• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Proses Produksi Tuna Loin

4.3.4 Diagram sebab-akibat penerimaan tuna

Analisis tahap penerimaan tuna berkaitan dengan nilai variasi berat tuna yang akan diproses dalam pembuatan loin. Penerimaan tuna loin dilapangan terkadang masih kurang baik sehingga dapat menimbulkan variasi. Pernerimaan ikan tuna harus langsung dilakukan pengujian meliputi uji organoleptik.

Faktor yang menyebabkan terjadinya variasi pengendalian mutu pada tahap penerimaan tuna digolongkan ke dalam tiga faktor, yaitu material, manusia, dan lingkungan. Diagram sebab-akibat pada tahap penerimaan tuna dapat dilihat pada Gambar 25.

1. Material (bahan baku tuna)

Bahan baku kan tuna yang digunakan PT X adalah berupa ikan tuna segar yang dibeli dari transit ikan yang berasal dari Jakarta maupun dari supplier dari Malang. Ikan tuna yang dibeli atau diterima terlebih dahulu dilakukan pengecekan secara organoleptik oleh checker yang berpengalaman dan dicatat oleh tally dari perusahaan X. Pengecekan yang dilakukan meliputi, kenampakan, tekstur daging, dan suhu pusat serta penimbangan berat dari tuna tersebut. Pengecekan dilakukan

dengan menggunakan alat couring tube yang ditusukkan pada bagian belakang sirip dada dan pangkal ekor sebelah kiri dan kanan dan ditimbang dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Mutu ikan tuna yang ada ditempat transit terdiri dari mutu grade A, B, dan C. Namun, bahan baku ikan yang diterima oleh perusahaan X memiliki mutu grade B dan C. Selain itu juga setelah dilakukan proses cuting, ditemukan bagian cacat pada tubuh tuna, misalkan saja tubuh tuna terkena yake, sehingga bagian daging tuna yang akan dibuat loin menjadi berkurang.

2. Manusia

Manusia merupakan salah satu faktor penyebab dari variasi pengendalian mutu karena pekerja berhubungan langsung dengan proses produksi. Pekerja yang terdapat dalam perusahaan X itu yang sudah berpengalaman dibidangnya. Ikan tuna yang sudah dibeli oleh perusahaan langsung ditangani oleh pekerja yang berpengalaman dan dilakukan proses pemotongan. Pekerja yang kurang teliti dan terampil dalam penanganan tuna dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisik berupa luka luar daging tuna, sehingga akan menyebabkan berkurangnya berat loin yang dihasilkan, sedangkan para pekerja yang memiliki ketelitian dan keterampilan yang baik dalam penanganan ikan tuna akan menghasilkan berat tuna yang maksimal dan baik untuk dijadikan kualitas ekspor. Pemilihan bahan baku tuna dilakukan ditempat transit ikan oleh Chekker berpengalaman untuk mencegah ketidaksesuaian mutu tuna

3. Lingkungan

Lingkungan merupakan tempat dimana makhluk hidup itu berada. Lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap bahan baku ikan yang didapat. Ikan tuna yang ditangkap di perairan yang kurang baik atau tercemar akan berpengaruh terhadap mutu daging ikan tuna yang didapat. Selain itu suhu juga sangat berpengaruh terhadap mutu suatu bahan baku. Suhu yang tinggi akan menyebabkan mutu ikan tuna menjadi kurang baik karena akan menyebabkan timbulkan warna pelangi pada daging tuna, sehingga loin yang dihasilkan tidak dapat memenuhi mutu ekspor. Oleh karena itu ikan yang sudah dibeli di tempat transit ikan harus dalam keadaan tertutup dan dalam keadaan dingin supaya mutu ikan tuna masih dalam keadaan segar. Dalam proses cutting, ikan yang belum

diproses dalam bak penampungan ikan harus dalam keadaan dingin. Suhu lingkungan yang baik adalah lingkungan yang memiliki suhu maksimum 4,4 oC. Diagram sebab akibat tahap penerimaan bahan baku ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25 Diagram sebab-akibat variasi tahap penerimaan tuna. 4.3.5 Diagram sebab-akibat produksi tuna loin

Faktor penyebab variasi pengendalian mutu pada tahap produksi tuna loin digolongkan ke dalam empat faktor utama, yaitu material, manusia, peralatan dan permintaan pelanggan. Diagram sebab-akibat pada tahap produksi tuna loin dapat dilihat pada Gambar 26.

