PADA MEDIA TANAH BEKAS TAMBANG SEMEN
CENG ASMARAHMAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Mikoriza dan
Rhizobium untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kayu Energi pada Media
Tanah Bekas Tambang Semen adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
Ceng Asmarahman
CENG ASMARAHMAN. Utilization of Mycorrhiza and Rhizobium to Accelerate the Growth of Seedlings of Fuelwood Species in Soil Media of Ex-Cement Mine Tailing. Under academic supervision of SRI WILARSO BUDI R and ERDY SANTOSO.
Cement industry is one of the economic sector which has great contribution in improving the national economy. In the production process, the need by the industry for energy is progressively increasing, whereas the supply of energy from nature is progressively decreasing. Therefore, there is a need to plant energy tree species (fuelwood) in ex-cement mining land to enhance the supply of energy. One of the constraint faced in tree planting in ex-cement mining land is poor fertility of soils in the land. Therefore, one way that could be attempted is creating suppressive soil in the form of applying biofertilizer such as nitrogen fixing bacteria (NFB) and arbuscular mycorrhizal fungi (AMF). This research constituted experiment with factorial block randomized design (BRD). The first factor was species of NFB (control, Shinorhizobium sp(S8.4), and Rhizobium sp (S10.3.1)); whereas the second factor was species of AMF (control, Glomus sp,
Gigaspora sp) which were inoculated in plants of Enterolobium cyclocarpum,
Leucaena leucocephala, Paraseriantes falcataria, and Calliandra calothyrsus.
Planting medium used was sterilized soil from ex-cement mining land. Results of AMF and NFB inoculation exhibited varying effectiveness in increasing seedling growth. Glomus sp could associate with E. cyclocarpum, L. leucocephala,
P. falcataria, and C. calothyrsus in increasing seedling growth, and was able to
give better growth respond if compared with other treatments. Infection percentage of AMF of Glomus sp was 50.66% in E. cyclocarpum, 44.44% in L.
leucocephala, 29.26% in P. falcataria, and 24.63% in C. calothyrsus.
Keywords: Mycorrhiza, Bacteria, Seedlings, Fuelwood, Soil of Ex - Cement
RINGKASAN
CENG ASMARAHMAN. Pemanfaatan Mikoriza dan Rhizobium untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kayu Energi pada Media Tanah Bekas Tambang Semen. Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R dan ERDY SANTOSO.
Industri semen merupakan salah satu sektor pada bidang ekonomi yang telah memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan perekonomian nasional. Dalam proses produksinya kebutuhan industri terhadap bahan bakar energi semakin meningkat, sedangkan persediaan bahan bakar energi di alam semakin menipis. Untuk itu perlu dilakukan upaya penanaman kayu energi sebagai pensubsitusi bahan bakar energi. Kendala yang dihadapi pada tanah bekas tambang semen adalah tingkat kesuburan lahan yang rendah. Sehingga alternatif yang dapat dilakukan untuk membantu pertumbuhan tanaman adalah dengan menciptakan tanah supresif berupa pemberian bio - fertilizer seperti bakteri fiksasi nitrogen (BFN) dan fungi mikoriza arbuskula (FMA).
Metode penelitian mengunakan rancangan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama adalah jenis BFN (kontrol, Shinorhizobium sp (S8.4), Rhizobium sp (S10.3.1). Faktor kedua jenis FMA (kontrol, Glomus sp,
Gigaspora sp) yang diinokulasikan pada tanaman Enterolobium cyclocarpum,
Leucaena leucocephala, Paraseriantes falcataria, dan Calliandra calothyrsus.
Media tanam yang digunakan adalah lahan bekas tambang semen yang telah disterilisasi.
Hasil inokulasi FMA dan BFN pada tanaman menunjukan efektifitas yang berbeda dalam meningkatkan pertumbuhan semai. Glomus sp dapat berasosiasi dengan E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus dalam meningkatkan pertumbuhan semai serta mampu memberikan respon pertumbuhan lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Persentase
infeksi FMA jenis Glomus sp pada tanaman E. cyclocarpum (50,66%),
L. leucocephala (44,44%), P. falcataria (29,26%), dan C. calothyrsus (24,63%).
Inokulasi Shinorhizobium sp pada tanaman E. cyclocarpum, L. leucocephala dan
P. falcataria lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan semai di media tanah
bekas tambang semen apabila dibandingkan dengan perlakuan Rhizobium sp. Sedangkan pada tanaman C. calothyrsus perlakuan Rhizobium sp lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan semai di media tanah bekas tambang semen apabila dibandingkan dengan perlakuan Shinorhizobium sp.
Pengaruh inokulasi FMA menunjukkan serapan hara N tertinggi terdapat pada tanaman E. cyclocarpum (14,82 g/tanaman) dengan perlakuan Glomus sp. Untuk rerata serapan hara P tertinggi terdapat pada tanaman E. cyclocarpum dan
C. calothyrsus yaitu 1,11 g/tanaman dan 0,77 g/tanaman dengan perlakuan
Glomus sp. Inokulasi BFN menunjukan rerata serapan hara N tertinggi terdapat
pada tanaman E. cyclocarpum dengan perlakuan Shinorhizobium sp (11,78
g/tanaman). Sedangkan serapan hara P tertinggi terdapat pada tanaman
E. cyclocarpum dengan perlakuan Rhizobium sp (0,82 g/tanaman).
Gigaspora sp.
Pada bibit E. cyclocarpum perlakuan Glomus sp nilai RMD sebesar 47,9% nilai PGR 92,2% dan nilai DPU sebesar 21,4%. Perlakuan Gigaspora sp
nilai RMD sebesar 23,6%, nilai PGR 30,9% dan nilai DPU 0%. Bibit
L. leucocephala perlakuan Glomus sp nilai RMD sebesar 63,6%, nilai PGR 175%
dan nilai DPU sebesar 66,7%. Sedangkan perlakuan Gigaspora sp nilai RMD sebesar 3,45%, nilai PGR 3,6% dan nilai DPU 23,1%. Bibit P. falcataria
perlakuan Glomus sp nilai RMD sebesar 83,9%, nilai PGR 622,2% dan nilai DPU sebesar 23,8%. Perlakuan dengan inokulasi Gigaspora sp nilai RMD sebesar 25,0%, nilai PGR 33,3% dan nilai DPU 0%. Sedangkan bibit C. calothyrsus
©Hak cipta milik IPB tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
PADA MEDIA TANAH BEKAS TAMBANG SEMEN
CENG ASMARAHMAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Silvikultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Ceng Asmarahman NRP : E051060301
Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, M. S. Ketua
Dr. Ir. Erdy Santoso, M. S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi MS. Prof. Dr. Ir.Khairil A. Notodiputro, MS
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Science (M.Si) di Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian ini penulis memilih judul "Pemanfaatan Mikoriza dan
Rhizobium untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kayu Energi pada Media
Tanah Bekas Tambang Semen".
Dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. My big family (Ayah, Ibu, Kakak, Adek) Mama dan Adek Lasmini S.H atas dukungan semangat dan doanya.
2. Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, M.S selaku dosen pembimbing atas segala bantuan dan bimbingannya.
3. Bapak Dr. Ir. Erdy Santoso, M.S selaku dosen pembimbing atas segala bantuan dan bimbingannya.
4. Bapak Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas M.Sc. F.Trop selaku penguji luar komisi atas saran dan masukkannya.
5. Para Peneliti di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor, yaitu: Ibu Dr. Ir. Irnayuli Sitopu M.Sc, Bapak Dr. Ir. Maman Turjaman, DEA., Bapak Ir. Ragil S.B Irianto, M.Si., yang telah memberikan masukkannya.
6. PT. Holcim Indonesia Tbk yang telah memberikan dukungan dana dalam penelitian, serta karyawan PT. Holcim Indonesia Tbk di Departemen Pertanaman dan Lingkungan yang telah membantu di lapangan.
7. Teknisi di Laboratorium Mikrobiologi Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, yaitu: Bapak Sugeng Santoso, Bapak Najmullah, Bapak Ahmad Yani dan Bapak Aryanto atas bantuannya selama penelitian. 8. Teman - teman program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan atas bantuan
dan dukungannya.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya pemanfaatan mikroba sebagai solusi mengatasi lahan - lahan marginal yang ada di Indonesia. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya.
