• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

5.1. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan

Kebutuhan lahan terbangun di Kota Bekasi semakin meningkat sejalan dengan tingginya pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi masyarakatnya. Implikasi beragamnya, fungsi budidaya kawasan perkotaan menekan lahan RTH sebagai kawasan lindung ekologis kota. Hal ini disebabkan aksesibilitas infrastruktur kota yang mampu menarik berbagai kegiatan yang dapat merubah penggunaan lahan RTH (RTH) menjadi kawasan terbangun (RTB). Akibatnya, perkembangan kota cenderung mengalami pergeseran fungsi-fungsinya ke

daerah pinggiran kota (urban fringe) atau Bagian Wilayah Kota (BWK)

kecamatan. Fenomena inilah yang disebut sebagai proses perembetan

kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (urban sprawl), sebagai bagian dari

konsekuensi dinamika perubahan penggunaan lahan perkotaan yang cepat. Dinamika perubahan penggunaan lahan yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada perubahan penutupan lahan selama 20 tahun terakhir. Perubahan

penutupan lahan didasarkan pada interpretasi citra satelit (Landsat) pada

rentang waktu16 tahun, mulai tahun 1989 sampai tahun 2005. Sementara itu, kondisi tutupan lahan terakhir diinterpretasi dari data citra satelit Alos tahun

liputan 2009. Citra Landsat tidak begitu jelas memperlihatkan kelas lahan

terbangun yang berupa permukiman, industri dan prasarana kota lainnya seperti

sekolah, supermarket, hotel dan penginapan. Hal ini disebabkan karena

sebagian dari lahan terbangun tersebut terdistribusi pada luasan kurang dari 30

m x 30 m, sementara resolusi spasial citra Landsat berkisar pada 30 m x 30 m,

sehingga pertumbuhan perumahan ataau area bangunan di bawah luasan tersebut sulit diidentifikasi oleh citra tersebut.

Penggunaan lahan di Kota Bekasi terdiri atas lahan/ruang terbangun (RTB) dan lahan tidak terbangun bervegetasi (RTH). Saat ini, sebagian besar lahan didominasi oleh lahan terbangun yang terdiri atas permukiman, perdagangan dan jasa, industri, jaringan prasarana seperti jalan dan fasilitas sosial. Hasil analisis SIG secara historis terhadap penggunaan lahan tahun 1989 menunjukkan hampir 94 persen Kota Bekasi masih memiliki lahan RTH atau 19,783 ha dari 21,049 ha luas wilayahnya, seperti terlihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Kelompok lahan RTH tahun 1989

Kecamatan K C (ha) PRA (ha) SI STH SB TL Jumlah

Bt Gebang 327,71 142,31 214,46 370,82 856,12 104,83 2.016,26 Bks Barat 5,59 125,03 201,72 0,00 746,69 138,43 1.217,47 Bks Selatan 32,58 194,07 331,33 0,00 712,30 140,63 1.410,92 Bks Timur 13,20 136,89 308,31 61,68 634,49 42,76 1.197,33 Bks Utara 4,64 81,92 1.270,95 0,00 546,53 85,93 1.989,98 Jt Asih 520,76 145,11 145,17 210,97 1.342,56 186,79 2.551,35 Jati Sampurna 425,48 48,70 43,85 0,00 796,53 564,93 1.879,50 Mdn Satria 0,00 156,62 670,17 0,00 277,30 5,31 1.109,40 Mtk Jaya 317,84 83,32 237,09 775,05 831,94 250,43 2.495,66 Pd Melati 52,38 64,75 121,54 0,00 626,54 204,40 1.069,61 Pd Gede 125,30 59,71 212,57 0,00 787,44 78,05 1.263,07 Rawalumbu 74,00 291,42 224,52 94,83 817,57 80,77 1.583,11 Jumlah 1.899,49 1.529,85 3.981,70 1.513,35 8.976,02 1.883,25 19.783,65 Keteterangan: Bt =Bantar, Bks=Bekasi, Jt=Jati, Mdn=Medan dan Pd=Pondok, KC= Kebun Campuran, PRA= Padang Rumput / Alang-alang, SI= Sawah Irigasi, STH= Sawah Tadah Hujan, SB= Semak Belukar, TL= Tegalan / Ladang