1. Material

Kualitas ikan yang digunakan di perusahaan X adalah dengan mutu grade B dan C. Dalam proses pembuatan tuna loin, satu ekor ikan tuna dibagi menjadi empat potongan loin, Kualitas bahan baku tuna mempengaruhi mutu loin yang dihasilkan. Tuna loin di perusahaan X ini diekspor ke negara Amerika Serikat. Namun, tuna loin yang tidak memenuhi standar ekspor, maka tuna loin tersebut dijadikan untuk komoditas lokal.

2. Manusia

Pekerja dibidang cutting harus memiliki ketelitian dan keterampilan yang baik karena akan mempengaruhi dalam berat dari tuna loin tersebut. Pemotongan fillet tuna yang kurang rapi akan menghasilkan loin dengan berat yang kurang maksimal, sedangkan pemotongan yang baik dan rapi akan menghasilkan berat loin yang maksimal.

Material Lingkungan Manusia Ketelitian Keterampilan Suhu tinggi Daerah penangkapan Mutu daging Penerimaan tuna Diagram sebab-akibat penerimaan tuna

3. Peralatan

Salah satu peralatan yang digunakan dalam proses cutting dan fillet tuna adalah pisau. Pisau yang digunakan adalah pisau khusus yang terbuat dari bahan stainless steel. Pisau yang digunakan untuk pemotongan haruslah memiliki ketajaman yang baik agar didapatkan hasil potongan fillet yang baik. Potongan fillet yang baik akan menghasilkan potongan loin dengan berat maksimal. Sebelum pisau digunakan dalam proses pemotongan, dipastikan pisau tersebut harus dalam keadaan bersih dan tajam.

4. Permintaan pelanggan

Tuna loin yang terdapat di perusahaan memiliki dua jenis bentuk loin yaitu bentuk yang regular dan CC. Pembuatan loin juga harus memperhatikan bentuk estetika dari loin tersebut, agar para pelanggan puas terhadap produk tuna loin yang telah dipesan dan di beli. Jumlah potongan loin yang dihasilkan tiap pemotongan tuna yang terdiri dari 4 bagian.

Gambar 26 Diagram sebab-akibat variasi tahap produksi loin. 4.3.6 Diagram sebab-akibat produksi terhadap rendemen loin

Rendemen merupakan bagian yang dimanfaatkan. Faktor penyebab variasi pengendalian mutu pada produksi tuna loin dengan rendemen yang dihasilkan digolongkan ke dalam empat faktor utama, yaitu material, manusia, peralatan, dan metode kerja. Diagram sebab-akibat pengaruh proses produksi terhadap rendemen loin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 27.

pelanggan Permintaan Material Peralatan Manusia Ketelitian Keterampilan Ketajaman pisau Jenis pisau Mutu daging Potongan loin Variasi loin Diagram sebab-akibat produksi tuna loin

1. Material

Berat bahan baku tuna utuh akan mempengaruhi hasil pembentukan loin dan tentunya akan mempengaruhi hasil rendemen loin. Semakin besar berat tuna yang akan diproduksi maka semakin banyak berat daging yang dihasilkan dalam bentuk potongan loin. Mutu daging tuna sangat mempengaruhi dalam pembuatan loin dan tentunya akan mempengaruhi rendemen daging tuna yang diproses. Daging loin yang cacat akan membuat rendemen loin menjadi rendah karena ada bagian loin yang terbuang. Loin yang bebas dari cacat akan menghasilkan rendemen daging tuna loin yang besar.

2. Manusia

Pekerja yang memiliki keterampilan dan ketelitian yang baik dalam proses pemotongan (cutting) dan fillet tuna akan mempengaruhi berat akhir potongan loin dan mempengaruhi rendemen dari loin tersebut. Sehingga diperlukan keahlian dan orang yang berpengalaman dalam melakukan pemotongan fillet tuna, agar menghasilkan rendemen tuna loin yang besar.

3. Peralatan

Salah satu peralatan yang digunakan untuk proses fillet tuna adalah pisau khusus fillet berbahan stainless steel. Pisau yang digunakan untuk pemotongan haruslah memiliki ketajaman yang baik agar didapatkan hasil potongan fillet yang baik. Potongan fillet yang baik akan menghasilkan potongan loin dengan berat maksimal dan dengan rendemen loin yang maksimal juga. Selain itu timbangan sangat mempengaruhi dalam proses ini karena timbangan yang tidak dikalibrasi akan menghasilkan berat tuna loin yang bervariasi serta terjadi kesalahan dalam penilaian dalam penimbangan. Dalam melakukan penimbangan dari tuna loin satu ke tuna loin yang lain, tentunya timbangan harus di tare terlebih dahulu.