Bogor, Agustus 2008
Penulis dilahirkan di Anakan, Kec. Bt. Kapas. Kab. Pesisir Selatan Sumatera Barat pada tanggal 7 April 1982 dari ayah Asril dan Ibu Mariati. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMU N 1 Batang Kapas dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Bengkulu melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian. Penulis menamatkan pendidikan Sarjana pada tahun 2005. Selama menjadi mahasiswa di Universitas Bengkulu, penulis menjadi asisten pada mata kuliah Botani, Morfologi Tumbuhan, Dendrologi, Biologi dan Pemuliaan Pohon, serta aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2005 penulis sempat bekerja sebagai journalis pada perusahan Postmetro Batam. Tahun 2006, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada Sekolah Pascasarjana IPB.
xii
Manfaat penelitian... 5
Hipotesis... 5
TINJAUAN PUSTAKA Lahan pasca tambang semen ... 6
Bakteri fiksasi nitrogen Rhizobium (BFN)... 7
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) ... 7
Paraserianthes falcataria... 9
Enterolobium cyclocarpum... 10
Calliandra calothyrsus... 12
Leucaena leucocephala... 13
METODOLOGI Tempat dan waktu penelitian ... 14
Bahan dan alat ... 14
Metode penelitian... 15
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Nilai koefisien korelasi Pearson untuk menentukan tingkat
keeratan hubungan parameter yang diukur ... ... 20
Tabel 2 Hasil analisis keragaman pengaruh mikoriza dan bakteri fiksasi nitrogen terhadap beberapa variabel pengamatan pada tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus... 21 Tabel 3 Hasil analisis korelasi antara persentase kolonisasi FMA
dengan beberapa parameter pertumbuhan bibit E. cyclocarpum... 46 Tabel 4 Hasil analisis korelasi antara persentase kolonisasi FMA dengan
beberapa parameter pertumbuhan bibit L. leucocephala... .. 47 Tabel 5 Hasil analisis korelasi antara persentase kolonisasi FMA dengan
beberapa parameter pertumbuhan bibit P. falcataria... 48 Tabel 6 Hasil analisis korelasi antara persentase kolonisasi FMA dengan
beberapa parameter pertumbuhan bibit C. calothyrsus... ... 49 Tabel 7 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul dengan beberapa
parameter pertumbuhan bibit E. cyclocarpum... 50 Tabel 8 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul dengan beberapa
parameter pertumbuhan bibit L. leucocephala... 51 Tabel 9 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul dengan beberapa
parameter pertumbuhan bibit P. falcataria... 52 Tabel 10 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul dengan beberapa
parameter pertumbuhan bibit C. calothyrsus... 53 Tabel 11 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul efektif dengan
beberapa parameter pertumbuhan bibit E. cyclocarpum... 54 Tabel 12 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul efektif dengan
beberapa parameter pertumbuhan bibit L. leucocephala... 55 Tabel 13 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul efektif dengan
beberapa parameter pertumbuhan bibit P. falcataria... 56 Tabel 14 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul efektif dengan
beberapa parameter pertumbuhan bibit C. calothyrsus... 57 Tabel 15 Rerata nilai ketergantungan mikoriza relatif, persen respon
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian... ... 4
Gambar 2 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
tinggi semai... 24
Gambar 3 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
diameter semai... 25
Gambar 4 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
jumlah daun... 26
Gambar 5 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
berat segar tajuk... 26
Gambar 6 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
berat segar akar... 27
Gambar 7 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
berat kering total... 28
Gambar 8 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
indek mutu bibit... 29
Gambar 9 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata persentase infeksi mikoriza... 30
Gambar 10 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
serapan hara N... 30
Gambar 11 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
serapan hara P... 31
Gambar 12 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
C/N ratio... 32
Gambar 13 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
jumlah bintil akar/ nodul... 32
Gambar 14 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata
jumlah bintil akar/ efektif... 33
Gambar 15 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap rerata
diameter semai... 34
Gambar 16 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap rerata jumlah daun 35
Gambar 17 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap rerata berat
segar akar... 35
Gambar 18 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap rerata
persentase mikoriza... 36
Gambar 20 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap serapan hara P... 37
Gambar 21 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN
terhadap rerata diameter semai P. falcataria... 38 Gambar 22 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN
terhadap rerata jumlah daun P. falcataria... 38
Gambar 23 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN
terhadap rerata berat segar tajuk P. falcataria... 39 Gambar 24 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN
terhadap rerata berat segar akar P. falcataria... 40 Gambar 25 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN
terhadap rerata indek mutu bibit P. falcataria... 40 Gambar 26 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN terhadap rerata serapan hara N tanaman P. falcataria... 41 Gambar 27 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN terhadap rerata serapan hara P tanaman P. falcataria... 42 Gambar 28 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN terhadap rerata jumlah nodul efektif pada tanaman L. leucocephala... 42 Gambar 29 Pengaruh interaksi perlakuan FMA dan BFN terhadap rerata
persentase infeksi mikoriza tanaman E. cyclocarpum dan
tanaman L. leucocephala... 43 Gambar 30 Foto perbedaan tinggi bibit tanaman uji setelah diinokulasi
FMA dan BFN... 44
Gambar 31 Struktur kolonisasi FMA pada akar tanaman uji... 45
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Komposisi pembuatan media perbanyakan isolat rhizobium
yang terdiri dari komposisi Yeast Manitol Agar (YMA).……... 90
Lampiran 2 Hasil analisis kimia tanah lahan pasca tambang semen
PT. Holcim Indonesia Tbk …... 91
Lampiran 3 Data pengukuran kelembaban dan temperatur... 92
Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh inokulasi mikoriza terhadap rerata variabel pengamatan pada tanaman uji... 93
Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh inokulasi BFN terhadap
rerata variabel pengamatan pada tanaman uji... 94
Lampiran 6 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi perlakuan FMA dan BFN terhadap rerata variabel pengamatan pada
tanaman P. falcataria, L. Leucocephala dan E. cyclocarpum... 95 Lampiran 7 Rekapitulasi hasil anova pengaruh hubungan FMA dan BFN
terhadap parameter pertumbuhan tanaman uji... 96
Lampiran 8 Hasil analisis kimia tanah setelah diinokulasi FMA dan BFN... 98
1.1. Latar belakang
Sektor industri merupakan salah satu sektor pada bidang ekonomi dan telah
memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan perekonomian
nasional. Berdirinya pabrik diilhami dengan berlimpahnya potensi sumber daya
alam khususnya industri semen untuk bahan baku semen (batu kapur dan tanah
liat). Dalam pelaksanaan proses produksinya kebutuhan industri terhadap bahan
bakar atau sumber energi semakin meningkat sementara itu persediaan bahan
bakar energi di alam semakin menipis. Untuk itu perlu dilakukan upaya dengan
penanaman kayu energi sebagai pensubsitusi bahan bakar energi.
Dalam penanaman kayu energi kendala yang dihadapi pada tanah bekas
tambang semen adalah tingkat kesuburan lahan yang rendah, lahan berupa
hamparan tanah kapur (CaO), silika, (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), pasir besi
(Fe2O3), gips dan tanah liat, lahan miskin unsur hara, pH tinggi dan bakteri
pengurai tidak ada, sehingga tumbuhan sulit untuk tumbuh di lahan tersebut, serta
berupa lahan tidur yang tidak termanfaatkan.
Untuk membantu pertumbuhan dan meningkatkan daya hidup semai pada
tanah bekas tambang semen, diperlukan teknik silvikultur yang tepat, pemilihan
jenis tanaman yang cocok, input energi yang tinggi seperti saturasi fosfat,
pemupukan lengkap dan manajemen bahan organik. Namun teknik - teknik
tersebut memerlukan biaya yang tinggi untuk membangun suatu tegakan hutan
dan tak jarang memberikan dampak negatif di kemudian hari, misalnya dampak
pemupukan kimia yang tidak tepat dan terus - menerus akan merusak lingkungan
dan tanah.
Alternatif perlakuan yang dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan
tanaman pada lahan - lahan yang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
yang buruk, seperti halnya pada tanah tambang adalah dengan menciptakan
kondisi tanah supresif. Tanah supresif adalah tanah yang kaya akan mikroba
tanah, sehingga kondusif untuk pertumbuhan tanaman, dan dapat menekan
perkembangan mikroba patogen (Van Brugen 2000; Biwas 2000; Doran 2000;
2
penyediaan nitrat, fosfat dan kalium serta unsur hara lainnya sehingga dapat
meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman di lapangan (Van Brugen 2000;
Biwas 2000; Doran 2000; Qualls 2000).
