• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Tuna Loin Beku

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Tuna Loin Beku

Persyaratan mutu dan keamanan pangan pada tuna loin beku yang dianjurkan sesuai dengan SNI 01-4104.1-2006 diantaranya yaitu produk harus lulus uji organoleptik minimal angka 7 diantara kisaran angka (1-9). Uji Escherichia coli yang diperbolehkan maksimal 2 APM, sedangkan untuk pengujian Salmonella dan vibrio cholera harus negatif. Persyaratan mutu keamanan pangan tuna loin beku dapat ditunjukkan pasa Tabel 2.

Tabel 2 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Tuna Loin Beku (SNI 01-4104.1-2006)

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

a. Organoleptik angka (1-9) minimal 7

b. Cemaran Mikroba*: - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholera koloni APM APM APM maksimal 5,0 × 105 maksimal < 2 negatif negatif c. Cemaran Kimia*: - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Histamin - Kadmium mg / kg mg / kg mg / kg mg / kg maksimal 1 maksimal 0,4 maksimal 100 maksimal 0,5 d. Fisika

- Suhu pusat oC maksimal -18

e. Parasit ekor maksimal 0

Sumber: Badan Standardisasi Nasional Keterangan:

ALT : Angka Lempeng Total APM : Angka Paling Memungkinkan 2.5 Definisi Mutu

Menurut Juran (1993), mutu produk merupakan kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk memiliki daya tahan penggunaannya lama, produk yang digunakan akan menambah citra atau status konsumen yang memakainya, produk tidak mudah rusak, adanya jaminan mutu dan sesuai etika yang digunakan.

Mutu merupakan kecocokan penggunaan produk memiliki dua aspek utama, yaitu ciri-ciri produknya memenuhi tuntunan pelanggan dan tidak memiliki kelemahan (Nasution 2005).

1. Ciri-ciri produk yang memenuhi pelanggan

Ciri-ciri produk bermutu tinggi apabila memiliki keistimewaan. Mutu yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dan dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.

2. Bebas dari kelemahan

Suatu produk yang memiliki tingkat mutu yang tinggi apabila produk tersebut tidak memiliki kelemahan, tidak memiliki cacat sedikitpun dalam produknya. Mutu yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, meningkatkan kapasitas produksi serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa (Nasution 2005).

Mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan (Crosby 1979). Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Standar mutu meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi.

2.6 Pendekatan Pengendalian Mutu

Pelaksanaan pengendalian mutu di dalam suatu perusahaan perlu diadakan pendekatan terhadap mutu, agar pengendalian mutu yang dilaksanakan dalam perusahaan tepat mengenai sasarannya serta meminimalkan biaya pengendalian mutu (Ahyari 1990). Faktor yang mempengaruhi pendekatan mutu ini terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, mesin dan peralatan produksi yang digunakan. Pendekatan mutu terdiri dari pendekatan bahan baku, pendekatan proses produksi dan pendekatan produk akhir. Pendekatan pengendalian mutu sangat penting agar pelaksanaan pengendalian mutu sesuai dengan yang diharapkan (Banuelas 2002). 2.6.1 Pendekatan bahan baku

Perusahaan umumnya menilai baik dan buruknya mutu dari bahan baku karena bahan baku mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap mutu produk akhir. Dalam suatu perusahaan yang memproduksi suatu produk dimana karakteristik bahan baku menjadi sangat penting di dalam perusahaan tersebut karena bahan baku akan mempengaruhi mutu dari produk. Dalam pendekatan bahan baku, ada beberapa yang mesti diperhatikan agar bahan baku yang diterima dapat terjaga mutunya (Ahyari 1990).

1) Seleksi Sumber Bahan Baku (Pemasok)

Pengadaan bahan baku umumnya perusahaan melakukan pemesanan kepada perusahaan lain (sebagai perusahaan pemasok). Pelaksanakan seleksi

sumber bahan baku dapat dilakukan dengan cara melihat pengalaman hubungan perusahaan pada waktu yang lalu atau mengadakan evaluasi pada perusahaan pemasok bahan dengan menggunakan daftar pertanyaan atau dapat lebih diteliti dengan melakukan penelitian mutu perusahaan pemasok.

