STRATEGI KEMITRAAN
DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH
UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH
Merza Gamal
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini, saya menyata kan, bahwa tugas akhir Strategi Kemitraan Dalam Dinamika Sosial Ekonomi Syariah Untuk Pembangunan Daerah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Desember 2005
ABSTRAK
MERZA GAMAL. Strategi Kemitraan Dalam Dinamika Sosisla Ekonomi Syariah Untuk Pembangunan Daerah. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan LALA M. KOLOPAKING.
Dalam mewujudkan visi masyarakat sejahtera lahir dan bathin, tidak dapat dilakukan hanya dengan pendekatan ilmu ekonomi dalam arti sempit, tetapi harus melalui pendekatan antar disiplin ilmu di bidang sosial ekonomi. Pendekatan tersebut berkaitan dengan faktor moral, psikologi, politik, demografi, agama, dan sejarah. Dengan demikian kesejahteraan tidak dapat hanya diukur dari angka pertumbuhan ekonomi. Melainkan juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan keadilan sosial ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu dan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan ma syarakat.
Realisasi kesejateraan masyarakat diuji dengan melihat tingkat persamaan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua; tepenuhinya kesempatan bekerja (full employment); terwujudnya keadilan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan; stabilitas ekonomi yang dicapai tanpa tingkat inflasi yang tinggi; penyusutan sumber daya ekonomi yang tidak dapat diperbaharui atau ekosistem yang membahayakan kehidupan.
Salah satu cara yang paling konstruktif dalam merealisasikan visi kesejahteraan adalah dengan menggunakan sumber daya manusia secara efisien dan produktif dengan suatu cara yang membuat setiap individu tersebut menggunakan kemampuan artistik dan kreatif yang mereka miliki dalam merealisasikan kesejahteraan masing-masing. Hal itu tidak akan dapat dicapai jika angka pengangguran dan semi pengangguran yang tinggi tetap berlangsung. Untuk itu, perlu dilakukan ekspansi peluang-peluang wirausaha dengan mengembangkan industri kecil dan mikro melalui sebuah sistem kemitraan sejajar yang melibatkan semua stakeholders. Hal itu, diharapkan dapat membuka kesempatan bekerja dan berusaha bagi seluruh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada masa lalu telah banyak program pembangunan ekonomi dengan memberdayakan para pelaku usaha mikro, baik berupa kemitraan ataupun program masal lainnya. Namun sebagian besar, program tersebut tidak berkelanjutan. Dalam era Otonomi Daerah saat ini, Pemerintah Daerah dapat merencanakan program pembangunan daerah yang sesuai dengan tipikal daerahnya. Untuk itu, pemerintah daerah dapat belajar dari program-program nasional yang perbah ada sebelumnya dengan mengadopsi hal-hal yang relevan dan mereduksi masalah-masalah yang timbul dalam program terdahulu.
© Hak Cipta milik Merza Gamal, tahun 2005 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
STRATEGI KEMITRAAN
DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH
UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH
Merza Gamal
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tugas Akhir : Strategi Kemitraan Dalam Dinamika Sosial Ekonomi Syariah Untuk Pembangunan Derah
Nama : Merza Gamal
NIM : A015010255
DISETUJUI
KOMISI PEMBIMBING
Dr. Ir. Yusman Syaukat, ME.c Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
RIWAYAT HIDUP
MERZA GAMAL, dilahirkan di Dabo Singkep, Kepulauan Riau pada tanggal 28 Januari 1965 M/ 13 Ramadhan 1384 H anak ke 7 dari sembilan bersaudara pasangan Syukur Luthan dan Ratna Zein. Penulis lulus SD Katolik Santa Maria di Kota Pekanbaru tahun 1977, SMP Negeri 4 Pekanbaru tahun 1981, SMA Negeri 2 Bandung tahun 1984, dan menyelesaikan S1 pada Universitas Katolik Parahyangan Bandung tahun 1989, dan mengikuti Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah pada tahun 2001. Di samping pendidikan formal, penulis telah banyak mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus di bidang perbankan dan financial serta manajemen dari berbagai lembaga dan institusi.
Penulis memulai karier perbankan di Bank BUKOPIN tahun 1990, dan mengundurkan diri pada tahun 1999 karena merasa hati nuraninya tidak dapat bekerja lagi pada Bank Konvensional, kemudian pada tahun 2001 bergabung dengan Bank Syariah Mandiri, dan saat ini bertugas sebagai Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan di Kantor Pusat, serta sebelumnya sebagai salah satu Kepala Cabang.
Penulis menikah dengan Novida Ramli, SE pada tahun 1994, dan dikaruniai 3 (tiga) orang anak, yaitu Viga Sakina Ramadhanty, Muhammad Virza Fathullah, dan Vimel Rafifa Qonita.
PRAKATA
Alhamdulillah, akhirnya sebelum tengat waktu, tugas akhir ini dapat juga diselesaikan walaupun pendidikan di kelas telah diselesaikan pada akhir tahun 2002. Tertundanya penulisan tugas akhir ini karena kesibukan dalam pekerjaan yang berpindah-pindah kota demi pengembangan jaringan perbankan Syariah sebagai salah satu aplikasi Sistem Ekonomi Syariah di Indonesia.
Tugas akhir ini berjudul “Strategi Kemitraan Dalam Dinamika Sosial Ekonomi Syariah Untuk Pembangunan Daerah” dan merupakan kajian komprehe nsif yang membahas perwujudan masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin berlandaskan iman taqwa. Konsep kesejahteraan yang digunakan tidak semata-mata melihat kepada pertumbuhan ekonomi, tetapi dilakukan melalui tinjauan sosial ekonomi yang berkaitan dengan masalah moral, psikologi, politik, demografi, agama, dan sejarah.
Penulisan tugas akhir ini merupakan prasyarat untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah.
Tugas akhir ini dapat diselesaikan atas peran aktif para pembimbing yang berada di bawah koordinator Bapak Yusman Syaukat dan Bapak Lala Kolopaking. Untuk itu, disampaikan terimakasih yang tulus dari hati yang paling dalam. Terimakasih yang tulus disampaikan kepada Istri tercinta, Novida Ramli, beserta anak-anak Viga Sakina Ramadhanty, M. Virza Fathullah, dan Vimel Rafifa Qonita yang selalu memberikan semangat di antara turun-naiknya aktivitas dan “giroh” penulis dalam menggali dan mengembangkan Ekonomi Syariah di setiap kesempatan. Selain itu, tidak lupa diucapkan terimakasih kepada kedua orangtua yang berkat jasa dan kasih sayangnya menjadikan penulis seperti saat ini.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati, bahwa kajian ini sangat jauh dari sempurna, dan masih sangat sederhana. Namun Penulis berharap, Kajian ini dapat membuka cakrawala bagi para pihak lain dalam mengembangkan Sistem Ekonomi Syariah yang mengandung nilai-nilai yang komprehensif dan universal serta dapat digunakan oleh setiap insani terlepas dari golongan, suku, agama, dan ras yang mereka miliki. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Akhir kata, mudah-mudahan Kajian ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
2.3. Peranan Kemitraan Dalam Sosial Ekonomi Syariah ………. 18
2.3.1. Mudharabah (Kerjasama Mitra Usaha) ……… 18
2.3.2. Musyarakah (Kerjasama Modal Usaha) ………... 21
2.4. Peranan Pemerintahan Menciptakan Keadilan Bagi Masyarakat ……….. 25
2.5. Distribusi Kesejahteraan Dalam Pembangunan Ekonomi ……….. 29
2.6. Membangun Motivasi Islami Untuk Melakukan Usaha ………. 35
III. KERANGKA PEMIKIRAN ……….……. 44
V. TINJAUAN EMPIRIS KEMITRAAN DENGAN PELAKU USAHA MIKRO... 51
5.1. Tinjauan Kritis Program Pembiayaan Perbankan Kepada Usaha Mikro Dan Kemitraan Usaha ………. 52
5.1.1. Program PHBK (Pola Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat) ……… 52
5.1.2. Program P4K (Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Kecil) 55
5.1.3. Program PPKKP (Pusat Pelayanan Kredit Koperasi Pedesaan) … 59
5.1.4. Analisa Komparatif Kemitraan Bank Dalam Pengembangan Usaha Mikro ……… 62
5.2. Tinjauan Sekilas Beberapa Pola Kemitraan Usaha Menengah dan Besar dengan Usaha Mikro dan Kecil ……… 67
5.2.1. Kemitraan Pola Inti Plasma ……….. 69
5.2.3. Kemitraan Pola Keagenan ……… 72
5.2.4. Kemitraan Pola Dagang Umum ……… 73
5.2.5. Kemitraan Pola Waralaba ………. 74
5.3. Ikhtisar Pengalaman Berdasarkan Pengembangan Kemitraan ……… 76
VI. STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN KEMITRAAN SYARIAH 79 6.1. Strategi Umum Pengembangan Kemitraan SyariahUsaha ……… 79
6.2. Program Pengembangan Usaha Mikro Berbasiskan Kemitraan Syariah … 83 6.2.1. Pemerintah Daerah Sebagai Motor Penggerak ……… 87
6.2.2. Pembentukan Kelompok Pelaku Usaha Mikro dan Kecil ………… 89
6.2.3. Peran dan Fungsi Pelaku Usaha Besar dan Menengah …………... 92
6.2.4. Membangun Sinergi Bank dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah ………. 95
6.2.5. Peran dan Fungsi Team Pendamping ……….. 100
6.2.6. Pola Pembiayaan Tanggung Renteng Usaha Mikro ……… 101
6.3.Mekanisme Pembinaan, Pengawasan dan Koordinasi Program Kemitraan ... 107
VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ……….. 113
7.1. Kesimpulan ………. 113
7.2. Implikasi Kebijakan ………... 114
STRATEGI KEMITRAAN
DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH
UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH
Merza Gamal
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini, saya menyata kan, bahwa tugas akhir Strategi Kemitraan Dalam Dinamika Sosial Ekonomi Syariah Untuk Pembangunan Daerah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Desember 2005
ABSTRAK
MERZA GAMAL. Strategi Kemitraan Dalam Dinamika Sosisla Ekonomi Syariah Untuk Pembangunan Daerah. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan LALA M. KOLOPAKING.