Sutedjo et al. (1996) mengatakan bahwa peranan mikroorganisme dalam memperbaiki kondisi fisik tanah, khususnya agregat tanah, kini telah sangat
diperhatikan. Struktur tanah sangat dipengaruhi miselium fungi dan sel-sel
bakteri dan juga produk - produk metabolik. Mikroba dan produk metabolik
mengikat partikel - partikel tanah dalam agregat dan partikel - partikel yang lepas
terikat dalam agregat yang stabil.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesuburan tanah bekas tambang
semen tersebut di atas adalah dengan pemberian pupuk hayati seperti
pemanfaatan rhizobium dan mikoriza. Inokulan rhizobium merupakan preparat biologis yang dipakai untuk menjamin tanaman leguminosa menambat N2 secara
hayati dan maksimal.
Jenis - jenis pohon legum seperti sengon buto (Enterolobium cyclocarpum), sengon (Paraserianthes falcataria), kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan jenis - jenis pohon yang termasuk jenis pohon serba guna (multi - purpose tree species), kecepatan tumbuhnya tinggi (fast growing species) dan mampu memfiksasi N2 (nitrogen - fixing trees)
(Turnbull et al. 1986). Pertimbangan lain pemilihan jenis-jenis pohon legum ini adalah tanaman yang mempunyai nilai kalor yang relatif cukup tinggi yaitu
berkisar antara 4.132 – 4.750 Kkal per kg (Ayensu 1980).
Mikroba yang diperlukan tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan tidak
selalu tersedia di tanah khususnya pada lahan - lahan terbuka baik akibat erosi
maupun akibat berbagai aktifitas manusia. Untuk itu, inokulasi mikroba tanah
yang bermanfaat sangat berperan dalam keberhasilan penanaman jenis-jenis
pohon legum.
Salah satu mikroba tanah yang bersimbiosis dengan jenis - jenis pohon
legum adalah bakteri bintil akar, rhizobia. Didalam bintil akar, bakteri ini
mampu memfiksasi N2 dari atmosfer menjadi protein tumbuhan, yang selanjutnya
tersedia untuk jenis tanaman lainnya melalui proses daur ulang (Posgate 1978).
Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian inokulan bakteri fiksasi
menyatakan bahwa di Brazil pemberian bakteri fiksasi nitrogen dapat
meningkatkan N rata – rata antara 15 sampai 93 kg N/ ha/tahun.
Apabila ketersedian nitrogen telah tercukupi dengan fiksasi N2 dari
atmosfer, tinggal kebutuhan akan unsur fosfat yang harus dipenuhi agar tanaman
dapat tumbuh dengan baik. Pemecahan secara biologis juga tersedia yaitu dengan
bantuan fungi tanah, mikoriza. Asosiasi mikoriza dengan tanaman inang, akan
membuka jalan untuk memperoleh kandungan fosfat yang tersedia jauh diluar
jaringan akar tanaman inang (Campbell 1985). Sehingga kebutuhan fosfat pun
dapat terpenuhi dari simbiosis. Kehadiran kedua mikrobion (rhizobia dan
mikoriza) diyakini dapat meningkatkan pertumbuhan pohon inang lebih baik dari
simbiose tunggal, terutama pada lahan miskin hara dan tanah bermasalah (Rao
1988).
1.2. Rumusan masalah
Permasalahan yang sering muncul di lahan bekas tambang semen adalah
sebagai berikut :
1. Lahan berupa hamparan tanah kapur (CaO), silika (SiO2), aluminium
oksida (Al2O3), pasir besi (Fe2O3), gips dan tanah liat, lahan miskin
unsur hara, pH tinggi dan bakteri pengurai tidak ada, sehingga
tumbuhan sulit untuk tumbuh di lahan tersebut.
2. Hilangnya vegetasi alami dan berubahnya ekosistem lingkungan, serta
berupa lahan tidur yang tidak termanfaatkan.
Salah satu tindakan untuk mengatasi masalah tersebut di atas adalah
dengan pemberian pupuk hayati berupa pemanfaatan rhizobium dan mikoriza. Sehingga dengan pemberian pupuk hayati rhizobium dan mikoriza tersebut dapat menjawab permasalahan yang ada, seperti:
1. Apakah dengan pemberian inokulan rhizobium dan mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah bekas
tambang semen?
2. Apakah dengan pemberian inokulan rhizobium dan mikoriza terdapat interaksi dalam meningkatkan pertumbuhan semai kayu energi pada
4
Secara umum kerangka pemikiran dalam melakukan penelitian
disajikan pada Gambar 1:
1.3. Tujuan penelitian
Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengaruh inokulan rhizobium dan mikoriza terhadap pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah bekas tambang
semen.
2. Mengetahui pengaruh interaksi pemberian inokulan rhizobium dan mikoriza terhadap pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah
bekas tambang semen.
1.4. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna
baik secara teoritis maupun praktis bagi dunia ilmu pengetahuan dalam bidang
mikrobiologi tanah khususnya mengenai pemanfaatan mikoriza dan rhizobium
sebagai pupuk hayati dalam hubungannya dengan reklamasi pada lahan bekas
tambang semen atau lahan bermasalah.
1.5. Hipotesis
1. Pemberian BFN (rhizobium) dan FMA (mikoriza) dapat meningkatkan pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah bekas tambang semen.
2. Adanya interaksi antara pemberian BFN (rhizobium) dan FMA (mikoriza) terhadap peningkatan pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lahan pasca tambang semen
Kegiatan pertambangan mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan
dengan karakteristik kegiatan lainnya, terutama menyangkut sifat, jenis dan
lokasi. Dimana kegiatannya melibatkan eksploitasi sumberdaya alam yang tidak
dapat diperbaharui dan sering ditemukan pada lokasi yang terpencil. Selain itu
pembangunannya membutuhkan investasi yang besar terutama untuk membangun
fasilitas infrastruktur. Karakteristik yang penting lainnya bahwa jumlah
cadangan sumber daya alam tidak dapat diketahui dengan pasti, pasar dan harga
sumber daya mineral menyebabkan industri pertambangan dioperasikan pada
tingkat resiko yang tinggi baik dari segi aspek fisik, perdagangan, sosial ekonomi
maupun aspek politik.
Bahan dasar pembuatan semen adalah kapur kembang (CaO), silika
(SiO2), aluminium oksida (Al2O3), pasir besi (Fe2O3), gips dan tanah liat. Limbah
yang dihasilkan oleh industri semen adalah:
a. Limbah padat, yang berasal dari penambangan dan peledakan bahan
baku di quarry, penghancuran (crusher), proses dalam pabrik (penggilingan, pembakaran, pendinginan, pemotongan).
b. Limbah gas, yang berasal dari proses pendinginan, mesin – mesin
pembangkit listrik dan mobilitas kendaraan truk pengangkut.
c. Limbah cair, yang berasal dari air lumpur di quarry, buangan minyak aktifitas transportasi, diesel pembangkit tenaga listrik, air pencucian batu
bara, kegiatan perbengkelan, buangan air dari proses pendinginan
(Anonim 1985) dalam Azwir (2001).
Lahan pasca penambangan sering disebut juga sebagai tailing. Tailing
adalah bagian dari produksi pertambangan yang tidak berguna dan perlu dibuang.
Tailing ini terutama terdapat pada produksi mineral yang dihasilkan dari
penambangan di batuan keras setelah bagian mineralnya diambil. Jadi
pengelolaan tailing terkait dengan tahap produksi dari suatu perusahaan
2.2. Bakteri fiksasi nitrogen rhizobium (BFN)
Salah satu mikroba tanah yang bersimbiosis dengan jenis - jenis pohon
legum adalah bakteri bintil akar rhizobia. Didalam bintil akar bakteri ini mampu
memfiksasi N2 dari atmosfer menjadi protein tumbuhan yang selanjutnya tersedia
untuk jenis tanaman lainnya melalui proses daur ulang (Postage 1978).
Penggunaan bakteri rhizobium sebagai inokulan telah populer digunakan pada tanaman pertanian seperti kedelai dan jenis polong - polongan lainnya.
