• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Standar operasional prosedur yang tidak jelas dan dan sulit dan belum dipahami oleh setiap orang bersangkutan.

6. Pimpinan kurang mampu melaksanakan koordinasi karena tidak memiliki kharisma sebagai pemimpin

7. Forum komunikasi untuk tukar menukar informasi untuk menciptakan saling pengertian belum ada atau masih sangat sedikit yang dapat berguna untuk lancarnya pelaksanaan pekerjaan.

Gejala kurangnya koordinasi dalam suatu organisasi (Robbins 2008):

1. Adanya perselisihan antara anggota atau pimpinan unit-unit tentang tugas dan ada yang yang menganggap bukan wilayah/wewenang pekerjaannya.

2. Satu sama lain saling tidak bertanggung jawab adan saling lempar tanggung jawab.

3. Keputusan dibuat dengan kurang sempurna karena tidak termuat dengan segenap keterangan pada satuan kerja/unit (dari tingkat bawahannya).

4. Makin maraknya badan yang menangani masalah khusus atau satuan organisasi ―nonstruktural‖, misalnya: tim panitia, satuan tugas, komisi yang sebenarnya tidak dibutuhkan karena sebenarnya sudah dapat dicakup oleh badan yang sudah ada sebelumnya.

Membangun keefektifan koordinasi. Agar koordinasi dapat terlaksana dengan efektif maka diperlukan :

1. Distribusi aktifitas yang jelas.

2. Bekerja dengan semangat bagi orang-orang yang terlibat dan tetap membina hubungan baik internal maupu secara eksternal.

3. Hubungan antar anggota dan keakraban bagi setiap orang perlu selalu dikembangkan.

4. Sebaiknya koordinasi dimulai pada tahap awal dan kemudian dipertahankan secara berkesinambungan.

5. Pertemuan terbuka dan secara lengkap, kegiatan rapat waktu tertentu secara terjadwal, dibentuk susunan kepanitiaan gabungan, badan untuk yang berfungsi koordinasi staf (coordinativestaff), saling tanya jawab dengan

anggota atau setiap orang yang tergabung di dalamnya, momerendum berantai, buku untuk pedoman pelaksanaan organisasi dan prosedur pelaksanaan salah satu cara konsultasi dan komunikasi.

Koordinasi dalam menanggulangi masalah kesehatan. Salah satu bagian utama dari kegiatan manajemen adalah koordinasi, membutuhkan SDM, yang memiliki cara berfikir untuk mengatasi suatu masalah baik secara umum maupun masalah kesehatan secara khusus. Sehubungan dengan hal itu, dibutuhkan sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran, untuk memberi gambaran secara lebih jelas dan mendalam tentang makna koordinasi sebagai bagian penting dalam mengelola sera mengatur untuk mengatasi masalah yang ada.

Kesehatan dan berbagai hal dan masalah adalah tanggung jawab bersama setiap perorangan/individu, kelompok/masyarakat, organisasi pemerintah juga swasta. Yang dikatakan sebagai leading sector dalam hal upaya membangun kesehatan adalah bidang kesehatan akan tetapi dalam pelaksanaan semua tata atura/ kebijakan dan program intervensi harus diperlukan kerjasama dan berjalan secara harmonis antar stakeholder yang terlibat. Stakeholder yang terlibat secara langsung maupun yang terlibat secara tidak langsung berhubungan upaya meniningkat status kesehatan perorangan/individu, kelompok/masyarakat juga memberi masukan dan hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal status kesehatan dalam segala hal yang berkaitan dengan tata/aturan pembangunannya (health public policy). Ini menunjukkan bahwa segala upaya dilakukan

masing-masing stakeholder dapat menjadi sumbangan pikiran yang baik untuk menciptakan perilaku sehat dan lingkungan yang sehat juga.

