• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. BAHAN DAN METODE

8. Jumlah nodul efektif

4.2.2. Diameter tanaman

Pertambahan diameter sangat dipengaruhi oleh fotosintat dan suplai H2O

(Kramer dan Kozlowski 1960). Keberadaan FMA membantu meningkatkan suplai H2O dengan bantuan hifa eksternal yang dapat masuk kedalam rongga

tanah yang diameternya lebih kecil daripada diameter akar (Fakuara 1994). Pertambahan diameter merupakan pertumbuhan sekunder yang sangat dipengaruhi oleh nitrogen (Goldsworthy dan Fisher 1992), dengan adanya FMA maka kadar N pun meningkat dan akhirnya berperan dalam pertambahan diameter. Serapan N lebih besar pada tanaman bermikoriza dari pada tanaman tanpa mikoriza. Hal ini terbukti dari hasil analisis jaringan yang dilakukan pada tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus).

Hasil sidik ragam pada taraf 5% untuk parameter diameter semai menunjukkan bahwa inokulasi FMA berpengaruh sangat nyata pada tanaman

E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus (Tabel 2). Dan

perlakuan BFN berpengaruh tidak nyata terhadap parameter diameter semai pada tanaman E. cyclocarpum, L. leucocephala dan C. calothyrsus (Tabel 2) serta berpengaruh nyata pada tanaman P. falcataria. Interaksi 2 faktor yaitu FMA dan BFN berpengaruh sangat nyata terhadap variabel diameter semai pada tanaman

P. falcataria dan tidak berpengaruh nyata pada tanaman E. cyclocarpum,

L. leucocephala dan C. calothyrsus (Tabel 2).

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan perlakuan FMA yang menunjukkan pengaruh sangat nyata adalah perlakuan m1 (Glomus sp) dibandingkan dengan

64

perlakuan m0 (kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) berbeda tidak nyata

terhadap perlakuan m0 (kontrol) untuk parameter diameter semai

E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus(Lampiran 4).

Tanaman yang mempunyai rata - rata diameter semai tertinggi adalah

E. cyclocarpum yaitu 5,33 mm (Gambar 3). Hasil uji lanjut Duncan pada

tanaman P. falcataria untuk perlakuan BFN yang menunjukkan berbeda nyata adalah perlakuan b1 (Shinorhizobium sp) dan b0 (kontrol) dibandingkan dengan perlakuan b2 (Rhizobium sp) (Lampiran 5). Sedangkan hasil uji lanjut Duncan interaksi perlakuan FMA dan BFN pada tanaman P. falcataria yang menunjukkan pengaruh beda sangat nyata adalah perlakuan m1b0 (Glomus sp x kontrol) dan perlakuan m1b1 (Glomus sp x Shinorhizobium sp) (Lampiran 6).

Kehadiran FMA pada akar tanaman dapat mengubah pola eksudasi akar sehingga mempengaruhi kuantitas dan kualitas BFN (Johansson et al. 2004). Perubahan kualitas BFN akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara lebih baik. Begitupun kehadiran BFN ternyata mempengaruhi perkecambahan dan perkembangan FMA secara lebih baik. Dommergues et al. (1980) menyatakan bahwa inokulasi BFN tertentu terhadap tanaman dan memperlihatkan peningkatan pertumbuhan tanaman disebabkan karena BFN tersebut mempunyai peranan khusus seperti penghasil zat pengatur tumbuh, pengagregasi tanah, menyediakan unsur hara bagi tanaman dan sejumlah fungsi lainnya.

Selain itu, Boyce (1948) menyebutkan bahwa FMA dapat menyediakan auksin yang berperan dalam diferensiasi sel terutama diferensiasi berkas pengangkut, penebalan sekunder, dan menggiatkan kambium membentuk sel - sel baru. Auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel sehingga protoplas mendapat kesempatan untuk menyerap air dari sel - sel yang ada dibawahnya sehingga diperoleh sel - sel yang panjang dan bervakuola besar. Keberadaan auksin tersebut pada akhirnya berperan dalam peningkatkan rata - rata pertambahan diameter batang. Dengan demikian pengangkutan air, unsur hara dan fotosintat meningkat karena aktifitas kambium yang membentuk floem kearah luar dan membentuk xilem ke arah dalam.

Selain dapat dihasilkan oleh FMA (Boyce 1948), auksin juga dapat diperoleh dari beberapa mikroorganisme yang menyediakan triptopan sebagai bahan baku auksin (Goldsworthy dan Fisher 1992). Hormon lain yang bekerja

sinergis dengan auksin dalam proses pertumbuhan kambium adalah giberilin (Gardner et al. 1991). Menurut Klein (2000), sejumlah mikroba di dalam rizosfer dapat menghasilkan campuran organik komplek seperti giberilin. Kerjasama auksin dan giberilin akhirnya menghasilkan diameter batang yang lebih baik. 4.2.3. Jumlah daun tanaman

