• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. MP dengan umur 38 tahun, laki-laki pendidikan terakhir S1 Kesehatan Masyarakat jabatan Kepala seksi Penanggulangan Penyakit Endemik dan Epidemis Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Toba Samosir dalam penelitian ini sebagai informan kunci.

b. PS dengan umum 47 tahun , laki-laki pendidikan terakhir S1 Ilmu Gizi jabatan sebagai Kepala Seksi Program dan Akuntabilitas di Dinas

c. ML dengan umur 38 tahun, perempuan pendidikan terakhir DIII Kebidanan jabatan Penanggung jawab aplikasi SIHA Puskemas Laguboti Kabupaten Toba Samosir.

d. HES dengan umur 48 tahun, perempuan pendidikan terakhir DIII Kebidanan jabatan Bidan Desa Puskemas Laguboti Kabupaten Toba Samosir.

e. DSI dengan umur 40 tahun, perempuan pendidikan terakhir DIII Kebidanan jabatan Penanggung jawab program HIV-AIDS, TB Paru Puskemas Laguboti Kabupaten Toba Samosir.

f. AS dengan umur 46 tahun, perempuan pendidikan terakhir DIII Refraksi Optician jabatan penanggung jawab Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bantuan Operasional Kesehatan Puskesmas Balige.

g. ES dengan umur 42 tahun, perempuan pedidikan terakhir DIII Analis Laboraotium Kesehatan jabatan petugas laboratorium.

21. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Toba Samosir, diwakili oleh Kepala Bidang Kesehatan Reproduksi Remaja Badan Koordinasi Keluarga Berencana: DS dengan umur 42 tahun, perempuan pendidikan terakhir S1

22. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Toba Samosir diwakili oleh Kepala Bidang Kewaspadaan dan Organisasi Masyarakat:

PT dengan umur 34 tahun, laki-laki pendidikan terakhir S2 Administrasi Publik.

23. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Toba Samosir diwakili oleh Kepala Bidang Sekretaris Dinas Tenaga Kerja: MS umur 52 tahun pendidikan terakhir S1 Hukum.

24. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Toba Samosir diwakili oleh Kepala Bidang Pengembangan dan Pelestarian Kebudayaan: PT umur 40 tahun, pendidikan terakhir S2 Ilmu Administrasi.

25. Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah , Dinas Pendidikan : RS umur 48 tahun, pendidikan terakhir s1 Pendidikan.

26. Kepala Bidang Bina Pelayanan dan Rehabilitasi, Dinas Sosial Kabupaten Toba Samosir: SS dengan dengan umur 52 tahun, laki-laki pendidikan terakhir S1 Hukum.

27. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Sekretaris Daerah Kabupaten Toba Samosir: RS 47 tahun

28. Kepala Bagian Hukum Sekretaris Daerah Kabupaten Toba Samosir: ST 47 tahun laki-laki pendidikan terakhir S2 Administrasi.

29. Ketua LSM SANTOSA Kabupaten Toba Samosir: NN dengan umur 47 tahun, laki-laki pendidikan SMA.

Komunikasi Sistem Koordinasi Komite HIV-AIDS HKBP dengan Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan HIV-AIDS

Pengertian konsep komunikasi yang paling sederhana adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Proses ini dapat menghasilkan feedback dari komunikan sehingga komunikasi dapat berlangsung secara dua arah antara komunikator dan komunikan.

Pentingnya fungsi komunikasi dalam koordinasi dalam penanggulangan HIV-AIDS. Hasil wawancara dengan salah satu informan menjawab sebagai berikut :

“Sampai saat ini memang komunikasi yang selama kita lancar, sehingga untuk pendampingan pasien itu mudah contohnya kalau misalnya... kalau misalnya pasien itu berasal penduduk Tobasa kita tetap bekerja sama dengan dinas terkait misalnya Dinas Kesehatan, puskesmas untuk ikut serta mendampingi kita dalam hal pendampingan..

Jadi komunikasi kita selalu duduk bersama, apa yang harus kita lakukan disitu kita bicarakan untuk penanggulangan HIV ini begitu. Jadi kita memang selalu berkomunikasi baik dengan pemerintah dan lembaga-lembaga lain.” (EH, 37 tahun).