2) Pemeriksaaan Dokumen Pembelian

Menentukan perusahaan pemasok, hal berikutnya yang perlu dilaksanakan adalah pemeriksaan dokumen pembelian yang ada. Oleh karena itu dokumen pembelian akan menjadi referensi dari pembelian yang dilaksanakan tersebut, maka dalam penyusunan dokumen pembelian perlu dilakukan dengan teliti. Beberapa hal yang diperiksa meliputi tingkat harga bahan baku, tingkat mutu bahan, waktu pengiriman bahan, pemenuhan spesifikasi bahan.

3) Pemeriksaan Penerimaan Bahan

Dokumen pembelian yang disusun cukup lengkap maka pemeriksaan penerimaan bahan dapat didasarkan pada dokumen pembelian tersebut. Beberapa permasalahan yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan kegiatan pemeriksaan bahan baku di dalam gudang perusahaan antara lain rencana pemeriksaan, pemeriksaan dasar, pemeriksaan contoh bahan, catatan pemeriksaan dan penjagaan gudang.

2.6.2 Pendekatan proses produksi

Proses produksi akan lebih banyak menentukan mutu produk akhir. Artinya di dalam perusahaan ini meskipun bahan baku yang digunakan untuk keperluan proses produksi bukan bahan baku dengan mutu prima, namun apabila proses produksi diselenggarakan dengan sebaik-baiknya maka dapat diperoleh produk dengan mutu yang baik pula. Pengendalian mutu produk yang dihasilkan perusahaan tersebut lebih baik bila dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses produksi yang disesuaikan dengan pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan. Pada umumnya pelaksanaan pengendalian mutu proses produksi di dalam perusahaan dibedakan menjadi 3 tahap ( Ahyari 1990).

1) Tahap Persiapan

Tahap ini akan dipersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pengendalian proses tersebut. Kapan pemeriksaan dilaksanakan,

berapa kali pemeriksaan proses produksi dilakukan pada umumnya akan ditentukan pada tahap ini.

2) Tahap Pengendalian Proses

Tahap ini, upaya yang dilakukan adalah mencegah agar jangan sampai terjadi kesalahan proses yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu produk. Apabila terjadi kesalahan proses produksi maka secepat mungkin kesalahan tersebut diperbaiki sehingga tidak mengakibatkan kerugian yang lebih besar atau barang dalam proses tersebut dikeluarkan dari proses produksi dan dikatakan sebagai produk yang gagal.

3) Tahap Pemeriksaaan Akhir

Tahap ini merupakan pemeriksaan yang terakhir dari produk yang ada dalam proses produksi sebelum dimasukkan ke gudang barang jadi atau disebar ke pasar melalui distributor produk.

2.6.3 Pendekatan produk akhir

Pendekatan produk akhir merupakan upaya perusahaan untuk mempertahankan mutu produk yang dihasilkannya dengan melihat produk akhir yang menjadi hasil dari perusahaan tersebut (Latief dan Utami 2009). Dalam pendekatan ini perlu dibicarakan langkah yang diambil untuk dapat mempertahankan produk sesuai dengan standar kualitas yang berlaku. Pelaksanaan pengendalian kualitas dengan pendekatan produk akhir dapat dilakukan dengan cara memeriksa seluruh produk akhir yang akan dikirimkan kepada para distributor atau toko pengecer.

Produk yang cacat atau mempunyai mutu di bawah standar yang ditetapkan maka perusahaan dapat memisahkan produk tersebut. Masalah kerusakan produk, perusahaan harus mengambil tindakan yang tepat bagi peningkatan mutu produk akhir serta kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Oleh sebab itu perusahaan harus mengumpulkan informasi tentang berbagai macam keluhan dari konsumen. Informasi dari konsumen sangat penting karena dapat memperbaiki mutu produk perusahaan (Nasution 2005).

