• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. STUDI PUSTAKA

2.2. Dinamika Sosial Ekonomi Syariah

Dunia telah mengakui, bahwa banyak ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini, lahir dari pemikiran para ilmuwan dengan latar belakang Islam, termasuk Ilmu

Ekonomi. Ilmu Ekonomi Islam berkembang secara bertahap sebagai suatu bidang ilmu interdisiplin yang menjadi bahan kajian ahli tafsir, ahli hukum, ahli sejarah, ahli ilmu sosial, ahli politik, serta ahli filsafat moral. Para ahli pemikir Islam yang memberikan kontribusi dalam pengembangan Ilmu Ekonomi Islam, antara lain adalah Abu Yusuf (tahun 798 Masehi), Abu Ubayd (865), al-Mas’udi (957), al-Mawardi (1058), Ibnu Hazm (1064), al-Sarakhsi (1090), al-Tusi (1093), al-Ghazali (1111), al-Dimasyqi (1175), Ibnu Rusyd/ Averus (1198), Ibnu Taymiyyah (1328), Ibnu al-Ukhuwah (1329), Ibnu al- Qoyyim (1350), asy-Syatibi (1388), Ibnu Khaldun (1406), al-Maqrizi (1442), al- Dawwani (1511), dan Shah Waliullah (1762). Akan tetapi, tidak semua ahli pemikir Islam tersebut, dikenal sebagai ahli Ekonomi karena pada saat itu klasifikasi disiplin ilmu pengetahuan belum dilakukan. Mereka ahli dalam berbagai bidang ilmu dan melakukan pendekatan interdisipliner antara Ilmu Ekonomi dan bidang ilmu yang mereka tekuni sebelumnya, sehingga membuat mereka tidak memfokuskan perhatian hanya pada variabel-variabel ekonomi semata (Chapra, 2001).

Para ahli yang disebutkan di atas, menganggap kesejahteraan umat manusia merupakan hasil akhir dari interaksi panjang sejumlah faktor ekonomi dan faktor-faktor lain, seperti faktor moral, sosial, demografi, dan politik. Semua faktor tersebut berpadu menjadi satu, sehingga tidak ada satu faktor pun yang dapat memberikan kontribusi optimal tanpa dukungan faktor yang lain. Keadilan menempati bagian penting dalam kerangka ini, karena tanpa keadilan sebuah masyarakat hanya akan membangun sebuah perwujudan kerangka rapuh yang berjalan menuju kehancuran atau kemunduran masyarakat itu sendiri.

Salah satu ahli pemikir Islam yang memberikan kontribusi dalam perkembangan Ilmu Ekonomi Islam adalah Ibnu Khaldun, yang terkenal dengan buku “Muqaddimah

yang sebenarnya merupakan volume pertama dari tujuh volume buku sejarah yang disebut sebagai “Kitab al-‘Ibrar” atau “Buku tentang Pelajaran-pelajaran (Sejarah)”. Menurut Ibnu Khaldun, historiografi (penulisan sejarah) adalah ilmu pengetahuan yang menganalisa penyebab dan asal usul atau bagaimana dan mengapa tentang fenomena- fenomena dalam sejarah manusia, serta pokok bahasannya tidak terbatas pada peristiwa- peristiwa sejarah dan dinasti semata.

Buku “Muqaddimah” adalah realisasi pemikiran Ibnu Khaldun secara ilmiah yang menyajikan prinsip-prinsip yang menyebabkan kejayaan dan keruntuhan sebuah dinasti, negara, atau peradaban sebagai faktor yang terkait erat dengan kesejahteraan atau kesengsaraan rakyat. Di dalam analisis Ibnu Khaldun, kejayaan dan keruntuhan bukan hanya tergantung pada variabel-variabel ekonomi, tetapi juga tergantung pada faktor- faktor lain yang menentukan kualitas perorangan, masyarakat, pemerintahan, dan negara, serta saling berkaitan antar faktor-faktor agama, psikologi, politik, ekonomi, sosial, demografi, dan sejarah dalam kejayaan atau keruntuhan suatu pemerintahan ataupun peradaban.

Muqaddimah” merupakan bagian penting kontribusi pemikiran Ibnu Khaldun dalam ilmu ekonomi. Perumusan dan pemahamannya yang jelas dan mendalam telah mendapat pengakuan sebagai pelopor bagi formulasi teori yang lebih modern dan canggih. Rumusan Ibnu Khaldun yang terkenal dalam kebijaksanaan politik pembangunan disebut sebagai “Dynamic Model of Islam” atau Model Dinamika. Model

yang terkait dengan prinsip yang lain secara interdisipliner dalam membentuk kekuatan bersama dalam satu lingkaran sehingga awal dan akhir lingkaran tersebut tidak dapat dibedakan.

Rumusan Model Dinamika atau Dynamic Model of Islam tersebut adalah sebagai berikut:

- Kekuatan pemerintah tidak dapat diwujudkan kecuali dengan implementasi Syariah;

- Syariah tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan pemerintahan; - Pemerintah tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali dari rakyat; - Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan;

- Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan; - Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali melalui keadilan;

- Keadilan merupakan standar yang akan dievaluasi Allah pada umat-Nya;

- Pemerintah dibebankan dengan adanya tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan.