Upaya kegiatan komunikasi dengan tujuan mempercepat upaya tindakan pengobatan ODHA dengan upaya pendampingan. Menurut Jumali dalam Wahyudiana (2001) bahwa pendampingan adalah suatu proses fasilitasi yang dilakukan oleh para pendamping yang berperan untuk membantu, mengarahkan dan mencari jalan terhadap berbagai permasalahan. Mengacu pada hal tersebut, maka pendamping adalah orang yang berperan membantu dan mencari jalan terhadap berbagai permasalahan dengan cara memfasilitasinya. Menurut Parson dalam Suharto (2010), ada lima peran pendamping yang dapat pendampingan terhadap ODHA. Pertama sebagai pelindung, pendamping berperan melindungi ODHA dari situasi yang rentan dan tidak menguntungkan bagi ODHA. Kedua pembela, pendamping berperan dalam membela hak ODHA dalam memenuhi kebutuhannya Ketiga sebagai mediator, pendamping berperan sebagai penengah bagi ODHA dengan sistem lingkungan yang menghambatnya. Keempat sebagai sebagai broker, pendamping berperan menghubungkan kebutuhan ODHA dengan

sumber-sumber yang ada disekitarnya. Kelima sebagai fasilitator, pendamping berperan memfasilitasi ODHA agar mampu menangani tekanan psikis dan sosial yang dialami.

“Tentu ….disetiap segmen dari pada komunikasi ini itu sangat penting, makanya ini adalah karena hal utama dalam penyampaian informasi tentang HIV-AIDS ini” (JH, 47 tahun)

Dalam aktivitas penanggulangan HIV/AIDS, strategi komunikasi menjadi salah satu aspek penting bagi penentu keberhasilan program penangulangan epidemi HIV-AIDS. Komunikasi ini dimaksudkan agar komunikasi yang dilakukan KPAD efektif, tepat sasaran dan memiliki dampak positif bagi penanggulangan HIV/AIDS. Menurut Tubbs dalam Rakhmat (2007) bahwa komunikasi yang efektif dapat menghasilkan lima hal yaitu hubungan yang makin baik dan tindakan dan juga pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman tentang pentingnya fungsi komunikasi dalam sistem koordinasi komite HIV-AIDS HKBP dengan pemerintah daerah dalam penanggulangan HIV-AIDS, informan mengakui bahwa komunikasi sangat penting karena dalam pelaksanaan suatu organisasi, adanya komunikasi membantu dalam memahami apa yang dimaksud dari orang yang menyampaikan. Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Perkataan komunikasi berasal dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi ataupun memberitahukan. Dalam organisasi komunikasi sangat penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan semakin tinggi dan

pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan komunikasi.

Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam menciptakan komunikasi.

Komunikasi yang efektif hanya dapat terjadi jika komunikator dan komunikan memiliki persamaan dalam pengertian, sikap dan bahasa. Komunikasi ini juga tidak terlepas dari koordinasi kemudian menjadi satu kesatuan kerja dalam menjalankan program kerja. Sedangkan koordinasi merupakan hubungan manusia dalam menjalankan tugasnya.

Bentuk komunikasi yang selama ini sudah terbentuk. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan pemahaman tentang bentuk komunikasi yang selama ini sudah terbentuk dalam sistem koordinasi komite HIV-AIDS HKBP dengan pemerintah daerah dalam penanggulangan HIV-AIDS. Adapun jawaban informan adalah sebagai berikut:

“Ia..kita bicarakan dengan komite, KPAD kebetulan kan KPAD ini ada dinas sosial, ada bagian Sosial, ada Dinas Tenaga Kerja ya duduk bersama juga bersama, saya rasa sudah mewakili dinas lain lah juga mereka duduk disitu, ada kantor camat itu..”(MP.38 Tahun)

Jadi komunikasi kita selalu duduk bersama, apa yang harus kita lakukan disitu kita bicarakan untuk penanggulangan HIV ini begitu. Jadi kita memang selalu berkomunikasi baik dengan pemerintah dan lembaga-lembaga lain. (EH, 37 tahun).

Komunikasi dalam koordinasi Komite HIV-AIDS HKBP dengan dengan beberapa instansi dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS sudah terjalin.