Dalam mewujudkan visi masyarakat sejahtera lahir dan bathin, tidak dapat dilakukan hanya dengan pendekatan ilmu ekonomi dalam arti sempit, tetapi harus melalui pendekatan antar disiplin ilmu di bidang sosial ekonomi. Pendekatan tersebut berkaitan dengan faktor moral, psikologi, politik, demografi, agama, dan sejarah. Dengan demikian kesejahteraan tidak dapat hanya diukur dari angka pertumbuhan ekonomi. Melainkan juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan keadilan sosial ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu dan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan ma syarakat.
Realisasi kesejateraan masyarakat diuji dengan melihat tingkat persamaan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua; tepenuhinya kesempatan bekerja (full employment); terwujudnya keadilan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan; stabilitas ekonomi yang dicapai tanpa tingkat inflasi yang tinggi; penyusutan sumber daya ekonomi yang tidak dapat diperbaharui atau ekosistem yang membahayakan kehidupan.
Salah satu cara yang paling konstruktif dalam merealisasikan visi kesejahteraan adalah dengan menggunakan sumber daya manusia secara efisien dan produktif dengan suatu cara yang membuat setiap individu tersebut menggunakan kemampuan artistik dan kreatif yang mereka miliki dalam merealisasikan kesejahteraan masing-masing. Hal itu tidak akan dapat dicapai jika angka pengangguran dan semi pengangguran yang tinggi tetap berlangsung. Untuk itu, perlu dilakukan ekspansi peluang-peluang wirausaha dengan mengembangkan industri kecil dan mikro melalui sebuah sistem kemitraan sejajar yang melibatkan semua stakeholders. Hal itu, diharapkan dapat membuka kesempatan bekerja dan berusaha bagi seluruh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada masa lalu telah banyak program pembangunan ekonomi dengan memberdayakan para pelaku usaha mikro, baik berupa kemitraan ataupun program masal lainnya. Namun sebagian besar, program tersebut tidak berkelanjutan. Dalam era Otonomi Daerah saat ini, Pemerintah Daerah dapat merencanakan program pembangunan daerah yang sesuai dengan tipikal daerahnya. Untuk itu, pemerintah daerah dapat belajar dari program-program nasional yang perbah ada sebelumnya dengan mengadopsi hal-hal yang relevan dan mereduksi masalah-masalah yang timbul dalam program terdahulu.
© Hak Cipta milik Merza Gamal, tahun 2005 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
STRATEGI KEMITRAAN
DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH
UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH
Merza Gamal
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tugas Akhir : Strategi Kemitraan Dalam Dinamika Sosial Ekonomi Syariah Untuk Pembangunan Derah
Nama : Merza Gamal
NIM : A015010255
DISETUJUI
KOMISI PEMBIMBING
Dr. Ir. Yusman Syaukat, ME.c Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
RIWAYAT HIDUP
MERZA GAMAL, dilahirkan di Dabo Singkep, Kepulauan Riau pada tanggal 28 Januari 1965 M/ 13 Ramadhan 1384 H anak ke 7 dari sembilan bersaudara pasangan Syukur Luthan dan Ratna Zein. Penulis lulus SD Katolik Santa Maria di Kota Pekanbaru tahun 1977, SMP Negeri 4 Pekanbaru tahun 1981, SMA Negeri 2 Bandung tahun 1984, dan menyelesaikan S1 pada Universitas Katolik Parahyangan Bandung tahun 1989, dan mengikuti Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah pada tahun 2001. Di samping pendidikan formal, penulis telah banyak mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus di bidang perbankan dan financial serta manajemen dari berbagai lembaga dan institusi.
Penulis memulai karier perbankan di Bank BUKOPIN tahun 1990, dan mengundurkan diri pada tahun 1999 karena merasa hati nuraninya tidak dapat bekerja lagi pada Bank Konvensional, kemudian pada tahun 2001 bergabung dengan Bank Syariah Mandiri, dan saat ini bertugas sebagai Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan di Kantor Pusat, serta sebelumnya sebagai salah satu Kepala Cabang.
Penulis menikah dengan Novida Ramli, SE pada tahun 1994, dan dikaruniai 3 (tiga) orang anak, yaitu Viga Sakina Ramadhanty, Muhammad Virza Fathullah, dan Vimel Rafifa Qonita.
PRAKATA
Alhamdulillah, akhirnya sebelum tengat waktu, tugas akhir ini dapat juga diselesaikan walaupun pendidikan di kelas telah diselesaikan pada akhir tahun 2002. Tertundanya penulisan tugas akhir ini karena kesibukan dalam pekerjaan yang berpindah-pindah kota demi pengembangan jaringan perbankan Syariah sebagai salah satu aplikasi Sistem Ekonomi Syariah di Indonesia.
Tugas akhir ini berjudul “Strategi Kemitraan Dalam Dinamika Sosial Ekonomi Syariah Untuk Pembangunan Daerah” dan merupakan kajian komprehe nsif yang membahas perwujudan masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin berlandaskan iman taqwa. Konsep kesejahteraan yang digunakan tidak semata-mata melihat kepada pertumbuhan ekonomi, tetapi dilakukan melalui tinjauan sosial ekonomi yang berkaitan dengan masalah moral, psikologi, politik, demografi, agama, dan sejarah.
Penulisan tugas akhir ini merupakan prasyarat untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah.
