BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, didapatkan bahwa terdapat pengaruh yang signifkan dari variabel social influence yang
mempengaruhi konsumen dalam melakukan impulse buying. Social
influenceadalah kecenderungan seseorang untuk belajar tentang produk dan jasa dengan mengamati, mencari informasi agar sesuai dengan harapan orang lain (Bearden dalam Bearden et.al., 1992). Hal ini menunjukkan bahwa, konsumen dalam melakukan pembelian mudah terpengaruh oleh lingkungan atau orang lain. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh David et.al.(2008) dimensi-dimensi social influence yaitu
component informational dan component normative, ternyata keduanya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulse buying.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dimensi component informational
memiliki pengaruh signifikan terhadap impulse buying. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh David et.al.(2008) bahwa
component informational memiliki pengaruh signifikan tetapi berhubungan
negative dengan impulse buying. Artinya semakin tinggi component
informational maka semakin rendah impulse buying orang tersebut, begitupun sebaliknya jika semakin rendah component informational yang seseorang peroleh dari orang lain maka semakin tinggi impulse buying orang tersebut.
menunjukkan signifikansi yang positif sehingga dapat dikatakan jika semakin banyak informasi yang didapat dari orang lain maka impukse buying orang tersebut juga meningkat, begitupun sebaliknya
Selanjutnya dimensi component normative memiliki pengaruh
signifikan terhadap impulse buying.Artinya terdapat kecenderungan bahwa
individu yang memiliki component normativetinggi maka akan dengan mudah
terpengaruh oleh dukungan orang lain. Hal ini tidak sesuaidengan penelitian yang dilakukan olehDavid et.al (2008) bahwa component normative memiliki hubungan signifikan yang positif terhadap impulse buying.
Component normative mencangkup kurangnya rasa percaya diri yang mengarah pada ketergantungan orang lain untuk memutuskan apa yang "benar" atau "terbaik." Sehingga dalam melakukan pembelian suatu barang, seseorang cenderung akan merasa perlu untuk mendapatkan persetujuan lingkungannya mengenai keputusan terbaik yang akan diambil oleh orang tersebut.Hal tersebut dapat terjadi karena dalam melakukan pembelian seseorang mudah terpengaruh oleh orang lain. Dalam penelitian ini
component normative memiliki koefisien regresi yang negatif berarti jika seseorang yang memiliki component normative yang tinggi maka impulse buying orang tersebutcenderungtinggi pula, begitupun sebaliknya.
Kemudian, faktor demografis yang berpengaruh terhadap impulse buying
hanyajenis kelamin.Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan olehČinjarević (2010)menunjukkan bahwafaktor demografijenis kelamin, usia
dan status perkawinan, menghasilkanperbedaan yang signifikan
dalamkecenderunganmembeli impuls. Impulsebuyingbiasanyatampakjelas
pada perbedaan gender. Temuanyang paling banyak dilaporkanadalahbahwa perempuancenderung melakukanpembelian dari pada pria. Temuan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Widawati (2011) bahwa sejalan dengan sifat wanita yangmenyenangi belanja, maka dibanding sampel laki-laki,konsumen wanita tetap memilikikecenderungan impulse buyingtinggi yang lebihbanyak dibanding konsumen laki-laki. Sisi emosiyang cenderung mendominasi perasaan dan pikiranwanita menjadi sumber mengapa mereka menjadimudah tergugah oleh stimulasi dari lingkunganyang ditawarkan,
sekalipun mereka menyadaribahwa barang-barang tersebut belum
tentudibutuhkan.
Tetapi dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan metode analisis yang sama, sehingga hanya diambil kesimpulan secara menyeluruh bahwa jenis kelamin mempengaruhi impulse buying dan tidak diketahui besarannya masing-masing. Hal tersebut dilakukan peneliti karena jumlah sampel wanita yang lebih dominan dibandingkan laki-laki sehingga tidak
dapat dilakukan perbandingan diantara keduanya dan hal tersebut merupakan salah satu kelemahan dalam penelitian ini.
