• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.2 Subjective Well-being

2.2.1 Pengertian subjective well-being

Dalam hidup ini, kebahagiaan merupakan tujuan dari kehidupan. Kebahagiaan dapat merujuk ke banyak arti seperti rasa senang (pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna, atau bisa juga merasakan kebermaknaan (contentment). Beberapa peneliti menulis kebahagiaan sebagai sinonim dari

subjective well-being .

Menurut Diener et.al. (2005) subjective well-being adalah evaluasi kognitif dan afektif individu terhadap hidupnya, yang mana evaluasi ini termasuk reaksi emosional terhadap peristiwa serta penilaian kognitif terhadap

kepuasan dan pemenuhan kehidupan. Dengan demikian, subjective well-being

merupakan suatu konsep umum yang mencakup mengalami emosi yang menyenangkan, rendahnya tingkat suasana hati negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi. Pengalaman positif yang terkandung dalam kesejahteraan subjektif yang tinggi adalah konsep inti dari psikologi positif karena mereka membuat hidup mereka berharga.

Meskipun subjectif well-being telah banyak dipelajari dalam psikologi, terdapat riset pemasaran yang relatif kecil pada subjectif well-being. Menurut Oropesa (dalam David et.al., 2008) penelitian yang berfokus pada bagaimana perolehan barang material berhubungan dengan kepuasan kehidupan. Selain itu Penelitian sebelumnya yang dilakukan Deneve dan Cooper (dalam David et.al., 2008) menunjukkan bahwa kepuasan hidup secara langsung berkaitan dengan pengaruh positif dan berbanding terbalik dengan pengaruh negatif. Pengaruh negatif terkait dengan neurotisisme dan pengaruh positif terkait

dengan extraversion, keramahan, kesadaran dan keterbukaan terhadap

pengalaman.

Adapun teori yang digunakan untuk variabel subjectif well-being yang menjadi landasan penilitian yaitu teori yang digunakan oleh Diener et.al., (2005) menyatakan bahwa subjectif well-being adalah evaluasi kognitif dan afektif individu terhadap hidupnya, yang mana evaluasi ini termasuk reaksi emosional terhadap peristiwa serta penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan kehidupan.

2.2.2 Aspek subjective well-being

Subjective well-being mencangkup beberapa aspek. Beberapa ilmuwan menyatakan tentang aspek-aspek subjective well-being. Menurut Diener aspek tersebut dibagi menjadi dua yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif mencangkup evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global dan evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu. Sedangkan aspek afektif mencangkup evaluasi terhadap keberadaan afek positif dan evaluasi terhadap keberadaan afek negatif. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Aspek kognitif dari subjective well-being adalah evaluasi terhadap kepuasan hidup individu. Evaluasi tersebut dapat dikategorikan menjadi evaluasi umum (global) dan evaluasi khusus (domain tertentu). Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai kedua penilaian tersebut.

a. Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global, yaitu evaluasi individu terhadap kehidupannya secara menyeluruh. Penilaian umum ini merupakan penilaian individu yang bersifat reflektif terhadap kepuasan hidupnya (Diener et.al., 2005).

b. Evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu, yaitu penilaian yang dibuat individu dalam mengevaluasi domain atau aspek tertentu dalam kehidupannya, seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, rekreasi, hubungan sosial, kehidupan dengan pasangan dan kehidupan dengan keluarga (Diener et.al., 2005).

2. Aspek afektif dari subjective well-being merefleksikan pengalaman dasar yang terjadi dalam hidup seseorang. Dimana aspek tersebut dikategorikan

menjadi evaluasi terhadap keberadaan afek-afek positif dan evaluasi terhadap afek-afek negatif.

a. Evaluasi terhadap keberadaan afek positif. Afek-afek positif dianggap

bagian dari subjective well-being karena afek-afek tersebut

merefleksikan reaksi individu terhadap sejumlah peristiwa dalam hidup yang menunjukkan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan Diener et.al. (2005).

b. Evaluasi terhadap keberadaan afek negatif. Afek negatif

merepresentasikan mood dan emosi yang tidak menyenangkan dan merefleksikan respon negatif yang dialami individu sebagai reaksinya terhadap kehidupan, kesehatan, keadaan, dan peristiwa yang mereka alami (Diener et.al., 2005).

2.2.3 Karakteristik subjective well-being

Subjective well-being memiliki beberapa karakteristik. Menurut Diener (dalam Diener, Suh & Oishi, 1997) terdapat tiga karakteristik dasar subjective well-being. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Subjective well-being mencangkup faktor-faktor yang membedakan seseorang yang cukup bahagia dan sangat bahagia, kepuasan hidup dan kepuasan spesifik. Selain itu subjective well-being juga mencakup keadaan yang tidak diinginkan seperti depresi atau anxiety. Individu yang memiliki

subjective well-being yang tinggi dalam satu faktor, dapat memiliki

mengukur keseluruhan subjective well-being perlu dilakukan pengkuran mental lainnya.

2. Subjective well-being merupakan pengalaman pribadi individu, bukan sudut pandang para ahli dan peneliti.

3. Subjective well-being merupakan fokus jangka panjang dan bukan merupakan emosi sesaat.

2.2.4 Pengukuran subjective well-being

Salah satu alat ukur untuk mengukur subjective well-being adalah

Satisfaction with life scale (SWLS) yang dikembangkan oleh Diener et.al (1985). Skala SWLS ini berisi lima item dengan mengukur penilaian kognitif seseorang terhadap kepuasan kehidupannya. Selain itu untuk mengukur

subjective well-being dapat juga menggunakan Flourishing Scale (FS). Skala tersebut dikembangkan oleh Diener et.al (dalam Diener et al., 2010) yang terdiri dari delapan item yang dirancang untuk mengukur social-psychological prosperity, untuk melengkapi keberadaan pada pegukuran subjective well-being.

Untuk mengukur komponen afektif seseorang terdapat beberapa jenis skala yang dapat digunakan, salah satunya yaitu Positive Affect Negative Affect Schedule (PANAS) dari Watson, Clark dan Tellegen (1988). PANAS scale mengukur tingkat afek positif dan afek negatif individu yang terdiri dari 20 item. Selain itu terdapat Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) untuk mengukur perasaan positif dan negatif terlepas dari asal mereka, tingkat

gairah, atau sifat dalam budaya barat di mana sebagian skala telah diciptakan yang terdiri dari 12 item (Diener et al., 2010).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala SWLS dari Diener et.al (1985) dan PANAS dari Watson, Clark dan Tellegen (1988). Alasan peneliti menggunakan skala tersebut karena ingin melihat kepuasan hidup seseorang secara kognitif dan afektif seseorang.

Dokumen terkait