dari tekanan kelompok

yang muncul karena adanya pertentangan antara individu dengan pendapat kelompok,

dibedakan menjadi patuh (sesuai peraturan) karena terpaksa (compliance), yang hal

ini akan menghasilkan perilaku tetap.

5.1.9. Hubungan motivasi yang diperoleh perawat dengan tindakan membuang limbah medis padat

Tabel 4.24. Menunjukkan bahwa responden yang tidak ada memperoleh

motivasi lebih banyak yang tindakan kurang (91,3%), sedangkan responden yang

mengatakan ada memperoleh motivasi lebih banyak berperilaku baik (29,9%) dalam

membuang limbah medis padat. Hasil analisis chi square diperoleh hubungan

motivasi yang diperoleh dengan tindakan responden dalam membuang limbah medis

padat secara statistik signifikan menunjukkn p value = 0,044.

Menurut Teori Morgan (1986) cit Notoatmojo (2005), Jika keadaan internal

tindakan/perilaku untuk mencapai suatu tujuan, dimana jika tujuan tersebut tercapai

maka akan terjadilah keseimbangan yang menyebabkan sesorang akan merasa puas

dan lega.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sumiati (2004) di RSUD

Panembahan Senopati Bantul, penelitian tersebut melaporkan bahwa motivasi

karayawan tidak mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan

perilaku responden dalam membuang limbah klinis.