Masalah dan segala kerumitan bidang kesehatan membutuhkan cara dan tindakan yang bersatu padu, semua orang-orang yang mempunyai kepentingan yang tergabung dan terlibat dengan bidang kesehatan membutuhkan upaya untuk senantiasa saling membantu dengan prinsip kegotong royongam, senantiasa membina hubungan melalui komunikasi, serta kegiatan atau operasi gabungan dan senantiasa saling melengkapi sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

Menanggulangi bermacam-macam masalah kesehatan tersebut dibutuhkan koordinasi baik antar program yang berbeda ataupun dengan maupun dengan orang-orang dengan wewenang sebagi pengambil keputusan saling berhubungan melalui cara dan tehnik tertentu agar kegiatan dapat terpadu dalam pelaksanaannya. perihal terpadu yang diinginkan ialah berbagai bidang mulai dari kegiatan, tenaga, biaya maupun fasilitas.

Koordinasi dan indikator di dalamnya. Cara yang dapat digunakan dalam menilai sutau koordinasi adalah :

1. Indikator Komunikasi

Komunikasi adalah kegiatan dua orang atau lebih dan terjadi pertukaran informasi, dengan tujuan menanamkan motivasi atau memberi pengarug untuk dapat merubah tingkah laku (Daft, 2002). Hal dapat dinilai dari sebuah komunikasi dalam koordinasi ialah :

a. Keberadaan (ada/tidak) informasi

b. Informai dengan alur yang jelas

c. Kecanggihan (alat) yang digunakan untuk berkomunikasi

2. Indikator Koordinasi dan Kesadaran untuk melakukan koordinasi tersebut Kesadaran dalam berkoordinasi adalah tiap stakeholder serta orang-orang yang terlibat berkewajiban mengerti dan memahami peran koordinasi supaya dapat saling bertanggungjawab dalam melaksanakan tupoksinya. Nilai-nilai yang dapat dilihat Kesadaran koordinasi adalah :

a. Apakah pelaksana koordinasi memiliki ilmu yang memadai untuk melaksanakan koordinasi.

b. Kepatuhan terhadap hasil dan kesepakatan koordinasi.

3. Indikator kemampuan menguasai/ kompetensi dari partisipan yang terlibat Kemampuan menguasai/kompetensi partisipan partisipan yang terlibat ialah adanya stakeholder yang tergabung dan memberi pengawasan terhadap proses koordinasi. Nilai-nilai yang dapat dilihat yaitu :

a. Keterlibatan pejabat

b. Keterlibatan ahli atau orang yang memiliki kompetensi

4. Indikator Koordinasi Kesepakatan (setuju), Komitmen ( (keterikatan untuk melakukan sesuatu) dan insentif (tambahan penghasilan berupa uang, barang, dan sebagainya yang diberikan untuk meningkatkan gairah kerja

Bentuk komitmen ialah bahwa anggota akan saling mengemukakan pendapat dengan manajer dan secara kontruktif untuk dapat berjalan dengan

baik (Daft, 2002). Anggota akan saling mengemukakan pendapat dengan manajer dan secara kontruktif untuk dapat berjalan dengan baik

Pimpinan bisa juga melakukan berupa aktifitas untuk memasarkan atau keterikatan untuk melakukan sesuatu dalam organisasi pada staf dan upaya selalu memberitahukan dan memberi pada staf, menjelaskan tentang hal putusan ditetapkan, memberikan diklat yang perlukan dan hal penting lainnya supaya dapat berhasil, bertindak secara adil dan memberikan award yang memiliki nilai tinggi bagi staf. Nilai-nilai kesepakatan, komitmen dan insentif Daft (2002), yaitu :

a. Kesepakatan apakah ada atau tidak.

b. Apakah kegiatan dilakukan atau tidak

c. Apakah yang melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan mendapt sanksi

d. Apakah pihak yang melakukan koordinasi mendapat insentif atau tidak.

5. Indikator Koordinasi Perencanaan yang Kontiniu

Perencanaan yang Kontiniu merupakan kegiatan koordinasi yang sudah terlaksana, perlu ada evaluasi atau tidaknya feedback (umpan balik) dari koordinator dan orang yang di koordinir tersebut, jika koordinasi tidak terpecahkan maka dibutuhkan perencanaan berkelanjutan jika hambatan masih ditemukan. Perencanaan yang Kontiniu merupakan kegiatan koordinasi yang sudah terlaksana Nilai-nilai yang dapat dilihat dari Indikator Koordinasi Perencanaan yang Kontiniu:

a. Objek dan subjek dalam koordinasi apakah memiliki feed back b. Apakah hasil kesepakatan pernah terjadi perubahan.