Akhir - akhir bakteri ini mulai diperkenalkan penggunaannya juga untuk pohon -
pohon leguminosa yang sering dipakai untuk kegiatan reboisasi dan agroforestri
(Setiadi 1990).
Bakteri rhizobium mempunyai kemampuan untuk menginfeksi akar dan membentuk bintil akar (nodul) dengan simbiosisnya dengan tanaman
leguminosa. Di dalam bintil akar tersebut mikroba ini mampu secara kimia untuk
menambat nitrogen bebas (N2) dari atmosfir dan merubahnya menjadi amonia
(NH3), produk yang terakhir ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman inang (host)
untuk pertumbuhannya. Sedangkan rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat dari tanaman inang.
Penambahan nitrogen oleh tanaman leguminosa sebenarnya merupakan
proses alami yang tingkat efektifitasnya dapat dimanipulasi dan ditingkatkan
dengan cara mengintrodusir galur - galur rhizobia unggul yang telah teruji.
Dengan cara demikian maka tidak saja laju pertumbuhan pohon tersebut dapat
hidup dalam kondisi tanah yang miskin nitrogen. Selain itu adanya asosiasi
leguminosa - Rhizobium yang harmonis memungkinkan kontribusi penambahan N pada tanah cukup tinggi. Sistem tersebut diatas dalam jangka waktu panjang
secara tidak langsung dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah
sehingga memungkinkan tanaman lain (non - legum) dapat tumbuh, dan
kekhawatiran akan mundurnya produktifitas hutan pada rotasi berikutnya dapat
diatasi.
2.3. Fungi mikoriza arbuskula (FMA)
Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara fungi
8
struktur yang terbentuk pada kebanyakkan pohon - pohon hutan, jika akar – akar
pohon tersebut terinfeksi oleh fungi tanah tertentu yang tidak bersifat patogenik.
Menurut Soekotjo (1985), mikoriza merupakan suatu hubungan timbal balik yang
saling menguntungkan antara akar - akar pohon dengan fungi, baik secara
ektotrofik maupun endotropik.
Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran
inang (host) mikoriza dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Di dalam kelompok endomikoriza terdapat
enam subtipe yaitu : mikoriza arbuskula, ectendo, arbutoid, monotropoid, ericoid,
dan orchid. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi
pembentuk mikoriza yang akhir – akhir ini menjadi perhatian para ahli
lingkungan dan biologis (Setiadi 1999).
Fungi mikoriza arbuskula memiliki beberapa peran penting sebagai berikut
(Setiadi 1999) :
1. Sebagai pelindung hayati (bio - protection)
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) mampu meningkatkan daya tahan
tanaman terhadap serangan patogen luar tanah. FMA juga dapat membantu
pertumbuhan tanaman pada tanah – tanah yang tercemar logam berat
(Linderman dan Pfleger 1994) seperti pada lahan – lahan pasca tambang.
Dengan demikian FMA, selain berguna untuk bio – protection, juga berfungsi penting sebagai bio – remediator bagi tanah yang tercemar logam berat (Hetrick et al. 1994) diacu dalam Badri (2004). Selain itu tipe fungi ini juga mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan
(Gupta 1991).
2. Perbaikan nutrisi dan peningkatan pertumbuhan tanaman
Fungi ini memiliki kemampuan untuk berasosiasi hampir 90% jenis
tanaman dan telah terbukti mampu memperbaiki nutrisi dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Marschner (1994) menyatakan bahwa FMA yang
menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan
hifa secara intensif sehingga tanaman mampu meningkatkan kapasitas
penyerapan unsur hara utama yang dapat diserap oleh tanaman
3. Sinergis dengan mikroorganisme lain
FMA pada tanaman leguminose diperlukan karena pembentukan
bintil akar dan efektifitas penambahan nitrogen oleh bakteri rhizobium
yang terdapat di dalamnya dapat ditingkatkan. FMA juga dapat
bersinergis dengan mikroba potensial lainnya, seperti bakteri penambat N
bebas dan bakteri pelarut fosfat (Barea et al. 1992). Serta sinergis dengan jasad – jasad renik selulotik seperti Trichoderma sp. Berdasarkan kemampuan tersebut, maka FMA dapat berfungsi untuk meningkatkan
biodiversitas mikroba potensial di sekitar perakaran tanaman.
4. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan
FMA berperan penting dalam mempertahankan keanekaragaman
tumbuhan dengan cara transfer nutrisi dari satu akar tanaman ke akar
tanaman yang lain yang berdekatan melalui sturktur yang disebut “brige
hypha” (Allen dan Allen 1992). Sehingga aplikasi FMA tidak terbatas
pada pola tanaman monokultur, tetapi dapat diintegrasikan dalam unit
manajemen pola tanaman campuran.
5. Terlibat dalam siklus bio - geo - kimia
FMA di alam dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alami
pada habitat yang mendapat gangguan ekstrim (Allen dan Allen 1992).
Keberadaan FMA juga mutlak diperlukan karena berperan penting dalam
mengefektifkan daur ulang unsur hara (nutrient cycle) sehingga dianggap sebagai alat yang paling untuk mempertahankan stabilitas ekosistem hutan
dan keanekaragaman hayati.
2.4. Paraserianthes falcataria
Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) termasuk sub famili
Mimosacae, famili Leguminose, ordo Rosales, kelas Dicotyledone dan sub divisi
Angiospermae (Samingan 1983). Dahulu dikenal dengan nama Albizia falcataria
(L) Fosberg atau A. back atau A. mollucana Miq. Di Indonesia pohon ini dikenal dengan nama sengon. Nama daerah pohon ini adalah sengon sebrang atau sengon
laut (Jawa Timur dan Jawah Tengah), jeunjing (Jawa Barat), jing laut (Madura)
(Alrassyid 1973), tadehu pute (Sulawesi), rare (Sahu), selawoku, selawoku merah
10
P. falcataria dikenal sebagai tumbuhan tropik, tergolong suku Fabaceae
dan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Indonesia timur
dan penyebarannya meliputi seluruh Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Irian
Jaya. P. falcataria mempunyai beberapa nama lokal yaitu, sengon, jeungjing, tangkal ambon, albisos, dan kayu machis.
Tanaman ini memiliki daya adaptasi yang kuat terhadap lingkungan karena
dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur, tanah kering dan becek/ agak asin
pada ketinggian 1500 m diatas permukaan laut (Vademikum 1992). Sumiarsi et al. (1990) menyatakan P. falcataria dapat tumbuh pada tanah aluvial, tanah bertekstur pasir dan pasir putih. Meskipun tanaman ini mudah patah bila terkena
angin kencang, tetapi merupakan tanaman serba guna dan hampir semua bagian
tanamannya dapat dimanfaatkan, diantaranya sebagai venir kayu lapis, pulp,
konstruksi rumah, papan semen wol kayu, papan partikel dan lain – lain.
Hasil penelitian yang dilakukan Setiadi (1996) pada lahan bekas
penambangan nikel menunjukan bahwa aplikasi FMA secara efektif
meningkatkan pertumbuhan dan kualitas bibit P. falcataria. Dalam simbiosis ini, fungi memperoleh karbohidrat dari tanaman P. falcataria sedangkan
P. falcataria mendapatkan unsur P dari tanah.
Kayu P. falcataria termasuk kelas kuat IV sampai V dan kelas awet IV sampai V, Berat jenis 0,24 hingga 0,49 serta mempunyai nilai kalor 4.464 Kkal
per kg. Kayu lunak dan mudah dikerjakan, disamping itu P. falcataria
mempunyai sifat daya kembang susut dan daya retak yang agak besar. Biasanya
dipakai untuk peti, balok, papan, perumahan dan bahan pulp. Pemanfaatan yang
baik untuk kayu P. falcataria ialah untuk bahan pulp, campuran papan partikel atau papan wool kayu (Samingan 1983).
2.5. Enterolobium cyclocarpum
Enterolobium cyclocarpum Griseb termasuk famili Leguminosae. Di
beberapa negara jenis ini dikenal dengan nama guanacasta (Guantemala,
Honduras, Nicaragua); Cuanacaztle, huanacaxtle, huinecaztle, nacaxle,
cuaunacaztli cascale sonaya, orejon, parota piche (Mexico); Genisero, jenizero
(Nicaragua); Conacaste (Guatemala); Conacaste, caro, caro hembra, arbol de
pinon (Colombia); Caro hembra (Venezuela); Oreja de judio, Arbol de las orejas,
algarrobo carretera, cabelos de venus (Cuba). Dalam perdagangan jenis ini
dikenal dengan nama pichwood, South American walnut, Mexican walnut,
Conacasta, Jenisero (Record and Mell 1924).