Tugas akhir ini dapat diselesaikan atas peran aktif para pembimbing yang berada di bawah koordinator Bapak Yusman Syaukat dan Bapak Lala Kolopaking. Untuk itu, disampaikan terimakasih yang tulus dari hati yang paling dalam. Terimakasih yang tulus disampaikan kepada Istri tercinta, Novida Ramli, beserta anak-anak Viga Sakina Ramadhanty, M. Virza Fathullah, dan Vimel Rafifa Qonita yang selalu memberikan semangat di antara turun-naiknya aktivitas dan “giroh” penulis dalam menggali dan mengembangkan Ekonomi Syariah di setiap kesempatan. Selain itu, tidak lupa diucapkan terimakasih kepada kedua orangtua yang berkat jasa dan kasih sayangnya menjadikan penulis seperti saat ini.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati, bahwa kajian ini sangat jauh dari sempurna, dan masih sangat sederhana. Namun Penulis berharap, Kajian ini dapat membuka cakrawala bagi para pihak lain dalam mengembangkan Sistem Ekonomi Syariah yang mengandung nilai-nilai yang komprehensif dan universal serta dapat digunakan oleh setiap insani terlepas dari golongan, suku, agama, dan ras yang mereka miliki. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Akhir kata, mudah-mudahan Kajian ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
2.3. Peranan Kemitraan Dalam Sosial Ekonomi Syariah ………. 18
2.3.1. Mudharabah (Kerjasama Mitra Usaha) ……… 18
2.3.2. Musyarakah (Kerjasama Modal Usaha) ………... 21
2.4. Peranan Pemerintahan Menciptakan Keadilan Bagi Masyarakat ……….. 25
2.5. Distribusi Kesejahteraan Dalam Pembangunan Ekonomi ……….. 29
2.6. Membangun Motivasi Islami Untuk Melakukan Usaha ………. 35
III. KERANGKA PEMIKIRAN ……….……. 44
V. TINJAUAN EMPIRIS KEMITRAAN DENGAN PELAKU USAHA MIKRO... 51
5.1. Tinjauan Kritis Program Pembiayaan Perbankan Kepada Usaha Mikro Dan Kemitraan Usaha ………. 52
5.1.1. Program PHBK (Pola Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat) ……… 52
5.1.2. Program P4K (Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Kecil) 55
5.1.3. Program PPKKP (Pusat Pelayanan Kredit Koperasi Pedesaan) … 59
5.1.4. Analisa Komparatif Kemitraan Bank Dalam Pengembangan Usaha Mikro ……… 62
5.2. Tinjauan Sekilas Beberapa Pola Kemitraan Usaha Menengah dan Besar dengan Usaha Mikro dan Kecil ……… 67
5.2.1. Kemitraan Pola Inti Plasma ……….. 69
5.2.3. Kemitraan Pola Keagenan ……… 72
5.2.4. Kemitraan Pola Dagang Umum ……… 73
5.2.5. Kemitraan Pola Waralaba ………. 74
5.3. Ikhtisar Pengalaman Berdasarkan Pengembangan Kemitraan ……… 76
VI. STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN KEMITRAAN SYARIAH 79 6.1. Strategi Umum Pengembangan Kemitraan SyariahUsaha ……… 79
6.2. Program Pengembangan Usaha Mikro Berbasiskan Kemitraan Syariah … 83 6.2.1. Pemerintah Daerah Sebagai Motor Penggerak ……… 87
6.2.2. Pembentukan Kelompok Pelaku Usaha Mikro dan Kecil ………… 89
6.2.3. Peran dan Fungsi Pelaku Usaha Besar dan Menengah …………... 92
6.2.4. Membangun Sinergi Bank dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah ………. 95
6.2.5. Peran dan Fungsi Team Pendamping ……….. 100
6.2.6. Pola Pembiayaan Tanggung Renteng Usaha Mikro ……… 101
6.3.Mekanisme Pembinaan, Pengawasan dan Koordinasi Program Kemitraan ... 107
VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ……….. 113
7.1. Kesimpulan ………. 113
7.2. Implikasi Kebijakan ………... 114
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.2.1. Lingkaran Model Dinamika Sosial Ekonomi Syariah ………….. 15
Gambar 3.1.1. Kerangka Pemikiran Kajian Pembangunan Daerah ………. 48
Gambar 5.1.5.1. Program PHBK (Pola Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat) ……….. 62
Gambar 5.1.5.2. Program P4K (Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Kecil) 63 Gambar 5.1.5.3. Program PPKKP (Pusat Pelayanan Kredit Koperasi Pedesaan) … 63 Gambar 5.2.1.1. Kemitraan Pola Inti Plasma ………. 69
Gambar 5.2.2.1. Kemitraan Pola Sub Kontrak ……… 71
Gambar 5.2.3.1. Kemitraan Pola Keagenan ………. 73
Gambar 5.2.4.1. Kemitraan Pola Dagang Umum ………. 73
Gambar 5.2.5.1. Kemitraan Pola Waralaba ……….. 75
Gambar 6.1.1. Pemenuhan Kesempatan Kerja dan Berusaha bagi Masyarakat …... 79
Gambar 6.2.1. Kemitraan Syariah Dalam Penguatan Peran Usaha Mikro dan Kecil ………. 86
Gambar 6.2.4.1. Sinergi Bank Umum dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah …. 99 Gambar 6.3.6.1. Pola Pembiayaan Tanggung Renteng Usaha Mikro ……… 103
Gambar 6.3.1. Sistem Pembinaan dan Pengawasan Kemitraan Usaha Mikro …... 107
Gambar 6.3.2. Koordinasi Tingkat Kelompok Usaha Mikro ………. 109
Gambar 6.3.3. Koordinasi Kelompok Usaha Mikro dengan LKMS ……….. 110
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia (RPJMN)
tahun 2004 – 2009, salah satu visi pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah mewujudkan perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan
kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi
pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu strategi pokok pembangunan, dari dua
strategi pokok yang ada, adalah Strategi Pembangunan Indonesia, yang diarahkan pada
dua sasaran pokok, yaitu pemenuhan hak dasar rakyat serta penciptaan landasan
pembangunan yang kokoh.
Agenda pokok pemerintah Republik Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan
dalam RPJMN 2004 – 2009, dituangkan dalam 5 (lima) sasaran sebagai berikut:
(1) Menurunnya jumlah pend uduk miskin menjadi 8,2% pada tahun 2009 serta
terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka
menjadi 5,1% yang didukung oleh stabilitas ekonomi yang terjaga;
(2) Berkurangnya kesenjangan antar wilayah yang tercermin dari meningkatnya
peran pedesaan sebagi basi pertumbuhan ekonomi agar mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di pedesaan, meningkatnya pembangunan pada
daerah-daerah terbelakang dan tertinggal, meningkatnya perkembangan
wilayah yang didorong oleh daya saiang kawasan dan produk-produk
unggulan daerah, serta meningkatnya keseimbangan pertumbuhan
pembangunan antar kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan
(3) Meningkatnya kualitas manusia secara menyeluruh, tercermin dari
membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta meningkatnya
pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran agama;
(4) Membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang
mengarah pada pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan;
(5) Membaiknya infrastruktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan
kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.
Salah satu agenda pemerintah pusat dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut
adalah dengan pencanangkan program aksi penanggulangan kemiskinan melalui
pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dilakukan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 Februari 2005. Pada kesempatan tersebut,
sekaligus dicanangkan pula tahun 2005 sebagai Tahun Keuangan Mikro Indonesia. Hal
yang sama juga telah ditetapkan PBB pada bulan November 2004, bahwa tahun 2005
sebagai Tahun Keuangan Mikro. Dengan pemberdayaan UMKM, diharapkan,
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia akan berkurang dalam lima tahun mendatang.
Di Indonesia, tercatat, pelaku UMKM sebanyak 42,4 juta unit. Dari jumlah
tersebut, Usaha Menengah hanya berjumlah 0,5% atau 212 ribu unit, dan usaha kecil
1,5% (636 ribu unit), sisanya 98% merupakan usaha mikro (41,55 juta unit).
Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang dimaksud dengan pemberian kredit
kepada sektor usaha mikro adalah pemberian kredit di bawah Rp 50 juta dengan omset
per tahun tidak lebih dari Rp 100 juta, sedangkan kredit usaha kecil sebesar Rp 50 – 500
mikro pada perbankan Indonesia hanya 8,9 %, dan kredit kecil 19,1%. Sisanya dinikmati
oleh kredit usaha menengah sejumlah 23,4%, dan terbesar dimanfaatkan oleh sector
usaha besar (di atas Rp 5 milyar) sebanyak 46,2%. Alasan utama kecilnya pemberian
kredit kepada usaha mikro dan kecil adalah sebagian besar usaha mereka tidak feasible, atau telah feasible namun tidak bankable.
Dengan demikian, program-program pencanangan aksi penanggulangan
kemiskinan melalui pemberdayaan UMKM yang menjadi salah satu misi pemerintah saat
ini, tidak akan dengan sendirinya menjadikan masyarakat sejahtera, selama belum ada
usaha serentak untuk menghilangkan hambatan yang menjadi sumber persoalan dalam
pengembangan usaha kecil dan mikro, termasuk sektor pertanian sebagai bagian utama.
Hambatan-hambatan harus dihilangkan dalam pelaksanakan efisiensi, peningkatan
kualitas output, pengurangan tingkat pengangguran, peningkatan pendapatan penduduk
pedesaan, dan memperkecil kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin.
Untuk itu, Pemerintah harus mampu membuat kebijakan-kebijakan yang tidak merugikan
pihak-pihak pelaku usaha mikro dan kecil dalam berusaha yang menyebabkan
berkurangnya output pertanian, meningkatnya ketergantungan pada impor, berkurangnya
daya saing ekspor, dan menekan penghasilan masyarakat lapisan bawah baik di pedesaan
maupun di perkotaan, sehingga perkembangan usaha kecil dan mikro, serta kesejahteraan
masyarakat di daerah tersebut dapat terwujud.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan diberlakukan otonomi daerah oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun
pemerintah daerah mempunyai kesempatan merancang program-program dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam pembangunan ekonomi daerah sesuai
dengan karakteristik masing-masing daerah dalam kerangka pembangunan nasional.
