• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODAL SOSIAL DAN KEPEMIMPINAN KIAI PESANTREN A. Modal Sosial

3. Dimensi Modal Sosial

58

unsur kemauan masyarakat yang terus proaktof baik menjaga dan mempertahankan nilai, juga jaringan kerja sama maupun dengan membuat ide-baru. Oleh karena itu Hasbullah mengemukan inti modal sosial terletak pada kemampuan masyarakat membangun jaringan untuk bekerjasama guna mencapai tujuan bersama. Kerjasama diwarnai pola interrelasi timbal balik dan saling menguntungkan serta kepercayaan yang didukung oleh nilai-nilai dan norma-norma yang positif.101 Positif akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membentuk hubungan yang didasari sikap yang partisipatif, sikap saling memperhatikan, sikap saling memberi dan menerima, saling percaya dan didukung oleh nilai dan norma.

3. Dimensi Modal Sosial

Putnam memperkenalkan dimensi modal sosial dibedakan menjadi dua, yaitu mengikat (bonding) dan menjembatani (briging).102 Social Bonding merupakan tipe modal sosial yang memiliki sistem ikatan yang kuat dalam dalam masyarakat. Seperti hubungan kekerabatan dengan keluarga yang lain, yang mungkin masih berada dalam satu etnis. Hubungan kekerabatan ini bisa menumbuhkan a) rasa kebersamaan yang diwujudkan melalui rasa empati, b) rasa simpati, c) rasa berkewajiban, d) rasa percaya, e) resiprositas,f) pengakuan timbal balik, g) dan nilai kebudayaan yang mereka percaya. Social bonding seperti yang dikemukakan Hasbullah dibagi lagi kedalam beberapa

101 Hasbullah, Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia). (Jakarta: MR-United Press. 2006), 31.

59

bentuk dengan karakter pembeda seperti penerapan alternatif pilihan untuk melakukan sesuatu.103

Bentuk-bentuk tersebut berupa spektrum yang terdiri dari tiga bentuk yaitu Sacred society, Heterodoxy dan Orthodoxy. Sacred society terdapat pada masyarakat yang benar-benar tertutup dan ini terjadi sebagai akibat dari dogma yang sudah tertanam dan mendominasi struktur masyarakat tersebut. Pada masyarakat seperti ini, biasanya memiliki keterikatan yang kuat dalam kelompok, tetapi resistensi terhadap perubahan juga tinggi. Dalam kondisi ini masyarakat terikat oleh seperangkat asumsi yang tidak pernah mereka sadari dan tidak pernah dipertanyakan oleh mereka. Pilihan atau alternatif-alternatif yang sebenarnya ada dikesampingkan dan dianggap tidak ada, dan hanya terdapat satu pilihan yang ada pada kelompok. Heterodoxy, Hasbullah memberikan defnisi heterodoxy sebagai suatu kesadaran dari suatu kelompok atas adanya dua atau lebih perilaku, aturan dan pengertian-pegertian. Heterodoxy dalam hal ini menggambarkan situasi yang berupa aturan, pengertian, dalam melakukan diadakan pengarahan.104 Hal ini merupakan bentuk keterbukaan dan banyak pilihan untuk melakukan sesuatu, mengungkap penyebab perilaku. Masyarakat yang terbuka, maka akan mudah menerima ide, pemikiran baru, dan berbagai pola kehidupan baru dari kelompok lain, dan juga memberikan timbal balik yang sama. Orthodoxy, menurut Hasbullah terciptanya kondisi ini, ketika terbetuk kebersamaan dan

103 Hasbullah, J. Social Capital.,5. 104 Ibid.,10.

60

keterikatan sehingga menguatkan hubungan masyarakat dan intens dan dipengaruhi oleh hirarki sosial di atasnya.105

Terciptanya social bonding ketika masyarakat mempunyai keterikatan hubungan yang kuat, akan tetapi dalam hal ini kemampuan masyarakat belum bisa dikatan modal sosial yang kuat. Jika tumbuhnya kekuatan di dalamnya hanya dalam kelompok dan konsidisi tertentu. Kondisi ini juga terbalas, terutama jika tumbuh pada suatu masyarakat yang mendominasi dengan struktur sosial yang hirarkis, yang sifatnya mengikat. Akan tetapi hal ini pun mampu memberikan dampak peningkatan kesejahteraan bersama. Social Bridging (jembatan sosial) adalah ikatan sosial yang lahir sebagai bentuk reaksi atas berbagai macam perbedaan dalam kelompoknya.