Rumusan ini mencerminkan karakter interdisipliner dan dinamis dari analisis Ibnu Khaldun yang menghubungkan semua variabel-variabel sosial, ekonomi dan politik, termasuk Syariah (S), kekuasaan politik atau Governance (G), masyarakat atau Nation

(N), kekayaan/ sumber daya atau Wealth (W), pembangunan atau growth (g) dan keadilan atau justice (j). Variabel-variabel tersebut berada dalam satu lingkaran yang saling tergantung karena satu sama lain saling mempengaruhi. Rumusan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2.1. Lingkaran Model Dinamika Sosial Ekonomi Syariah

Sumber: Chapra, 2001

Cara kerja lingkaran ini menyerupai rantai reaksi untuk jangka waktu yang panjang dan merupakan sebuah kedina misan yang diperkenalkan dalam seluruh analisis. Dimensi ini menjelaskan bagaimana faktor-faktor politik, agama, sosial, dan ekonomi saling mempengaruhi selama kurun waktu tertentu sehingga faktor-faktor tersebut dapat menuntun suatu peradaban menuju pembangunan dan kemunduran atau kejayaan dan keruntuhan. Dalam rumusan ini, tidak ada klausula cateris paribus karena tidak ada satu

variabel yang konstan. Satu variabel bisa berfungsi sebagai makanisme pemicu dan variabel yang lain dapat bereaksi atau tidak dalam arah yang sama. Oleh karena itu, kegagalan di satu sektor tidak akan menyebar ke variabel yang lain karena sektor yang gagal tersebut akan diperbaiki. Apabila tidak diperbaiki, maka akan menyebabkan kemunduran suatu peradaban. Sebaliknya jika sektor ya ng lain bereaksi sama layaknya dengan mekanisme pemicu, maka kegagalan itu akan memperoleh momentum melalui rantai reaksi yang berkaitan, sehingga kegagalan ini membutuhkan waktu yang lama

G G S S N N W W j&g j&g

untuk mengidentifikasi penyebab dan akibatnya. Lingkaran sebab akibat ini akan mengacu kepada “Lingkaran Keadilan” (Circle of Equity).

Dua pengait yang paling penting dalam rantai sebab akibat tersebut adalah pembangunan (g) dan keadilan (j). Pembangunan (g) dianggap penting karena kecenderungan normal di dalam masyarakat berubah-ubah. Kecenderungan itu dapat meningkat atau menurun. Pembangunan yang dimaksud dalam pembahasan ini tidak semata-mata mengacu kepada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan tersebut juga mengacu kepada pembangunan manusia seutuhnya sehingga masing-masing variabel tersebut (G, S, N, dan W) memperkaya satu dengan yang lain, sehingga semua variabel memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan atau kebahagiaan masyarakat. Keseluruhan variabel tidak hanya menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, tetapi juga kemajuan peradaban. Pembangunan tidak akan terlaksana tanpa adanya keadilan. Keadilan yang dimaksudkan bukan dalam pengertian ekonomi yang sempit, tetapi pengertian keadilan yang lebih luas dalam setiap aspek kehidupan manusia. Keadilan dalam pengertian luas ini tidak sepenuhnya dapat diwujudkan tanpa menciptakan masyarakat yang peduli terhadap persaudaraan dan persamaan sosial. Keadilan juga dapat tercipta dengan adanya jaminan keselamatan jiwa, hak milik dan penghormatan bagi setiap orang, pemenuhan kewajiban sosial, ekonomi dan politik, hak untuk bebas menentukan tindakan apa yang diinginkan oleh seseorang, dan pencegahan terhadap kejahatan dan ketidakadilan dalam bentuk apapun.

Sementara itu, variabel Syariah (S) mengacu kepada nilai-nilai dan lembaga atau aturan perilaku yang membuat masyarakat (N) bersedia untuk memenuhi kewajiban mereka terhadap sesama dan mencegah perilaku sosial yang menyimpang. Hal itu, dapat

digunakan untuk menjamin keadilan (j), pembangunan (g), dan kesejahteraan (W) untuk seluruh masyarakat. Aturan perilaku dapat bersifat formal dan informal, baik tertulis ataupun tidak tertulis. Setiap masyarakat memiliki aturan perilaku berdasarkan sistem nilai masing-masing yang berlaku di masyarakat itu. Pedoman utama perilaku dalam masyarakat Islam disebut Syariah (S). Variabel Syariah (S) tidak akan mampu memainkan peran yang berarti kecuali jika Syariah tersebut dijalankan secara benar dan tidak memihak dalam pelaksanaannya. Salah satu tanggung jawab masyarakat (N) dan pemerintah (G) adalah mewujudkan kesejahteraan (W) dengan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk menegakkan keadilan (j) dan pembangunan (g), pemanfaatan yang efektif atas sumber daya tersebut oleh pemerintah (G) guna kesejahteraan masyarakat (N).

Variabel-variabel sosial-ekonomi, demografi, dan politik yang menentukan kesejahteraan manusia mengarah kepada kemajuan atau kemunduran suatu peradaban memiliki peranan saling terkait. Menurut Ibnu Khaldun, kekuatan atau kelemahan suatu dinasti tergantung kepada kekuatan dan kelemahan penguasa politik yang berhasil mereka wujudkan. Penguasa politik, dalam hal ini pemerintah (G), harus menjamin kesejahteraan masyarakat (N) dengan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk aktualisasi pembangunan (g) dan keadilan (j) melalui implementasi Syariah (S) serta pembangunan dan pemerataan distribusi kekayaan (W) yang dilakukan untuk kepentingan bersama dalam jangka panjang.