Inti persoalan terpuruknya ekonomi, pada masa lalu hingga saat ini, menur ut para
pakar ekonomi, bukanlah semata-mata karena permasalahan teknis, melainkan
ketidakadilan dalam distribusi pendapatan bagi seluruh masyarakat. Penghapusan
hambatan-hambatan yang menjadi penyebab diabaikannya sektor pertanian pedesaan dan
perbaikan kondisi ekonomi di wilayah pedesaan diharapkan akan memberikan ekspansi
besar dalam produktivitas sektor pertanian, serta juga akan menimbulkan diversifikasi
perekonomian pedesaan sehingga dapat menyediakan peluang wirausaha yang lebih besar
dan kesempatan kerja bagi penduduk pedesaan, termasuk daerah pinggiran kota. Hal ini
akan mengerem urbanisasi ke wilayah perkotaan dan mereduksi kepadatan kota serta
tindak kejahatan.
Hal klasik yang selalu dipersoalkan mengapa pelaku usaha mikro dan kecil tidak
dapat berkembang adalah tidak tersedianya sumber dana (keuangan) sebagai modal guna
menjalankan usahanya. Sebenarnya dana saja tidak cukup untuk mengembangkan sebuah
usaha. Apabila kita lihat pada periode-periode pemerintahan sebelumnya, berapa banyak
program bantuan dana (keuangan) berupa pinjaman yang dikucurkan pemerintah untuk
mengembangkan berbagai usaha yang tidak membawa hasil tetapi malah membuat usaha
yang telah berjalan menjadi gulung tikar karena tidak mampu bersaing dalam
mengembangkan usaha sehingga tidak dapat mengembalikan pinjaman. Penyebab utama
sejajar antara stakeholders yang terlibat dalam program tersebut, di samping alasan-alasan lainnya.
Untuk itu, Pemerintah Daerah harus dapat mengambil pelajaran dari
program-program yang pernah dibuat pada masa lalu. Program-program-program yang pernah berhasil,
dapat diambil manfaatnya oleh Pemerintah Daerah dengan mereduksi
kelemahan-kelemahan yang menyebabkan berakhirnya programnya tersebut.
Perlu pula disadari, bahwa saat ini sedang berkembang sebuah sistem ekonomi
berbasiskan nilai-nilai Syariah Islam sebagai alternatif dari sistem yang berjalan saat ini.
Sistem ekonomi yang berlaku saat ini dirasakan tidak dapat memecahkan
masalah-masalah distribusi kesejahteraan yang tidak seimbang dan menimbulkan jurang antara si
kaya dan si miskin. Dengan demikian, dalam membuat program pembangunan untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, perlu pula dikaji konsep-konsep ekonomi
Syariah sebagai solusi alternatif dari system ekonomi yang berlaku selama ini.
Berkaitan dengan hal-hal telah di atas, maka kajian ini akan merumuskan serta
membahas beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana memahami suatu system sosial ekonomi syariah sebagai alternatif
dalam pembangunan kesejahteraan masyarakat?
b. Bagaimana program pembangunan ekonomi rakyat berbasis kemitraan yang
pernah dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru dan bagaimana kelebihan
serta kekurangannya?
c. Bagaimana pola kemitraan berbasis syariah dapat dikembangkan sebagai
dasar pengambangan usaha mikro dan kecil untuk menunjang pembangunan
1.3. Tujuan dan Manfaat
Secara umum tujuan yang ingin dicapai dari kajian ini adalah mencari model
pembangunan sosial ekonomi di suatu daerah dalam mencapai masyarakat sejahtera lahir
dan bathin berlandaskan iman dan taqwa sesuai dengan ajaran agama yang dapat berlaku
secara universal. Tujuan khusus dari kajian ini, sesuai dengan perumusan masalah di atas
adalah:
a. Identifikasi dan review sistem sosial ekonomi syariah yang dapat
dikembangkan guna membangun kesejahteraan masyarakat;
b. Identifikasi program-program kemitraan dalam pembangunan ekonomi yang
pernah dijalankan pada masa lalu dan identifikasi kelebihan dan kekurangan
program-program tersebut;
c. Merumuskan pola kemitraan sosial ekonomi syariah bagi pengembangan
usaha mikro dan kecil sebagai salah satu pilar pembangunan daerah.
Manfaat yang ingin diperoleh dari kajian ini adalah:
a. Sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang
berkaitan dengan model sosial ekonomi dalam mewujudkan masyarakat
sejahtera lahir dan bathin berlandaskan iman dan taqwa;
b. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah di berbagai daerah, yang
II. STUDI PUSTAKA
2.1. Ekonomi Dalam Sudut Pandang Islam
Sejak adanya kehidupan manusia di permukaan bumi, hajat untuk hidup secara
kooperatif di antara manusia telah dirasakan dan telah diakui sebagai faktor esensial agar
dapat survive dalam kehidupan. Seluruh anggota manusia bergantung kepada yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ketergantungan mutualistik dalam kehidupan individu
dan sosial di antara manusia telah melahirkan sebuah proses evolusi gradual dalam
pembentukan sistem pertukaran barang dan pelayanan. Dengan semakin berkembangnya
peradaban manusia dari zaman ke zaman, sistem pertukaran ini berevolusi dari aktivitas
yang sederhana kepada aktivitas ekonomi yang modern.
Bisnis atau berusaha sebagai bagian dari aktivitas ekonomi selalu memegang
peranan vital di dalam kehidupan manusia sepanjang masa, sehingga kepentingan
ekonomi akan mempengaruhi tingkah laku bagi semua tingkat individu, sosial, regional,
nasional, dan internasional. Umat Islam telah lama terlibat dalam aktivitas ekonomi,
yakni sejak lima belas abad yang silam. Fenomena tersebut bukanlah suatu hal yang
aneh, karena Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan kegiatan bisnis (berusaha)
guna memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi mereka. Rasulullah Shallullahu Alaihi wa
Sallam sendiri terlibat di dalam kegiatan bisnis selaku pedagang bersama istrinya
Khadijah.
Al Quran sebagai Kitab Suci Umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah
yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan
petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk
masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi
yang ada dalam berbagai ayat di Al Qur’an dilengkapi dengan sunah-sunah dari
Rasulullah melalui berbagai bentuk Al Hadits dan diterangkan lebih rinci oleh para
fuqaha pada saat kejayaan Dinul Islamiyah baik dalam bentuk Al Ijma maupun Al Qiyas. Namun sejak abad ke 15 hingga pertengahan abad ke 20 Masehi, kontribusi Islam
dalam pemikiran ekonomi seakan hilang ditelan peradaban dunia, sehingga tidak
ditemukan buku-buku sejarah pemikiran Ekonomi Islam. Adalah sebuah ironi, bahwa
Adam Smith, yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Ekonomi”, dalam bukunya The Wealth of Nations (tahun 1766), menjelaskan bahwa perekonomian yang maju ketika itu adalah perekonomian Arab yang dipimpin Muhammad dan Para Khalifa ur Rasyidin (dalam
buku tersebut disebut sebagai Mahomet and his immediate successors). Lebih ironis
lagi, jika kita simak, ternyata judul buku Adam Smith tersebut merupakan saduran dari
buku Imam Abu Ubayd, yaitu “Al-Amwal” (865).
Ironi lainnya, adalah, ketika Samuelson dalam buku teks Economics edisi 7,
menyebutkan bahwa asal muasal Ilmu ekonomi adalah Bible (Injil), tidak satupun
ekonom (pakar ekonomi) yang bereaksi. Sementara itu, ketika Ilmuwan Islam
mengangkat kembali Ilmu Ekonomi Islam dengan Al Qur’an dan Al Hadits sebagai
sumber rujukan utama, sebagian besar ekonom, termasuk ekonom muslim, spontan
bereaksi menentang keberadaan Ekonomi yang berdasarkan ajaran Syariah Islam
tersebut.
Sementara itu, seorang ilmuwan Barat, C.C. Torrey dalam disertasinya yang
Quran menggunakan terminologi bisnis sedemikian ekstensif. Ia menemukan 20 (dua
puluh) macam terminology bisnis dalam Al Quran serta diulang sebanyak 370 kali dalam
berbagai ayat (Mustaq Ahmad, 1995). Penggunaan terminologi bisnis (ekonomi) yang
sedemikian banyak, menunjukkan sebuah manifestasi adanya spirit bersifat komersial
dalam Al Quran.
Jika kita simak dengan seksama, menurut Adiwarman Karim (2002c), ilmu
ekonomi merupakan warisan peradaban manusia yang dapat diibaratkan sebagai
bangunan bertingkat, dimana setiap kaum telah memberikan kontribusi pada zamannya
masing-masing dalam mendirikan bangunan tersebut. Oleh karena itu, dalam upaya
mengembangkan pemikiran Ekonomi Islam, para ulama yang merupakan guru kaum
muslimin tidak menolak pemikiran para filosof dan ilmuw an non Muslim asalkan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Para ulama dan pakar ekonomi Islam, saat ini,
berusaha mengembangkan Ekonomi Islam sesuai dengan dalil naqli dan dalil aqli, meskipun pengaruh pemikiran ekonom Barat masih terasa.
