• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor biofisik yang berperan menghasilkan rendemen dan kandungan senyawa minyak lemo

MENGHASILKAN MINYAK ATSIR

5.2 Metode Penelitian

5.2.2 Bahan dan alat

5.3.1.2 Faktor-faktor biofisik yang berperan menghasilkan rendemen dan kandungan senyawa minyak lemo

Berdasarkan hasil analisis pada Bab 3 dan analisis faktor-faktor habitat di atas diketahui bahwa L. cubeba cenderung tumbuh pada areal-areal bekas gangguan dengan kondisi lahan yang secara umum kritis. Hal ini menunjukkan bahwa pohon ini memiliki preferensi (kecocokan tertentu) terhadap faktor-faktor habitat tersebut.

Faktor-faktor habitat yang berperan terhadap rendemen minyak

Berdasarkan hasil analisis stepwise regression terhadap hubungan antara 32 faktor biofisik habitat dan minyak atsiri yang dihasilkan, diperoleh lima faktor yang secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap rendemen dengan nilai R2 sebesar 0.75, yaitu: (1) rasio C/N; (2) kandungan Fe; (3) kelerengan; (4) porsi liat tanah; dan (5) air tersedia. Berdasarkan tabel anova atau hasil uji F (Lampiran 6a), diperoleh nilai F hitung sebesar 14.66 dengan P-value sebesar 0.000 < α = 0.05 , sehingga dapat dinyatakan bahwa kelima faktor secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap rendemen minyak lemo. Persamaan regresi linier berganda dari model terpilih adalah Yrendemen = 8.2667 – 0.199 X1– 0.984 X2 + 0.042 X3 + 0.091 X4 + 0.102 X5.

Xi pada persamaan di atas adalah faktor-faktor habitat yang berpengaruh, meliputi: X1 = rasio C/N; X2 = kandungan Fe; X3 = kelerengan; X4 = porsi liat tanah; dan X5 = air tersedia dalam tanah.

Dari persamaan di atas dapat diketahui pola hubungan antara faktor-faktor habitat dengan rendemen minyak lemo, yaitu: (1) rasio C/N dan kandungan Fe berbanding terbalik terhadap rendemen (hubungan negatif); dan (2) kelerengan, porsi liat tanah dan air tersedia berbanding lurus terhadap rendemen (hubungan positif). Pengujian lebih lanjut secara parsial terhadap masing-masing peubah menunjukkan bahwa masing-masing faktor berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen minyak lemo pada taraf nyata 5 % (P-value < 0.05).

Faktor-faktor habitat yang berperan terhadap kandungan senyawa kimia Hasil pengujian diperoleh faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap kandungan senyawa minyak lemo mencakup lima faktor yang secara bersama-sama berpengaruh nyata dengan nilai R2 sebesar 0.74, yaitu: (1) ruang pori total; (2) sulfur (S); (3) air tersedia; (4) nitrogen (N); dan (5) magnesium (Mg). Hasil analisis ini memberikan informasi bahwa faktor tanah baik sifat fisika maupun kimia memiliki peran dominan terhadap kandungan minyak atsiri L. cubeba.

Berdasarkan tabel anova atau uji F, diperoleh nilai F hitung sebesar 14,038 dengan nilai P-value sebesar 0.000 (P-value < α = 0.05) sehingga model regresi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kandungan sineol minyak L. cubeba atau dapat dikatakan bahwa ruang pori total, sulfur, air tersedia, N dan Mg secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kandungan senyawa kimia minyak lemo. Berdasarkan tabel koefisien pada analisis ini (Lampiran 6b) diperoleh persamaan regresi linier berganda, yaitu Ysineol = 67.687 – 0.232 X1 + 12.263 X2– 0.297 X3 + 14.804 X4– 2.381 X5.

Variabel Xi pada persamaan di atas adalah faktor-faktor habitat yang berpengaruh terhada kandungan senyawa kimia minyak lemo, yang dalam hal ini diwakili oleh eucalyptol/sineol, meliputi: X1 = ruang pori total; X2 = kandungan

sulfur (S); X3 = air tersedia dalam tanah; X4 = kandungan nitrogen; dan X5 = kandungan unsur Mg. Seluruh faktor yang berpengaruh merupakan faktor-faktor tanah, mencakup sifat fisika dan kimia tanah.