Pohon ini mempunyai bebas cabang yang pendek, lebih - lebih kalau
berada ditempat terbuka. Kulit pohonnya agak tebal yaitu sekitar 3 – 4 cm
tebalnya terutama pohon yang tua, karena itu pohon yang sudah tua agak tahan
terhadap kebakaran. Tajuknya besar berbentuk seperti payung dan lebarnya
dapat mencapai antara 15,24 – 30,48 m (Record and Mell 1924). Susunan daun
pinnate, kecil dan gugur daun sebagian untuk beberapa bulan dalam satu tahun.
Menurut laporan Anonimus (1936) terjadinya gugur daun pada E. cyclocarpum
terutama periode musim bunga atau periode musim panas. Selain dari pada itu
menurut hasil pengamatan di kebun percobaan, ternyata pada periode musim
buah pun masih berlangsung pengguguran daun. Dengan adanya masa gugur
daun dan daunnya mudah hancur/ dekomposisi dalam tanah (Anonimus 1936),
berarti kemampuan untuk memperbaiki kesuburan tanah dari pohon ini cukup
baik.
Pada waktu yang muda yaitu pada umur 9 bulan panjang akar
tunggangnya berkisar 39 cm untuk seedling yang tingginya 56 cm, dan sampai
mencapai 208 cm untuk seedling yang tingginya 306 cm.
Pada umur 10 tahun pohon ini mempunyai perakaran yang intensif,
dengan akar tunggang yang dalam. Akar cabangnya dapat mencapai 30 m
panjangnya dan ada beberapa dari akar tersebut yang bermunculan dipermukaan
tanah. Di daerah yang iklim kering dan bermusim, pohon ini mulai berbunga
pada umur 5 – 11 tahun dan mulai berbuah pada umur 6 – 11 tahun. Sedang di
daerah agak basah sampai basah pohon ini mulai berbunga dan berbuah pada
umur 8 – 16 tahun.
Genus pohon ini terdiri dari 7 species yang tersebar di seluruh Amerika
tropis dan jenis yang terbaik adalah E. cyclocarpum dan E. timbouva (Record dan Mell 1924). E. cyclocarpum umumnya banyak terdapat di Amerika tropis bagian utara, Amerika tengah, dan sebelah selatan Mexico (Record dan Mell
1924). Selanjutnya menurut Anonimus (1936), pohon ini juga ditanam di salah
12
Di Indonesia penanaman pertama tahun 1916 di kebun raya Bogor dan
bijinya berasal dari Brazil. Dari sini disebar luaskan ke seluruh Jawa yaitu
ditanam di kebun - kebun percobaan Lembaga Penelitian Hutan. Penanaman di
Jawa dilakukan diberbagai tempat tumbuh pada ketinggian 30 – 1.185 meter di
atas permukaan laut dengan keadaan tanah dan iklim yang berbeda. Menurut
Cahyono (2008) jenis E. cyclocarpum mempunyai nilai kalor 4.132 Kkal per kg.
2.6. Calliandra calothyrsus
Calliandra calothyrsus, merupakan salah satu jenis tanaman herba
berkayu dengan tinggi 12 m dengan diameter 30 cm. Warna daun hijau gelap
sedangkan batang berwarna coklat kehitaman. Bercabang banyak melebar
kesamping. Daun bipinate/ berpasangan dan tumbuh bersilangan. Rachisnya
dapat mencapai panjang 10 – 17 cm sedang rachillaenya mencapai 4 – 7 cm dan
berjumlah tiap 15 – 20 pasang tiap daunnya. Butiran daun menempel pada
rachillae berbentuk lonjong dengan panjang 5 – 8 mm. Jumlah butiran daun
dalam satu rachillae mencapai 25 – 60 pasang butiran daun biasanya menguncup
waktu malam dan hujan.
Bunga muncul pada ujung ranting, berwarna merah atau putih dengan
panjang 406 cm. Buah C. calothyrsus berupa polongan berwarna coklat hitam dengan panjang 8 – 11 cm, setiap buah mempunyai 3 – 15 biji yang kalau sudah
tua berwarna coklat, berbentuk elips dan pipih dengan jumlah biji perkilo
mencapai 13.000 – 19.000 ribu buah.
C. calothyrsus dapat tumbuh baik pada berbagai macam tipe tanah, tidak
tahan terhadap genangan air. Tingkat adaptasi terhadap kekeringan dikategorikan
sedang (1 – 7 bulan kering/ tahun) dapat tumbuh baik pada daerah dengan rata –
rata curah hujan 700 – 4000 mm. Tumbuh secara ideal pada ketinggian 1.300 m
dpl dan secara umum tanaman ini membutuhkan temperatur rataan tahunan 20 –
28 0C untuk tumbuh ideal, walaupun demikian dapat pula tumbuh pada
temperatur rendah (9 0C). Menurut Ayensu (1980) kayu ini memiliki berat jenis
dari 0,51 - 0,78 dengan nilai kalor 4.500 - 4.750 Kkal per kg. Dan kandungan abu
1,8 %. Jenis ini digunakan untuk memasak seperti bahan untuk industri kecil
2.7. Leucaena leucocephala
Leucaena leucocephala merupakan salah satu jenis tanaman penghasil
kayu bakar yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan sebab
pertumbuhannya cepat dan hampir semua bagian tanaman bermanfaat bagi
manusia. Selain itu tanaman ini dapat meningkatkan kesuburan tanah (National
Academy of Sciences). Wilde (1958) menyatakan L. leucocephala juga merupakan salah satu jenis tanaman yang diprioritaskan dalam pembangunan
hutan tanaman industri, dimana jenis ini bermanfaat sebagai penghasil kayu
pertukangan dan kayu serat/ pulp. L. leucocephala termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh dan dapat ditanam pada lahan kritis. Pemanfaatanya sudah lama
dikenal oleh masyarakat, terutama masyarakat di Jawa.
L. leucocephala adalah strain lamtoro yang berbatang tunggal dan mampu
mencapai ketinggian 20 m. Strain lamtoro yang berasal dari Amerika Tengah
dikenal pula sebagai tipe guatemala. Tipe ini mampu menghasilkan biomassa
lebih dari dua kali yang dihasilkan oleh lamtoro strain kecil yang bercabang
banyak dan berbentuk semak (tipe 3 Hawaii). Tanaman ini juga diketahui
bersimbiosis dengan bakteri rhizobium, yang ditandai dengan adanya bintil akar. Menurut Ayensu (1980) kayu ini memiliki berat jenis dari 0,51 - 0,78
dengan nilai kalor 4.200 - 4.600 Kkal per kg. Dan kandungan abu 1,8 %. Jenis
ini digunakan untuk memasak seperti bahan untuk industri kecil untuk pembuatan
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Green House PT. Holcim Indonesia Tbk
Cibinong. Analisis kimia tanah dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah &
Sumberdaya Lahan, Faperta IPB. Analisis jaringan tanaman dilakukan di
Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Analisis
mikoriza dan rhizobium dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Gunung Batu Bogor.
Penelitian dilaksanakan pada Juli 2007 sampai Mei 2008.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan:
Pasir steril, Tanah bekas tambang semen (tailing) yang telah di autoclave,
zeolit, benih tanaman E. cyclocarpum, P. falcataria, C. calothyrsus, dan
L. leucocephala, Pureria javanica, inokulan FMA, inokulan rhizobium, sodium
hipoklorit 5%, aluminium foil, kertas label, tissu gulung, agar, manitol, K2HPO4,
yeast exstract, MgSO4. 7H2O. H2SO4, NaOH, alkohol 70%, KOH 10%, H2O2
alkalin, HCL 1% dan 0,05% tripan blue.