Kegiatan sosial-ekonomi (muamalah) dalam Islam mempunyai cakupan luas dan
fleksibel, serta tidak membedakan antara Muslim dan Non Muslim. Kenyataan ini tersirat
dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, yaitu “dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”. Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem
perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang bersumber
dari Al Quran dan Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem
perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah.
1. Kesejahteraan Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran
QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10);
2. Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan
keadilan dan persaudaraan yang universal (Qs. Hujuraat ayat 13,
Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183)
3. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS.
Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32);
4. Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial (QS.
Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Ekonomi Syariah yang merupakan bagian dari sistem perekonomian Syariah,
memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang berkonsep kepada “amar ma’ruf nahi
mungkar” yang berarti mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang.
Ekonomi Syariah dapat dilihat dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu:
1. Ekonomi Illahiyah (Ke-Tuhan-an)
2. Ekonomi Akhlaq
3. Ekonomi Kemanusiaan
4. Ekonomi Keseimbangan
Ekonomi Ke-Tuhan-an mengandung arti bahwa manusia diciptakan oleh Allah
untuk memenuhi perintah-Nya, yakni beribadah, dan dalam mencari kebutuhan hidupnya,
manusia harus berdasarkan aturan-aturan (Syariah) dengan tujuan utama untuk
mendapatkan Ridho Allah. Ekonomi Akhlaq mengandung arti bahwa kesatuan antara
ekonomi dan akhlaq harus berkaitan dengan sektor produksi, distribusi, dan konsumsi.
atau yang menguntungkan tanpa mempedulikan orang lain. Ekonomi Kemanusiaan
mengandung arti bahwa Allah memberikan predikat “Khalifah” hanya kepada manusia, karena manusia diberi kemampuan dan perasaan yang memungkinkan ia melaksanakan
tugasnya. Melalui perannya sebagai “Khalifah” manusia wajib beramal, bekerja keras, berkreasi, dan berinovasi. Sedangkan yang dimaksud dengan Ekonomi Keseimbangan
adalah pandangan Islam terhadap hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca
keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati,
perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat tidak
menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada
masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu
sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individu dan
masyarakat secara berimbang.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa Sistem Ekonomi Syariah mempunyai
konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun penganut ajaran
Islam sendiri, seringkali tidak menyadari hal itu. Hal itu terjadi karena masih berpikir
dengan kerangka ekonomi kapitalis, karena berabad-abad di jajah oleh bangsa Barat, dan
juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di
dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai mendalami system perekonomian yang
berbasiskan Syariah.
2.2. Dinamika Sosial Ekonomi Syariah
Dunia telah mengakui, bahwa banyak ilmu pengetahuan yang berkembang saat
Ekonomi. Ilmu Ekonomi Islam berkembang secara bertahap sebagai suatu bidang ilmu
interdisiplin yang menjadi bahan kajian ahli tafsir, ahli hukum, ahli sejarah, ahli ilmu
sosial, ahli politik, serta ahli filsafat moral. Para ahli pemikir Islam yang memberikan
kontribusi dalam pengembangan Ilmu Ekonomi Islam, antara lain adalah Abu Yusuf
(tahun 798 Masehi), Abu Ubayd (865), al-Mas’udi (957), al-Mawardi (1058), Ibnu Hazm
(1064), al-Sarakhsi (1090), al-Tusi (1093), al-Ghazali (1111), al-Dimasyqi (1175), Ibnu
Rusyd/ Averus (1198), Ibnu Taymiyyah (1328), Ibnu Ukhuwah (1329), Ibnu
Qoyyim (1350), asy-Syatibi (1388), Ibnu Khaldun (1406), Maqrizi (1442),
al-Dawwani (1511), dan Shah Waliullah (1762). Akan tetapi, tidak semua ahli pemikir
Islam tersebut, dikenal sebagai ahli Ekonomi karena pada saat itu klasifikasi disiplin ilmu
pengetahuan belum dilakukan. Mereka ahli dalam berbagai bidang ilmu dan melakukan
pendekatan interdisipliner antara Ilmu Ekonomi dan bidang ilmu yang mereka tekuni
sebelumnya, sehingga membuat mereka tidak memfokuskan perhatian hanya pada
variabel-variabel ekonomi semata (Chapra, 2001).
Para ahli yang disebutkan di atas, menganggap kesejahteraan umat manusia
merupakan hasil akhir dari interaksi panjang sejumlah faktor ekonomi dan faktor-faktor
lain, seperti faktor moral, sosial, demografi, dan politik. Semua faktor tersebut berpadu
menjadi satu, sehingga tidak ada satu faktor pun yang dapat memberikan kontribusi
optimal tanpa dukungan faktor yang lain. Keadilan menempati bagian penting dalam
kerangka ini, karena tanpa keadilan sebuah masyarakat hanya akan membangun sebuah
perwujudan kerangka rapuh yang berjalan menuju kehancuran atau kemunduran
Salah satu ahli pemikir Islam yang memberikan kontribusi dalam perkembangan
Ilmu Ekonomi Islam adalah Ibnu Khaldun, yang terkenal dengan buku “Muqaddimah”
yang sebenarnya merupakan volume pertama dari tujuh volume buku sejarah yang
disebut sebagai “Kitab al-‘Ibrar” atau “Buku tentang Pelajaran-pelajaran (Sejarah)”. Menurut Ibnu Khaldun, historiografi (penulisan sejarah) adalah ilmu pengetahuan yang
menganalisa penyebab dan asal usul atau bagaimana dan mengapa tentang
fenomena-fenomena dalam sejarah manusia, serta pokok bahasannya tidak terbatas pada
peristiwa-peristiwa sejarah dan dinasti semata.
Buku “Muqaddimah” adalah realisasi pemikiran Ibnu Khaldun secara ilmiah yang menyajikan prinsip-prinsip yang menyebabkan kejayaan dan keruntuhan sebuah dinasti,
negara, atau peradaban sebagai faktor yang terkait erat dengan kesejahteraan atau
kesengsaraan rakyat. Di dalam analisis Ibnu Khaldun, kejayaan dan keruntuhan bukan
hanya tergantung pada variabel-variabel ekonomi, tetapi juga tergantung pada
faktor-faktor lain yang menentukan kualitas perorangan, masyarakat, pemerintahan, dan negara,
serta saling berkaitan antar faktor-faktor agama, psikologi, politik, ekonomi, sosial,
demografi, dan sejarah dalam kejayaan atau keruntuhan suatu pemerintahan ataupun
peradaban.
“Muqaddimah” merupakan bagian penting kontribusi pemikiran Ibnu Khaldun dalam ilmu ekonomi. Perumusan dan pemahamannya yang jelas dan mendalam telah
mendapat pengakuan sebagai pelopor bagi formulasi teori yang lebih modern dan
canggih. Rumusan Ibnu Khaldun yang terkenal dalam kebijaksanaan politik
pembangunan disebut sebagai “Dynamic Model of Islam” atau Model Dinamika. Model
yang terkait dengan prinsip yang lain secara interdisipliner dalam membentuk kekuatan
bersama dalam satu lingkaran sehingga awal dan akhir lingkaran tersebut tidak dapat
dibedakan.
Rumusan Model Dinamika atau Dynamic Model of Islam tersebut adalah sebagai berikut:
- Kekuatan pemerintah tidak dapat diwujudkan kecuali dengan implementasi
Syariah;
- Syariah tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan pemerintahan;
- Pemerintah tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali dari rakyat;
- Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan;
- Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan;
- Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali melalui keadilan;
- Keadilan merupakan standar yang akan dievaluasi Allah pada umat-Nya;
- Pemerintah dibebankan dengan adanya tanggung jawab untuk mewujudkan
keadilan.
Rumusan ini mencerminkan karakter interdisipliner dan dinamis dari analisis Ibnu
Khaldun yang menghubungkan semua variabel-variabel sosial, ekonomi dan politik,
termasuk Syariah (S), kekuasaan politik atau Governance (G), masyarakat atau Nation
(N), kekayaan/ sumber daya atau Wealth (W), pembangunan atau growth (g) dan keadilan atau justice (j). Variabel-variabel tersebut berada dalam satu lingkaran yang saling tergantung karena satu sama lain saling mempengaruhi. Rumusan tersebut dapat
Gambar 2.2.1. Lingkaran Model Dinamika Sosial Ekonomi Syariah
Sumber: Chapra, 2001
Cara kerja lingkaran ini menyerupai rantai reaksi untuk jangka waktu yang
panjang dan merupakan sebuah kedina misan yang diperkenalkan dalam seluruh analisis.