Dari persamaan di atas dapat diketahui pola hubungan antara faktor-faktor habitat dengan kandungan senyawa kimia minyak lemo, yaitu: (1) kandungan sulfur dan nitrogen berbanding lurus terhadap kandungan senyawa kimia (hubungan positif); dan (2) ruang pori total, air tersedia dan kandungan Mg berbanding terbalik terhadap kandungan senyawa kimia minyak lemo.

Hasil uji-t secara parsial terhadap masing-masing faktor dan pengaruhnya terhadap kandungan senyawa kimia minyak lemo, diketahui bahwa P-value berada pada kisaran antara 0.000 – 0.018 (P-value < α = 0.05). Berdasarkan hasil analisis ini dapat dinyatakan bahwa masing-masing faktor secara parsial juga berpengaruh signifikan terhadap kandungan senyawa kimia minyak lemo.

5.3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap faktor-faktor habitat diketahui bahwa pohon L. cubeba tumbuh pada zona montana (1500 – 2400 mdpl), lereng umumnya curam, dan pada kisaran tertentu dari faktor-faktor iklim secara mikro. Hal ini mengindikasikan bahwa pohon L. cubeba selain tumbuh pada areal-areal terbuka bekas gangguan, juga didasarkan pada kisaran toleransi tertentu terhadap faktor- faktor iklim dan lereng.

Ditinjau dari segi bentuk kecenderungan kondisi faktor-faktor tanah, habitat pohon L. cubeba tergolong memiliki tanah-tanah yang secara umum berkategori kritis, hal paling jelas terlihat pada tekstur tanah yang sebagian besar (> 50 %) porsi tanah berupa fraksi pasir yang menunjukkan tanah-tanah cenderung porous (kurang mampu menyimpan air). Kondisi tersebut dibuktikan oleh kandungan air tersedia dalam tanah yang secara umum rendah ata-rata hanya 17 % (< 50 %). Hal ini menunjukkan bahwa tanah-tanah mengalami cekaman kekeringan yang sangat tinggi.

Ditinjau dari segi sifat kimia, habitat pohon L. cubeba cenderung berupa tanah-tanah masam (pH 4.0–5.5), yang menunjukkan terbatasnya unsur-unsur hara tersedia bagi tanaman. Tanah-tanah pada habitat L. cubeba memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, ditandai dengan nilai C-organik berkisar antara 1.76– 8.47, N-total 0.14–0.62 dan rasio C/N antara 10.00–20.00. Kondisi tersebut yang membuat L. cubeba mampu tumbuh dan berkembang dengan baik karena didukung oleh tersedianya bahan-bahan organik, namun demikian secara umum lahan-lahan tempat tumbuh pohon ini cenderung memiliki KTK yang rendah, berakibat pada rendahnya serapan hara yang dilakukan oleh tanaman di atasnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa pohon L. cubeba diduga kemampuan tumbuh dengan baik pada kondisi dukungan faktor-faktor tanah yang cenderung mengalami tekanan tinggi akibat gangguan. Hal ini berhubungan dengan preferensi ekologis bagi L. cubeba terhadap faktor-faktor lingkungan tertentu untuk menghasilkan minyak atsiri sebagai salah satu metabolik sekunder.

Hasil analisis hubungan faktor-faktor biofisik dan minyak atsiri membuktikan pernyataan di atas bahwa L. cubeba memiliki preferensi ekologis terhadap faktor-faktor habitat tertentu dalam menghasilkan minyak atsiri, lima faktor berperan terhadap rendemen dan lima faktor pula berperan terhadap

kandungan senyawa kimia. Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen dan kandungan senyawa kimia minyak atsiri secara keseluruhan adalah faktor tanah ditambah faktor lereng (topografi).

