• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Distribusi Pendapatan

Nilai rata-rata Indeks gini di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama tahun 2010-2016 menunjukkan ketidakmerataan rendah dengan kecenderungan untuk meningkat selama periode tersebut. Standar deviasi Indeks gini menunjukkan adanya penurunan selama tahun 2010-2016. Nilai rata-rata dan standar deviasi ini mengindikasikan bahwa ketidakmerataan tingkat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara semakin tinggi (Tabel 4.2).

Ketimpangan pendapatan di tingkat kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara sangat beragam, meskipun nilai maksimum menunjukkan ketidakmerataan yang sedang. Pada tahun 2013, nilai rata-rata Indeks gini meningkat dibanding tahun sebelumnya dan termasuk dalam ketidakmerataan sedang, serta standar deviasi yang meningkat menunjukkan sebaran Indeks gini yang semakin beragam antar kabupaten/kota. Tahun 2011-2012 nilai rata-rata Indeks gini meningkat dengan

standar deviasi yang semakin kecil, mengindikasikan ketimpangan di tingkat kabupaten/kota yang semakin tinggi. Tahun 2014 dan tahun 2016 mengalami sedikit perbaikan dibanding sebelumnya, dengan penurunan nilai rata-rata indeks gini yang disertai dengan penurunan standar deviasi, yang menunjukkan bahwa ketimpangan di tingkat kabupaten/kota sedikit berkurang. Akan tetapi kondisi ini kembali memburuk di tahun 2015 dengan peningkatan nilai rata-rata Indeks gini dan standar deviasinya.

Tabel 4.2

Ukuran Statistik Deskriptif Indeks Gini di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata 0,2797 0,2962 0,2998 0,2847 0,2774 0,3032 0,2951 Standar

Deviasi

0,0433 0,0400 0,0398 0,0432 0,0377 0,0441 0,0364 Minimum 0,2152 0,2213 0,2259 0,2069 0,2109 0,2349 0,2136 Maksimum 0,4268 0,3705 0,3940 0,3959 0,3557 0,3982 0,3726 Sumber: www.bps.go.id, diolah tahun 2019

Berdasarkan urutan nilai Indeks gini, kabupaten Tapanuli Selatan, Batu Bara, Padang Lawas Utara, Labuhanbatu Utara dan Serdang Bedagai masuk sebagai sepuluh kabupaten/kota dengan Indeks gini terendah selama tahun 2010-2016. Sedangkan kabupaten Samosir, Toba Samosir, kota Gunungsitoli dan Medan sebagai kabupaten/kota yang selalu berada di lima provinsi dengan Indeks gini terbesar, memiliki ketimpangan paling tinggi dibandingkan lainnya.

Kabupaten Labuhan Batu dan Langkat memiliki ketimpangan yang memburuk, yang pada tahun 2010 termasuk sebagai sepuluh kabupaten/kota dengan nilai indeks gini terendah, dan pada periode berikutnya menurun dan masuk sebagai kabupaten/kota dengan nilai Indeks gini tertinggi. Berkebalikan dengan kabupaten Nias justru berpindah dari posisi keempat kabupaten/kota

dengan indeks gini tertinggi, dan pada periode berikutnya masuk sebagai kabupaten/kota dengan nilai indeks gini terendah yang berarti terjadi perbaikan ketidakmerataan. Perkembangan indeks gini di setiap kabupaten/kota selama periode tahun 2010-2016 dapat dilihat pada Lampiran 3.

Perubahan distribusi pendapatan dapat dilihat dari perubahan nilai indeks gini, dengan nilai yang positif maupun negatif. Perubahan positif berarti terjadi peningkatan ketidakmerataan atau distribusi yang semakin timpang, perubahan negatif sebaliknya terjadi penurunan ketidakmerataan. Berdasarkan selisih nilai indeks gininya, kabupaten Deli Serdang, Samosir, Labuhanbatu Utara, Simalungun, Padang Lawas, Tapanuli Utara dan kota Sibolga mempunyai selisih yang semakin besar. Provinsi-provinsi tersebut pada tahun 2010-2011 memiliki selisih Indeks gini negatif, tetapi pada periode berikutnya memiliki selisih Indeks gini positif. Berkebalikan dengan kabupaten Nias Selatan, Tapanuli Tengah, Nias Barat, Karo, Batu Bara, kota Tebing Tinggi dan Gunungsitoli pada tahun 2010-2011 memiliki selisih Indeks gini positif. Pada tahun 2010-2011-2012 memiliki selisih Indeks gini negatif yang berarti terjadi perbaikan pada distribusi pendapatan, bahkan masuk sebagai sepuluh kabupaten/kota dengan selisih terkecil. Demikian juga dengan kabupaten Humbang Hasundutan, Labuhanbatu Utara, Labuhan Batu, Langkat, Dairi, Tapanuli Selatan dan kota Sibolga yang pada tahun 2011-2012 memiliki selisih Indeks gini positif, pada tahun 2013-2014 memiliki selisih negatif. Perkembangan Selisih Indeks gini di setiap provinsi selama tahun 2011-2016 dapat dilihat pada Lampiran 4.