Dimensi ini menjelaskan bagaimana faktor-faktor politik, agama, sosial, dan ekonomi
saling mempengaruhi selama kurun waktu tertentu sehingga faktor-faktor tersebut dapat
menuntun suatu peradaban menuju pembangunan dan kemunduran atau kejayaan dan
keruntuhan. Dalam rumusan ini, tidak ada klausula cateris paribus karena tidak ada satu
variabel yang konstan. Satu variabel bisa berfungsi sebagai makanisme pemicu dan
variabel yang lain dapat bereaksi atau tidak dalam arah yang sama. Oleh karena itu,
kegagalan di satu sektor tidak akan menyebar ke variabel yang lain karena sektor yang
gagal tersebut akan diperbaiki. Apabila tidak diperbaiki, maka akan menyebabkan
kemunduran suatu peradaban. Sebaliknya jika sektor ya ng lain bereaksi sama layaknya
dengan mekanisme pemicu, maka kegagalan itu akan memperoleh momentum melalui
rantai reaksi yang berkaitan, sehingga kegagalan ini membutuhkan waktu yang lama
G G
S S
N
N
untuk mengidentifikasi penyebab dan akibatnya. Lingkaran sebab akibat ini akan
mengacu kepada “Lingkaran Keadilan” (Circle of Equity).
Dua pengait yang paling penting dalam rantai sebab akibat tersebut adalah
pembangunan (g) dan keadilan (j). Pembangunan (g) dianggap penting karena
kecenderungan normal di dalam masyarakat berubah-ubah. Kecenderungan itu dapat
meningkat atau menurun. Pembangunan yang dimaksud dalam pembahasan ini tidak
semata-mata mengacu kepada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan tersebut juga
mengacu kepada pembangunan manusia seutuhnya sehingga masing-masing variabel
tersebut (G, S, N, dan W) memperkaya satu dengan yang lain, sehingga semua variabel
memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan atau kebahagiaan masyarakat.
Keseluruhan variabel tidak hanya menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, tetapi
juga kemajuan peradaban. Pembangunan tidak akan terlaksana tanpa adanya keadilan.
Keadilan yang dimaksudkan bukan dalam pengertian ekonomi yang sempit, tetapi
pengertian keadilan yang lebih luas dalam setiap aspek kehidupan manusia. Keadilan
dalam pengertian luas ini tidak sepenuhnya dapat diwujudkan tanpa menciptakan
masyarakat yang peduli terhadap persaudaraan dan persamaan sosial. Keadilan juga dapat
tercipta dengan adanya jaminan keselamatan jiwa, hak milik dan penghormatan bagi
setiap orang, pemenuhan kewajiban sosial, ekonomi dan politik, hak untuk bebas
menentukan tindakan apa yang diinginkan oleh seseorang, dan pencegahan terhadap
kejahatan dan ketidakadilan dalam bentuk apapun.
Sementara itu, variabel Syariah (S) mengacu kepada nilai-nilai dan lembaga atau
aturan perilaku yang membuat masyarakat (N) bersedia untuk memenuhi kewajiban
digunakan untuk menjamin keadilan (j), pembangunan (g), dan kesejahteraan (W) untuk
seluruh masyarakat. Aturan perilaku dapat bersifat formal dan informal, baik tertulis
ataupun tidak tertulis. Setiap masyarakat memiliki aturan perilaku berdasarkan sistem
nilai masing-masing yang berlaku di masyarakat itu. Pedoman utama perilaku dalam
masyarakat Islam disebut Syariah (S). Variabel Syariah (S) tidak akan mampu
memainkan peran yang berarti kecuali jika Syariah tersebut dijalankan secara benar dan
tidak memihak dalam pelaksanaannya. Salah satu tanggung jawab masyarakat (N) dan
pemerintah (G) adalah mewujudkan kesejahteraan (W) dengan menyediakan sumber
daya yang dibutuhkan untuk menegakkan keadilan (j) dan pembangunan (g),
pemanfaatan yang efektif atas sumber daya tersebut oleh pemerintah (G) guna
kesejahteraan masyarakat (N).
Variabel-variabel sosial-ekonomi, demografi, dan politik yang menentukan
kesejahteraan manusia mengarah kepada kemajuan atau kemunduran suatu peradaban
memiliki peranan saling terkait. Menurut Ibnu Khaldun, kekuatan atau kelemahan suatu
dinasti tergantung kepada kekuatan dan kelemahan penguasa politik yang berhasil
mereka wujudkan. Penguasa politik, dalam hal ini pemerintah (G), harus menjamin
kesejahteraan masyarakat (N) dengan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk
aktualisasi pembangunan (g) dan keadilan (j) melalui implementasi Syariah (S) serta
pembangunan dan pemerataan distribusi kekayaan (W) yang dilakukan untuk
2.3. Peranan Kemitraan Dalam Sosial Ekonomi Syariah
Kekuatan dan vitalitas suatu kelompok masyarakat sangat bergantung kepada
kemampuannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan terhadap barang dan jasa bagi para
anggotanya dan masyarakat-masyarakat lainnya. Produksi dan distribusi barang dan jasa
menuntut sumber-sumber daya bukan saja keuangan, tetapi juga keahlian dan
manajemen. Tidak setiap orang dibekali sumber-sumber daya dengan suatu kombinasi
optimal. Oleh karena itu, mutlak menghimpun semua sumber daya yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penghimpunan sumber-sumber daya ini
harus diorganisasikan dalam suatu cara yang saling menguntungkan atau altuaristis
dengan konsep kemitraan yang sejajar di antara masing-masing pihak.
Dalam Sistem Ekonomi Syariah dikenal beberapa bentuk kemitraan dalam
berusaha, namun yang umum dikenal ada 2 (dua), yaitu:
2.3.1. Kemitraan Mitra Usaha (Mudharabah)
2.3.2. Kemitraan Modal Usaha (Musyarakah).
2.3.1. Mudharabah (Kerjasama Mitra Usaha)
Mudharabah adalah sebuah bentuk kemitraan di mana salah satu mitra, yang
disebut “shahibul-maal” atau “rabbul-maal” (penyedia dana) yang menyediakan sejumlah
modal tertentu dan bertindak sebagai mitra pasif, sedangkan mitra yang lain disebut
“mudharib” yang menyediakan keahlian usaha dan manajemen untuk menjalankan
ventura, perdagangan, industri atau jasa dengan tujuan mendapatkan laba (Chapra, 1985).
Mudharib merupakan orang yang diberi amanah dan juga sebagai agen usaha. Sebagai
orang yang diberi amanah, ia dituntut untuk bertindak hati-hati dan bertanggung jawab
mempergunakan dan mengelola modal sedemikian rupa untuk menghasilkan laba optimal
bagi usaha yang dijalankan tanpa melanggar nilai-nilai Syariah Islam. Perjanjian
mudharabah dapat juga dilakukan antara beberapa penyedia dana dan pelaku usaha.
Sedangkan secara ringkas, di dalam Ensiklopedia Hukum Islam, mudharabah
dapat diartikan sebagai pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja/ pedagang
untuk diusahakan/ dikelola sedangkan keuntungan dagang itu dibagi menurut
kesepakatan bersama. Mudharabah dalam bahasa teknis keuangan dikenal dengan istilah
Kerjasama Mitra Usaha dan Investasi atau Trust Financing, Trust Investment (Antonio, 2000).
Secara umum, mudharabah terbagi atas dua jenis, yaitu mudharabah muthlaqah
dan mudharabah muqayadah.
1. Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal (penyedia dana) dengan
mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Penyedia dana melimpahkan kekuasaan
yang sebesar-besarnya kepada mudharib untuk mengelola dananya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, di mana mudharib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha yang telah diperjanjikan
di awal akad kerjasama.
Pembagian laba antara penyedia dana dengan mudharib harus berdasarkan suatu
proporsi yang adil dan telah disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam
ada ditutupi dan modal awal dikembalikan kepada penyedia dana. Setiap distribusi laba
sebelum pentupan perjanjian mudharabah dipandang sebagai utang. Jika mudharabah
tidak ditentukan batas waktu atau berterusan, diperbolehkan menunjuk secara khusus
periode perhitungan yang disepakati bersama dalam pembagian laba, dengan melihat
masing-masing periode secara independen, dan jika terjadi kerugian pada periode tertentu
dapat ditutupi dengan menggunakan laba dalam periode yang akan datang sampai
persetujuan mudharabah berakhir. Karena itu, dalam hal mudharabah yang berterusan,
diperlukan untuk menyisihkan cadangan dari sebagian laba untuk menggantikan kerugian
yang mungkin timbul di suatu periode.
Semua kerugian yang terjadi dalam perjalanan bisnis harus ditutup dengan laba
sebelum ditutup oleh ekuitas penyedia dana. Prinsip umum dalam mudharabah adalah
penyedia dana hanya menanggung resiko modal, sedangkan mudharib hanya
menanggung resiko waktu dan usahanya.