Dalam kaitannya dengan rendemen minyak atsiri, didasarkan pada persamaan regresi diketahui bahwa meningkatnya rasio C/N dan kandungan Fe dalam tanah akan semakin menurunkan rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Sebaliknya faktor lereng, porsi liat tanah dan air tersedia yang semakin meningkat akan mampu meningkatkan rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Rasio CN merupakan parameter kimia tanah yang menunjukkan tingkat kematangan tanah dalam menghasilkan nutrisi bagi tanaman. Karena C:N rasio pada tanah relatif konstan maka ketika residu tanaman ditambahkan ke dalam tanah yang memiliki C:N rasio relatif besar, residu tanaman akan terdekomposisi dan meningkatkan emisi CO2 ke atmosfer, dan sebaliknya akan terjadi depresi pada nitrat tanah karena immobilisasi oleh mikroorganisme. Lahan hutan pada umumnya mempunyai C:N rasio lebih tinggi bila dibanding lahan yang diubah menjadi agroekosistem. Tingginya rasio C:N pada lahan hutan ini mencerminkan kualitas substrat yang terurai relatif rendah, karena kualitas substrat yang rendah mencerminkan laju respirasi yang rendah pula. Rendahnya laju pelepasan karbon pada lahan hutan dibanding pada alang-alang ini disebabkan bahwa tingginya rasio C:N pada lahan hutan berkisar antara 13 sampai 16, sementara pada lahan alang-alang 5 tahun berkisar 9 sampai 11, dan alang-alang lebih dari 10 tahun berkisar antara 10 sampai 13.

Semakin rendah nilai C/N menunjukkan kandungan nitrogen semakin tinggi yang berarti bahan-bahan organik pada tanah telah banyak terdekomposisi menjadi hara, sehingga kebutuhan nutrisi tanaman dapat terpenuhi dan produksi biomassa meningkat, pada proses fisiologis diduga terdapat porsi tertentu nitrogen diperlukan untuk memproduksi minyak atsiri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Raharjo (2012) tentang faktor-faktor yang memengaruhi kandungan minyak atsiri rimpang jahe menunjukkan bahwa penambahan pupuk N berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Dengan demikian, perlakuan-perlakuan untuk mempertahankan rasio C/N dalam kondisi rendah diperlukan untuk meningkatkan rendemen minyak atsiri yang dihasilkan.

2) Fe (zat besi) merupakan salah satu unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam bentuk ion Fe2+ dan Fe3+. Fungsi Fe bagi tanaman ialah untuk pembentukan hijau daun (klorofil); berperan penting dalam pembentukan karbohidrat, lemak dan protein; diperlukan dalam pembentukan enzim-enzim seperti catalase, peroksidase, prinodic hidroginase dan cytohrom oxidase (Hanafiah 2007). Sumber-sumber Fe di alam umumnya terdapat pada batuan mineral seperti khlorite dan biotit. Pada sisi yang lain, tingginya kandungan Fe pada tanah juga memberikan dampak yang berbahaya bagi tanaman. Sebagaimana hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa semakin meningkat kandungan Fe pada tanah dapat menurunkan rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Hal ini diduga karena peningkatan Fe pada tanah-tanah di daerah gunung berapi cenderung menghambat metabolisme pada tumbuhan, termasuk produksi metabolit sekunder.

Hasil penelitian Jelali et al. (2012) tentang pengaruh defisiensi terhadap aktivitas metabolisme sekunder pada Pisum sativum menunjukkan bahwa semakin rendah kandungan Fe pada tanah, semakin meningkatkan aktivitas enzim pada jalur asam shikimat ditandai dengan meningkatnya kandungan fenolik dan flavanoid pada tubuh tanaman. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan Fe di dalam tanah menjadi penghambat terbentuknya senyawa- senyawa metabolik sekunder dari jalur asam shikimat. Dalam kaitannya dengan kandungan minyak atsiri sebagai senyawa yang tergolong ke dalam kelompok terpenoid, terhambatnya aktivitas enzim pada jalur asam shikimat dapat menurunkan produksi terpenoid termasuk minyak atsiri.

Keberadaan Fe di dalam tanah juga cenderung mengikat unsur-unsur penting di dalam tanah seperti fosfor dan sulfur (Hanafiah 2007). Sulfur dalam tanah dapat diikat oleh Fe dalam bentuk FeSo4. Hal ini berakibat pada kandungan sulfur di dalam tanah menjadi tidak tersedia bagi tanaman, padahal sulfur merupakan salah satu unsur pembentuk minyak atsiri.

3) Faktor lereng merupakan faktor penting bagi peningkatan rendemen minyak atsiri. Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin curam kemiringan suatu lahan, menghasilkan rendemen yang semakin tinggi. Hal ini diduga bahwa pada areal-areal yang curam memiliki kondisi stres lingkungan yang lebih tinggi karena kandungan nutrisi pada tanah umumnya rendah dan penyinaran matahari yang tidak merata, hal ini memicu tumbuhan untuk menghasilkan senyawa metabolik sekunder yang lebih tinggi diantaranya adalah produksi minyak atsiri. Hasil pengujian minyak atsiri sebagaimana disajikan pada Tabel 4.4 (Bab 4) membuktikan bahwa hasil rendemen tertinggi dijumpai pada lokasi-lokasi yang umunya berlereng curam sampai sangat curam. Hasil peneltian Ulfah dan Karsa (2007) terhadap rendemen minyak daun rambu atap (Baeckea frustescens) yang diambil dari dua tempat dengan topografi yang berbeda, diperoleh bahwa lokasi Rantau dengan topografi curam menghasilkan rendemen lebih tinggi (0.77 %) daripada Landasan Ulin yang topografinya landai (0.69 %).