Lahan RTH di Kota Bekasi pada tahun 1989 didominasi tertinggi semak belukar seluas 8.976,25 ha, kemudian sawah irigasi seluas 3.981,02 ha, kebun campuran dan tegal/ladang hampir sama yaitu lebih dari 1.800 ha dan posisi ke empat sawah tadah hujan dan padang rumput/alang-alang memiliki nilai sama lebih dari 1.500 ha.

Batasan RTH adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu

wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH kota seperti keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut (Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian – IPB, 2005). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengklasifikasian kelompok lahan RTHpada Tabel 25 adalah RTH yang berada di kawasan Kota Bekasi. Hasil analisis SIG secara visual terhadap penggunaan lahan RTH disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Peta penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 1989

Pemanfaatan lahan atau ruang terbangun (RTB) yang dicirikan warna merah pada Gambar 23 tersebut digunakan untuk kawasan permukiman atau untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Selanjutnya kawasan permukiman dalam analisis ini mewakili kawasan terbangun (RTB). Aktivitas tersebut berkembang hanya pada wilayah yang berbatasan dengan DKI terutama Kecamatan Medan Satria, Bekasi Barat dan Bekasi Utara, karena sebagian besar Wilayah Kota Bekasi pada tahun 1989 masih banyak diliputi oleh lahan RTH. Pemanfaatan lahan tidak terbangun (RTH) atau lahan RTH umumnya digunakan untuk pertanian (sawah), tegalan/kebun, taman kota, kawasan hijau dikoridor jalan dan bantaran sungai serta lainnya (lahan kosong, semak belukar).

Penggunaan lahan RTH di Kota Bekasi sudah mengalami penyusutan yang signifikan sejak tahun 2000 dan semakin berkembang menjadi ruang terbangun (RTB). Hal ini sebagai dampak wilayah pinggiran dari berkembangnya Kota Jakarta sebagai induk dari kegiatan perdagangan dan jasa nasional. Kota Bekasi dalam konteks perencanaan makro diarahkan sebagai daerah permukiman dan pusat kegiatan nasional, seperti terlihat pada Gambar 23.

Gambar 23 Peta penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2000

Penggunaan RTB untuk permukiman terdiri dari permukiman teratur (perumahan) yang dibangun pengembang dan permukiman tidak teratur yang dibangun secara individu. Permukiman teratur banyak dikembangkan di wilayah Bekasi bagian tengah dan utara dengan memanfaatkan potensi aksesibilitas

jalan arteri dan jalan kolektor primer yang strategis. Pemanfaatan RTB untuk kegiatan perdagangan dan jasa banyak berkembang untuk melayani skala kota – regional dan skala kota – lokal. Perdagangan dan jasa skala kota – regional berkembang di pusat kota, khususnya di wilayah Kecamatan Bekasi Selatan, Timur, Utara, Barat dan Medan Satria. Perdagangan dan jasa skala kota - lokal berkembang di luar wilayah kecamatan pusat kota tersebut. Penggunaan lahan tidak terbangun atau lahan bervegetasi masih banyak berada di wilayah ini.

Pada pengamatan citra periode berikutnya, yakni periode 2000 - 2005 terjadi peningkatan penutupan lahan permukiman yang sangat pesat dibandingkan dengan periode pengamatan lainnya, seperti terlihat pada Gambar 24.

Dapat dibuktikan secara empiris bahwa pada periode ini telah terjadi pertumbuhan pembangunan yang paling pesat di Kota Bekasi. Hal ini dapat diamati dari kondisi lahan terbangun (RTB) yang berbentuk permukiman/bangunan yang semakin meluas pada tahun 2005 dan sebaliknya lahan RTH semakin menyusut, ditandai dari RTH jenis belukar, sawah/ tanaman pangan dan semak.