Kajian penelitian terdahulu

Tabel 1 Matriks kajian penelitian terdahulu mengenai penanggulangan HIV/AIDS

Nama dan Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Mitsel (2015) dari stakeholder kunci dalam penanggulangan dan pencegahan HIV-AIDS oleh KPAD dan dinas Kesehatan belum berjalan dengan baik;

Sistem pelaporan masih lemah sehingga Stakeholder Kunci kerja sendiri-sendiri. Belum m berjalan dengan baik oleh karena inisiatif pemda penanggulangan yang berbasis lokalitas daerah belum ada, namun masih bergantung dari program yang dibuat oleh pusat, serta koordinasi yang masih lemah pada di dalam instansi dan di luar instansi dan integrasi yang belum baik. 1. Stigma sosial dan budaya 2. Sumber pembiayaan/dana kesehatan, jenis kelamin, ras, dan status imigrasi;

(Bersambung)

Tabel 1 (Lanjutan) Matriks kajian penelitian terdahulu mengenai penanggulangan HIV/AIDS

Nama dan Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Ryan, Gery. W et al (2014)

Tabel 1 (Lanjutan) Matriks kajian penelitian terdahulu mengenai penanggulangan HIV/AIDS

Nama dan Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil PKMK FK UGM (2015), kepedulian terhadap HIV-AIDS di Daerah. Ketua dalam sisten kesehatan yang ada di daerah.

Tabel 1 (Lanjutan) Matriks kajian penelitian terdahulu mengenai penanggulangan HIV/AIDS

Nama dan Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penanggulangan HIV-AIDS

di Kabupaten Merauke‖ mengurangi angka kasus

baru dan kasus lama IMS,

Kerangka Pikir Penelitian

Sugiyono (2010) mengutip pendapat dari Uma Sekaran yang tertulis pada Business Research, 1992 berpendapat bahwa, garis besar alur fikir merupakan bentuk konsep tentang hubungan teori dan bermacam-macam hal yang ikut menyebabkan yang akan dan telah diteliti sebagai masalah penting.

Garis besar alur fikir yang tepat akan memberi pengertian menggunakan teori hubungan antar variasi yang dapat dikur yang akan diteliti. Teori juga menjelaskan relasi antar variasi yang dapat diukur secara variabel bebas dan variabel terikat. Jika dalam penelitian ada variabel yang memperkuat/memperlemah asosiasi secara langsung baik variabel bebas dengan variabel terikat dan variabel yang memiliki pengaruh dan asosiasi antara variabel bebas dengan variabel terikat menjadi hubungan yang tidak langsung, perlu juga diberi penjelasan, penyebab variasi itu termasuk kedalam dalam proses penelitian. hubungan antar variabel kemudian dibuat menjadi rumusan bentuk kerangka berfikir pada penelitian (Sugiyono, 2010).

Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

Gambar 1. Menjelaskan bahwa faktor faktor yang memengaruhi Komite AIDS HKBP Balige dengan Pemerintah daerah Kabupaten Toba Samosir dalam fungsi koordinasi penanggulangan HIV dan AIDS .

Fungsi Koordinasi

1. Indikator Komunikasi 2. Faktor Kesadaran untuk

berkoordinasi

3. Partisipan dan kompetensi yang dimiliki

4. Kesepakatan, komitmen dan insentif

5. Perencanaan yang kontiniu

Penanggulangan HIV/AIDS Komite HIV/AIDS RS HKBP Balige

Penanggulangan HIV /AIDS Pemerintah Daerah Kab Toba Samosir

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, disebutkan juga bahwa penelitian kualitatif difokuskan pada proses yang terjadi dalam penelitian, sehingga dalam peneltian kualitatif tidak dapat dibatasi. Pada penelitian kualitatif bahwa peneliti merupakan bagian yang penting dalam penelitian untuk memahami gejala sosial yang terjadi dalam proses penelitian.

