• Tidak ada hasil yang ditemukan

20

memperbaiki konsep-konsep tersebut dalam perkembangnya tentang jaringan sosial yang lain. Mitchell menyatakan, jaringan sosial adalah hubungan yang terbentuk secara khusus atau spesifik yang bertujuan untuk menafsirkan motif-motif tindakan sosial dari orang-orang yang terlibat di dalamnya diantara sekelompok orang yang karakteristik hubungan-hubungan tersebut.33

Barnes, mengatakan bahwa jejaring sosial yang dapat di masuki oleh setiap individu ada dua macam yang yaitu, jaringan total dan jaringan bagian. Jaringan total merupakan jaringan yang dimiliki seseorang secara keseluruhan dalam masyarakat melingkupi segi kehidupan. Sedangkan jaringan bagian yaitu seseorang yang memiliki jaringan pada bagian tatanan kehidupan misalnya jaringan keagamaan, jaringan persaudaraan, jaringan ketetanggaan, jaringan persahabatan dan jaringan politik.34 Dari penjelasan ringkas di atas, penelitian ini berupaya mempergunakan kerangka teoritik modal sosial dan jejaring sosial, untuk mengkaji dan menganalisis modal sosial kepemimpinan kiai dalam mengembangkan pendidikan pesantren.

G. Penelitian Terdahulu

Selama ini peneliti belum menemukan penelitian yang membahas

secara khusus persoalan modal sosial kepemimpinan kiai dalam

mengembangkan pesantren, terlebih di daerah Bangkalan Madura. Dalam pencarian jenis penelitian yang relevan mengkaji persoalan tersebut, peneliti

33

Ricahrd Paul Mitchell, The Society of the Muslim Brothers (Oxford: University Press, 1969), 1-2.

34 J. Barnes, ―Class and Communitees in a Norwegian Island Parish‖, Human Realtions, (Juli 1954), 39-58.

21

menemukan beberapa titik kesamaan dengan beberapa penelitian yang telah terlebih dahulu dilakukan, antara lain yaitu:

1. Penelitian oleh Mohammad Muchlis Solichin, dengan judul Kepemimpinan Kiai dalam Mobilisasi Kekuasaan Politik Umat (Studi Kasus Peran Kepemimpinan Kiai dalam Mobilisasi Kekuatan Umat Islam di Kabupaten Pamekasan pada Masa Reformasi), disebutkan dalam penelitian ini bahwa para kiai di Pamekasannterlibat dalam politik, diantaranya: Dengan adanya pembentukan suatu ikatan yang kuat diantara mereka dengan kerabat, santri dan pengikut mereka yang mempunyai berbagainkesamaan seperti kesamaan guru/almamater, visi politik serta visi paham keagamaan. Ikatan inilah yang nantinya melahirkan dua kubu politik besar di Pamekasan, yaitu PKB dan PPP yang keduanya sangat mendominasi perpolitikan di kabupaten Pamekasan. Hal ini dikarenakan kedua fraksi ini didukung oleh kelompok kiai yang mempunyai pengaruh yang sangat luas di masyarakat.35

2. Penelitian oleh Achmad Patoni, disertasi yang telah dibukukan dengan judul Peran Kiai Pesantren Dalam Partai Politik. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa kiai pesantren tidak terlepas dari dunia politik. Dalam penelitian dinyatakan bahwa kiai pesantren tidak terlepas dari dunia politik. Disebutkan juga dalam penelitian ini, bahwa kiai mempunyai peran ganda yaitu: pertama,

35 Mohammad Muchlis Solichin, ―Kepemimpinan Kiai dalam Mobilisasi Kekuasaan Politik Umat (Studi Kasus Peran Kepemimpinan Kiai dalam Mobilisasi Kekuatan Umat Islam di Kabupaten Pamekasan pada Masa Reformasi)‖ (Tesis--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2001).