4. Metode kerja

Salah satu yang mempengaruhi variasi rendemen ini adalah faktor dalam metode kerja. Tahapan fillet, pembuangan daging gelap dan perapihan sangat berpengaruh terhadap rendemen tuna yang dihasilkan. Pada tahap fillet harus dilakukan dengan hati-hati dan rapi agar tidak banyak daging tuna yang masih melekat pada ruas-ruas tulang. Pembuangan daging gelap harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti agar daging loin tidak terambil banyak dan yang menyatu

dengan daging gelap. Salah satu tujuan dari pembuangan daging gelap adalah mengurangi kadar histamin pada daging.

4.3.7 Kapabilitas proses

Kapabilitas proses adalah kisaran dimana variasi alami suatu proses terjadi akibat penyebab umum suatu sistem, atau dengan kata lain pencapaian suatu proses dalam kondisi stabil. Kapabilitas proses (Cpm) merupakan suatu ukuran kerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan (Evan dan Lindsay 2007). Manfaat dari analisis kapabilitas proses terhadap peningkatan mutu adalah dapat menduga seberapa baik proses akan memenuhi toleransi, dapat membantu pengembang atau perancang produk dalam memilih atau mengubah proses atau mengurangi keragaman dalam proses produksi (Tang et al. 2006).

Hasil kapabilitas proses, tingkatan sigma, serta nilai DPMO (defect per million opportunities) yang diukur secara berturut-turut pada tahap penerimaan bahan baku, produksi tuna loin, dan nilai rendemen yang dihasilkan adalah 1,00 pada tingkat sigma 3,00, dan DPMO 68100; 1,44 pada tingkat sigma 3,66, dan DPMO 15400; serta 1,00 pada tingkat sigma 2,95, dan DPMO 73500.

Hasil kapabilitas dari penerimaan bahan baku tuna, produksi tuna loin dan nilai rendemen memiliki nilai kapabilitas sebesar 1,00-1,44 Karena nilai sigma berada di kisaran tingkatan 3 sigma dengan kapabilitas 1,00 mensyaratkan bahwa suatu proses berada tepat ditengah rataan kisaran toleransi untuk mencegah adanya unit yang diproduksi diluar batas (Evans dan Lindsay 2007).

Gambar 27 Diagram sebab-akibat pengaruh produksi terhadap rendemen loin.

Metode kerja Manusia

Peralatan Material

Mutu bahan baku Berat bahan baku

ketajaman pisau

Jenispisau

Ketelitian Keterampilan

Tahap perapihan loin Tahap fillet

Diagram sebab-akibat rendemen loin

Variasi rendemen loin

4) Improve (peningkatan/perbaikan)

Perbaikan merupakan sesuatu yang cepat, menarik, memuaskan semua orang yang terlibat dalam proses tersebut (Evan dan Lindsay 2007). Dalam suatu proses peningkatan mutu. Perbaikan mutu memerlukan komitmen untuk perbaikan yang seimbang antara aspek manusia (motivasi) dan aspek teknologi (teknik) yang dilakukan secara terus menerus (quality improvement) (Gaspersz 2003).

Tahap improvement dalam masalah pengendalian mutu pada proses produksi tuna loin beku di PT X, dengan mencari solusi menggunakan diagram kaizen blitz. Dimana metode ini merupakan proses perbaikan yang intens dan cepat dimana tim atau departemen mengaplikasikan sumber dayanya ke dalam suatu proyek perbaikan yang menunjukkan hubungan antara siklus Deming (PDSA) dan proses perbaikan yang terus menerus, dimana siklus Deming merupakan metode yang sederhana untuk melaksanakan perbaikan. Siklus Deming terdiri dari empat tahap: merencanakan, mengerjakan, belajar dan bertindak. Siklus Deming mirip dengan DMAIC, tetapi sebagian berfokus dari siklus Deming adalah pada implementasi dan pembelajaran sehingga melengkapi fase perbaikan DMAIC yang cukup baik.