Hasil analisis menunjukkan bahwa Kota Bekasi telah mengalami perkembangan dan pertumbuhan daerah perkotaan yang cukup pesat. Dinamika perubahan penutupan lahan terlihat cukup signifikan terutama pada penambahan permukiman dan berkurangnya area persawahan dan ruang terbuka hijau lainnya. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari tahun 1989 hingga

tahun 2009, terutama terjadi untuk areal permukiman (built-up area). Pada tahun

1989, areal permukiman tampak hanya terkonsentrasi di area utara disepanjang jalan. Kemudian pada tahun 2005, tampak terjadi peningkatan areal permukiman yang secara visual menyebar merata diseluruh bagian kota.

Berbagai peningkatan perubahan lahan tersebut juga secara langsung mempengaruhi penurunan ruang terbuka hijau di wilayah ini secara gradual. Jika persentase penutupan lahan tahun 1989 dianalisis sampai dengan 2009 hasilnya dapat dilihat pada Gambar 26, 27, 28 dan 29. Kondisi Kota bekasi pada tahun 1989 secara administrasi belum menjadi daerah otonom yang memiliki wilayah dengan struktur kecamatan seperti sekarang. Kemudian pada tahun 1998-1999 dikukuhkan menjadi kota otonom penuh dan memiliki perda RTRW pada tahun 2000. Pada Gambar 25, memperlihatkan kurang lebih 42,6 persen kota ini masih berupa semak belukar dan 18,9 persen masih tersedia lahan sawah beririgasi teknis.

Gambar tersebut memperlihatkan pertumbuhan permukiman yang mewakili lahan terbangun (RTB) memiliki proporsi pertumbuhan 5,5 persen dari keseluruhan luas lahan Kota Bekasi. Pembangunan kawasan perkotaan belum berkembang pesat bahkan sebagian besar masih berupa areal bervegetasi RTH baik berupa kebun campuran, sawah dan lahan terbuka lainnya.

Gambar 26 Persentase tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2000

Pada perkembangan selanjutnya tahun 2000 atau kurang lebih 10 tahun kemudian pertumbuhan permukiman atau ruang terbangun menjadi hampir 10 kali lipat dari 5,5 persen pada tahun 1989 menjadi 51,8 persen pada tahun 2000. Sebaliknya, penyusutan terjadi secara signifikan pada lahan sawah irigasi dari 18,9 persen menjadi 10,0 persen (Gambar 26).

Gambar 27. Persentase tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2005

Penyusutan lahan pertanian untuk irigasi teknis masih terus berlanjut pada tahun 2005 menjadi 2,2 persen dan sebaliknya lahan terbangun permukiman bertambah menjadi 61,2 persen (Gambar 27).

Gambar 28 Persentase tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2009

Lahan terbangun/pemukiman tahun 2009 terus bertambah menjadi sebesar 70,69 persen atau naik sebesar 10,5 persen dari tahun 2005. Lahan pertanian beririgasi teknis semakin menyusut menjadi 1,87 persen (Gambar 28).

Secara umum terlihat peningkatan luas lahan terbangun (RTB), serta penurunan luas lahan RTH. Pada tahun 1989 dan 2009 tergambarkan cepat tumbuhnya kawasan permukiman atau kawasan terbangun (RTB) dari 1.157,77

ha menjadi 14.879,85 ha. Sebaliknya, terjadi penyusutan penggunaan lahan

sawah irigasi dari 3.981,70 ha tahun 1989 menjadi 394,15 ha pada tahun 2009. Perubahan yang sangat tajam lahan irigasi teknis ini tidak sesuai lagi dengan rencana pemanfaatan ruang sebagaimana arahan RTRW 2000-2010 (Tabel 1 terdahulu). Arahan RTRW terhadap lahan pertanian tersebut adalah dipertahankannya seluas 600 ha lebih pada akhir tahun 2010. Perubahan penggunaan untuk jenis penggunaan lahan lainnya disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Luas jenis penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 1989-2009