Dimensi subjective well-being yang tidak signifikan yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif.Hasil penelitian ini berarti bahwa seseorang melakukan pembelian karena mereka merasakan kepuasan terhadap hal tertentu dalam hidup mereka bukan karena adanya dorongan perasaan untuk
membeli barang tanpa adanya perencanaan sebelumnya atau impulse
buying.Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Diener et.al.(1997) yaitu suatu aspek afektif dan kognitif individu dimana mereka merasakan kepuasan terhadap aspek-aspek tertentu dari kehidupan mereka.
Selain itu dimensi self-esteem yang tidak signifikan adalah self-liking
danself-competence.Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwaself-esteem
yang berarti penilaian individu terhadap dirinya dan kurangnya kontrol individu tersebut, tidak berpengaruh terhadap impulse buying. Karena adanya dorongan dalam membeli suatu barang yang dilakukan oleh seseorang tidak hanya berasal dari persetujuan dalam diri orang tersebut saja, tetapi banyak hal lain yang dapat mendorong orang tersebut untuk melakukan pembelian. Misalnya ketidaksungguhan responden dalam mengisi angket, hal tersebut dapat terjadi karena tujuan utama mereka datang ke ritel untuk melakukan pembelanjaan.Selain itu seseorang membutuhkan kenyamanan dalam
melakukan pembelian, kenyamanan tersebut tidak hanya datang dari dalam dirinya saja tetapi bisa juga kenyamanan dari lingkungan dimana orang
tersebut melakukan pembelian.Suasana toko yang tidak nyaman
dapatmenyebabkan seseoranguntuk lebih banyak melakukan pembelian.Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmasari (2010) bahwa element-element yang ada dalam store environtment, dapat memicu atau menggerakkan pelanggan untuk membeli lebih banyak barang di luar rencana mereka.Oleh sebab itu hal diatas merupakan keterbatasan dalam penelitian ini, ketidaknyamanan suatu tempat pembelanjaan dan kurangnya kontrol dalam berbelanja dapat memicu timbulnya impulse buying.
Kemudian faktor demografis yang tidak signifikan yaitu usia. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan olehČinjarević (2010) bahwafaktor demografijenis kelamin, usia dan status perkawinan,
menghasilkanperbedaan yang signifikan dalamkecenderunganmembeli
impuls.Hasil tes Bonferroni menunjukkanperbedaan yang signifikanstatistik dalamkecenderunganmembeli impulsdi antarakonsumendengan usia 18dan2,
dankonsumendarisemua kelompokusia lainnya, di manakonsumen
inimenunjukkankecenderungan yang lebih tinggiterhadapimpulse
buyingdibandingkan dengankelompokusia lainnya. Temuan inimirip
dengantemuanWood(dalam Činjarević, 2010), yang menemukan hubungan
Hal yang patut dicatat berdasarkan adanya keunikan dari hasil penelitian, yaitu tidak signifikannya variabel subjective well-being, self-esteem dan faktor demografis (usia). Hal ini terjadi dikarenakan adanya beberapa keterbatasan atau kelemahan dalam penelitian. Antara lain partisipan yang kurang serius saat mengisi skala sehingga respon menjadi tidak terpola, atau kondisi serta situasi pada saat partisipan mengisi skala yang tidak kondusif menyebabkan partisipan menjadi tidak konsentrasi dalam memberikan responnya, atau dapat juga dikarenakan oleh banyaknya item dan tidak semua item mencakup konsep yang bisa dimengerti secara jelas oleh partisipan.
Pada penelitian ini ternyata pengaruh keseluruhan IV (subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor demografis) terhadap DV (impulse buying ) hanya 11.8%. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak variabel lain di luar penelitian ini yang ikut mempengaruhi impulse buying. Hal demikian bisa terjadi karena dalam penelitian ini hanya diteliti empat IV saja, sehingga variabel lain yang mungkin ikut berpengaruh tidak ikut diteliti.