• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 RENDEMEN DAN KOMPOSISI MINYAK LEMO DARI BEBERAPA TIPE HABITAT L cubeba

4.2 Metode Penelitian 1 Lokasi dan lama penelitian

4.2.3 Prosedur penelitian

4.2.3.4 Distilasi uap (steam distillation)

Sampel-sampel diuji di Laboratorium Terpadu Poltekkes Bandung Kementerian Kesehatan untuk memperoleh rendemen minyak atsiri. Dalam pengujian ini, sampel-sampel diperlakukan dengan prosedur penyulingan (distilasi), yang sebelumnya telah dikeringudarakan.

Penyulingan ini menggunakan sistem distilasi uap (steam distillation) dengan waktu 2 sampai 3 jam per sampel daun, dan 4 sampai 6 jam per sampel buah dan kulit (Gambar 4.2). Prosedur distilasi uap dilakukan sesuai standar yang berlaku di Laboratorium Poltekkes1, Bandung yaitu mengalirkan uap air yang dihasilkan oleh steam generator ke wadah simplisia dan membawa minyak atsiri bersama dengan uap air tesebut. Minyak lemo yang dihasilkan ditampung pada wadah, kemudian dipindahkan ke dalam botol dan diberi label sesuai kode sampel. Distilasi uap ini merupakan metode yang paling baik karena dapat menghasilkan minyak atsiri dengan kualitas yang tinggi karena tidak bercampur dengan air (Suryani 2012: komunikasi pribadi; Zulnely et al. 2005).

1 Laboratorium Terpadu, Politeknik Kesehatan, Kemenkes di Bandung telah terstandar ISO 9001:

Gam

Gambar 4.2 Alur proses distilasi menggunakan sistim distilasi uap (A: sampel daun; B: sampel buah; C: sampel kulit batang; D: peralatan distilasi uap; E: proses penampungan minyak atsiri; F: minyak atsiri hasil penyulingan)

4.2.3.5Analisis GC-MS

Proses lebih lanjut dalam pengujian minyak atsiri adalah analisis GC-MS menggunakan alat agilent technologies GC system (GC 7890 dan 5975 C XLEI/CI MSD) pada suhu 250 oC dan MS detector pada suhu 280 oC untuk memperoleh komposisi kimia minyak atsiri (Gambar 4.3). Pavia et al. (2006) menjelaskan, pada metode analisis GC-MS dilakukan dengan membaca spektra GC untuk melihat banyaknya senyawa berdasarkan banyaknya puncak (peak).

Gambar 4.3 Alat GC-MS Agilent Technology GC: t ype 7890 MS: type 5975 (A: Perangkat alat GCMS; B: tempat input sampel minyak atsiri pada alat GCMS)

Berdasarkan data waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui senyawa apa saja yang ada dalam sampel. Tahap selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke dalam instrumen spektrometri massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu kegunaan dari kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu sampel. Setelah itu, diperoleh hasil dari spektra spektrometri massa pada grafik yang berbeda. A B C D E F A B

Informasi yang diperoleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam instrumen GC-MS adalah hasil dari masing-masing spektra. Untuk spektra GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam sampel. Adapun untuk spektra MS, bisa diperoleh informasi mengenai massa molekul relatif dari senyawa sampel tersebut.

Tahapan analisis GC-MS ini mengacu pada prosedur yang berlaku di Laboratorium Poltekkes Bandung, meliputi: (1) sample preparation, yaitu proses penyiapan sampel minyak ke dalam vial-vial (botol-botol berukuran kecil) sesuai spesifikasi alat. Pada tahap ini, minyak hasil distilasi diambil sebanyak 2.5 mg dan dimasukkan ke dalam vial dengan menggunakan larutan pencampur berupa MTC (metyl chloride) sebanyak 1 ml. Sampel-sampel ini kemudian diletakkan ke dalam rak-rak yang sudah tersedia di dalam perangkat alat GC-MS. Setelah sampel diletakkan, tahap selanjutnya alat akan bekerja secara otomatis ke tahap-tahap selanjutnya; (2) injeksi, yaitu menginjeksikan campuran larutan ke kolom GC melalui heated injection port; (3) GC separation, yaitu campuran dibawa gas pembawa (Helium) dengan laju alir tertentu melewati kolom GC yang dipanaskan dalam pemanas, kolom GC memiliki cairan pelapis (fasa diam) yang inert; (4) identifikasi senyawa melalui MS detector, mencakup aspek kualitatif (lebih dari 275000 spektra massa dari senyawa yang tidak diketahui dapat teridentifikasi dengan referensi komputerisasi) dan aspek kuantitatif (dengan membandingkan kurva standar dari senyawa yang diketahui dapat diketahui kuantitas dari senyawa yang tidak diketahui); dan (5) scanning, yaitu pencatatan spektra massa secara reguler dalam interval 0.5–1.0 detik selama pemisahan GC dan disimpan dalam sistem instrumen data untuk digunakan dalam analisis. Spektra massa berupa fingerprint ini selanjutnya dibandingkan dengan acuan.

