• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

A. Employability

2. Dimensi Employability

2. Dimensi Employability

Menurut Seibert, Kraimer, dan Crant, 2001; Chan, 2000, dimensi

employability terdiri dari konstruk kemampuan kerja yang mempengaruhi individu secara proaktif untuk mengubah situasi mereka dan dapat dibentuk, sehingga mampu memenuhi tuntutan lingkungan (dalam Fugate et al., 2004). Fugate et al. (2004) menjelaskan bahwa employability merupakan konstruk multidimensi yang memiliki hubungan timbal balik antar dimensinya, sehingga dapat dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh. Masing-masing dimensi memiliki fungsinya sendiri, namun mereka bergabung dan membentuk suatu konsep yang disebut employability.

Fugate et al. juga mengungkapkan bahwa employability terdiri dari 3 dimensi:

a. Identitas karir (Career Identitiy)

Dimensi identitas karir menjelaskan bagaimana seseorang mampu memberikan gambaran tentang dirinya mengenai tujuan, harapan, ketakutan, sifat kepribadian, dan nilai yang dimilikinya (Fugate et al.,

2004). Dengan identitas karir, seseorang dapat percaya bahwa ia mampu mencapai karir yang diinginkannya (Lysova, Richardson,

Khapova, & Jensen, 2015). Fugate et al. (2004) mengatakan bahwa identitas karir dapat digunakan sebagai pedoman untuk memotivasi diri seseorang dalam meningkatkan kemampuan kerjanya. Identitas karir membuat seseorang mampu mengarahkan, mengatur, dan mempertahankan perilakunya dalam bekerja (Locke, Shaw, Saari, & Latham, 1981 dalam Fugate et al., 2004). Seseorang yang memiliki identitas karir yang baik akan lebih mudah dalam menentukan setiap keputusan berkaitan dengan pekerjaannya (Fugate et al., 2004). Identitas karir juga dapat mewakili komponen motivasi kerja seseorang (Gonza´lez-Roma´, Gamboa & Peiro´, 2016), yang merupakan faktor penting bagi keberhasilan karir seseorang (Jackson, 2014; Tomlinson, 2012, dalam Gonza´lez-Roma´ et al., 2016)

b. Adaptasi Personal

Fugate et al. (2004) mengatakan bahwa adaptasi personal merupakan kemampuan seseorang untuk mau dan mampu mengubah keadaan dalam dirinya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya. Crant (2000, dalam Fugate et al., 2004) mengatakan bahwa kemampuan adaptasi mampu mempengaruhi seseorang dalam performansi organisasi dan kesuksesan karir (Pulakos, dkk., 2000).

17

Kemampuan beradaptasi memiliki 5 komponen yang mempengaruhi dan mengarahkan individu dalam konteks pekerjaan:

1) Optimisme

Merupakan sikap seseorang untuk melihat perubahan sebagai bentuk tantangan dan pengalaman pembelajaran yang tidak ternilai (Stokes, 1996). Seseorang yang optimis akan memiliki pandangan yang positif terhadap diri mereka dan terhadap masa depan dan melihat kesempatan sebagai sebuah harapan. Mereka yang optimis juga akan menunjukkan kemampuannya untuk menghadapi tantangan secara objektif dan afektif. Seseorang yang memiliki optimisme dalam dirinya akan memiliki employability yang baik. 2) Kecenderungan untuk belajar

Kecenderungan untuk belajar merupakan dasar dari kemampuan seseorang untuk beradaptasi. Seseorang dengan kecenderungan belajar yang tinggi akan mencoba mempelajari tantangan, ancaman, dan peluang yang ada di lingkungan kerjanya. Seseorang dengan tingkat employability tinggi mampu melihat pekerjaan yang ada dan memperkirakan pengalaman apa saja yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut. Kecenderungan untuk belajar mampu memprediksi kesuksesan karir seseorang. Dengan adanya perubahan lingkungan, seseorang yang memiliki kecenderungan untuk belajar akan bertahan karena dapat memenuhi tuntutan yang terus berubah. Sikap, motivasi, dan disposisi mengenai

pembelajaran merupakan kontributor yang signifikan terhadap kemampuan adaptasi dan kemampuan kerja individu.