Liabilitas penyedia dana dalam kontrak mudharabah terbatas pada kontribusinya
dalam menyediakan modal awal,tidak lebih dari itu. Sang Mudharib tidak diperbolehkan
melakukan bisnis mudharabah untuk jumlah yang lebih besar dari modal yang diberikan
oleh penyedia dana. Jika ia melakukannya atas dasar kemauannya sendiri, maka
mudharib berhak mendapatkan laba itu dari usaha itu dan juga menanggung kerugian
yang timbul.
Mudharabah akan berakhir setelah selesai proyek yang dikerjakan atau batas
waktu yang ditentukan telah berlalu, atau kematian salah satu pihak, atau pengumuman
dari salah satu pihak untuk mengundurkan diri dari mudharabah dengan niat
2.3.2. Musyarakah (Kerjasama Modal Usaha)
Musyarakah merupakan suatu bentuk organisasi usaha di mana dua orang atau
lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi sama atau
tidak sama (Chapra,1985). Keuntungan dibagi menurut perbandingan yang sama atau
tidak sama, sesuai kesepakatan, antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut
proporsi modal. Musyarakah secara bahasa berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur
satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Musyarakah dikenal juga dengan istilah “Syirkah”. Menurut istilah fikih, syirkah adalah
sesuatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam
keuntungan.
Pada prinsipnya syirkah atau musyarakah ada dua jenis, yaitu musyarakah
kepemilikan (amlak) dan musyarakah yang terjadi karena kontrak (uqud). Musyarakah
kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan
pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan
berbagi dalam asset nyata dan keuntungan yang dihasilkan oleh asset tersebut.
Musyarakah akad tercipta karena adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih
bahwa tiap-tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan sepakat berbagi
keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad merupakan sebuah kemitraan kontraktual dan dipandang
sebagai suatu kemitraan yang benar karena pihak yang bersangkutan bersedia memasuki
persetujuan kontrak untuk melakukan investasi bersama dalam berbagi keuntungan dan
1. Syirkah Al Inan
Merupakan kemitraan antara dua orang atau lebih yang masing-masing
menyertakan modal ke dalam sebuah usaha dan sekaligus menjadi
pengelolanya, kemudian keuntungan dibagi antara mereka berdasarkan
kesepakatan.
2. Syirkah Al Wujuh
Kemitraan antara dua orang atau lebih dengan modal dari pihak di luar
keduanya, keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan modal yang diperoleh
dari pihak luar tersebut
3. Syirkah Abdan
Kemitraan antara dua orang atau lebih yang mengandalkan tenaga atau
keahliannya saja tanpa harta mereka untuk menerima pekerjaan, keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan.
4. Syirkah Mufawadha h
Kemitraan antara dua orang atau lebih yang menyetor modal dan keahlian
yang sama. Masing-masing mitra saling menanggung satu dengan lainnya
dalam hak dan kewajiban, dan tidak diperbolehkan satu mitra memiliki modal
dan keuntungan lebih tinggi dari mitra yang lainnya.
Dalam praktek, bentuk kemitraan musyarakah yang paling populer adalah Syirkah
Al Inan yang mengandung implikasi saham tidak sama di antara para mitra dan diakui
Musyarakah dalam teknis lembaga keuangan dikenal sebagai kerjasama modal
usaha atau Partnership, Project Financing Participation (Antonio, 2000). Aplikasi
Musyarakah dalam praktek lembaga keuangan adalah berupa:
1. Pembiayaan Proyek
Lembaga keuangan dan pengusaha secara bersama -sama menyediakan dana
untuk membiayai sebuah proyek. Setelah proyek selesai, pengusaha
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati kepada
lembaga keuangan.
2. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu
penyedia dana melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik
secara langsung atau bertahap.
Ketentuan tentang pembagian keuntungan dan petanggungjawaban kerugian
persekutuan dalam syirkah, menurut Siddiqi (1983) adalah:
1. Kerugian merupakan bagian modal yang hilang, karena kerugian akan dibagi
ke dalam bagian modal yang diinvestasikan dan akan ditanggung oleh para
pemodal;
2. Keuntungan akan dibagi di antara para sekutu atau mitra usaha dengan bagian
yang telah ditentukan oleh mereka dengan bagian atau prosentase tertentu,
bukan dalam jumlah nominal yang pasti yang ditentukan oleh dan bagi pihak
3. Dalam suatu kerugian usaha yang berlangsung terus, diperkirakan usaha akan
menjadi baik kembali melalui keuntungan sampai usaha tersebut menjadi
seimbang kembali. Penentuan jumlah nilai ditentukan kembali dengan
menyisihkan modal awal dan jumlah nilai yang tersisa akan dianggap sebagai
keuntungan atau kerugian;
4. Pihak-pihak yang berhak atas pembagian keuntungan usaha boleh meminta
bagian mereka hanya jika para penanam modal awal telah memperoleh
kembali investasinya, atau pemilik modal melakukan suatu transfer yang sah
sebagai hadiah kepada mereka.
Menurut Chapra (2000), musyarakah atau syirkah dalam prakteknya terdapat
dalam berbagai model, para mitra dapat memberikan kontribusi bukan hanya modal
dalam hal keuangan, tetapi juga tenaga, manajemen, dan keahlian, dan kemauan baik,
meskipun tidak harus sama. Kemitraan musyarakah atau syirkah dapat merupakan suatu
bentuk kombinasi dari berbagai bentuk. Persyaratan Syariah dalam membagi proporsi
modal dan keuntungan dalam bermitra usaha adalah keadilan. Keadilan yang dimaksud
bukanlah pemerataan secara mutlak, tetapi adalah keseimbangan antar individu dengan
unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dengan
masyarakat, antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya (Qardhawi,1995).
Dengan demikian keadilan dalam kemitraan usaha mengandung implikasi bahwa
saham proporsional dalam laba harus merefleksikan kontribusi yang diberikan kepada
usaha oleh modal mereka baik berupa keahlian, waktu, kemampuan manajemen,
kemauan baik, dan kontrak, serta kerugian juga harus dirasakan bersama sesuai proporsi
2.4. Peranan Pemerintahan Menciptakan Keadilan Bagi Masyarakat
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang lebih suka hidup secara
bersama. Hal ini disebabkan dengan kapasitas individu yang ada, manusia tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan pokok guna mempertahankan kehidupan mereka dalam
masyarakat. Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan suasana kehidupan yang
saling menolong dan bekerjasama . Akan tetapi, mereka tidak dapat hidup berdampingan
dan bekerjasama dengan yang lain dalam suasana penuh konflik dan permusuhan serta
ketidakadilan. Untuk itu diperlukan adanya sebuah “rasa kebersamaan” dan “pemerintah” sebagai pengendali kekuasaan untuk mencegah terjadinya konflik dan ketidakadilan guna mempersatukan mereka.
“Rasa kebersamaan” akan membuat masyarakat (N), dalam Kerangka Dinamika Sosial Ekonomi, bekerjasama dengan yang lain untuk tujuan yang sama, membatasi
kepentingan pribadi mereka, dan memenuhi kewajiban mereka. Sehingga dapat terbentuk
keharmonisan sosial dan menimbulkan kekuatan yang menentukan bagi pembangunan
dan tegaknya suatu peradaban.
Pada “Model Dinamika”, Ibnu Khaldun memasukkan “rasa kebersamaan” ke dalam lingkaran sebab akibat. “Rasa kebersamaan” akan terbentuk dan menguat jika ada keadilan (j) untuk menjamin adanya kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan
kewajiban bersama dan pemerataan hasil pembangunan (W dan g). Jika keadilan (j)
hilang, maka cenderung akan timbul ke tidakpuasan di antara masyarakat, mengecilkan
hati masyarakat, dan berpengaruh buruk terhadap solidaritas masyarakat. Lebih jauh lagi,
melemahkan efisiensi, sikap inovatif, kewirausahaan, dan kualitas kebaikan yang lain,
sehingga pada akhirnya menyebabkan disintegrasi dan kemunduran masyarakat.