Nilai Indeks gini tahun 2016 jika dibandingkan dengan tahun 2010, maka secara rata-rata mengalami peningkatan dari 0,279 (2010) menjadi 0,295 (2016).

Tiga belas kabupaten/kota memiliki selisih nilai Indeks gini negatif yang berarti pada tahun 2016 mengalami perbaikan distribusi pendapatan dibandingkan tahun 2010. Kabupaten/kota tersebut yaitu Nias Selatan, Nias Selatan, Samosir, Nias, Pakpak Bharat, Medan, Humbang Hasundutan, Nias Utara, Simalungun, Labuhanbatu Selatan, Toba Samosir, Nias Barat dan Mandailing Natal (berdasarkan urutan selisih Indeks gini terkecil). Sedangkan kabupaten/kota Tanjungbalai, Labuhan Batu, Padang Lawas, Karo dan Pematangsiantar merupakan lima kabupaten/kota dengan selisih Indeks gini terbesar, yang berarti mengalami peningkatan ketidakmerataan (Gambar 4.4).

Gambar 4.4

Selisih Indeks Gini Tahun 2010 dan 2016 Menurut Kabupaten/Kota Sumber: www.bps.go.id, diolah tahun 2019

4.4. Kemiskinan

Berdasarkan ukuran statistik deskriptif yang diperoleh, secara rata-rata persentase penduduk miskin (P0) memiliki kecenderungan untuk menurun selama

menunjukkan kecenderungan yang sama sejak tahun 2010 hingga tahun 2016, yang berarti terjadi penurunan persentase penduduk miskin di tingkat kabupaten/kota. Pada tahun 2013, secara rata-rata P0 menurun dibanding sebelumnya, peningkatan standar deviasi menunjukkan kemiskinan yang semakin timpang di tingkat kabupaten/kota (Tabel 4.3). Pada tahun 2013 dan 2015 terjadi peningkatan rata-rata jumlah penduduk miskin dibanding sebelumnya, demikian juga standar deviasinya yang mengindikasikan jumlah penduduk miskin di tingkat kabupaten/kota yang semakin timpang. Naiknya inflasi, turunnya nilai tukar petani dan tingginya tingkat penganguran terbuka merupakan penyebab utama peningkatan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang menurun pada tahun 2013 dan 2015 setidaknya turut berpengaruh terhadap upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Hingga tahun 2016 nilai ini menurun, yang menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin di tingkat kabupaten/kota.

Sehingga, walaupun berdasarkan nilai P0 pada tahun 2016 menunjukkan sebaran tingkat kemiskinan yang semakin beragam antar kabupaten/kota dibandingkan tahun sebelumnya, secara jumlah menunjukkan penurunan di keseluruhan kabupaten/kota (Tabel 4.3)

Tabel 4.3

Ukuran Statistik Deskriptif P0 dan Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

P0 (Persentase Penduduk Miskin)

Rata-rata 14,191 13,505 13,005 12,860 12,137 12,952 12,606 Standar

Deviasi 6,586 6,255 6,069 6,304 5,809 6,018 5,5957 Jumlah Penduduk Miskin

Rata-rata 44,760 43,073 42,437 42,920 41,230 44,353 44,119 Standar

Deviasi 38,457 36,983 36,433 38,324 36,874 38,919 39,152

Sumber: www.bps.go.id, diolah tahun 2019

Berdasarkan perubahan persentase penduduk miskin yang dihitung berdasarkan selisih nilai P0, kota Gunungsitoli yang secara rata-rata jumlahnya selalu mengalami penurunan jumlah penduduk miskin selama tahun 2010-2016 juga mengalami penurunan P0 yang mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kemiskinan di kota tersebut. Kabupaten/kota Nias, Mandailing Natal, Labuhan Batu, Dairi, Karo, Pakpak Bharat, Samosir, Padang Lawas, Labuhanbatu Selatan, Sibolga, Tebing Tinggi dan Padang Sidempuan mengalami perbaikan selama tahun 2010-2014 baik dari segi jumlah penduduk miskin maupun persentasenya mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kemiskinan, meskipun di tahun berikutnya terjadi peningkatan. Perkembangan perubahan persentase penduduk miskin (P0) tahun 2010-2016 dapat dilihat pada Lampiran 5.

Dokumen terkait