3) Keterbukaan

Keterbukaan merupakan suatu kemampuan yang penting bagi seseorang agar dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Seseorang yang memiliki keterbukaan cenderung lebih mudah menyesuaikan diri saat menghadapi tantangan, meskipun ada dalam situasi yang sulit. Sikap terbuka seseorang membuatnya mampu menghadapi perubahan secara positif dan menganggapnya sebagai tantangan kemudian menerimanya sebagai proses kehidupan yang baru. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki keterbukaan akan mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan akan lebih bisa diandalkan dalam pekerjaannya.

4) InternalLocus of Control

Internal Locus of Control juga dapat mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Seorang internal locus of control memiliki keyakinan bahwa mereka turut serta mengendalikan hal-hal yang terjadi di lingkungan, sehingga mereka cenderung melakukan sesuatu secara proaktif selama bekerja. Sedangkan orang dengan external locus of control percaya bahwa faktor lingkunganlah yang mengendalikan mereka. Orang-orang dengan internal locus of control dipercaya lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, dibandingkan dengan external

19

locus of control. Hal tersebut terjadi karena orang dengan internal locus of control memiliki perencanaan yang baik dalam situasi yang tidak pasti.

5) Generalized Self-efficacy (GSE)

Self efficacy merupakan faktor yang penting bagi kondisi internal agar mampu beradaptasi secara efektif. GSE menunjukkan persepsi seseorang terkait kemampuan mereka dalam bekerja dan menghadapi tantangan serta perubahan dalam kehidupan mereka. Selain itu, GSE juga membuat seseorang memiliki persepsi yang positif baik terhadap kemampuan adaptasi dengan lingkungan maupun dalam menghadapi situasi di lingkunan kerja. GSE mampu memprediksi peran kerja lulusan universitas pada 10 bulan pertama.

c. Social and Human Capital

Social and Human Capital dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk melihat adanya peluang kerja berdasarkan modal atau faktor yang ada dalam diri seseorang. Social and human capital terdiri dari 2 komponen, yaitu social capital dan human capital. Social capital

adalah kemampuan seseorang untuk melihat adanya peluang kerja ditinjau dari relasi seseorang terhadap orang lain. Fugate et al. (2004) menjelaskan bahwa social capital meliputi modal atau faktor yang berkaitan dengan relasi, dipengaruhi oleh ukuran dan kekuatan jaringan

pertemanan. Ukuran jaringan merupakan seberapa besar lingkup jaringan pertemanan yang dimiliki seseorang terhadap orang lain.

Seseorang yang memiliki lingkup jaringan pertemanan yang besar akan memiliki banyak informasi terkait dengan kesempatan kerja. Sedangkan kekuatan jaringan pertemanan dapat dilihat dari seberapa kuat pengaruh orang lain terhadap pengambilan keputusan seseorang. Semakin kuat jaringan pertemanan seseorang, maka semakin kuat pula pengaruh yang diberikan seseorang terhadap orang lain dalam hal pengambilan keputusan terkait dengan kesempatan kerja. Seseorang yang memiliki social capital yang baik akan mampu memanfaatkan hubungan pertemanan yang mereka miliki untuk mendapatkan pekerjaan. Granovetter (1995) mengatakan bahwa banyak orang yang mendapatkan pekerjaan dari jaringan keluarga, kenalan, maupun teman.

Human capital merupakan kemampuan seseorang untuk melihat adanya peluang kerja ditinjau dari faktor yang ada dalam diri seseorang. Modal kerja tersebut mengacu pada beberapa faktor seperti usia, pendidikan, pengalaman kerja, pelatihan, kemampuan kognitif, dan berbagai faktor lainnya. Human capital juga dianggap mampu mewakili kemampuan seseorang untuk memenuhi harapan kerja dari pekerjaan tertentu.

21

Dokumen terkait