Melakukan pertemuan atau duduk bersama antara instansi tersebut merupakan

salah satu upaya komunikasi yang terjalin antara instansi yang tergabung dalam kepengurusan KPAD. Komunikasi tetap terlaksana meskipun tidak semua anggota KPAD terlibat aktif dalam penanggulangan tersebut. Menurut informan hal yang dikomunikasikan antara Komite HIV-AIDS HKBP Balige dengan Dinas Sosial tentang adalah berupa kerjasama dalam hal pemberian life skill bagi penderita dan bantuan dana tunai, dan pemberian tambahan nutrisi.

Berdasarkan pengamatan peneliti dari data sekunder yaitu dokumen yang ada, bahwa komunikasi yang terjalin dengan pihak Dinas Sosial, Dinas Sosial membantu komite untuk pemulihan status gizi ODHA dengan memberikan bantuan berupa beberapa kebutuhan sembako. Pada saat dilakukankannya penelitian ini terdapat satu kasus langsung yang ditemukan pada saat itu yaitu : kasus baru HIV pada seorang ibu muda tanpa suami melahirkan anak laki-laki yang dirujuk dari Kabupaten Samosir ke Komite HIV-AIDS HKBP dimana ibu muda tersebut tidak mempunyai kerabat dekat di Balige, pada saat itu juga Komite menghubungi Dinas Sosial melalui telepon seluler terkait upaya penanggulangan bidang sosialnya, tampak komunikasi yang berjalan dengan baik. Pada saat itu direncanakan akan membawa ibu muda tersebut ke panti sosial, untuk kemudian sementara ditampung di rumah singgah ODHA dan menunggu penanganan selanjutnya. Pihak Dinas Sosial langsung memberikan umpan balik terhadap masalah yang sedang terjadi dimana diharapkan ada panti yang akan menampung ibu tersebut menunggu penanganan selanjutnya.

Berdasarkan kasus tersebut di atas terdapat kejelasan hasil dan umpan

AIDS HKBP dalam hal upaya penanggulangan HIV-AIDS termasuk didalamnya rehabilitasi sosial. Adanya kepedulian dan kerjasama dari instansi (Dinas Sosial) yang merupakan salah satu anggota dalam Komisi Penanggulangan AIDS Toba Samosir. Ketika komunikasi berhasil maka keinginan untuk tetap bekerja sama semakin terjalin. Tugas dan fungsi instansi yang terlibat dalam Surat Keputusan Bupati Toba Samosir No. 408 Tahun 2017 tentang Pembentukan Penetapan Pengurus KPAD belum secara maksimal dilaksanakan, terutama yang berkaitan dengan komunikasi antar instansi dalam Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Toba Samosir.

Berdasarkan jawaban informan dibawah ini, peneliti mengadakan penelurusan mendalam dengan pihak RSUD terkait jarangnya komunikasi yang terjadi selama ini. Jawaban dari pihak RSUD adalah sebagai berikut:

“Kalau komunikasi dalam KPAD itu sebenarnya.. karena tugas tambahan..nggak berapa aktif dia..karena hanya sebagai tugas tambahan semuanya kan..kalau komite AIDS HKBP Balige karena dia memang lembaga swadaya masyarakat yang kerjanya fokus di situ ya..mereka yang aktif (TH, 54 tahun).

Jawaban informan di atas menyatakan tidak aktif berkomunikasi secara langsung, dengan sesama tim yang ada pada KPAD. Informan juga menyatakan bahwa komunikasi yang terjalin tidak aktif karena tugas dan fungsi semua anggota dalam KPAD adalah merupakan tugas tambahan dan bukan merupakan tugas utama, sehingga keinginan untuk menjalin komunikasi secara aktif tidak terwujud, hal ini juga berkaitan dengan kesibukan masing-masing instansi. Pada saat penelitan berlangsung Rumah Sakit Umum Daerah tampak sedang sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk akreditasi rumah sakit. Dalam hal ini

dilakukan komunikasi secara sekunder yaitu dengan menggunakan media seperti : surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah. Radio, televisi, film dan semacamnya adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi (Uchjana, 2006).

Hal yang mirip juga dikatakan oleh informan lainnya seperti hasil wawancara berikut ini:

Boleh dikatakan...renggang.. renggang sekali.. renggang sekali”

(SS, 52 tahun).

Menurut informan Dinas sosial mengaku bahwa hubungan komunikasi antara Dinas Sosial HIV-AIDS HKBP Balige renggang karena menurut Dinas Sosial dalam beberapa kegiatan dan bantuan secara langsung yang diadakan oleh Dinas Sosial dari Provinsi maupun dari kementerian pusat langsung diberikan kepada penderita ODHA melalui Komite HIV-AIDS Toba Samosir tanpa melalui Dinas Sosial di Kabupaten.