4) Porsi liat tanah pada dasarnya berkaitan erat dengan kemampuan tumbuhan untuk menyerap unsur-unsur yang diperlukan oleh tumbuhan, di samping juga sebagai agen pengikat yang penting dalam agregasi tanah (Hanafiah 2007; Hardjowigeno 2003). Porsi liat yang memadai juga berhubungan erat dengan pengikatan air tanah, karena fraksi ini membuat tanah-tanah menjadi tidak porous. Berdasarkan hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa meningkatnya porsi liat tanah dapat meningkatkan rendemen minyak atsiri. Hal ini terkait dengan ketersediaan ion-ion yang diperlukan bagi tanaman, meningkatnya porsi liat, berarti meningkatkan KTK, kation-kation yang diperlukan tanaman dapat dengan mudah dipertukarkan oleh tanah dan tanaman. Dari Gambar 5.5 di atas diketahui bahwa secara keseluruhan nilai KTK di lokasi penelitian cenderung rendah sampai sedang, kecuali areal hutan mati. Terlepas dari kondisi KTK pada areal hutan mati (TA dan PW), terlihat bahwa lokasi GW dan BK2 memiliki KTK dengan kategori sedang menghasilkan nilai rendemen minyak atsiri yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa L. cubeba membutuhkan porsi liat yang tidak terlalu tinggi untuk memproduksi minyak atsirinya.

5) Air tersedia berperan meningkatkan rendemen minyak atsiri. Hal ini berkaitan dengan peran air dalam tanah sebagai media pengangkut hara-hara dan mineral yang diperlukan oleh tumbuhan. Meskipun pohon L. cubeba mampu tumbuh dengan baik pada kondisi tanah-tanah yang mengalami cekaman kekeringan, peningkatan air tersedia sampai pada batas tertentu sangat diperlukan bagi pohon ini untuk menghasilkan rendemen minyak atsiri yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tanah-tanah bekas kebakaran umumnya memiliki kandungan air tersedia lebih tinggi dibandingkan areal-areal lainnya. Hal ini berkontribusi dengan tingginya nilai rendemen pada areal-areal tersebut, tetapi kondisi ini tidak berlaku bagi areal hutan mati, walaupun kandungan air dalam tanah secara umum lebih tinggi dari areal lainnya, rendemen minyak atsiri yang dihasilkan sangat rendah. Hal ini diduga bahwa pada areal ini terdapat faktor-faktor lain yang pengaruhnya lebih kuat dalam menghambat produksi minyak atsiri.

Dalam kaitannya dengan kandungan senyawa kimia minyak atsiri, didasarkan pada persamaan regresi diketahui bahwa: (1) kandungan sulfur dan nitrogen berbanding lurus terhadap kandungan senyawa kimia (hubungan positif), yang berarti bahwa peningkatan sejumlah tertentu unsur-unsur ini, akan meningkatkan kandungan senyawa kimia minyak atsiri; dan (2) ruang pori total, air tersedia dan kandungan Mg berbanding terbalik terhadap kandungan senyawa kimia minyak lemo, yang berarti bahwa peningkatan sejumlah taraf dari faktor- faktor ini dapat mengurangi pembentukan senyawa kimia minyak atsiri. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

1) Kandungan sulfur (belerang) pada tanah memberi peran yang sangat signifikan dalam menghasilkan senyawa kimia minyak lemo. Semakin meningkat kandungan belerang dalam tanah, akan semakin meningkatkan kandungan senyawa kimia minyak atsiri yang dihasilkan. Belerang merupakan unsur yang identik dengan kawasan gunung berapi, sehingga wajar apabila unsur ini tersebar pada seluruh habitat L. cubeba. Belerang sangat dibutuhkan oleh tanaman karena fungsinya dalam pembentukan bintil-bintil akar, dan sebagai unsur penting beberapa jenis protein seperti cystein, methionin dan thiamine. Sulfur diserap oleh tanaman sebagian besar berbentuk sulfat (SO42-) dan hanya sebagian kecil berbentuk SO2.