Alat penelitian :
Bak perkecambahan, gembor, ayakan tanah, autoclave, timbangan
analitik, skapel, stirer, gelas ukur, beaker glass, pH Meter, corong, volume pipet,
botol vial, pensil, pipet, Erlenmeyer, ose, cawan petri, laminar air flow,
inkubator, shaker, suntikan 5 ml, polybag, spidol permanen, penggaris, jangka
sorong, pisau, cangkul, sekop, gunting, tabung reaksi, objek glass, cover glass,
3.3. Metode penelitian 3.3.1. Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan RAK Faktorial. Penelitian ini terdiri dari 2
faktor perlakuan. Faktor pertama adalah jenis BFN (rhizobium) (B) terdiri dari 3 taraf, yaitu:
B0 = Kontrol
B1 = Shinorhizobium sp ( S8.4) B2 = Rhizobium sp( S10.3.1 )
Faktor kedua adalah perlakuan inokulan mikoriza terdiri dari 3 taraf, yaitu:
M0 = Kontrol
M1 = Glomus sp M2 = Gigaspora sp
Dari kedua faktor tersebut didapat 9 kombinasi perlakuan, dengan jumlah
ulangan 10 kali sehingga didapat 90 unit percobaan untuk setiap jenis tanaman.
Dengan 4 jenis tanaman yang digunakan maka total pengamatan semuanya
adalah 360 pengamatan.
3.3.2. Prosedur penelitian
3.3.2.1. Persiapan media perkecambahan
Media perkecambahan menggunakan pasir sungai yang telah disterilisasi
dengan menggunakan autoclave pada suhu 121 ºC; tekanan 1 atm selama 30
menit. Media didinginkan dan ditempatkan pada bak perkecambahan.
3.3.2.2. Perkecambahan
Benih yang digunakan direndam dalam Sodium hipoklorit 5% selama 5
menit. Benih yang terapung dibuang, dan dicuci dengan air steril sampai bersih.
Kemudian disemai di atas bak perkecambahan dan ditutup kembali dengan
media. Waktu perkecambahan dilakukan selama 2 minggu, dan penyiraman
dilakukan dengan melihat kondisi media.
3.3.2.3. Persiapan media tanam
Media yang digunakan adalah tanah yang diperoleh disekitar lokasi pasca
penambangan semen PT. Holcim Indonesia Tbk Cibinong, yang diambil sampai
16
di dalam autoclave pada suhu 121 ºC dengan tekanan 1 atm selama 30 menit
kemudian didiamkan sampai dingin. Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam
polybag ukuran 10 x 15 cm.
3.3.2.4. Perbanyakan rhizobium
Isolat diperoleh dari Lab. Mikrobiologi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Isolat diisolasi dari
perakaran tegakan P. falcataria pada lahan pasca tambang batu bara PT. Bukit Asam. Isolat rhizobium diperbanyak pada media Yeast Manitol Agar (YMA), kemudian disimpan dalam inkubator selama 1 minggu.
Inokulan rhizobium hasil perbanyakan pada media YMA diisolasikan pada media Nutrient Broth (NB), kemudian ditumbuhkan di atas shaker selama 3
hari dengan kecepatan 100 rpm. Setelah itu disentrifuse selama 10 menit dengan
kecepatan 4000 rpm sehingga air dan pellet cell terpisah. Pellet cell bakteri yang
diperoleh ditambahkan larutan 0,7% NaCl, selanjutnya disentrifuse. Hal ini
diulang sebanyak 2 kali dengan waktu dan kecepatan yang sama. Setelah selesai,
larutan NaCl dibuang, kemudian ditambahakan air steril serta 0,8% gell gum.
Dan inokulan rhizobium siap digunakan. Rata - rata CFU (coloni forming unit) dari jenis Rhizobium sp adalah 3,12 x 10 11/ml. Sedangkan rata - rata CFU dari
Shinorhizobium sp adalah 2,23 x 10 11/ml.
3.3.2.5. Persiapan inokulan mikoriza
Inokulan FMA diperoleh dari hasil pot kultur yang sudah terdapat di
Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam Bogor. Pot kultur adalah media steril dimana fungi mikoriza
hasil isolasi dari tegakan P. falcataria dan Acacia auriculiformis yang terdapat di Musi Hutan Persada (Palembang) diinokulasikan pada tanaman inang P. javanica
dengan media zeolit. Tanaman dipelihara selama 3 bulan kemudian seluruh pot
dipanen dengan memotong bagian atas tanaman. Sebelum dipanen, dilakukan
stressing selama 1 minggu. Akar dipisahkan dari zeolit dan dipotong - potong
kemudian dicampur kembali dengan zeolit sampai homogen. Inokulan mikoriza
3.3.2.6. Inokulasi mikoriza dan rhizobium
Kecambah E. cyclocarpum, P. falcataria, C. calothyrsus, dan
L. leucocephala yang homogen dan sehat dipilih sebagai tanaman uji. Akarnya
kemudian dicuci sampai bersih, dan terakhir dicuci lagi dengan air steril.
Kemudian akar tanaman direndam dalam media yang berisi inokulan rhizobium
selama 30 menit. Teknik inokulasi mikoriza dilakukan dengan memasukan 2 g
inokulan (rata - rata spora Glomus sp 2,74 spora/g dan spora Gigaspora sp 2,97 spora/g) kedalam lubang tanam bersamaan dengan inokulan rhizobium sebanyak 1 ml dengan cara menyuntikan pada akar dan sekitar lubang tanam. Kemudian
lubang tanam ditutup dan posisi tanaman harus tegak.
3.3.2.7. Penanaman dan pemeliharaan
Tanaman ditanam selama 4 bulan setelah inokulasi. Pemeliharaan
dilakukan dengan menyiram tanaman pada pagi atau sore hari sesuai dengan
kondisi media tumbuh, bila kondisi lembab tidak perlu dilakukan penyiraman.
Pembersihan dari gulma dan hama bila perlu. Tinggi tanaman, diameter batang
dan jumlah daun dihitung setiap dua minggu sekali.
3.4. Teknik pengumpulan data 3.4.1. Variabel utama
1. Tinggi semai (cm)
Diukur dari bagian pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi dari
semai, pengukuran dilakukan dua minggu sekali selama empat bulan.
2. Diameter semai (cm)
Data diameter semai didapatkan dengan mengukur diameter semai jarak
1 cm dari leher akar dengan menggunakan kaliper. Data diameter semai
diukur dua minggu sekali selama empat bulan.
3. Pertambahan jumlah helai daun
Data jumlah daun diambil dengan melakukan perhitungan secara langsung
pada masing - masing tanaman dalam selang waktu dua minggu sekali
selama empat bulan, jumlah daun awal dihitung pada saat semai disapih ke
18
4.Kualitas bibit
Indek Mutu Bibit (Q) = BK Tajuk (g) + BK Akar (g) Tinggi (cm) + BK Tajuk (g) Diameter (mm) BK Akar (g)
Keterngan:
BK = Berat kering
Kriteria yang digunakan adalah anakan dengan nilai Q kurang dari 0,09
kurang baik untuk bisa bertahan hidup pada kondisi lapang. Untuk yang
lebih dari 0,09 anakan bisa bertahan hidup dengan baik di lapangan
(Bickelhaupt 1980).
5. Berat segar tajuk dan berat segar akar (g)
Pada saat pemanenan bagian tajuk dan akar tanaman dipisahkan, caranya
dengan memotong antara pangkal batang dan bagian akar, kemudian
dilakukan penimbangan bagian tajuk dan akar tanaman menggunakan
timbangan analitik.
6. Berat kering total tanaman (g)
Bagian tajuk dan akar tanaman dipisahkan dan dikeringkan dalam oven
selama 48 jam pada suhu 70 ºC (Salisbury dan Ross 1995). Setelah kering,
kemudian dilakukan penimbangan bagian tajuk dan akar tanaman
menggunakan timbangan analitik.
7. Jumlah bintil akar/ nodul dan jumlah nodul efektif
Nodul diukur pada saat pemanenan dengan menghitung jumlah nodul pada
setiap tanaman, Sedangkan jumlah nodul efektif dihitung pada setiap
tanaman ketika panen dengan caranya memotong nodul pada posisi
melintang, kriteria nodul efektif terlihat apabila pada saat nodul dibelah
nodul berwarna kemerah - merahan.
8. Analisa serapan hara tanaman
Analisa serapan hara tanaman meliputi serapan nitrogen, karbon dan fosfor
yang dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Bogor. Analisis nitrogen dilakukan dengan
metode Kjeldahl dan analisis fosfor dilakukan dengan metode pengabuan
tanaman dihitung dengan mengalikan berat kering tanaman terhadap kadar
haranya (Harjono dan Warsito 1992).