2.7 Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu produk yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah produk yang rusak. Ada beberapa pengertian pengendalian mutu :

1) Pengendalian mutu adalah suatu aktifitas untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana telah direncanakan (Ahyari 1990)

2) Pengendalian mutu adalah merencanakan dan melaksanakan cara yang paling ekonomis untuk membuat sebuah barang yang akan bermanfaat dan memuaskan tuntutan konsumen secara maksimal (Assauri 1999)

3) Pengendalian mutu merupakan alat penting bagi manajemen untuk memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu, yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah barang yang rusak (Reksohadiprojo 2000). Jadi dapat disimpulkan pengendalian mutu adalah aktivitas untuk menjaga, mengarahkan, mempertahankan dan memuaskan tuntutan konsumen secara maksimal.

4) Pengendalian mutu adalah aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga ciri-ciri mutu produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau persyaratannya, serta pengambilan tindakan yang sesuai jika terdapat perbedaan antara penampilan sebenarnya dengan standarnya (Montgomery 1990).

Tujuan utama pengendalian mutu adalah menjaga kepuasan pelanggan. Identifikasi semua kebutuhan pelanggan merupakan suatu hal yang mendasar bagi kendali mutu efektif. Keuntungan yang didapat dari pengendalian mutu adalah sebagai berikut (Feigenbaum 1989):

1) Meningkatkan mutu dan desain produk. 2) Meningkatkan aliran produksi.

3) Meningkatkan moral tenaga kerja dan kesadaran mengenai mutu. 4) Meningkatkan pelayanan produk.

2.8 Statistical Process Control (SPC)

Teknik-teknik pengawasan mutu secara statistik merupakan suatu metode statistik yang menerapkan teori probabilitas dengan pengujian dan pemeriksaan sampel pada kegiatan pengawasan mutu suatu produk. Metode statistik memberikan cara-cara pokok dalam pengambilan sampel produk, pengujian serta evaluasinya, dan informasi dalam data digunakan untuk mengendalikan dan meningkatkan proses pembuatan (Montgomery 1990).

Beberapa kelebihan penggunaan statistika dalam pengendalian mutu (Montgomery 1990), antara lain:

1. Sebagai alat yang telah terbukti untuk dapat meningkatkan produktivitas. 2. Sebagai alat yang efektif untuk mencegah penyimpangan.

3. Dapat mencegah penyesuaian yang tidak perlu.

4. Memberikan informasi bagi operator kegiatan untuk membuat suatu perubahan pada proses yang dapat meningkatkan produktivitas.

Statistical process control (SPC) merupakan metode statistika yang memisahkan variasi yang dihasilkan sebab khusus dari variasi alamiah untuk menghilangkan sebab khusus, mengusahakan dan mempertahankan konsistensi dalam proses, serta memantapkan proses perbaikan (Goetsch dan David 2003 dalam Gaspersz 2003). Macam-macam variabilitas terkadang dapat timbul dari hasil suatu proses.

Tujuan dari Statistical process control (SPC) adalah untuk menunjukkan tingkat realibilitas sampel dan bagaimana cara mengawasi risiko. Hal ini memungkinkan para manajer membuat keputusan apakah akan menanggung biaya akibat banyak produk yang rusak dan menghemat biaya inspeksi atau sebaliknya. Statistical process control (SPC) juga untuk membantu pengawasan pemrosesan melalui pemberian peringatan kepada para manajer apabila terdapat kesalahan dalam proses produksi (Nasution 2005).

2.9 Six Sigma

Six sigma merupakan suatu evaluasi total quality managenent. Six sigma adalah metode yang digunakan oleh kalangan industri didukung oleh ahli-ahli statisik agar dapat memperbaiki kemampuan proses untuk menghasilkan produk

sebesar six sigma, yaitu 3,4 kemungkinan kesalahan dalam 1 juta kali kesempatan produksi (defect per million opportiunities-DPMO) sehingga hasilnya adalah 99.9996% (Tang et al. 2006). Kemampuan landasan dan filosofi six sigma adalah perbaikan terobosan yang menambah nilai kepada perusahaan dan pelanggan melalui pendekatan masalah yang sistematik (Cheng 2010). Six sigma ini menggunakan model DMAIC, yaitu akronim dari Define, Measure, Analysis, Improvement and Control yang secara tidak langsung hubungan dengan lean six sigma (George 2002):

1) Define

Define didefinisikan secara formal sebagai sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. Tujuan dari tahap ini adalah memperjelas tujuan dari proyek lean six sigma. Tim mendesain proyek secara keseluruhan dan sasaran peningkatan proses yang konsisten.