Creswell menyoroti lima jenis utama penelitian kualitatif, yakni : (1)Etnografi (ethnography) yaitu Etnografi merupakan studi yang sangat mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami di sebuah budaya atau sebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah budaya tertentu dari sisi pandang pelakunya. (2) Studi kasus (case studies) yaitu studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas. (3) Fenomenologi (phenomenology), Studi ini mengeksplorasi makna dari pengalaman beberapa orang yang tinggal di sekitar isu-isu tertentu atau fenomena.

Asumsinya adalah bahwa ada suatu esensi atau makna sentral dari pengalaman yang dimiliki oleh individu yang dapat diselidiki dan dijelaskan melalui penelitian. Dalam studi fenomenologis, pengalaman dari orang yang berbeda dianalisa untuk menggambarkan esensi dari fenomena, seperti esensi orang yang memiliki penyakit kanker atau menjadi minoritas di lingkungan mayoritas.

(4) Grounded theory, yaitu peneliti berusaha untuk membuat sebuah teori yang menjelaskan beberapa tindakan, interaksi, atau proses. Penyidik adalah instrumen utama pengumpulan data dan upaya untuk memperoleh arti induktif dari data.Produk dari jenis penelitian kualitatif ini adalah sebuah teori substantif yang

―membumi‖ dalam data. Teori substantif cenderung untuk menjelaskan lebih spesifik, situasi sehari-hari daripada melakukan lebih formal, yang mencakup semua teori. (5) Studi sejarah (historical research). Studi biografis, termasuk sejarah kehidupan orang dan biografi klasik dan penafsiran, merupakan jenis lain dari penelitian kualitatif, di mana peneliti mengeksplorasi individu tunggal dan dia atau pengalamannya. Temuan ini sebagian besar bercerita lisan oleh orang yang sedang dipelajari atau dari dokumen dan bahan-bahan arsip yang berhubungan dengan kehidupan seseorang. Tujuannya adalah untuk menemukan dan menyajikan tema-tema yang menunjukkan poin penting dalam kehidupan seseorang yang benar-benar mengungkapkan individu.

Adapun karakteristik penelitian kualitatif adalah : (a) Memiliki setting/latar alamiah : Disebabkan berorientasi pada konteks, maka peneliti kualitatif berasumsi bahwa perilaku manusia secara signifikan dipengaruhi oleh latar dimana perilaku itu terjadi. Untuk itu dalam memahami perilaku manusia secara utuh, maka harus diamati dalam latar dimana peristiwa itu terjadi di lokasi penelitian. (b) Peneliti sebagai instrumen penelitian : Peneliti dapat melakukan penyesuaian sejalan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan.

Sebagai instrumen penelitian, ia dapat berhubungan dengan subyek penelitian dan mampu memahami keterkaitannya dengan kenyataan di lapangan. Selain itu, ia

dapat mengganti strategi dalam melakukan interaksi dengan subyek penelitian sesuai dengan situasi. (c) Bersifat deskriptif: Data yang dikumpulkan adalah berbentuk kata-kata atau gambar, bukan angka seperti dalam penelitian kuantitatif.

Data meliputi transkrip interviu, catatan lapangan, fotografi, film, video film, dokumen personal, memo, atau catatan resmi, dll. Menurut Patton (1987), ada 3 macam metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu: (i) in-depth interview; (ii) observasi langsung; dan (iii) dokumen tertulis. Pada in-depth interview dan observasi langsung, data diperoleh dari responden yang disebut dengan informan. Pemilihan informan berdasarkan atas 2 azas, yaitu: (i) azas kesesuaian; dan (ii) azas kecukupan. (d) Lebih mementingkan proses daripada hasil: Dalam pelaksanaannya, lebih melihat atau mengobservasi bagaimana perilaku yang terjadi pada latar interaksi antar individu dalam masyarakat bukan melihat bagaimana hasil atau pengaruh dari suatu interaksi. Contoh, apabila ingin melihat bagaimana stess kerja akibat beban kerja pada karyawan di suatu institusi, maka yang diamati adalah bagaimana beban kerja yang dilakukan. Dari pengamatan tersebut dapat dibuat berbagai tipologi stress kerja yang terjadi pada lokasi penelitian. (e) Adanya batas yang ditentukan oleh fokus: Alasan penetapan fokus adalah dalam melakukan pengamatan seringkali peneliti menjumpai banyak hal sehingga tanpa adanya fokus, tujuan penelitian yang diinginkan tidak tercapai.