Dalam kaitannya dengan pembentukan senyawa minyak atsiri, diduga unsur ini memiliki peran yang besar sebagai salah satu penentu terbentuknya senyawa- senyawa seperti sineol, sabinen dan senyawa-senyawa dominan lainnya. Power dan Prasad (1997) menerangkan, keberadaan sulfur dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Konsentrasi sulfat dalam larutan tanah akan semakin menurun apabila kadar air tanah meningkat. Hal ini terkait langsung dengan pengaruh air tersedia bagi kandungan senyawa kimia, meningkatnya air tersedia dapat menurunkan kandungan senyawa minyak atsiri, karena kandungan sulfat mengalami penurunan.

Selain air tanah, sulfat dalam tanah juga bisa menjadi tidak tersedia bagi tanaman dengan meningkatnya kandungan Fe dan Al, karena kedua unsur merupakan agen penjerap sulfat dalam bentuk senyawa FeSO4 dan AlSO4. Kondisi ini sekaligus membuktikan bahwa peningkatan Fe, selain berakibat

menurunnya rendemen, juga dapat menurunkan kandungan senyawa minyak atsiri karena terbatasnya sulfat bagi tanaman.

2) Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk- bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3, namun bentuk lain yang juga dapat diserap adalah NH4, dan urea (CO (N2))2 dalam bentuk NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut, sebagian kembali sebagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau bertambah karena pengendapan. Nilai prosentase nitrogen dalam tanah dikelompokkan ke dalam lima kategori berikut (Hardjowigeno 2003): (1) sangat rendah (N (%) < 0.10; (2) rendah (0.10–0.20); (3) sedang (0.21–0.50; (4) tinggi 0.51–0.75; dan (5) sangat tinggi (≥ 0.75). Kandungan nitrogen dalam tanah berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan senyawa kimia minyak lemo. Hasil regresi menunjukkan bahwa semakin meningkat kandungan N dalam tanah akan semakin meningkatkan kandungan senyawa minyak atsiri. Hal ini terkait dengan kebutuhan tanaman terutama dalam pembentukan protein, memacu pertumbuhan vegetatif, pembentukan klorofil, lemak dan senyawa-senyawa lainnya. Berdasarkan hal tersebut dapat dibuktikan bahwa N merupakan unsur yang paling dibutuhkan oleh tanaman. Terbatasnya N pada areal-areal terganggu disebabkan kurangnya pengikatan oleh mikroorganisme tanah yang jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan mikroorganisme yang ada di hutan-hutan yang tidak terganggu.

Dalam hubungannya dengan kandungan minyak atsiri dapat dijelaskan bahwa serapan N oleh tanaman secara langsung terkait dengan serapan S dan juga P. Hal ini dijelaskan oleh Power dan Prasad (1997) bahwa S selalu diserap tanaman bersamaan dengan serapan N dan P, yaitu dari serapan N terdapat 10– 15 % berupa serapan S dan dari serapan P terdapat sejumlah tertentu berupa serapan S. Dengan demikian apabila tanaman mengalami kekurangan unsur N atau P, kemungkinan besar akan terjadi kekurangan unsur S. Hal ini dapat berimplikasi terhadap berkurangnya pembentukan minyak atsiri pada tanaman. Dari persamaan regresi juga dapat diketahui bahwa kedua faktor (S dan N) memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kandungan senyawa minyak atsiri, peningkatan satu satuan dari kedua faktor, dapat meningkatkan kandungan senyawa masing-masing sebesar 12.3 % dan 14,8 %.

3) Ruang pori pada tanah merupakan bagian dari tanah yang ditempati oleh air dan udara. Ruang pori total terdiri atas ruangan-ruangan di antara partikel pasir, debu dan liat, serta ruang-ruang di antara agregat-agregat tanah (Soepardi 1983). Menurut Hanafiah (2005), ruang pori total ini berpengaruh terhadap porositas tanah. Hardjowigeno (2003) bahwa porositas berhubungan erat dengan kandungan bahan organik tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan bahan organik pada habitat L. cubeba cenderung tinggi. Dengan demikian peningkatan ruang pori total dapat berkontribusi dalam menurunkan kandungan senyawa minyak atsiri, karena dengan peningkatan ini, tanah-tanah

menjadi lebih subur yang kemudian berimplikasi pada berkurangnya produksi metabolik sekunder.