4.2.4 Analisis data

Data minyak atsiri hasil distilasi dan analisis GC-MS disajikan dalam bentuk tabulasi dan dibandingkan antar tipe habitat. Penyajian data dalam penelitian ini mencakup variasi rendemen dan komposisi minyak L. cubeba antar bagian pohon; dan variasi yang terjadi pada 17 lokasi penelitian. Tahapan analisis data terkait rendemen dan komposisi minyak atsiri diuraikan lebih lanjut sebagai berikut: 1) Penentuan kadar air (KA)

Kadar air sampel ditentukan untuk menentukan berat sampel kering setelah dikeluarkan minyaknya melalui penyulingan.

Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus:

(Berat awal – Berat akhir)

Kadar Air (KA) = x 100 % Berat awal

2) Penentuan berat minyak

Berat minyak lemo yang dihasilkan ditentukan berdasarkan tahapan perhitungan sebagai berikut:

- Menimbang berat wadah kosong (A) - Menimbang berat wadah berisi minyak (B) - Berat minyak (gr) = B – A

3) Penentuan berat sampel kering.

Berat sampel kering setelah dikeluarkan minyaknya sangat diperlukan untuk menentukan besarnya rendemen dari bahan baku yang digunakan.

Perhitungan berat sampel kering adalah sebagai berikut: Berat sampel kering (gr) = Berat awal – KA x Berat awal 4) Penentuan rendemen

Rendemen minyak atsiri yang dihasilkan dapat dihitung menggunakan pendekatan perbandingan berat sampel kering (gr) terhadap volume minyak yang dihasilkan (ml), dengan asumsi 1 ml minyak setara dengan 1 gr minyak. Pendekatan lain yang digunakan adalah perbandingan antara berat minyak yang dihasilkan terhadap berat sampel (bahan baku) yang digunakan (dalam satuan persen).

5) Penentuan komposisi kimia

Penentuan komposisi senyawa yang terkandung di dalam minyak lemo diperoleh dari hasil analisis GC-MS. Hasil analisis GC-MS akan memberikan data tentang jenis-jenis senyawa kimia dan grafik spektrometri yang menunjukkan kelimpahan masing-masing komponen yang ditunjukkan oleh peak area. Semakin tinggi peak area menunjukkan semakin tinggi kemelimpahan komponen kimia tertentu. Dalam penelitian ini akan ditekankan pada komponen-komponen dominan yang terkandung dalam minyak lemo.

6) Analisis keterkaitan antara tipe-tipe habitat dengan minyak atsiri

Analisis selanjutnya dilakukan untuk mengetahui apakah perbedaan tipe habitat berhubungan dengan rendemen atau kandungan senyawa minyak atsiri yang dihasilkan, yaitu analisis statistik menggunakan analysis of variances (anova) yang dioperasikan menggunakan perangkat SPSS 14.0.

Terdapat dua aspek pokok dalam penelitian ini yang akan dianalisis, yaitu: (1) hubungan antara tipe habitat dan rendemen minyak lemo; dan (2) hubungan antara tipe habitat dan kandungan senyawa minyak lemo. Penentuan signifikansi hubungan didasarkan pada kriteria bahwa apabila nilai P-value <

α = 0.05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara tipe-tipe habitat dan

minyak atsiri (rendemen atau kandungan senyawa kimia).

Dalam pengujian ini dilanjutkan dengan melihat ada tidaknya perbedaan dari keempat tipe habitat. Hasil pengujian akan menyatakan hipotesis nol (H0) diterima atau ditolak, yaitu:

H0 : tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata rendemen/kandungan senyawa yang dihasilkan dari keempat tipe habitat.

H1 : terdapat perbedaan nilai rata-rata rendemen/kandungan senyawa yang dihasilkan dari keempat tipe habitat.

Selanjutnya untuk mengetahui tingkat perbedaan antar habitat dilakukan uji lanjut menggunakan uji-t. Alasan penggunaan uji-t ini didasarkan pada pertimbangan terkait dengan karakter data rata-rata dari dua lokasi yang berbeda pada penelitian ini, sehingga uji ini digunakan untuk menguji hipotesis komparatif (uji perbedaan) dari ukuran sampel yang kecil dan varians populasinya tidak diketahui. Uji-t merupakan salah satu teknik statistik parametrik dan membedakan nilai rata-rata kelompok (Supranto 2004).

Bentuk uji yang dipilih dari uji-t ini adalah independent t-test digunakan untuk membandingkan dua kelompok rata-rata dari dua sampel yang berbeda dan

saling independen. Prosedur uji ini adalah dengan membandingkan dua tipe habitat, sehingga hasil yang diperoleh adalah tiga pasang perbedaan antar habitat, masing-masing untuk rendemen dan kandungan senyawa. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah:

H0 : tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata rendemen/kandungan pada habitat A dengan nilai rata-rata rendemen/kandungan senyawa pada habitat B. H1 : terdapat perbedaan nilai rata-rata rendemen/kandungan senyawa pada

habitat A dengan habitat B.

Hasil pengujian akan diketahui apakah dua habitat dikatakan berbeda berdasarkan nilai signifikansi (P-value) , yaitu bila P-value < α = 0.05. Hasil akhir dari analisis ini disusun matrik perbedaan antar habitat hasil rekapitulasi masing-masing tingkat perbedaan di atas, sehingga dapat diketahui habitat mana saja yang berbeda antara satu dengan lainnya.

4.3 Hasil dan Pembahasan 4.3.1 Hasil