No Penggunaan Lahan 1989 (ha) 2000 (ha) 2005 (ha) 2009 (ha)

1 Kebun Campuran 1.899,49 1.898,95 2.037,88 1.740,33

2 Lahan Terbuka 1,82 1,82 209,1 315,55

3 Padang Rumput / Alang-alang 1.529,85 1.529,85 2.199,31 792,12

4 Permukiman 1.157,77 10.894,64 12.884,19 14.879,85

5 Sawah Irigasi 3.981,70 2.099,72 457,54 394,15

6 Sawah Tadah Hujan 1.513,35 1.513,35 680,04 532,31

7 Semak Belukar 8.976,02 1.121,69 177,11 128,28

8 Tegalan/Ladang 1.883,25 1.883,23 2.292,89 2.141,70

9 Tubuh Air 105,75 105,75 110,94 124,72

Sama halnya dengan sawah, penyusutan lahan juga terjadi pada semak belukar dari luas 8.976,02 ha (1989) menjadi 128,28 ha (2009). Berbeda dengan lahan terbuka terjadi penambahan luas dari 1,82 ha pada tahun 1989 bertambah menjadi 315,55 ha. Lahan terbuka di Kota Bekasi biasanya dibiarkan bertahun- tahun oleh para para pengembang perumahan dan lahan ini memang dipersiapkan untuk dibangun. Berikut ini disajikan perubahan penggunaan lahan multiwaktu sebagaimana Gambar 29.

Gambar 29 Dinamika perubahan penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 1989 - 2009

Dinamika dan arah perubahan penggunaan lahan RTH menjadi ruang

terbangun (RTB) cenderung bersifat irreversible artinya sulit untuk kembali

seperti semula, kalaupun dapat kembali ke penggunaan lahan awal, perlu energi yang besar untuk mengatasinya seperti biaya, waktu dan kemungkinan munculnya konflik sosial dan budaya. Adapun arah perubahan penggunaan lahan pada tahun 1989, 2000, 2005 dan 2009, disajikan pada Lampiran 3, 4, dan 5. Arah Perubahan Penggunaan Lahan multiwaktu pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa tahun1989-2000 umumnya terjadi pada kebun campuran menjadi lahan permukiman seluas 0,54 ha, sawah irigasi menjadi permukiman seluas 1.881,97 ha dan semak belukar menjadi permukiman seluas 7.854,33 ha. Dinamika perubahan tahun 2000-2005 pada Lampiran 4 umumnya terjadi pada sawah irigasi berubah menjadi: kebun campuran (152,17 ha), lahan terbuka (99,25 ha), padang rumput (669,46 ha), semak belukar (5,74 ha), tegalan/ladang (270,50 ha), tubuh air (5,19 ha) dan permukiman (439,68 ha). Dengan demikian sawah irigasi sangat tajam penurunannya dari luas 2.099,72 ha tersisa hanya 457,54 ha. Sawah tadah hujan juga berubah menjadi: permukiman (582,51 ha), lahan terbuka (108,03 ha), tegalan/ladang (123,95 ha) dan menyusut dari 1.513,35 ha menjadi 680,04 ha.

Dinamika perubahan tahun 2005-2009 pada Lampiran 5 umumnya terjadi pada kebun campuran berubah menjadi: permukiman (145,29 ha), lahan terbuka (8,21 ha) dan tegalan/ladang (202,09 ha), selanjutnya lahan terbuka berubah menjadi permukiman (19,31 ha). Kondisi padang rumput berubah menjadi: kebun campuran (3,13 ha), lahan terbuka (74,55 ha), permukiman (1.381,42 ha) dan tegal/ladang (29,46 ha). Sawah irigasi pada tahun 2009 tidak ada perubahan tetap tersisa 457,54 ha tetapi pada sawah tadah hujan berubah menjadi: kebun campuran (2,63 ha), padang rumput (86,34 ha), permukiman (32,39 ha) dan tegal/ladang (26,14 ha), sehingga sawah tadah hujan hanya tersisa 532,31 ha.