2) Measure

Measure merupakan pengukuran kinerja proses pada saat sekarang agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Tahap dalam pengumpulan data dalam suatu masalah dan dilakukan pemetaan proses. Pada tahap ini juga kinerja proses diukur menggunakan alat analisis seperti peta kontrol, pareto, dan lain-lain.

3) Analyze

Analyze dalam metode DMAIC yaitu tim menganalisis hubungan sebab akibat sebagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan pada tahap selanjutnya, yaitu faktor manusia, mesin, metode, dan manajemen. Penggunaan diagram sebab akibat mengacu pada Larson (2003) terdiri dari tahapan sebagai berikut:

(1) Mengidentifikasi masalah yang sering terjadi dan mengungkapkan masalah tersebut sebagai suatu pertanyaan masalah dan temukan sekumpulan penyebab yang mungkin mengakibatkan masalah tersebut. (2) Menggambarkan diagram dan pernyataan mengenai masalah untuk

(bahan baku, metode, manusia, mesin, dan lingkungan) ditempatkan pada cabang utama( membentuk tulang-tulang kecil ikan).

(3) Menganalisis faktor penyebab yang mungkin terjadi, dengan bertanya untuk menemukan akar penyebab pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang- tulang kecil ikan).

(4) Menginterpretasikan diagram sebab akibat tersebut dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul.

4) Improve

Improve merupakan sesuatu yang cepat, menarik, memuaskan semua orang yang terlibat dalam proses tersebut (Evan dan Lindsay 2007). Dalam suatu proses peningkatan mutu atau perbaikan mutu memerlukan komitmen untuk perbaikan yang seimbang antara aspek manusia (motivasi) dan aspek teknologi (teknik) yang dilakukan secara terus menerus (quality improvement) (Gaspersz 2003).

5) Control

Control atau pengendalian merupakan aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga ciri-ciri mutu produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau persyaratannya, serta pengambilan tindakan jika terdapat perbedaan dengan standarnya (Montgomery 1990), setelah proses mencapai mutu yang diinginkan maka tahap ini digunakan untuk memantau dan melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target six sigma.

2.9.1 Grafik Kendali

Grafik kendali adalah grafik yang secara khusus memberi informasi dalam dua dimensi, distribusi proses dan kecenderungan proses. Grafik kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone laboratories, Amerika Serikat dengan tujuan untuk menghilangkan ragam tidak normal melalui pemisahan ragam yang disebabkan oleh penyebab khusus (special causes variation) dari ragam yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation). Grafik kendali digunakan untuk menetapkan karakteristik mutu secara kontinu, menetapkan mutu proses, menetapkan saat mulai dan berakhirnya proses, dan menghilangkan penyebab dari penolakan produk atau mutu marginal

produk. Tujuan dari grafik kendali ini adalah untuk mengetahui secara mudah dan cepat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam proses (Breyfogle 2003).

Menurut Rath dan Strong (2005) setiap grafik kendali pada dasarnya memiliki garis tengah, batas control dan tebaran nilai-nilai. Karakter yang terdapat dalam grafik kendali yaitu:

1) Garis tengah (central line) yang biasa dikonotasikan sebagai CL.

2) Sepasang batas kontrol, dimana satu batas kontrol ditempatkan diatas garis tengah sebagai batas kontrol (upper control limit, UCL) dan satu lagi ditempatkan sebagai batas kontrol bawah ( lower control limit, LCL).

3) Tebaran nilai-nilai mutu yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai berada dalam batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu maka proses yang berlangsung masih dalam keadaan terkendali. Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada grafik itu berada di luar batas kontrol atau kendali atau memperlihatkan kecenderungan tertentu maka proses yang berlangsung dianggap berada di luar kendali sehingga perlu diambil tindakan koreksi untuk memperbaiki proses yang ada. Gambar grafik kendali dapat di lihat pada Gambar 2.