Tahap merencanakan terdiri dari mempelajari situasi saat ini dan mendeskripsikan proses tersebut dari sisi input, output, pelanggan, dan pemasok; memahami ekspektasi pelanggan; mengumpulkan data; mengidentifikasi masalah; menguji teori penyebab ; serta menyusun solusi dan rencana kegiatan. Dalam tahapan bertindak, rencana di implementasikan dengan basis percobaan, misalnya produksi awal, untuk mengevaluasi suatu solusi yang diusulkan dan menampilkan data yang objektif. Tahapan belajar menentukan apakah rencana percobaan berjalan dengan baik dengan cara mengevaluasi hasil, serta mencatat hasil pembelajaran. Pada tahapan terakhir, bertindak, perbaikan serta dikomunikasikan ke keseluruhan organisasi. Proses ini kemudian menuju kembali ke tahapan merencanakan untuk mengidentifikasi kesempatan-kesempatan perbaikan yang lainnya. Hubungan antara siklus Deming (PDSA) dan proses perbaikan yang terus menerus dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 antara siklus Deming (PDSA) dan proses perbaikan yang terus menerus Siklus Deming (PDSA) Transformasi kualitas

Merencanakan (Plan,P) Definisi proses

Menilai situasi sekarang Analisis penyebab Melaksanakan (Do, D)

Mencoba teori perbaikan Mempelajari (Study, S) Memeriksa hasil

Bertindak (Act, A)

Standarisasi perbaikan

Rencana perbaikan terus-menerus Menurut Gaspersz (2003), program perbaikan mutu dapat dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah berikut.

1. Memilih dan menetapkan program perbaikan mutu

2. Mengemukakan alasan mengapa memilih program tersebut 3. Melakukan analisis situasi melalui pengamatan situasional 4. Melakukan pengumpulan data selama beberapa waktu 5. Melakukan analisa data

6. Menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan sasaran perbaikan kualitas

7. Melaksanakan program perbaikan selama waktu tertentu 8. Melakukan studi penilaian terhadap program perbaikan mutu

9. Mengambil tindakan korektif atas penyimpangan yang terjadi atau standardisasi terhadap aktivitas yang sesuai

5) Control (pengendalian)

Control atau pengendalian merupakan aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga ciri-ciri mutu produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau persyaratannya, serta pengambilan tindakan yang sesuai jika terdapat perbedaan antara penampilan sebenarnya dengan standarnya

(Montgomery 1990). Fase pengendalian berfokus bagaimana menjaga perbaikan terus berlangsung. Perbaikan ini termasuk menentukan standar serta prosedur baru, serta merancangkan sistem pengendalian untuk meyakinkan agar perbaikan tidak lekang oleh waktu. Bentuk pengendalian dalam proses produksi tuna loin yang sederhana adalah pemeriksaan berkala untuk meyakinkan bahwa prosedur yang benar telah diikuti, dan penerapan diagram pengendalian proses statistik untuk memonitor kinerja cara pengukuran yang terpenting (Evans dan Lindsay 2007). Penerapan sistem pengendalian memiliki tiga komponen, yaitu

1. Standar dan tujuan

Komponen yang pertama adalah dengan menetapkan suatu standar dan tujuan untuk pengendalian proses tuna loin yang harus dicapai. Tujuan dari standar ini dicerminkan oleh karakteristik mutu yang dapat diukur, seperti pencapaian target penerimaan bahan baku tuna, berat rataan tuna loin, serta rendemen yang dihasilkan.

2. Cara untuk mengukur keberhasilan

Komponen yang kedua yaitu cara untuk mengukur keberhasilan. Pengukuran memberikan informasi mengenai apa yang sesungguhnya telah dicapai pekerja, supervisor, atau manajer dan memeriksa berat rataan penerimaan tuna, berat rataan tuna loin, serta banyaknya rendemen yang dihasilkan telah memenuhi tujuan atau standar yang ditetapkan. Jika tidak, maka perlu dilakukan perbaikan.

3. Perbandingan antara hasil sebenarnya dengan hasil standar, serta umpan balik untuk melakukan tindakan korektif.

Komponen yang terakhir yaitu membandingkan hasil yang sebenarnya dengan hasil standar, serta umpan balik untuk melakukan tindakan korektif. Apabila hasil sebenarnya tidak sama dengan hasil standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka perlu adanya evaluasi dan melakukan tindakan korektif. Tindakan korektif terdiri dari tindakan korektif jangka pendek dan tindakan korektif jangka panjang. Tindakan korektif jangka pendek biasanya dilakukan oleh para pelaku proses yang bertanggung jawab langsung dalam melakukan proses produksi, misalnya karyawan; sedangkan tindakan korektif jangka panjang merupakan tanggung jawab manajemen (Evans dan Lindsay 2007).

Dokumen terkait