22

dalam bidang agama dan kedua memberi indikasi bahwa bagaimana kiai pesantren ikut dalam kancah politik.36

3. Penelitian oleh Imam Suprayogo, disertasi yang telah dibukukan dengan judul Kiai dan Politik: Membaca Citra Politik Kiai. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa banyak dari tipologi kiai yang kedalam politik praktis bahkan ada yang terjun langsung menjadi politisi. Dalam penelitian ini ada anggapan dari masyarakat apakah kiai pantas atau tidak terlibat langsung dalam dunia politik mengingat bidang keilmuan yang dimiliki lebih bernuansa keagamaan, sehingga dianggap cukup mengurusi umat di bidang keagamaan.37

4. Penelitian oleh Ali Maschan Moesa, sebuah disertasi yang sudah di bukukan dengan judul Nasiolalisme Kiai, Konstruksi Sosial Berbasis Agama. Dalam penelitian ini menjabarkan Pertama, nasiolalisme dalam pemahaman kiai. Kedua, negara dalam konstrusi kiai. Ketiga, tentang perkembangan nasionalisme Indonisia dalam konstuksi para kiai, Keempat, konstruksi kiai tengtang nasionalisme yang di bagi menjadi tiga tipologi diantaranya: kiai fundamentalis, kiai moderat dan kiai pragmatis, dalam kajian ini penilaian beberapa pihak bahwasanya agama bertolak belakang dengan naionalisme, dan bahkan menganggap menjadi penyebab keretakan keutuhan sebuah bangsa, tetapi dalam penelitian ini menemukan bukti yang berbeda, ternyata agama bisa menjadi faktorpemersatu bangsa dan juga menjadi penguat ikatan solidaritassosial antar warga.

36

Achmad Patoni, Peran Kiai Pesantren dalam Partai Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).

37 Imam Suprayogo, Kiai dan Politik: Membaca Citra Politik Kiai (Malang: UIN-Malang Press, 2007).

23

5. Penelitian oleh Ending Turnudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Penelitian ini menjabarkan kronologi di balik wacana bergesernya peran kiai yang bergabungkedalam jejeran politik paraktis dan masuk dalam kekuasaan. Selain itu kontribusi penelitian ini memberikan semacam both side bahwa pendirian partai politik Islam jelas bertujuan untuk mengakomudir kepentingan politik umat, dalam perkembangannya ada pergeseran posisi politik kiai sangat sinifikan dengan adanyaperubahan dalam etos umat Islam Indonesia. Pemisahan hubungan Islam dan politik merupakan adanya perubahan etos sehingga politik dalam pengertian ini tidak lagi di kaitkan dengan Islam maka dari itu tidak memiliki kewajiban moral seorang muslim untuk bergabung dengan partai politik tertentu. Berbekal dengan pandangan both side inilah pembaca akhirnya bisa mengambil kesimpulan sendiri ada paradigma yang mendukung bahwa para kiai berpolitik atas kemauan dengan caranya sendiri, sehingga keberadaaan kiai yang terjun dalam politik praktis memang dikarenakan perannya sudah dijadikan sebagai salah satu kekuatan politik untuk membangun kekuatan baru.38

6. Penelitian oleh Moh. Ismail disertasi dengan judul, Partisipasi Kiai Pesantren Dalam Menentukan Kebijakan di Bangkalan. Penelitian bertujuan mengungkap tentang pola relasi kuasa kiai pesantren dan pejabat publik di Bangkalan yang di dalamnya mengungkap kiai di Bangkalan merupakan pemegang ―kuasa‖ dalam persoalan keagamaan, yang berposisi sangat terhormat. Penentuan kebijakan pendidikan Islam di Bangkalan adanya

24

partisipasi para kiai dalam penentuan kebijakan tidak dapat dihindarkan, meski sebagian kiai tidak terikat dengan relasi tersebut. Partisipasi tersebut terjadi bukan hanya latar belakang para kiai dari lembaga pendidikan Islam (pesantren) dengan kerangka keilmuannya. fenomena politik yang berkaitan dengan keikutsertaan kiai dalam menentukan kebijakan pendidikan Islam di Bangkalan menunjukkan bahwa aktivitas politik kiai ternyata memiliki implikasi-implikasi.