Menurut penelitian Fritantus (2013) menyatakan bahwa faktor komunikasi antar instansi yang terkait dalam Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surabaya juga mempengaruhi tidak maksimalnya penanggulangan HIV dan AIDS.

Komunikasi dengan tujuan advokasi, mobilisasi sosial dan komunikasi perubahan perilaku, secara khusus advokasi ditujukan khususnya untuk para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan serta organisasi dan instansi yang saling terkait, agar mereka mengubah sikap dan cara pandang mereka, untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan baru yang dapat mempengaruhi upaya pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan

HIV-AIDS, Mobilisasi Sosial adalah proses mendapatkan mitra dan mengembangkan aliansi untuk memperluas respon terhadap HIV-AIDS (KPAN,2008).

Secara umum komunikasi yang dilakukan oleh Komite HIV-AIDS HKBP Balige dengan Pemerintah Daerah, selama ini dinilai belum sepenuhnya efektif dan memberikan pengaruh pada pembentukan atau perubahan paradigma penanggulangan secara bersama-sama oleh instansi-instansi yang terlibat dalam penanggulangan HIV-AIDS. Faktor komunikasi juga menjadi sangat penting, karena terkait dengan salah satu tugas oleh anggota kepengurusan dalam organisasi KPA yang tertuang dalam Permendagri No.20/2007 adalah menyebarluaskan informasi mengenai upaya penanggulangan HIV-AIDS kepada aparat dan masyarakat.

Hambatan komunikasi dalam penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Toba Samosir. Hasil penelitian menunjukkan hambatan komunikasi yang selama ini sudah terbentuk dalam sistem koordinasi komite HIV-AIDS HKBP dengan pemerintah daerah dalam penanggulangan HIV-AIDS, jawaban informan berbeda-beda. Berikut petikan jawaban informan :

“Nah..itu dia, makanya memang berjalannya..apa ya...setengah hati lah kurasa ya, karena kalau ada pasien dokter yang dilatih kebetulan tidak ada, otomatis dirujuk lagi, berjalan nya gini..mereka melakukan pemeriksaan..ya melakukan pemeriksaan secara...pertama..dasarlah screening dan kita anjurkan memang kalau karena juga melihat prasarana laboratoriumnya kan, kalau ada dapat misalkan positif di R1,R2,R3 nya kita sarankan memang puskesmas itu langsung rujuk juga ke komite AIDS HKBP Balige”

Memang terus terang ya..yang bekerja maksimal penanggulangan HIV-AIDS ini selama ini memang komite HIV-HIV-AIDS HKBP dan kita pun kalau minta data memang selalu dari mereka, karena juga memang kita

sarankan, puskesmas melakukan screening ada dapat rujuk ke komite, pernah kah ini dibicarakan trend peningkatan atau adanya peningkatan kasus, kita bicarakan bersama dengan komite..

(MP, 38 tahun).

“Ya.. jadi sebenarnya kan itu karena ..kenapa ada stigma kenapa ada diskriminasi karena HIV itu memang belum merata informasinya, jadi tidak semua pimpinan daerah, bahkan itu dokter, bahkan itu perawat tidak semua mengerti HIV ini ..jadi hambatannya di situ ..mereka kurang mengerti HIV ini apa, sudah terdoktrin memang HIV ini adalah sebagai penyakit yang berbahaya seperti itu. Jadi memang itu adalah segmen...segmen yang selalu di..di..di garis besari mereka jadi hambatannya disitu .tidak semua mengerti atau kurang peduli...kita katakan menjadi tidak peduli..tidak mengerti itu menyebabkan mereka juga kurang perduli HIV AIDS ini.” (EH,37 tahun).

