• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Status Keberlanjutan Pengelolaan Usaha Perikanan KJA di Waduk Cirata dalam Multidimensi Keberlanjutan Cirata dalam Multidimensi Keberlanjutan

6.1.1 Dimensi Ekologi

Dimensi ekologi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menentukan status keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan KJA di Waduk Cirata. Atribut yang telah disesuaikan dengan kondisi di lapang ini diperkirakan dapat berpengaruh terhadap dimensi ekologi, yaitu;

1. Kualitas air

Berdasarkan status mutu rata-rata perairan Waduk Cirata yang dilakukan oleh pihak BPWC pada pemantauan Triwulan IV tahun 2014 termasuk dalam kategori buruk untuk penggunaan kelas II dan kelas III. Skor rata-rata perairan Waduk Cirata untuk kelas II yang digunakan sebagai sarana atau prasarana air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut adalah -68. Dari hasil pemantauan tersebut, maka skor yang diberikan pada atribut ini adalah 1 artinya kualitas air termasuk kategori buruk.

2. Jumlah limbah KJA

Perikanan budidaya KJA yang dilakukan di Waduk Cirata selain membawa dampak baik juga membawa dampak buruk bagi lingkungan. Kenaikan jumlah KJA setiap tahunnya meningkatkan jumlah limbah yang masuk ke dalam Waduk Cirata. Limbah KJA berasal dari sisa pakan dan feses/ kotoran ikan yang terbuang ke dasar waduk. Fred&Dobson yang diacu dalam

46

Puspaningsih (2011) menyatakan bahwa pada umumnya dari sejumlah pakan yang diberikan kepada ikan mas, hanya 80% yang dapat terserap oleh ikan dan sisanya 20% terbuang ke perairan. Dari 80% pakan yang terserap oleh ikan mas tersebut, 10%nya akan tersekresikan dalam bentuk feses. Hal tersebutlah yang menimbulkan tingginya jumlah limbah KJA. Dengan demikian, skor yang diberikan adalah 3 artinya jumlah limbah KJA termasuk kategori tinggi.

3. Frekuensi upwelling

Upwelling merupakan peristiwa naiknya air di dasar danau/ waduk karena suhu di permukaan lebih dingin daripada suhu di bawahnya. Fenomena upwelling ini biasanya terjadi pada awal musim hujan saat cuaca mendung dimana intensitas cahaya matahari sangat rendah sehingga menyebabkan rendahnya laju fotosintesis dan rendahnya produksi oksegen dalam air, sehingga ikan-ikan sulit bernafas karena konsentrasi oksigennya minim yang mengakibatkan kematian massal ikan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani ikan di Waduk Cirata, mereka mengalami upwelling yang berbeda-beda. Sehingga skor yang diberikan juga berbeda, rata-rata skor yang diberikan adalah sebesar 2,7 untuk yang berada pada selang kategori rendah dan sedang.

4. Tingkat sedimentasi

Jumlah KJA yang melebihi batas berdampak pada degradasi baik kualitas maupun kuantitas air akibat limbah yang dihasilkan. Hal tersebut juga terlihat pada tingginya tingkat sedimentasi yang rata-rata mencapai 7,30 juta m3/tahun. Angka tersebut melebihi asumsi desain yang hanya 5,67 juta m3/tahun. Maka skor yang diberikan adalah 2, karena tingkat sedimentasinya telah melebihi asumsi desain awal waduk.

5. Daya tampung KJA

Sesuai dengan SK Gubernur No 41 tahun 2002 luas genangan yang digunakan untuk budidaya perikanan KJA adalah sebesar 1 % dari luas keseluruhan genangan atau 48 ha. Adapun daya tampung KJA yang dianjurkan adalah sebesar 12.000 petak dengan masing-masing jumlahnya adalah zona I Bandung 1.896 petak, zona II Purwakarta 4.644 petak dan zona

47

III Cianjur 5.460 petak. Hasil sensus BPWC pada tahun 2011 dimana telah terjadi lonjakan jumlah KJA yang kini jumlahnya mencapai 53.031 petak. Jumlah tersebut melebihi jumlah yang ditetapkan. Oleh karena itu skor yang diberikan adalah 2, karena daya tampung KJA telah melebihi jumlah yang seharusnya.

Pemberian skor pada dimensi ekologi ini berdasarkan rata-rata yang diperoleh setelah wawancara dengan stakeholder, petani ikan maupun data sekunder. Skor untuk masing-masing atribut dimensi ekologi dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Nilai skor tiap atribut dimensi keberlanjutan ekologi pengelolaan usaha perikanan KJA Waduk Cirata

No Dimensi dan Indikator Skor Baik Buruk Keterangan

1 Kualitas air 1 4 0 Nilai rata-rata dan data

sekunder

2 Jumlah limbah KJA 3 0 3 Data sekunder

3 Frekuensi upwelling 2,7 0 3 Nilai rata-rata

4 Tingkat sedimentasi 2 0 2 Nilai rata-rata dan data

sekunder

5 Daya tampung KJA 2 0 2 Nilai rata-rata dan data

sekunder Sumber: Hasil analisis data (2015)

Nilai skor dari dimensi ekologi untuk status keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan KJA di Waduk Cirata kemudian dianalisis menggunakan alat analisis Rapfish. Hasil yang diperoleh dengan metode MDS akan menunjukkan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan KJA di Waduk Cirata dari dimensi ekologi, dapat dilihat pada Gambar 10. Pada Gambar 10, aksis horizontal menunjukkan perbedaan perikanan dalam ordinasi bad (0%) sampai good (100%) untuk dimensi ekologi, sedangkan aksis vertikal menunjukkan perbedaan dari campuran skor atribut dimensi ekologi pengelolaan usaha perikanan KJA di Waduk Cirata yang dievaluasi. Analisis ordinasi menunjukkan bahwa keberlanjutan pengelolaan Waduk Cirata bervariasi antar dimensi. Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah 9,68 sehingga merujuk Tabel 4 termasuk dalam kategori buruk.