9. Persentase kolonisasi mikoriza
Untuk melihat persentase kolonisasi mikoriza, dapat dihitung dengan
menggunakan Metode Slide, yaitu potongan akar yang telah diwarnai
diambil secara acak kemudian disusun di atas objek glass sebanyak 10
potong. Persentase kolonisasi dihitung berdasarkan rumus:
% Kolonisasi = Jumlah potongan akar yang terinfeksi X 100% Jumlah seluruh potongan akar yang diamati
3.4.2. Nilai ketergantungan mikoriza relatif (RMD)
Berdasarkan berat kering dihitung tingkat ketergantungan atau relative
mycorrhizal dependency (RMD). Tingkat ketergantungan ini di hitung menurut
prosedur yang disajikan oleh Plenchette, Fortin dan Furlin (1983) yang telah
digunakan oleh Habte dan Byappanahalli (1994) pada tanaman Manihot
esculanta diacu dalam Abdurrani (2003). Crantz, Declerck, Plenchette dan
Strullu (1995) pada tanaman pisang, Ba et al. (2000) diacu dalam Abdurrani (2003) pada berbagai jenis tanaman buah - buahan, serta Abdurrani (2003) pada
ramin. Prosedur perhitungannya sebagai berikut:
RMD = BK Tanaman Bermikoriza – BK Tanaman Tanpa Bermikoriza x 100% BK Tanaman Bermikoriza
Keterangan:
BK = Berat kering (g)
Peringkat RMD dikemukakan oleh Habte dan Manajunath (1991), Habte
dan Byappanahalli (1994) dan Ba et al. 2000 diacu dalam Abdurrani (2003) terdiri dari : very highly dependent (RMD > 75%), highly dependent (RMD 50% - 75%), moderatelly dependent (RMD 25% - 50%) dan marginally dependent
(RMD 0 -25%).
Respon tanaman terhadap mikoriza ditentukan berdasarkan percent
growth respon (PGR) menurut Hetrik dan Wilson (1993) sebagai berikiut:
20
Ketergantungan tanaman bermikoriza terhadap fosfor atau dependency of
P uptake (DPU) oleh Tawaraya, Tokarin dan Wagatsuma (2001) ditentukan
dengan rumus sebagai berikut:
DPU = Kandungan P Tan Bermikoriza – K. P Tan Tidak Bermikoriza x 100% Kandungan P Tanaman Bermikoriza
3.4.3. Variabel penunjang
Untuk melengkapi data - data dari faktor - faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, dilakukan juga pengukuran temperatur, kelembaban
udara, dan analisis tanah akhir. Pengukuran dilakukan 3 kali sehari (pagi, siang,
sore) setiap pengamatan.
3.5. Analisis data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan kombinasi perlakuan terhadap
variabel yang diukur digunakan analisis sidik ragam dengan menggunakan
software SPSS versi 10.01. Untuk membedakan rerata pengaruh antar perlakuan
atau antar kombinasi perlakuan digunakan uji lanjutan pada taraf 5% yaitu
dengan menggunakan metode Duncans New Multiple Range test (Gomesz dan
Gomez 1994). Sedangkan untuk mengetahui Hubungan persentase kolonisasi
FMA dengan parameter pertumbuhan E. cyclocarpum, L. leucocephala,
P. falcataria dan C. calothyrsus dilakukan uji korelasi Pearson pada taraf 1%.
Adapun penentuan tingkat keeratan korelasi ditentukan dengan kriteria nilai r,
yaitu:
Tabel 1 Nilai koefisien korelasi Pearson untuk menentukan tingkat keeratan hubungan parameter yang diukur
Nilai koefisien korelasi (r) Kriteria hubungan 0 – 0.19 : Sangat Lemah
0.2 – 0.39 : Lemah
0.4 – 0.69 : Sedang
0.7 – 0.89 : Kuat
4.1. Hasil
Berdasarkan hasil analisis keragaman pada taraf 5% diketahui perlakuan
mikoriza dan bakteri fiksasi nitrogen (BFN) memberikan pengaruh nyata
terhadap beberapa variabel yang diukur pada tanaman uji (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil analisis keragaman pengaruh mikoriza dan bakteri fiksasi nitrogen terhadap beberapa variabel pengamatan pada tanaman uji (E.
cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus).
F-hitung No Jenis tanaman Variabel pengamatan
m b m * b
Tinggi semai 6.147** 1.346tn 0.323tn Diameter semai 4.900** 0.431tn 0.627tn
Jumlah daun 4.753** 3.669* 0.463tn
Berat segar tajuk 10.474** 0.311tn 0.446tn Berat segar akar 6.042** 4.185* 0.365tn Berat kering total 13.139** 1.000tn 1.104tn Index mutu bibit 9.654** 0.794tn 1.257tn Persentase infeksi mikoriza 140.705** 3.745* 4.435* Serapan hara N 9.680** 2.207tn 1.454tn Serapan hara P 6.620** 1.276tn 0.816tn
C/N ratio 6.658** 2.439tn 1.478tn
Jumlah nodul 1.139tn 1.036tn 1.671tn Jumlah nodul efektif 2.304tn 2.025tn 0.790tn
1 E. cyclocarpum
F-hitung Variabel pengamatan
m b m * b
Tinggi semai 34.643** 0.155tn 1.366tn Diameter semai 25.301** 0.063tn 0.708tn Jumlah daun 30.187** 0.397tn 1.544tn Berat segar tajuk 37.315** 0.282tn 0.946tn Berat segar akar 28.173** 0.969tn 1.902tn Berat kering total 22.155** 0.219tn 1.163tn Index mutu bibit 17.257** 0.406tn 1.142tn Persentase infeksi mikoriza 141.037** 2.839tn 8.809** Serapan hara N 6.759** 0.712tn 0.852tn Serapan hara P 12.330** 0.281tn 0.260tn
C/N ratio 6.630** 0.308tn 0.875tn
Jumlah nodul 17.650** 1.753tn 2.310tn
2 L. leucocephala
22
F-hitung No Jenis tanaman Variabel pengamatan
m b m * b
Tinggi semai 6.874** 0.335tn 0.388tn
Diameter semai 30.817** 3.861* 4.401**
Jumlah daun 82.366** 3.623* 3.702**
Berat segar tajuk 18.693** 2.517tn 2.531* Berat segar akar 24.186** 2.945tn 3.008* Berat kering total 17.694** 2.167tn 2.455tn Index mutu bibit 17.053** 2.236tn 2.789* Persentase infeksi mikoriza 81.991** 3.403* 2.392tn Serapan hara N 20.237** 3.254** 5.409** Serapan hara P 25.316** 3.705** 7.608**
C/N ratio 8.666** 0.603tn 2.091tn
Jumlah nodul 15.086** 1.995tn 2.318tn
Jumlah nodul efektif 14.719** 2.133tn 1.535tn
3 P. falcataria
F-hitung Variabel pengamatan
m b m * b
Tinggi semai 37.906** 0.056tn 0.348tn
Diameter semai 33.366** 0.895tn 1.353tn
Jumlah daun 60.759** 0.227tn 0.559tn
Berat segar tajuk 24.588** 0.390tn 0.512tn Berat segar akar 19.824** 0.182tn 0.510tn Berat kering total 20.288** 0.325tn 0.428tn Index mutu bibit 20.674** 0.368tn 0.465tn Persentase infeksi mikoriza 15.756** 2.672tn 1.793tn Serapan hara N 14.925** 0.573tn 0.069tn Serapan hara P 11.561** 0.844tn 0.609tn
C/N ratio 6.404** 1.313tn 0.926tn
Jumlah nodul 24.405** 1.448tn 1.894tn
4 C. calothyrsus
Jumlah nodul efektif 30.670** 1.345tn 1.733tn
Ket: tn = Berbeda tidak nyata (P > 0.05) m = Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) * = Berbeda nyata (P < 0.05) b = Bakteri Fiksasi Nitrogen (BFN) ** = Berbeda sangat nyata (P < 0.01)
Berdasarkan hasil analisis keragaman pengaruh perlakuan fungi mikoriza
arbuskula (FMA) dan bakteri fiksasi nitrogen (BFN) serta interaksinya pada
tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus) terhadap beberapa parameter pertumbuhan yang diukur menunjukan pengaruh
beda nyata (Tabel 2). Hasil analisis statistik pada tanaman E. cyclocarpum
menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza (FMA) memberikan pengaruh sangat
nyata terhadap tinggi semai, diameter semai, jumlah daun, berat segar tajuk, berat
segar akar, berat kering total, indek mutu bibit, persentase infeksi mikoriza, C/N
inokulasi FMA pada tiga tanaman uji lainnya (L. leucocephala, P. falcataria dan
C. calothyrsus) menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap semua parameter
pertumbuhan yang diukur (Tabel 2).