Hal lain yang juga hambatan dalam menwujudkan komunikasi yang efektif adalah pimpinan daerah dan lembaga kesehatan yang diharapkan memberikan perawatan dan dukungan pada mereka, faktanya justru lembaga itu yang pertama kali justru melakukan diskriminasi, hal ini terjadi ternyata tak jarang juga petugas kesehatan, kurang memahami secara menyeluruh terhadap penyakit HIV/AIDS itu. Hal ini muncul, karena penderita HIV/AIDS selalu dikaitkan dengan masalah moral, penderita dianggap tidak bermoral, karena dianggap telah melakukan perilaku menyimpang sehingga menderita penyakit mematikan itu. Jika sanksi moral dari masyarakat itu, tak teratasi dipastikan penderita HIV/AIDS akan bertambah menderita, dan dipastikan juga peluang untuk hidub bermasyarakat sudah tertutup. Hal ini dibutuhkan penjelasan melalui komunikasi yang lebih konferehensif ditengah-tengah masyarakat dan para stakeholder, apa sebenarnya penyakit HIV/AIDS tersebut, sehingga tak selamanya penderita penyakit itu dikucilkan dan tidak bisa berinteraksi lagi dengan lingkungan masyarakat. Sama halnya dengan pengalaman informan MP dalam mengatasi masalah stigma negatif

dari masyarakat akibat bidan desa yang tidak menjaga kerahasiaan penderita ODHA, seperti kutipan wawancara berikut ini:

“Ada pengalaman kita di Parsoburan ada penderita HIV ibu-ibu, semua se kecamatan parsoburan tau bahwa ada penderita HIV di desa A..heboh gara-gara ember nya bidan desa, tau saya pigi kesana melakukan sosialisasi dengan desa kumpul, semua nya sudah kumpul saya jelaskan juga penularan HIV yang utama adalah melalui hubungan sex bebas..kubilang sama masyarakat, siapa rupanya kalian yang berhubungan badan sama pasien itu kok sampai kek gitu takutnya kalian..terdiam masyarakat itu” (MP. 38 tahun)

Oleh karena itu sebaiknya lembaga kesehatan justru menjadi garda terdepan untuk memberikan layanan kesehatan secara baik bagi penderita bukan sebaliknya dilakukan diskiriminasi. Soalnya penderita HIV/AIDS tidak selamanya akibat dari perilaku menyimpang, melainkan tertular oleh pasangannya.

Menurut informan EH bahwa hanya sebagian kecil dari instansi pemerintahan mengerti dan paham tentang HIV-AIDS ini secara menyeluruh, beberapa instansi masih menganggap bahwa ini penyakit berbahaya yang harus dihindari akibat kurang meratanya infromasi yang diterima oleh setiap stakeholder, bahkan medis dan paramedis sendiri sekalipun masih banyak yang mengerti dengan baik tentang HIV-AIDS ini. Demikian juga halnya dalam kepengurusan KPAD Toba Samosir sehingga upaya untuk melibatkan diri dan peduli menjadi rendah. Menurut pengakuan dari salah satu operator aplikasi SIHA Puksesmas Laguboti, seperti kutipan wawancara berikut ini:

“Hambatan-hambatannya ya, sebenarnya kalau hambatan gak ada lah cuma ya..kadang ya karena ini masalah privasi, kadang pasien kurang jujur, jadi kita gak bisa menggali” (ML, 34 Tahun)

“Hambatannya salah satunya mungkin kesibukan masing-masing karena belakangan ini ada kesibukan dengan ASN atau pejabat masing-masing di instansinya, sehingga ini yang menyebabkan kita kita jarang bertemu untuk membicarakan khusus mengenai HIV- AIDS ini.” (JH, 47 tahun).

“Betul...betul Tetapi berhubung..terkendalanya inilah, karena pergantian-pergantian pimpinan ini, iya birokrasinya, jadi kembali ke awal. Jadi lupa jadinya.” (JS, 54 tahun).

Partisipasi aktif masing-masing instansi pemerintah maupun swasta dalam pelaksanaan komunikasi yang intens, baik dalam perencanaan program, implementasi program, maupun evaluasi program, akan semakin mempermudah serta meningkatkan pencapaian bersama mengenai tujuan-tujuan dari kebijakan penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Toba Samosir. Kontinuitas komunikasi akan membantu menunjukkan keterkaitan antara instansi-instansi yang terlibat dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS menjadi selaras.

Hasil komunikasi dalam penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Toba Samosir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil dari komunikasi yang selama ini sudah terbentuk dalam sistem koordinasi komite HIV-AIDS HKBP dengan pemerintah daerah dalam penanggulangan HIV-AIDS.