Nomor Contoh

Gambar 2 Grafik kendali secara umum.

Grafik kendali tidak hanya dapat sebagai alat monitoring, tetapi juga dapat menunjukkan jalan kearah peningkatan. Grafik kendali dapat memisahkan variasi penyebab khusus dan umum. Variasi adalah ketidakseragaman dalam proses operasional sehingga dapat menimbulkan perbedaan mutu produk yang dihasilkan (Breyfogle 2003).

Menurut Gaspersz (2002), terdapat dua sumber penyebab timbulnya variasi yang diklasifikasikan sebagai berikut:

Karakte

1. Variasi penyebab khusus (special-causes variation) adalah kejadian-kejadian di luar sistem industri yang mempengaruhi variasi dalam sistem industri tersebut. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor, seperti: manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll.

2. Variasi penyebab umum (common-cause variation) adalah faktor-faktor di dalam sistem industri atau yang melekat pada proses industri sehingga menimbulkan variasi dalam sistem tersebut. Penyebab umum disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system cause).

2.9.2 Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab-akibat adalah metode grafis sederhana untuk membuat hipotesis mengenai rantai penyebab dan akibat serta untuk menyaring potensi penyebab dan mengorganisasikan hubungan antar variabel (Evan dan Lindsay 2007).

Kaoru Ishikawa memperkenalkan diagram sebab akibat di Jepang, sehingga diagram ini juga sering disebut diagram Ishikawa. Karena strukturnya, diagram ini juga disebut “diagram tulang ikan” adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis terperinci dalam menemukan penyebab- penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian dan kesenjangan yang terjadi. Contoh diagram sebab akibat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram Sebab-akibat.

Fungsi dari diagram sebab akibat, yaitu berperan dalam memusatkan perhatian operator, bagian produksi dan pimpinan dalam masalah mutu. Diagram sebab akibat yang dikembangkan biasanya untuk memajukan tingkat pemahaman proses tersebut Jugulum dan Samuel (2008).

Metode Lingkungan

2.9.3 Kapabilitas proses

Kapabilitas proses adalah kisaran dimana variasi alami suatu proses terjadi akibat penyebab umum suatu sistem, atau dengan kata lain pencapaian suatu proses dalam kondisi stabil. Kapabilitas proses (Cpm) merupakan suatu ukuran kerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Analisis kapabilitas merupakan bagian yang sangat penting dari keseluruhan program peningkatan mutu. Manfaat dari analisis kapabilitas proses terhadap peningkatan mutu adalah dapat menduga seberapa baik proses akan memenuhi toleransi, dapat membantu pengembang atau perancang produk dalam memilih atau mengubah proses atau mengurangi keragaman dalam proses produksi (Tang et al. 2006). Kapabilitas proses penting bagi desainer produk dan teknisi produksi, dan amat penting untuk mencapai tingkatan kerja Six Sigma. Memahami kapabilitas proses memungkinkan untuk memprediksi secara kuantitatif seberapa baik suatu proses dapat memenuhi spesifikasi serta untuk menentukan kebutuhan suatu peralatan serta pengendalian yang dibutuhkan (Evans dan Lindsay 2007).

Analisis kapabilitas proses merupakan bagian penting dari keseluruhan program pengendalian mutu. Manfaat dari analisis kapabilitas proses (Montgomery 1996) adalah:

a. Menduga seberapa baik proses akan memenuhi toleransi

b. Membantu pengembang atau perancang produk dalam memilih atau mengubah proses

c. Mambantu dalam pembentukan selang antara penarikan contoh untuk pengawasan proses

d. Menentukan persyaratan penampilan bagi alat baru e. Memilih diantara pemasok yang bersaing

f. Merencanakan urutan proses produksi bilamana ada pengaruh interaksi proses dengan toleransi

g. Mengurangi keragaman dalam proses produksi Indeks kapabilitas proses Cp

Hubungan antara variasi dan spesifikasi alami diukur menggunakan indeks kapabilitas proses sehingga sering disebut sebagai indeks potensial proses (Cp).