Untuk mencapai keadilan (j) harus ada sebuah aturan dalam berperilaku yang
dimuat dalam Peraturan atau Syariah (S). Aturan dalam berperilaku akan efektif, apabila,
masyarakat dapat memahami manfaat dari peraturan yang dibuat dan pemerintah (G)
dapat menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat baik pada tingkat atas maupun tingkat
bawah. Kekuasaan politik yang dimiliki oleh pemerintah, memiliki hubungan yang sama
seperti halnya peradaban dalam permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Ibnu
Khaldun mengelompokkan kekuasaan menjadi tiga jenis, yaitu; Pertama, adalah
kekuasaan “alamiah” atau normal yang membolehkan setiap orang memuaskan kepentingan pribadinya berdasarkan kesenangan hawa nafsu; Kedua, adalah kekuasaan
politik “rasional” yang membolehkan setiap orang untuk memenuhi kepentingan pribadi sesuai dengan prinsip rasional; Ketiga, adalah kekuasaan politik berdasarkan “moral”
yang memungkinkan setiap orang untuk mewujudkan kesejahteraan dunia dan akhirat
sesuai ajaran Syariah. Dalam istilah ilmu sosial politik modern , ketiga jenis kekuasaan
tersebut dikenal sebagai laissez faire atau negara pasif sekuler, welfare state atau negara kesejahteraan, dan welfare state Islami atau khilafah (Chapra, 2001).
Dalam welfare state Islami, mengupayakan agar setiap orang mengikuti ajaran Syariah dalam urusan duniawi mereka merupakan hal yang penting. Negara harus tetap
mengawasi semua tingkah laku yang dapat membahayakan pembangunan sosial ekonomi
seperti ketidakjujuran, penipuan, dan ketidakadilan sebagai prasyarat kualitas yang
samping itu, negara juga harus menjamin pemenuhan hukum dan menghormati hak milik
individu serta menanamkan kesadaran kepada seluruh lapisan masyarakat.
Untuk mewujudkan cita-cita welfare state Islami, tidak dapat dilakukan dengan tindakan repressive, melainkan melalui tindakan persuasive yang berusaha mensejahterakan masyarakat dan mempercepat pertumbuhan kreativitas masyarakat dan
aktivitas pembangunan. Menurut Ibnu Khaldun, kedaulatan hendaknya mengandung
kualitas karakter mulia yang sesuai dengan agama dan ilmu politik. Pemegang kedaulatan
harus toleran, moderat, dan adil serta menghindari kelicikan, penipuan, dan kesalahan.
Pemegang kedaulatan harus menyadari bahwa ia tidak dapat mewujudkan kedaulatan
tanpa bantuan orang lain, dan oleh sebab itu bila ia ingin menjalankan kewajibannya
secara keseluruhan ia harus menunjuk serta mengangkat orang yang kompeten untuk
membantunya. Pembangunan manusia membutuhkan kepemimpinan politik untuk
pelaksanaan pembangunan yang tepat. Negara dapat menyediakan kepemimpinan yang
demikian dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, membuat susunan yang
tepat utuk membina dan mendidik masyarakat guna menciptakan kualitas yang
dibutuhkan dalam masyarakat, mempromosikan ilmu pengetahuan dan industri,
melaksanakan pembangunan infrastruktur, menjamin hukum dan perundang-undangan,
mengedepankan lingkungan fisik yang sehat, menerapkan jaminan sosial dan system
peradilan yang efisien, serta menjalankan operasi pasar yang terarah dan merata.
Dengan demikian, apabila pemerintah melaksanakan peranannya secara efektif,
maka akan menjadi sebuah kontribusi positif dalam pembangunan (g) karena kebutuhan
masyarakat akan terpenuhi, sehingga mereka akan termotivasi melalui kerja keras yang
kehancuran. Sumber daya yang dibutuhkan negara untuk kepentingan itu, diperoleh
melalui system pajak yang adil dan efisien. Di samping itu, perlu dicermati bahwa
apabila, jika pemerintah tidak menerapkan Syariah secara efisien, maka tidak akan ada
keadilan. Jika tidak ada keadilan, maka “rasa kebersamaan” tidak akan ada, dan jika tidak ada “rasa kebersamaan”, maka tidak akan ada lingkungan yang mendukung terlaksananya implementasi Syariah, hukum dan perundang-undangan, pembangunan dan
kemakmuran. Ketiadaan semua itu, akan membuat administrasi pemerintah (G) menjadi
lemah dan tidak efektif. Hal ini tercermin dalam kemunduran-kemunduran
variabel-variabel sosial ekonomi yang penting (S, N, W, dan j) serta menyebabkan kehancuran
dan keruntuhan.
Negara yang menjalankan perana n pentingnya sebagaimana yang terdapat dalam
lingkaran sebab akibat “Model Dinamika” Ibnu Khaldun, tidak akan memiliki karakter sebagai negara yang monolitik atau negara yang lalim yang senantiasa mengontrol
kehidupan masyarakat dengan ketat serta tidak me njalankan kekuasaan secara absolut
dan sewenang-wenang demi kepentingan pribadi. Pemerintah akan menggunakan
kekuasaannya untuk membuat fungsi pasar berjalan lancar dan menciptakan lingkungan
yang mendukung bagi realisasi pembangunan (g) dan keadilan (j).
Dengan demikian, konsep Ibnu Khaldun dalam “Model Dinamika” menyatakan bahwa negara harus berorientasi kepada kesejahteraan rakyat, memiliki kebijakan
anggaran, menghargai hak milik masyarakat, dan menghindari pungutan pajak yang
memberatkan. Negara akan mengutamakan pembangunan melalui anggaran yang
dihasilkan dari kebijakan yang adil, dan sebaliknya negara akan menghambat
merupakan suatu pasar terbesar yang dihasilkan dari anggaran negara tersebut untuk
kesejahteraan rakyatnya, sehingga tidak sepatutnya bagi suatu negara untuk terlibat
secara langsung di dalam kegiatan ekonomi. Keterlibatan negara secara langsung, bukan
hanya akan mengurangi kesempatan masyarakat (N), tapi pada akhirnya juga akan
merugikan negara itu sendiri. Negara seharusnya melakukan hal-hal yang dapat
membantu masyarakat menjalankan usaha mereka secara lebih efisien dan mencegah
masyarakat untuk melakukan tindakan yang tidak adil secara berlebihan. Jadi negara
yang digambarkan oleh Ibnu Khaldun bukanlah negara yang fasis ataupun negara
totaliter. Negara yang diinginkan adalah negara yang menjamin penerapan Syariah dan
negara yang berfungsi sebagai instrumen pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
2.5. Distribusi Kesejahteraan Dalam Pembangunan Ekonomi
Sebelum terjadinya krisis multi dimensi pada tahun 1997, para pakar ekonomi
kapitalis yakin bahwa dengan pertumbuhan ekonomi akan memperbesar “kue ekonomi”, sehingga setiap orang akan memperoleh lebih banyak bagian. Pertambahan Produk
Domestik Bruto bagi suatu negara atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bagi
suatu wilayah daerah diyakini sebagai pertambahan kekayaan dan kesejahteraan
masyarakat.
Menurut Korten (2002), usaha yang tidak henti-hentinya dalam mengejar
“pertumbuhan ekonomi” telah mempercepat kehancuran sistem pendukung kehidupan yang ada di planet ini, memperhebat persaingan dalam memperebutkan sumber daya,
memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin, dan menggerogoti nilai-nilai
hebat di tangan korporasi global dan lembaga-lembaga keuangan telah melucuti
pemerintah dari kemampuannya untuk menempatkan prioritas ekonomi, sosial dan
lingkungan dalam kerangka kepentingan umum yang lebih luas. PDB (PDRB)
merupakan sebuah petunjuk nilai pasar secara kasar dari transaksi uang terhadap barang
dan jasa pada suatu bangsa atau regional. Sedangkan kerja produktif yang dilakukan
untuk diri sendiri tidak diperhitungkan, meskipun bermanfaat bagi kesejahteraan. Namun
sebaliknya, transaksi yang paling merugikan pun malahan dimasukkan selama
diperhitungkan dengan uang.
PDB (PDRB) sama sekali tidak memperhatikan terkurasnya modal hidup, jumlah
keseluruhan modal manusia, sosial dan kelembagaan dalam memperbaharui diri, yang
berfungsi sebagai fondasi kehidupan dan peradaban. Ketika hutan dibabat habis atau laut
dikuras habis, maka penjualan kayu atau ikan dihitung sebagai tambahan kekayaan, tetapi
perubahan yang diperlukan terhadap potensi produktif dan eko-sistem yang hilang akibat
eksploitasi tersebut tidak diperhitungkan. Hal yang sama juga terjadi pada saat minyak
bumi dan sumber mineral lain yang tidak dapat diperbaharui ditambang, biaya
mengeluarkannya diperhitungkan sebagai tambahan PDB (PDRB), tetapi tidak ada yang
dikurangi akibat terkurasnya modal fisik alami yang tersedia. Jadi, dengan demikian,
mungkin sekali dengan ukuran seorang Ekonom, ekonomi suatu negara atau wilayah
daerah dianggap tumbuh dengan cepat sekali di saat negara atau wilayah tersebut sedang
menderita erosi yang parah dari potensi produktifnya serta kesejahteraan para
masyarakatnya di masa depan.
Untuk mengetahui kemakmuran perekonomian suatu negara atau wilayah daerah,