Dari bermacam kelemahan akan memberikan pilihan untuk membangun kekuatan baru dari kelemahan yang ada. Hasbullah mengatakan ada tiga prinsip yang dianut dalam social bridging yang didasari pada prinsip universal mengenai a) persamaan, b) kebebasan, c) nilai-nilai kemajemukan dan kemanusiaan. Prinsip pertama yaitu persamaan bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok memiliki hak dan kewajiban yang sama.106 Setiap keputusan kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok. Ini sangat berbeda dengan kelompok-kelompok tradisional yang pola hubungan antar anggotanya berbentuk pola vertikal. Mereka yang berada di piramida atas memiliki kewenangan dan hak-hak yang lebih besar baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam memperoleh

105 Ibid.,

61

kesempatan dan keuntungan-keuntungan ekonomi. Prinsip kedua adalah kebebasan, bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Kebebasan merupakan jati diri kelompok dan anggota kelompok. Dengan iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut. Iklim inilah yang memiliki dan memungkinkan munculnya kontribusi besar terhadap perkembangan organisasi. Prinsip ketiga merupakan kemajemukan dan nilai-nilai kemanusiaan. Perinsip dasar kemanusiaan adalah menghormati hak setiap orang lain dan anggota dalam mengembangkan asosiasi, kelompok atau masyarakat. Dasar ide kemanusiaan kemauan membantu orang lain, berempati terhadap situasi yang dihadapi orang lain. Dalam kemajemukan terbangun kesadaran bahwa hidup dengan beragam suku, warna kulit, dan cara hidup merupakan bagian dari kekayaan manusia. Sedangkan padangan kebencian terhadap ras, suku, budaya dan cara berfikir berada pada titik minimal. Komunitas ini memiliki sikap dan pandangan terbuka serta mengikuti perkembangan dunia di luar kelompoknya. Kelompok yang tertanam dengan kuat akan melahirkan sikap kemandirian. Pola hubungan dan terbentuknya jaringan dengan pihak di luar mereka perlu penegasan untuk saling menguntungkan, bukan sebaliknya.

Kedua tipe modal sosial di atas pada dasarnya terbentuk dari kehidupan, karena dari prinsip yang berbeda ahirnya bisa berkelompok. Kelompok satu

62

dengan kelompok lainnya tidak saling mempengaruhi, adakalanya saling menguntungkan, bahkan saling merugikan. Hal ini didasari kemampuan masyarakat dalam menyikapi perubahan yang terjadi di masyarakat. Dimensi modal sosial inheren dalam struktur relasi sosial dan jaringan sosial didalam masyarakat yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran informasi dan menetapkan norma-norma serta sanksi-sanksi sosial bagi para anggota masyarakat tersebut.107

Setidaknya mendasarkan pada konsepsi-konsepsi sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa dimensi modal sosial adalah memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas hidupnya, dan senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus. Dalam proses perubahan dan upaya mencapai tujuan tersebut, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma-norma sebagai pedoman dalam bersikap, bertindak dan bertingkah laku, serta berhubungan atau membangun jaringan dengan pihak lain. Selanjutnya Sunyoto Usman demensi modal sosial, dengan menyebutkan lingking social capital (modal sosial yang menghubungkan). Yaitu modal sosial yang bisa merangkai hubungan suatu kelompokatau individu dengan individu-individu yang berbeda secara vertikal. Modal sosial linking, dipercaya dapat mendeskripsikan hubungan atau relasi yang di bangun dengan merujuk pada kelas sosial. Pada umumnya bentuk relasi linking social capital, yang paling banyak diuntungkan adalah kelompok yang berada pada

107 Coleman, J. Social Capital in The Creation of Human Capital, Suplement, (American Journal

63

posisi yang lebih tinggi, sehingga relasi yang terbangun cendrung relasi antagonis.108

Berdasarkan penjelasan di atas modal sosial akan tampak melalui kepercayaan dalam sebuah interaksi sosial, jaringan sosial yang berada dalam kehidupan sehar-hari masyarakat, norma yang dipegang teguh oleh warga masyarakat, resiprositas dalam masyarakat dan informasi yang saling menghubungkan antar warga masyarakat. Maka indikator yang bisa dijadikan ukuran modal sosial meliputi: kepercayaan, jaringan, norma, resiprositas, dan informasi.