Indeks kapabilitas proses merupakan variasi natural suatu proses dengan spesifikasi desain dalam tolak ukur yang kuantitatif (Evans dan Lindsay 2007). Dalam bahasa numerik, rumusnya adalah:

Cp =

Dimana, USL = upper specification limit LSL = lower specification limit

� = standar deviasi proses

Penilaian yang digunakan untuk indeks kapabilitas proses (Cp) (Gaspersz 2003), yaitu:

Cpm≥ 2,0 : keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu, artinya proses berada dalam keadaan mampu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

1≤ Cpm≥ 1,99 :tri proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Cpm < 1,0 : oses industri berada dalam keadaan tidak mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Persyaratan penggunaan rumus ini, yaitu distribusi proses harus menyebar normal dengan nilai target (T) yang berarti rata-rata proses harus tepat berada ditengah nilai USL dan LSL. Kurva indeks kapabilitas proses ditunjukkan pada Gambar 4.

Lower

Spec U pper Spec

C

p < 1

Lower

Spec UpperSpec

C

p = 1

Lower

Spec UpperSpec

C

p > 1

Jika persyaratan ini sudah dipenuhi maka, dapat digunakan tabel nilai kapabilitas proses yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hubungan antara Cp dan kapabilitas proses Cp Kapabilitas Proses 0,33 1,0 sigma 0,5 1,5 sigma 0,67 2,0 sigma 0,83 2,5 sigma 1,00 3,0 sigma 1,17 3,5 sigma 1,33 4,0 sigma 1,5 4,5 sigma 1,67 5,0 sigma 1,83 5,5 sigma 2,00 6,0 sigma 2,17 6,5 sigma 2,33 7,0 sigma Sumber: Gaspersz (2007)

Menurut Evans dan Lindsay (2007), Cp dengan nilai 1,00 mensyaratkan bahwa proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Semakin besar nilai Cp, maka semakin besar pula nilai sigmanya.

3 METODOLOGI

3.1 Kerangka Pemikiran

Ikan Tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Salah satu bentuk olahan dari ikan tuna diantaranya adalah tuna loin. Tuna loin merupakan produk setengah jadi yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk diolah lebih lanjut menjadi produk akhir. Dalam menghasilkan suatu produk yang bermutu tentunya tidak lepas dari faktor mutu, oleh karena itu diperlukan suatu proses untuk pengendalian mutu agar didapat produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kajian ini difokuskan pada efektivitas dan konsistensi penerapan sistem pengendalian mutu yang dilakukan pada proses produksi tuna loin yang berkaitan dengan berat rataan tuna utuh dalam penerimaan bahan baku, berat rataan tuna loin serta rendemen dari tuna loin.

Penelitian mengenai pengendalian mutu pada proses produksi tuna loin beku menggunakan konsep pemecahan masalah DMAIC-Six sigma, yaitu yang terdiri dari Define, Measure, Analysis, Improve dan Control. Konsep ini memiliki fokus pada efektivitas penerapan sistem pengendalian mutu pada produksi tuna loin beku terkait dengan ketidaksesuaian mutu produk atau cacat dan penipuan ekonomi terhadap pelanggan dengan memperhatikan kemampuan proses (kapabilitas proses). Untuk mengetahui suatu proses dalam keadaan terkendali atau tidak dalam suatu pengukuran (Measure), tentunya harus membuat grafik kendali dan menganalisis (Analysis) grafik kendali tersebut dengan mencari sebab-akibat dengan menggunakan diagram sebab-akibat (fish bone chart), selain itu untuk melihat kemampuan proses dalam produksi di suatu perusahaan harus mengetahui nilai kapabilitas prosesnya, apakah proses tersebut mampu atau tidak mampu dalam menghasilkan produk sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil secara langsung dengan pengambilan contoh dari PT X selama proses produksi

selama bulan Maret-April 2011. Sedangkan data sekunder merupakan yang diambil dari perusahaan meliputi (Keadaan umum perusahan, sejarah perusahaan, lokasi perusahaan dan yang lainnya). Karakteristik contoh yang diukur bobot rataan tuna utuh, tuna loin dan rendemen tuna loin. Pengambilan data pada

Dokumen terkait