Daun merupakan organ utama produsen fotosintat pada tumbuhan tingkat tinggi (Gardner et al. 1991; Sitompul 1995). Menurut Salisbury dan Ross (1995), pembentukan bakal daun sangat dipengaruhi oleh pembelahan sel terluar di dekat permukaan pucuk. Pertambahan lebar helai daun disebabkan oleh meristem yang menghasilkan sejumlah sel baru disepanjang tepi poros daun. Salah satu hormon yang berpengaruh terhadap proses tersebut adalah sitokinin, dengan adanya FMA maka aktifitas sitokinin pun meningkat (Anas dan Santosa 1993). Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992), sitokinin mempunyai pengaruh umum yang merangsang pembelahan sel dan sejumlah metabolisme yang berkaitan dengan pertumbuhan. Dengan demikian apabila kadar sitokinin dalam tanaman meningkat maka aktifitas pembentukan bakal daun pun meningkat sehingga jumlah daun menjadi lebih banyak.

Aktifitas sitokinin ditentukan oleh kondisi tanah, seperti ketersediaan air, dan nitrogen yang termineralisasi (Goldsworthy dan Fisher 1992). Adanya FMA dan BFN yang terdapat dalam daerah rizosfer akan berpengaruh terhadap kondisi tanah. Menurut Domergues et al. (1980), mikroorganisme dapat mempengaruhi produktifitas tanah secara langsung dalam hal sifat fisik dan kimia tanah dan dapat menghasilkan sejumlah polisakarida sehingga berpengaruh terhadap stabilitas tanah disekitar rizosfer. BFN juga dapat membantu meningkatkan ketersediaan amonium dengan melepaskannya dari N organik.

Secara statistik berdasarkan hasil sidik ragam pada taraf 5% untuk parameter jumlah daun menunjukkan bahwa inokulasi FMA berpengaruh sangat

nyata pada tanaman E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan

C. calothyrsus (Tabel 2). Faktor tunggal BFN berpengaruh tidak nyata terhadap

variabel jumlah daun pada tanaman L. leucocephala dan C. calothyrsus (Tabel 2) serta menunjukkan berpengaruh nyata pada tanaman E. cyclocarpum dan

66

sangat nyata terhadap parameter jumlah daun pada tanaman P. falcataria (Tabel 2) serta menunjukkan pengaruh tidak nyata pada tanaman E. cyclocarpum,

L. leucocephala dan C. Calothyrsus (Tabel 2).

Dilihat dari aspek hasil tanaman, inokulan ganda tidak selalu menghasilkan produk yang lebih tinggi dari inokulan tunggal (Yudhy 2006). Pada tanaman E. cyclocarpum inokulan tunggal menunjukkan pengaruh nyata untuk parameter jumlah daun, sedangkan inokulan ganda tidak terjadi interaksi. Dalam penelitian ini tampaknya FMA yang lebih dahulu mengkolonisasi akar dibandingkan BFN, sehingga BFN menunjukkan efektifitas yang rendah. Tidak jarang juga kolonisasi akar oleh FMA justru menghambat pembentukan bintil akar dan sebaliknya (Legberg & Koide 2005), sehingga akan mempengaruhi serapan hara N dan pembentukan jumlah daun.

Hasil uji lanjut Duncan perlakuan FMA untuk parameter jumlah daun yang menunjukkan pengaruh sangat nyata adalah perlakuan m1 (Glomus sp) pada ke-empat tanaman uji, bila dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol), tetapi perlakuan m2 (Gigaspora sp) untuk parameter jumlah daun menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap perlakuan m0 (kontrol). Tanaman yang mempunyai rerata jumlah daun tertinggi adalah E. cyclocarpum yaitu 22 helai/tanaman sedangkan rerata jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan m0 (kontrol) pada tanaman P. falcataria dan C. calothyrsus (9,5 helai/tanaman dan 9,57 helai/tanaman) (Gambar 4). Hasil uji lanjut Duncan perlakuan BFN yang menunjukkan pengaruh beda nyata untuk parameter jumlah daun adalah perlakuan b1 (Shinorhizobium sp) terdapat pada tanaman E. cyclocarpum dan P.

falcataria (Lampiran 5). Sedangkan hasil uji lanjut Duncan interaksi perlakuan

FMA dan BFN pada parameter jumlah daun tanaman P. falcataria yang menunjukkan beda sangat nyata adalah perlakuan m1b0 (Glomus sp x kontrol) dan perlakuan m1b1 (Glomus sp x Shinorhizobium sp), sedangkan perlakuan m1b2 (Glomus sp x Rhizobium sp) menunjukkan berbeda nyata (Lampiran 6).

Inokulasi FMA mampu meningkatkan rata - rata pertambahan tinggi bibit

E. cyclocarpun, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus dalam hal ini

FMA jenis Glomus sp. Dengan demikian, semakin tinggi tanaman maka jumlah daun yang dihasilkan pun akan bertambah. Dengan bertambahnya jumlah daun maka semakin besar luas permukaan yang dapat menerima cahaya matahari yang

berperan dalam fotosintesis. Kandungan klorofil pun semakin banyak seiring meningkatnya jumlah daun sehingga laju fotosintesis bertambah besar. Akhirnya fotosintat yang tertimbun sebagai berat kering tanaman semakin besar.