Berdasarkan hasil analisis keragamanan pengaruh inokulasi BFN pada
E. cyclocarpum menunjukkan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, berat
segar akar, persentase infeksi mikoriza serta pengaruh tidak nyata terhadap
parameter pertumbuhan lainnya (tinggi semai, diameter semai, berat segar tajuk,
berat kering total, indek mutu bibit, serapan hara N, serapan hara P, C/N ratio,
jumlah nodul dan jumlah nodul efektif. Pengaruh inokulasi BFN pada tanaman
uji L. leucocephala menunjukkan hasil beda tidak nyata untuk semua parameter
pertumbuhan yang diukur. Pemberian inokulan BFN pada tanaman uji
P. falcataria berpengaruh nyata terhadap diameter, jumlah daun, persentase
infeksi mikoriza, serapan hara N dan serapan hara P serta berpengaruh tidak
nyata terhadap parameter pertumbuhan lainnya. Sedangkan inokulasi BFN pada
tanaman uji C. calothyrsus menunjukkan pengaruh tidak nyata pada semua parameter pertumbuhan yang diukur.
Untuk melihat pengaruh interaksi perlakuan terhadap parameter
pertumbuhan yang diukur pada tanaman uji, maka dilakukan juga analisis
statistik. Berdasarkan hasil analisis keragaman pengaruh interaksi perlakuan
FMA dan BFN pada tanaman uji E. cyclocarpum menunjukkan berpengaruh nyata terhadap persentase infeksi mikoriza serta berpengaruh tidak nyata terhadap
parameter pertumbuhan lainnya. Pengaruh interaksi pemberian inokulan FMA
dan BFN pada tanaman uji L. leucocephala memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah nodul efektif dan berpengaruh sangat nyata terhadap variabel persentase
infeksi mikoriza serta berpengaruh tidak nyata terhadap parameter pertumbuhan
lainnya. Interaksi pemberian FMA dan BFN pada tanaman uji P. falcataria
memberikan pengaruh sangat nyata terhadap diameter semai, jumlah daun,
serapan hara N, serapan hara P dan memberikan pengaruh nyata pada berat segar
tajuk, berat segar akar, berat kering total, indek mutu bibit serta tidak nyata
terhadap parameter pertumbuhan lainnya. Sedangkan pengaruh interaksi
24
4.1.1. Pengaruh inokulasi mikoriza
Perhitungan secara statistik berdasarkan hasil sidik ragam, inokulasi fungi
mikoriza arbuskula (FMA) pada tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala,
P. falcataria, dan C. calothyrsus) menunjukkan pengaruh beda nyata. Hasil uji
lanjut Duncan pengaruh perlakuan faktor tunggal FMA terhadap variabel
pengamatan pada tanaman uji menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza jenis m1
(Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata dibandingkan dengan perlakuan
m0 (kontrol), tetapi perlakuan m2 (Gigaspora sp) menunjukkan tidak beda nyata dengan perlakuan m0 (kontrol) terhadap rerata variabel pengamatan yang diukur
(Lampiran 4).
1. Tinggi semai
Perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata tinggi semai E. cyclocarpum, L. leucocephala, P.
falcataria, dan C. calothyrsus) apabila dibandingkan dengan perlakuan m0
(kontrol) tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) memberikan pengaruh beda tidak nyata terhadap perlakuan m0 (kontrol). Rerata tinggi semai tertinggi terlihat pada
perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 2 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, maka rerata tinggi semai tertinggi terlihat pada tanaman E.
cyclocarpum 53,93 cm. Sedangkan hasil uji Duncan faktor tunggal BFN serta
interaksi ke-dua faktor tersebut memberikan pengaruh beda tidak nyata terhadap
rerata tinggi semai pada ke-empat tanaman uji.
43.08
E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus
Ti
2. Diameter semai
Hasil uji Duncan terhadap inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji
(E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus)
menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata diameter semai dibandingkan perlakuan
mikoriza jenis m0 (kontrol) tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap perlakuan m0 (kontrol) untuk diameter
semai. Rerata diameter semai tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 3 terlihat pada ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, maka
rerata diameter semai tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum yaitu 5,83 mm.
E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus
D
Gambar 3 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata diameter semai umur 4 bulan
3. Jumlah daun
Pengukuran jumlah daun tanaman uji dilakukan selama 4 bulan dengan
selang waktu pengukuran 2 minggu. Berdasarkan hasil uji Duncan pengaruh
inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala,
P. falcataria, dan C. calothyrsus) perlakuan mikoriza dengan jenis m1 (Glomus
sp) menunjukkan pengaruh beda nyata terhadap rerata jumlah daun dibandingkan
dengan perlakuan mikoriza jenis m0 (kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata jumlah daun perlakuan
m0 (kontrol). Rerata jumlah daun tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus
sp). Pada Gambar 4 terlihat pada ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan,
26
Gambar 4 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata jumlah daun semai umur 4 bulan
Berat segar tajuk adalah berat segar pada saat tanaman uji dipanen
caranya dengan memisahkan antara pangkal batang dengan akar tanaman. Hasil
uji Duncan pengaruh inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji
(E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus)
menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata berat segar tajuk dibandingkan dengan
perlakuan mikoriza jenis m0 (Kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata berat segar tajuk
perlakuan m0 (kontrol). Rerata berat segar tajuk tertinggi terlihat pada perlakuan
m1 (Glomus sp). Pada Gambar 5 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang diberi
perlakuan, maka rerata berat segar tajuk tertinggi terlihat pada tanaman
E. cyclocarpum yaitu 10,49 g.
Berat segar tajuk adalah berat segar pada saat tanaman uji dipanen
caranya dengan memisahkan antara pangkal batang dengan akar tanaman. Hasil
uji Duncan pengaruh inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji
(E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus)
menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata berat segar tajuk dibandingkan dengan
perlakuan mikoriza jenis m0 (Kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata berat segar tajuk
perlakuan m0 (kontrol). Rerata berat segar tajuk tertinggi terlihat pada perlakuan
m1 (Glomus sp). Pada Gambar 5 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang diberi
perlakuan, maka rerata berat segar tajuk tertinggi terlihat pada tanaman
E. cyclocarpum yaitu 10,49 g.
Gambar 5 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata berat segar tajuk umur 4 bulan
Gambar 5 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata berat segar tajuk umur 4 bulan
E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus
Ju
E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus
5. Berat segar akar
Berat segar akar adalah berat akar tanaman pada saat tanaman dipanen
yang telah dipisahkan dengan bagian tajuknya. Berdasarkan hasil uji Duncan
pengaruh inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji (E. cyclocarpum,
L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus) perlakuan mikoriza jenis m1
(Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata berat segar akar
dibandingkan dengan perlakuan mikoriza jenis m0 (kontrol), tetapi untuk m2
(Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata berat
segar akar perlakuan m0 (kontrol). Rerata berat segar akar tertinggi terlihat pada
perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 6 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, maka rerata berat segar akar tertinggi terlihat pada
tanaman E. cyclocarpum yaitu 11,23 g.
Gambar 6 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata berat segar akar umur 4 bulan
E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus
B
6. Berat kering total tanaman
Berat kering total tanaman diperoleh dari gabungan berat kering bagian
tajuk dan berat kering bagian akar tanaman uji. Hasil uji Duncan menunjukkan
bahwa pengaruh inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji (E. cyclocarpum, L.
leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus) perlakuan mikoriza jenis m1
(Glomus sp) menunjukkan pengaruh beda nyata terhadap rerata berat kering total
dibandingkan dengan perlakuan mikoriza jenis m0 (kontrol), tetapi untuk m2
(Gigaspora sp) memberikan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata berat
kering total tanaman dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol). Rerata berat