7. Kekerasan di Kerajaan Surgawi: Gagasan Kekuasaan Kiai, Mitos Wali Hingga Broker Budaya,39 tulisan dari Chumaidi Syarief Romas, ia adalah putra dari pengasuh dari salah satu pondok pesantren yang cukup besar di Jawa Tengah sehingganpemahaman tentang kiai dan pesantren tergambar dengan fasih. Buku ini membincang secara mendalamntentang kepemimpinan dannkekuasaan yang dilaksanakan oleh kiai di pesantren. Chumaidi Syarief Romas membedakan kepemimpinan kiai pesantren menjadi dua dalam bukunya, yaitu kepemimpinan individual-kharismatik dan kepemimpinan rasional. Chumaidi Syarief Romas menyoroti kepemimpinan dan kekuasaan kiai dari dua sudutnpandang. Kekuasaan kiai dari satu sisi, bisa dikatakan menarik dengan meluasnya pengaruh yang begitu besar, sedangkan di sisi lain bisa dikatakan karisma kiai bersifat absolut. Kekuasaan kiaindibahas sangatndetail, sehingga dapat diperoleh potret yang tampak jelas tentang karisma dan arah kekuasaan kiai di suatu pesantren.

39Chumaidi Syarief Romas, Kekerasan di Kerajaan Surgawi: Gagasan kekuasaan Kyai, dari

25

8. Sosial Capital and Leadership Development; Bulinding Stronger Leadership Through Enhanced Relational Skills. Penelitian yang dilakukan oleh Shelly McCallum dan David O‘Connell, menyimpulkan bahwa modal sosial dalam sebuah organisasi dan tatanan sosial memerlukan kecakapan kepemimpinan yang signifikan. Dalam hal mengembangkan kemampuan kepemimpinan, elemen modal sosial harus pula dibangun, seperti menjalin relasi, niat baik, timbal balik dan melahirkan kepercayaan. Kepemimpinan untuk mewujudkan visi dan tujuan harus memiliki keahlian beroperasi secara efektif, pengetahuan dan keterampilan juga harus memiliki keahlian relasional untuk bermitra dengan orang lain.

9. Modal Sosial dalam Pengintegrasian Masyarakat Multietnis pada Masyarakat Desa Pakraman di Bali,40 penelitian ini bertujuan mengungkapkan tentang modal sosial seorang pemangku (pemuka agama Hindu) pengintegrasian masyarakat yang multietnis di Desa Pakraman Bali di dalamnya menjelaskan bentuk pemukiman masyarakat multietnik, hubungan sosial antar etnis, pola integrasi antar etnis, pengembangan model kontrol sosial untuk mempertahankanpersatuan antar etnik pada desaPakraman.

10. Modal Sosial Pendidikan Pondok Pesantren,41 tulisan La Rudi dan Husain Haikal. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap tentang implementasi modal sosial dalam pendidikan Pondok Pesantren Al-SyaikhnAbdul WahidnBaubau dan Ali MaksumnKrapyaknYogyakarta, Modal sosial

40 Gede Raga, I Wayan Mudana, ―Modal Sosial dalam Pengintegrasian Masyarakat Multietnis pada Masyarakat Desa Pakraman di Bali‖, Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 2, No. 2, Oktober (2013).

41 La Rudi & Husin Haikal, ―Modal Sosial Pendidikan Pondok Pesantren‖, Jurnal Harmoni

26

pesantren adalah tanggungnjawab dan perhatian, kerjasamandibangun berdasarkan komunikasi, nilai-nilai keikhlasan disertai dengan kemandirian, kerja keras dan toleransi maka akan melahirkan kepercayaan. Dari setiap pondok pesantren memiliki persamaan dan perbedaan modal sosialnya dan keunggulanmodal sosial dari masing-masing pesantren.

Dari beberapa penelitian di atas, kepemimpinan kiai lebih dibahas dari sudut pandang relasi kekuasaan. Dalam hal ini sering diakitkan dengan politik. Sementara, terkait modal sosial, beberapa penelitian di atas lebih berorientasi pada pesantren secara kelembagaan. Maka dalam penelitian yang penulis lakukan, berupaya untuk mengulas kepemimpinan kiai pesantren berdasarkan faktor utamanya, yakni modal sosial. Yang dimaksud modal sosial adalah kiai sebagai figur yang memiliki pengeruh kuat di pesantren dan lingkungan masyarakat. Meskipun penelitian terdahulu yang peneliti paparkan di atas tidak fokus mengkaji persoalan modal sosial kepemimpinan kiai dalam mengembangkan pendidikan pesantren, namun secara substansial dalam beberapa data akan peneliti manfaatkan untuk mempertajam analisis terhadap pola-pola kepemimpinan kiai dalam mengembangkan pendidikan pesantren di Bangkalan Madura. Sehingga penelitian ini diharapkan memberi data baru dan dapat memunculkan teori baru.