Penetapan fokus merupakan upaya dalam menentukan batas penelitian dan lokasi penelitian. (f) Desain bersifat sementara: Desain penelitian disusun secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. Hal ini disebabkan sering berbagai fenomena tidak dapat dibayangkan sebelumnya sehingga masalah yang

telah ditetapkan dapat berubah saat peneliti berada di lapangan. (g) Hasil penelitian dapat didiskusikan dengan subyek penelitian: Disebabkan yang ingin diteliti adalah sesuatu yang spesifik dari subyek penelitian, maka pendekatan yang dilakukan tidak berdasar pada upaya menggeneralisasi secara normatif setiap perilaku yang dilakukan subyek. Agar tidak menjadi salah interpretasi, maka sebaiknya subyek diajak diskusi untuk dapat menjelaskan berbagai perilaku alasan perilakunya tersebut.

Pendekatan dalam penelitian tentang koordinasi penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Toba Samosir ini, adalah fenomonologi yang merupakan penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman informan dalam penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Toba Samosir, dengan tujuan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan koordinasi program penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Toba Samosir oleh Komite HIV/AIDS HKBP Balige dan pemerintah daerah, bagaimana koordinasi yang selama ini berlangsung diantara stakeholder yang terlibat dalam kepengurusan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kabupaten Toba Samosir dalam penanggulangan HIV dan AIDS (Cresswell, 2012).

Pendekatan dalam penelitian tentang koordinasi penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Toba Samosir ini, adalah fenomonologi yang merupakan penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman informan dalam penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Toba Samosir, dengan tujuan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan koordinasi program penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Toba Samosir oleh Komite

HIV/AIDS HKBP Balige dan pemerintah daerah, bagaimana koordinasi yang selama ini berlangsung diantara stakeholder yang terlibat dalam kepengurusan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kabupaten Toba Samosir dalam penanggulangan HIV dan AIDS (Cresswell,2012).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Toba Samosir, dengan pertimbangan adalah Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu Kabupaten yang termasuk daerah endemik HIV/AIDS dan ada kecenderungan peningkatan kasus HIV/AIDS, serta dugaan adanya masalah dalam koordinasi antara Komite HIVAIDS RS HKBP Balige dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Toba Samosir dalam hal penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Toba Samosir

Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai dengan November 2018.

Pemilihan Informan

Informan adalah orang yang yang diwawancarai dan diminta informasi ole peneliti yang dianggap mengerti dan menguasai masalah penelitian dan memahami data informasi maupun fakta dari objek penelitian. Informasi adalah data yang dikumpulkan kemudian disusun sedemikian sehingga dapat bermakna dan bermanfaat karena dapat dikomunikasikan kepada seseorang yang akan menggunakannya untuk membuat keputusan (Kumorotomo dan Margono, 2011)

Informan pada penelitian kualitatif juga didasarkan atas 2 azas, yaitu azas kesesuaian (appropriatness) dan azas kecukupan (adequacy). Azas kesesuaian

51

berarti proses pemilihan informan adalah berdasarkan pengetahuan yang berkaitan dengan topik penelitian, sedangkan yang dimaksud dengan azas kecukupan adalah proses pemilihan informan yang dianggap dapat mendeskripsikan seluruh fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian.

Maka dalam penelitian ini informan penelitian adalah stakeholder yang terlibat dalam upaya penanggulangan HIV- AIDS sesusai dengan Surat Keputusan Bupati tentang pembentukan Komisi Penanggulangan HIV-AIDS Daerah (KPAD) yaitu :

1. Kepala Daerah/ Wakil, Sekretaris Daerah Kabupaten Toba Samosir 2. Direktur RSUD Porsea Kabupaten Toba Samosir

3. Koordinator VCT RSUD Porsea Kabupaten Toba Samosir

Dokumen terkait