“Ia.. dan memang jadi komunikasi selama ini dengan pemerintah, memang komunikasi khususnya kabupaten Toba Samosir .. Kabupaten Toba Samosir memang sudah ada tertentu untuk melakukan penyuluhan misalnya BKKBN, trus..itu e Dinas Kesehatan...Dinas Kesehatan sih sampai saat ini tidak ada yang ada adalah pemuda dan olah raga, jadi mereka membuat program penyuluhan kepada sekolah-sekolah, kepada pemuda gereja, pemuda karang taruna, jadi meraka mengawinkan program ini untuk penyuluhan HIV-AIDS misalnya BKKBN dengan judulnya adalah penyuluhan Generasi Remaja tapi karena ada hubungannya dengan HIV-AIDS, mereka melibatkan komite AIDS HKBP, untuk ikut serta , ikut andil dalam penyuluhan HIV-AIDS itu salah satu

hasil kerjasama dan hasil komunikasi kami dan itu sudah terjadi dua tahun ini..gitu (EH, 37 tahun).

Dari hasil wawancara komunikasi antara Rumah Sakit Umum Daerah menyatakan bahwa komunikasinya dalam hal rujukan pasien yang ditemukan oleh RSUD.

Kalau ada kasus di Rumah Sakit Porsea..kita langsung menghubungi Komite AIDS HKBP..biasanya langsung di repairnya itu ..di pindahkan..ia.. karena rumah sakit rujukannya rumah sakit HKBP..kalau sampai saat ini kita hanya sebagi penemu aja..ditemukan dirujuk ke apa..ke rumah sakit HKBP dan ke komite sebagai pendampingan (TH, 54 Tahun)

Sehubungan dengan informasi oleh EH yang menyatakan bahwa hasil komunikasinya sudah berjalan dengan baik dengan beberapa instansi, maka untuk menguatkan pernyataan dari tersebut, peneliti juga mengadakan wawancara dengan salah satu Kepala Bidang Dinas Sosial menyatakan bahwa komunikasi mereka selama ini dengan Komite HIV-AIDS sudah baik, namun masih tersembunyi egosentris dari pihak komite sendiri yaitu dalam hal pemberian life skill dan bantuan uang tunai bagi penderita ODHA dari Kementerian Sosial Pusat.

Berikut wawancaranya :

“Jadi ada dibuat struktur atau yang namanya pengurus lah tak tau dimana SK itu..SK yang termasuk ditandatangani oleh pengarah Bupati..tetapi kayak kurang pernah duduk bersama..bagaimana sih memecahkan permasalahan HIV-AIDS Jadi terus teranglah..saya buat gambaran..Tobasa dalam penanggulangan HIV-AIDS..

Bukan...langsung mereka Langsung mereka ke komite....

Sebenarnya melalui Dinas Sosial..melalui kita..tapi kenyataan nya dari pihak kementerian ...langsung ke komite HIV-AIDS artinya bahwa dari pihak kementerian kayaknya dalam persiapan..how the neededs for HIV AIDS..apa yang diperlukan..jadi yang diperlukan itu mereka udah tau dari

sana yang disebut life skill ..nah tobasa dalam hal ini Komite HIV-AIDS...hanya menunjuk inilah orangnya, sesuai dengan data yang dari komite HIV-AIDS orang-orang yang layak untuk mendapatkan life skill, bukan melalui kita..”(SS, 52 tahun).

Menurut beliau bahwa meraka seolah-olah Dinas Sosial hanya sebagai pelengkap dalam kegiatan itu, karena mulai pengiriman data untuk kepentingan tersebut sampai dengan evaluasi di lapangan, semuanya ditangani oleh komite HIV-AIDS HKBP Balige. Kementerian Sosial sendiri secara langsung turun ke Komite untuk memberikan bantuan tersebut tanpa melalui koordinasi dengan Dinas Sosial di kabupaten.

Umpan balik dari pesan/laporan dari bupati dan lembaga legislatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejelasan umpan balik dari pesan/laporan yang disampaikan dan yang diterima. Adapun jawaban informan bahwa tidak pernah ada umpan balik dari Bupati atau dari lembaga legislatif (DPRD).

“Sama seperti yang saya katakan tadi, di awal selalu katakan itu..diawal hanya panas-panas di awal , kalau kita advokasi ,,kita duduk bersama

“Sama seperti yang saya katakan tadi, di awal selalu katakan itu..diawal hanya panas-panas di awal , kalau kita advokasi ,,kita duduk bersama

Dokumen terkait