48

Sumber: Hasil analisis data (2015)

Gambar 10. Status keberlanjutan dimensi ekologi pengelolaan usaha perikanan di Waduk Cirata

Nilai stress yang diperoleh pada dimensi ekologi dari penelitian ini adalah sebesar 14,14% atau masih < 25%. Stress merupakan “nilai simpangan baku” dari

metode MDS. Makin kecil stress tentunya makin baik. Menurut Nababan et al. (2008) stress ini pada prinsipnya mengukur seberapa dekat nilai jarak dua dimensi dengan jarak multi dimensi. Jika jarak antara dua nilai jarak ini dekat berarti simpangannya kecil dan berarti juga nilai stress-nya kecil. Nilai stress terbesar yang masih dapat diterima biasanya 25%. Demikian juga nilai R2 dalam perhitungan Rapfish untuk dimensi ekologi ini diperoleh sebesar 95,09% dan dalam jumlah iterasi 2 kali. Beberapa nilai statistik yang diperoleh dalam Rapfish pada dimensi ekologi dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Nilai statistik yang diperoleh dari hasil analisis Rapfish pada dimensi ekologi

No Atribut Statistik Nilai Statistik Persentase

1 Stress 0,1414 14,14%

2 R2 0,9509 95,09%

3 Jumlah Iterasi 2

Sumber: Hasil analisis data (2015)

Rapfish juga digunakan untuk mengetahui atribut mana yang paling sensitif mempengaruhi tingkat keberlanjutan pengelolaan Waduk Cirata menurut aspek ekologi. Oleh karena itu perlu diperlukan analisis sensitivitas atau analisis leverage. Gambar 11 menunjukkan atribut dimensi ekologi yang sensitif terhadap pengelolaan waduk yaitu, kualitas air, daya tampung KJA, tingkat sedimentasi, jumlah limbah KJA dan frekuensi upwelling dengan nilai standar eror atau nilai

49

akar kuadrat nilai tengah (AKNT) masing-masing sebesar 5,41%, 3,35%, 3,29%, 2,75% dan 1,92%.

Kualitas air ternyata merupakan atribut yang memiliki AKNT yang terbesar yaitu 5,41% yang berarti atribut ini sangat menentukan dalam keberlanjutan pengelolaan Waduk Cirata. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air Waduk Cirata pada periode triwulan IV tahun 2014 menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir berbagai parameter kulitas air di Waduk Cirata mengalami fluktuasi dan memberikan dampak yang berarti terutama terhadap permasalahan eutrofikasi dan korosivitas air. Status mutu rata-rata perairan Waduk Cirata termasuk dalam kategori buruk untuk penggunaan kelas II dan kelas III, dimana skor rata-rata perairan Waduk Cirata untuk kelas II (sarana/ prasarana air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut) adalah -68. Kondisi air Waduk Cirata juga termasuk dalam kategori korosif yang berpotensi merusak bendungan dan instalasi pembangkit listrik (BPWC, 2014). Hal ini menunjukkan jika kualitas air di Waduk Cirata sudah buruk maka akan berperngaruh terhadap kegiatan-kegiatan pemanfaatan waduk yang lainnya. Hal ini seharusnya menjadi tugas bagi pemerintah maupun masyarakat sekitar waduk untuk melakukan upaya-upaya yang dapat mengurangi beban ekosistem waduk. Diperlukan tindakan bersama yang nyata untuk menjaga waduk untuk ke depannya.

Atribut lain yang sensitif ialah daya tampung KJA dan tingkat sedimentasi. Berdasarkan SK Gubernur No 41 tahun 2002 yang menyatakan hanya sebesar 1% dari luas seluruh genangan saja yang digunakan untuk budidaya perikanan KJA dan daya tampung KJA yang dianjurkan adalah sebanyak 12.000 petak untuk 3 wilayah administrasi. Namun, yang terjadi saat ini adalah semakin meningkatnya jumlah petak KJA yang ada yang kini mencapai 53.031 petak. Dengan jumlah petak yang sebanyak ini bukan saja berpengaruh terhadap ekosistem waduk tetapi juga menyebabkan meningkatnya tingkat sedimentasi di Waduk Cirata. Sedimentasi di Waduk Cirata rata-rata telah mencapai 7,30 juta m3/tahun, angka tersebut telah melebihi asumsi desain yang hanya 5,67 juta m3/tahun.

50

Sumber: Hasil analisis data (2015)

Gambar 11 Analisis sensitivitas pada dimensi ekologi

Selanjutnya, untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak (random error) dilakukan metode simulasi Monte Carlo terhadap dimensi ekologi. Sebagaimana dikemukakan Kavanagh (2001) dalam Fauzi dan Anna (2005), ada tiga tipe untuk melakukan Monte Carlo algoritma. Dalam studi ini hanya dilakukan analisis Monte Carlo dengan metode “scatter plot” yang menunjukkan ordinasi dari setiap

dimensi. Hasil analisis Monte Carlo dengan 25 kali ulangan untuk dimensi ekologi dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan usaha perikanan KJA Waduk Cirata telah mengalami gangguan (perturbation) yang ditunjukkan oleh plot yang menyebar.

Sumber: Hasil analisis data (2015)

51

Dokumen terkait