4) Air tersedia sebagaimana telah diulas sebelumnya berperan meningkatkan rendemen, tetapi peningkatan air tersedia justru dapat menurunkan kandungan senyawa kimia minyak lemo yang dihasilkan. Hal ini akan sangat terkait dengan manajemen produksi minyak atsiri, yaitu apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan kandungan senyawa kimia, terutama sineol sebagai komponen paling dominan, habitat dengan kondisi tanah yang kering lebih diutamakan untuk dilakukan. Demikian sebaliknya, apabila rendemen yang perlu ditingkatkan maka tanah-tanah yang semakin basah akan semakin meningkatkan rendemen. Pada kasus ini diperlukan analisis yang lebih detail untuk menemukan nilai yang optimal, baik untuk rendemen maupun kandungan senyawa kimia minyak lemo. Hal ini didasarkan pada hasil pengujian sifat tanah dan kondisi di lapangan yang menujukkan secara umum tanah-tanah mengalami cekaman kekeringan.

5) Kandungan unsur Mg dalam tanah merupakan unsur hara esensial bagi tanaman yang diperlukan untuk membentuk klorofil bersama-sama dengan Fe. Unsur ini juga merupakan bagian penting dari enzim organic pyrophosphatse dan carboxy peptisida yang diduga merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan buah. Berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa semakin meningkat unsur ini di dalam tanah dapat menurunkan kandungan senyawa kimia minyak lemo yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa unsur ini diperlukan dalam jumlah yang sangat terbatas untuk membentuk senyawa-senyawa metabolik sekunder. Dengan pernyataan lain bahwa penambahan unsur Mg pada tanah tidak diperlukan mengingat peningkatan unsur ini justru dapat menurunkan kandungan senyawa kimia minyak atsiri.

Faktor-faktor iklim dan ketinggian tempat tidak berpengaruh secara signifikan baik terhadap rendemen maupun kandungan senyawa kimia. Hal ini diduga karena faktor-faktor tersebut sudah pasti sebagai syarat tumbuh utama bagi eksistensi populasi pohon L. cubeba di wilayah pegunungan, yaitu pada rentang ketinggian tertentu dari permukaan laut dan kisaran kondisi iklim tertentu. Demikian pula dengan faktor-faktor dimensi pertumbuhan pada pohon, diameter dan volume tajuk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap minyak atsiri yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa meskipun dalam konteks kemelimpahan dalam ekosistem ditentukan oleh kondisi iklim dan ketinggian tempat sebagai lokasi sebaran utama pohon ini, tetapi pembentukan minyak atsiri sebagai metabolik sekunder pada pohon L. cubeba lebih dipengaruhi oleh faktor kemiringan lereng dan faktor-faktor tanah. Dengan pernyataan lain bahwa kecocokan tertentu suatu spesies untuk tumbuh dan berkembang pada habitatnya yang apabila ditinjau dari segi tipe ekosistem hutan pegunungan dipengaruhi oleh faktor-faktor klimatis, belum tentu faktor-faktor iklim memberikan pengaruh terhadap pembentukan senyawa metabolik sekunder terutama minyak atsiri. Hal ini bukan berarti faktor-faktor iklim diabaikan dalam mempengaruhi terbentuknya minyak atsiri, mengingat faktor-faktor tanah juga sangat bergantung pada faktor-faktor iklim, misalnya kandungan air dalam tanah

dipengaruhi oleh curah hujan dan intensitas cahaya, kandungan bahan organik dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, dan sebagainya.

Kessler dan Kluge (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pola-pola kecocokan tertentu suatu spesies dalam suatu habitat cenderung masih bersifat dugaan, tetapi dijelaskan lebih lanjut bahwa hal-hal yang paling memungkinkan adalah variabel iklim seperti suhu dan kelembaban, ketersediaan energi dan produktivitas ekosistem, proses sejarah dan evolusi, dan keterbatasan daerah sebaran. Pernyataan tersebut lebih menjelaskan pada kehadiran suatu spesies pada wilayah-wilayah tertentu untuk berintegrasi dengan lingkungannya. Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa L. cubeba memiliki preferensi terhadap areal-areal bekas gangguan di wilayah pegunungan, dan memiliki preferensi yang lebih spesifik terhadap faktor lereng dan tanah dalam menghasilkan minyak atsiri.

5.4 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor