• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DERAJAT PRO POOR GROWTH DI PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DERAJAT PRO POOR GROWTH DI PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DERAJAT PRO POOR GROWTH DI PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH

ANNE TOTA GREIT PARDEDE 150501089

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

ANALISIS DERAJAT PRO POOR GROWTH DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Sejak tahun 2004, pemerintah Indonesia telah menerapkan sebuah strategi baru dalam pengentasan kemiskinan yaitu strategi pro poor growth. Strategi ini menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi tingkat kemiskinan, dimana pertumbuhan ekonomi lebih pro kepada masyarakat miskin.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis derajat pro-poor growth setiap kabupaten/kota di Sumatera Utara dan menganalisis apakah pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan mempengaruhi tingkat kemiskinan. Daerah yang diteliti yaitu 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara dengan metode analisis Pro-Poor Growth Index (PPGI) dan model double log yang dikembangkan oleh Wodon. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2010-2016.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 21 kabupaten/kota di Sumatera Utara sudah pro-poor growth. Sedangkan dari hasil analisis model double log diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi, dan distribusi pendapatan berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

Kata kunci: Tingkat Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan, Pro Poor Growth

(6)

Since 2004, the Indonesian government has implemented a new strategy to reduce poverty level. The new strategy is called pro-poor growth. This strategy emphasizes the importance of economic growth more pro to the poor. Pro-poor growth emphasizes the importance of economic growth to reduce poverty level, where economic growth is more pro-poor.

The aim of this study is to analyze the degree of pro poor growth in North Sumatra and to analyze economic growth and income distribution that influence poverty level. This study uses 33 districts in North Sumatra with Pro-Poor Growth Index (PPGI) method and a double log model developed by Wodon. Data source is from Statistic Indonesia with 7 years period from 2010-2016.

Study results that 21 districts in North Sumatra have achieved pro-poor growth. The double log model is related to economic growth, and the distribution of income to poverty levels.

Keywords: Poverty Rate, Economic Growth, Inequality, Pro Poor Growth

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus sang Juruslamat penulis karena kasih karunia-Nya yang selalu memberkati penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul, “Analisis Derajat Pro Poor Growth di Provinsi Sumatera Utara”. Penulis menyadari, bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis telah menghadapi banyak kendala dan rintangan.

Namun pada akhirnya, skripsi ini dapat selesai dengan baik tentu saja tidak lepas dari bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya, yaitu kepada :

1. Keluarga tercinta: Ayah S. Pardede, S.Pd dan Ibunda N. Sijabat, S.Pak, Bang Andri, Kak Ola, adikku Sion, dan Oppung yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, pengorbanan, kasih sayang, materi dan doa yang tidak pernah putus selama pengerjaan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam Hasyim, SE, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, pemikiran, saran dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan.

6. Ibu Dr. Murni Daulay, SE., M.Si., sebagai Dosen Pembanding I saya yang telah memberikan saran dan kritikan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Rujiman, MA, sebagai Dosen Pembanding II saya yang telah memberikan saran dan kritikan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

9. Seluruh Staff Administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam penyelesaian administrasi.

10. Teman-teman Ekonomi Pembangunan Stambuk 2015 yang sama-sama berjuang dari awal kuliah sampai menulis skripsi. Terkhusus saya sampaikan terima kasih yang tulus kepada Devi, Desma, Grace, dan Hirim.

11. Teman-teman sepelayanan yang ikut turut menyemangati dan mendoakan, Dormauli, Dara, Try, Kak Lulu, Frederik, Yohana, Kak Betrik, dan Rindang. Dan kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

12. Penulis dan penyanyi lagu rohani Kristen, yang telah menguatkan penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini.

(8)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Demi perbaikan selanjutnya , penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 09 September 2019 Penulis,

Anne Tota Greit Pardede 150501089

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Landasan Teoritis ... 8

2.1.1 Kemiskinan ... 8

2.1.2 Ukuran Kemiskinan ... 9

2.1.3 Penyebab Kemiskinan ... 10

2.1.4 Teori Kemiskinan ... 10

2.1.5 Konsep dan Pengukuran Pro Poor Growth ... 12

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi ... 17

2.1.7 Pertumbuhan Ekonomi dan Pro-poor ... 18

2.1.8 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan .. 21

2.2 Penelitian Terdahulu ... 22

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian ... 23

2.4 Hipotesis Penelitian ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Jenis Penelitian... 27

3.2 Tempat Penelitian ... 27

3.3 Jenis Variabel Penelitian ... 27

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.5 Definisi Operasional ... 28

3.6 Metode Analisis Data ... 28

3.6.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan ... 28

3.6.2 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan terhadap Kemiskinan ... 29

3.6.3 Pro-Poor Growth Index (PPGI) ... 29

(10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 32

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 33

4.2 Pertumbuhan Ekonomi... 34

4.3 Distribusi Pendapatan ... 36

4.4 Kemiskinan ... 39

4.5Hasil Penelitian ... 41

4.5.1 Analisis Pro-poor Growth Index (PPGI) ... 41

4.5.2 Pembahasan ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

5.1. Kesimpulan ... 112

5.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 114 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 22 4.1 Kondisi Geografis Utara Menurut Kabupaten dan Kotamadya 32 4.2 Ukuran Statistik Deskriptif Indeks gini di Provinsi Sumatera

Utara tahun 2010-2016 ... 37 4.3 Ukuran Statistik Deskriptif P0 dan Jumlah Penduduk Miskin

di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-2016 40 4.4 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Sumatera Utara ... 41 4.5 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Sumatera Utara ... 42 4.6 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto

terhadap kemiskinan Sumatera Utara ... 42 4.7 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Nias ... 43 4.8 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Nias ... 44 4.9 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto

terhadap kemiskinan Nias ... 44 4.10 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Mandailing Natal... 45 4.11 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Mandailing Natal... 46 4.12 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Mandailing Natal ... 46 4.13 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Tapanuli Selatan ... 47 4.14 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Tapanuli Selatan ... 48 4.15 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Tapanuli Selatan ... 48 4.16 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Tapanuli Tengah ... 49 4.17 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Tapanuli Tengah ... 50 4.18 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Tapanuli Tengah ... 50 4.19 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Tapanuli Utara... 51 4.20 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Tapanuli Utara... 52

(12)

4.21 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Tapanuli Utara ... 52 4.22 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Toba Samosir ... 53 4.23 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Toba Samosir ... 54 4.24 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Toba Samosir ... 54 4.25 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Labuhan Batu ... 55 4.26 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Labuhan Batu ... 56 4.27 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Labuhan Batu ... 56 4.28 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Asahan ... 57 4.29 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Asahan ... 58 4.30 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Asahan ... 58 4.31 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Simalungun ... 59 4.32 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Simalungun ... 60 4.33 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Simalungun ... 60 4.34 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Dairi ... 61 4.35 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Dairi ... 62 4.36 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Dairi ... 62 4.37 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Karo ... 63 4.38 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Karo ... 64 4.39 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Karo ... 64 4.40 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Deli Serdang ... 65 4.41 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Deli Serdang ... 66 4.42 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Deli Serdang ... 66 4.43 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Langkat... 67

(13)

4.44 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Langkat... 68 4.45 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Langkat ... 68 4.46 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Nias Selatan... 69 4.47 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Nias Selatan... 70 4.48 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Nias Selatan ... 70 4.49 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Humbang Hasundutan ... 71 4.50 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Humbang Hasundutan ... 72 4.51 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Humbang Hasundutan... 72 4.52 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Pakpak Bharat ... 73 4.53 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Pakpak Bharat ... 74 4.54 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Pakpak Bharat ... 74 4.55 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Samosir... 75 4.56 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Samosir... 76 4.57 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Samosir ... 76 4.58 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Serdang Bedagai ... 77 4.59 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Serdang Bedagai ... 78 4.60 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Serdang Bedagai ... 78 4.61 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Batu Bara... 79 4.62 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Batu Bara... 80 4.63 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Batu Bara ... 80 4.64 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Padang Lawas Utara... 81 4.65 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Padang Lawas Utara... 82 4.66 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Padang Lawas Utara ... 82

(14)

4.67 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Padang Lawas ... 83 4.68 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Padang Lawas ... 84 4.69 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Padang Lawas ... 84 4.70 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Labuhanbatu Selatan ... 85 4.71 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Labuhanbatu Selatan ... 86 4.72 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Labuhanbatu Selatan ... 86 4.73 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Labuanbatu Utara ... 87 4.74 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Labuanbatu Utara ... 88 4.75 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Labuanbatu Utara ... 88 4.76 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Nias Utara ... 89 4.77 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Nias Utara ... 90 4.78 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Nias Utara ... 90 4.79 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan NiasBarat ... 91 4.80 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan NiasBarat ... 92 4.81 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan NiasBarat ... 92 4.82 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Sibolga ... 93 4.83 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Sibolga ... 94 4.84 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Sibolga ... 94 4.85 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Tanjungbalai... 95 4.86 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Tanjungbalai... 96 4.87 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Tanjungbalai ... 96 4.88 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Pematangsiantar ... 97 4.89 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Pematangsiantar ... 98

(15)

4.90 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Pematangsiantar ... 98 4.91 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Tebing Tinggi ... 99 4.92 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Tebing Tinggi ... 100 4.93 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Tebing Tinggi ... 100 4.94 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Medan... 101 4.95 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Medan... 102 4.96 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Medan ... 102 4.97 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Binjai ... 103 4.98 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Binjai ... 104 4.99 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Binjai ... 104 4.100 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Padangsidimpuan ... 105 4.101 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Padangsidimpuan ... 106 4.102 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Padangsidimpuan ... 106 4.103 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan Gunungsitoli ... 107 4.104 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan

terhadap kemiskinan Gunungsitoli ... 108 4.105 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap

kemiskinan Gunungsitoli... 108

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Persentase Penduduk Miskin di Indonesia dan Sumatera

Utara Tahun 2010-2016 (%) ... 4 1.2 Laju Pertumbuhan PDB Indonesia dan PDRB Sumatera

Utara Tahun 2004-2016 (%) ... 4 1.3 Persentase Penduduk Miskin dan Pertumbuhan Ekonomi

Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (%) ... 5 2.1 Ilustrasi Lingkaran Kemiskinan Menurut Nurkse ... 11 2.2 Perubahan Kemiskinan karena Efek Pertumbuhan dan

Efek Distribusi... 14 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian ... 25 4.1 Jumlah Penduduk Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (jiwa) 33 4.2 Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan standar deviasinya

tahun 2010-2016 ... 34 4.3 Selisih laju pertumbuhan tahun 2010 dan 2016 menurut

kabupaten/kota ... 36 4.4 Selisih Indeks gini tahun 2010 dan 2016 menurut

kabupaten/kota ... 39

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (Persen)

2 Selisih Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (persen)

3 Nilai Indeks Gini Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (persen)

4 Selisih Nilai Indeks Gini Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (Persen)

5 Persentase Penduduk Miskin (P0) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (Persen)

6 Tingkat Pro Poor Growth Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016

(18)

Salah satu tujuan utama Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sejahtera bebas dari belenggu kemiskinan.

Hal ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 alinea keempat, mengamanatkan bahwa tugas pokok Pemerintah Republik Indonesia adalah “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang terdiri dari 34 provinsi dan menjadi salah satu Negara terkaya di dunia. Tapi berdasarkan data teranyar Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 25.67 juta orang per September 2018.

Hal ini menjadi Permasalahan pokok utama yang selalu menjadi pembahasan di Indonesia yaitu bagaimana cara menuntaskan kemiskinan, meskipun banyak ahli yang telah menyumbangkan pendapatnya masing-masing dengan strategi baru yang ditetapkan. Kemiskinan menjadi cermin kegagalan masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya terbatas dan dana secara adil kepada anggota masyarakat.

Fenomena kemiskinan merupakan sesuatu yang kompleks, dalam arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi saja tetapi juga dengan dimensi-dimensi lain diluar ekonomi. Namun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan, sandang,

(19)

perumahan, pendidikan dan kesehatan, yang mana semuanya berada dalam lingkup dimensi ekonomi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan

permasalahan yang

kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (Nasir, dkk, 2008).

Kemiskinan struktural dikarenakan kebijakan-kebijakan yang tidak pro orang miskin sehingga akses memperoleh informasi maupun pendidikan tidak terjangkau. Secara kultural karena orang miskin apatis terhadap kehidupannya, tidak ada upaya untuk keluar dari kemiskinan atau rasa malas. Kemiskinan tidak dapat dihilangkan, namun bagaimana orang miskin dikelola dengan baik untuk mendapatkan kelayakan hidup seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan sebagainya, harus memadai. Kalau perhitungan secara angka bisa turun tapi secara sosial memutus rantai kemiskinan itu sangat sulit. Orang miskin perlu dikelola dan kualitas hidupnya harus lebih berarti. Bukan hanya fokus pada pendapatan atau pekerjaan melainkan peningkatan kualitas hidup. Salah satunya melalui penerapan kebijakan yang tepat.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010-2014, Indonesia menerapkan tiga strategi pembangunan ekonomi.

Strategi tersebut ialah pro growth, pro job, dan pro-poor. Pro pertama dilakukan dengan meningkatan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi.

Pro kedua, menggerakkan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja. Yang ketiga, merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk

(20)

mengurangi kemiskinan. Pada saat itu, dipercaya bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi akan menciptakan lapangan kerja yang tinggi, yang akan mengurangi growth, yakni suatu pendekatan yang menunjukkan seberapa besar manfaat

pertumbuhan ekonomi untuk masyarakat miskin (Farwati, 2012; Bappenas 2013).

Pro poor growth dengan titik berat pada penduduk miskin, akan memperbaiki kesejahteraannya dan distribusi pendapatan akan lebih merata (equity aspects), dimana aspek ini akan memperkuat dampak pertumbuhan terhadap pengentasan kemiskinan (Kakwani dan Pernia, 2000 dan Grimm, et al., 2007). Suparno (2010) menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia belum bersifat pro poor growth pada periode 2002-2005 dan pro poor growth periode 2005-2009. Akan tetapi derajat pro poor growth di tingkat provinsi bisa berbeda satu sama lain.

Dalam penelitian ini, pengaruh kebijakan pro pertumbuhan dan pro kemiskinan difokuskan pada Provinsi Sumatera Utara yang meliputi kabupaten/kota di dalamnya dengan menganalisis bagaimana pengaruh pro-poor growth pada tahun 2010-2016. Provinsi Sumatera Utara menjadi provinsi pilihan

karena memiliki pola kemiskinan yang hampir mirip dengan pola kemiskinan Indonesia untuk tahun 2010-2016 (lihat Gambar 1.1). Secara keseluruhan, baik di tingkat nasional maupun di provinsi Sumatera Utara, kemiskinan terus berkurang walaupun persentase penduduk miskin di Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan persentase nasional.

(21)

Gambar 1.1

Persentase Penduduk Miskin di Indonesia dan Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (%)

Sumber: www.bps.go.id, diolah tahun 2019

Gambar 1.2

Laju Pertumbuhan PDB Indonesia dan PDRB Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (%)

Sumber: www.bps.go.id, diolah tahun 2019

Selain pola kemiskinan Provinsi Sumatera Utara yang hampir mirip dengan pola kemiskinan Indonesia, laju pertumbuhan PDRB Sumatera Utara hampir serupa dengan laju pertumbuhan PDB Indonesia (lihat Gambar 1.2). Pada tahun 2015, saat Indonesia mengalami penurunan yang cukup tajam, Sumatera Utara juga ikut mengalami penurunan, namun tidak terlalu drastis. Secara keseluruhan, provinsi Sumatera Utara memiliki penurunan dan peningkatan dari tahun ke tahun yang hampir mirip dengan laju pertumbuhan nasional.

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

SUMUT 11,31 11,33 10,67 10,39 9,85 10,79 10,27

INDO 13,33 12,49 11,66 11,47 10,96 11,13 10,7

0 2 4 6 8 10 12 14

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

SUMUT 6,38 6,66 6,45 6,07 5,23 5,1 5,18

INDO 6,22 6,5 6,23 5,78 5,02 4,88 5,02

0 1 2 3 4 5 6 7

(22)

Gambar 1.3

Persentase Penduduk Miskin dan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Tahun 2010-2016 (%)

Sumber: www.bps.go.id, diolah tahun 2019

Gambar 1.3 mengindikasikan adanya pro-poor growth di Sumatera Utara pada tahun 2015 ke 2016 dimana pertumbuhan ekonomi meningkat dan persentase penduduk miskin menurun. Sekilas, kebijakan pro-poor growth berhasil direalisasikan di provinsi Sumatera Utara. Namun jika ditelisik lebih dalam, persentase kemiskinan penduduknya masih cukup tinggi.

Penelitian ini akan menganalisis pro poor growth serta efek distribusi pendapatan dan efek pertumbuhan terhadap perubahan kemiskinan di Sumatera Utara. Dan informasi kabupaten/kota di Sumatera Utara yang sudah berhasil menjalankan pro-poor growth berdasarkan pro-poor growth index.

Sehubungan dengan latar belakang yang dijelaskan di atas, penelitian ini bertujuan menganalisis strategi yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2010-2016 apakah berpengaruh positif di Provinsi Sumatera Utara. Dengan demikian penelitian ini mengambil judul, “ANALISIS DERAJAT PRO-POOR GROWTH DI PROVINSI SUMATERA UTARA”.

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Pov Sumut 11,31 11,33 10,67 10,39 9,85 10,79 10,27

Growth Sumut 6,38 6,66 6,45 6,07 5,23 5,1 5,18

0 2 4 6 8 10 12

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara?

3. Bagaimana derajat pro poor growth pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui derajat pro poor growth di Provinsi Sumatera Utara

(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan yang positif bagi semua pihak yang terkait, diantaranya:

1. Bagi pemerintah: Ukuran derajat pro poor growth di Provinsi Sumatera Utara digunakan untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi dirasakan oleh penduduk miskin. Berdasarkan ukuran ini dapat diketahui apakah pertumbuhan ekonomi memberikan manfaat bagi penduduk miskin. Dan hal ini menjadi satu pertimbangan bagi pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara, sehingga bisa diambil kebijakan yang lebih tepat berdasarkan wilayah dalam pengentasan kemiskinan.

2. Bagi penulis: untuk tambahan ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan penulis dalam mengimplementasikan ilmu yang pernah diperoleh dibangku kuliah.

3. Bagi pembaca: Dapat memberikan pengetahuan bagi para pembaca dan dapat dijadikan sebagai referensi dan gambaran untuk penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

4. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi, khususnya mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.

(25)

2.1.1 Kemiskinan

Kemiskinan menjadi permasalahan kompleks yang dialami semua Negara.

Berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah untuk menekan angka kemiskinan namun belum mampu menghapus kemiskinan. World Bank memberikan definisi kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain.

Dengan standar penduduk miskin yang ditetapkan oleh World Bank yaitu penduduk yang mempunyai pendapatan kurang dari US$ 1.9 per hari. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum dikategorikan sebagai penduduk miskin. Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kkal per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasar lainnya. Besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan tersebut disebut garis kemiskinan (BPS, 2010).

Menurut Todaro dan Smith (2006), tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada dua faktor utama, yakni: tingkat pendapatan

(26)

nasional rata-rata, dan lebar sempitnya kesenjangan distribusi pendapatan.

Setinggi apapun tingkat pendapatan nasional perkapita yang dicapai oleh suatu negara, selama distribusi pendapatannya tidak merata, maka tingkat kemiskinan di negara tersebut pasti akan tetap parah. Demikian pula sebaliknya, semerata apapun distribusi pendapatan di suatu negara, jika tingkat pendapatan nasional rata-ratanya rendah, maka kemiskinan juga akan semakin luas.

Maka kesimpulan dari defenisi kemiskinan diatas adalah ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi standar hidup, dengan kondisi yang serba kekurangan. Sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan makan dan minum, berobat, sekolah, dll. Karena seseorang tidak ingin menjadi miskin, melainkan kondisi yang tidak dapat dihindari dengan suatu kekuatan yang apa adanya.

2.1.2 Ukuran Kemiskinan

a. Kemiskinan Absolut merupakan ketidakmampuan seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil, sehingga dapat ditelusuri kemajuan yang diperoleh dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu.

b. Kemiskinan Relatif ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencapai standar kehidupan yang ditetapkan masyarakat setempat sehingga proses penentuannya sangat subyektif.

(27)

2.1.3 Penyebab Kemiskinan

1. Kemiskinan Individu disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja.

2. Kemiskinan Alamiah disebabkan oleh masalah alam; misalnya kondisi alam yang tidak bersahabat dengan daerah para penduduk sehingga menyebabkan masyarakat tidak bisa melakukan aktivitasnya masing- masing.

3. Kemiskinan Kultural disebabkan rendahnya kualitas SDM akibat faktor budaya; misalnya rasa malas, tidak produktif.

4. Kemiskinan Struktural disebabkan oleh struktur masyarakat yang timpang, baik karena perbedaan kepemilikan, kemampuan, pendapatan dan kesempatan kerja yang tidak seimbang.

2.1.4 Teori Kemiskinan

Salah satu teori kemiskinan, yaitu teori Lingkaran Setan Kemiskinan (Vicious Circle of Poverty) yang dikemukakan oleh Nurkse (1953) mengatakan

bahwa, “a poor country is poor because it is poor”(suatu negara miskin karena negara itu pada dasarnya memang miskin). Teori ini mengandaikan suatu hubungan melingkar dari sumber-sumber daya yang cenderung saling mempengaruhi satu sama lain secara sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus menerus dalam suasana kemiskinan. Dengan kata lain, lingkaran setan merupakan analogi yang mengumpamakan bahwa kemiskinan itu ibarat sebuah lingkaran yang tidak memiliki pangkal ujung, sehingga akan terus berputar pada lingkaran yang sama.

(28)

Oleh karena itu, setiap usaha untuk mengurangi kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan perangkap kemiskinan ini (Kuncoro, 2004). Berikut gambar lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty):

Gambar 2.1

Ilustrasi Lingkaran Kemiskinan Menurut Nurkse Sumber: Nurkse (1953) dalam Jhingan (2010)

Dalam mengemukakan teorinya, Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaan-keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap terciptanya tingkat pembentukan modal yang tinggi.

Di satu pihak pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi negara berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu dari segi penawaran modal dan permintaan modal. Dari segi penawaran modal dapat dinyatakan sebagai tingkat pendapatan masyarakat rendah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Hal ini menyebabkan

(29)

produktivitasnya akan tetap rendah yang akan mempengaruhi kemiskinan. Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda di setiap negara.

Menurut Todaro (2000), bahwa pandangan ekonomi baru menganggap tujuan utama pembangunan ekonomi bukan hanya pertumbuhan PDB semata, tapi juga pengentasan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang.

2.1.5 Konsep dan Pengukuran Pro Poor Growth

Konsep Pro poor growth dijelaskan secara implisit oleh World Bank pada tahun 1990 dalam laporannya dengan „broadbased growth’. World Bank mendefinisikan pro-poor growth sebagai perubahan distribusi pendapatan relatif melalui proses pertumbuhan yang berpihak pada kemiskinan. Semenjak tahun 2000an orientasi pembangunan di NSB lebih diarahkan pada pro-poor growth.

Artinya, pertumbuhan ekonomi suatu negara diarahkan pada upaya pengentasan kemiskinan. Tingkat kemiskinan tidak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi tetapi juga dipengaruhi oleh level dan perubahan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Menurut World Bank (2008) terdapat empat metode pengukuran pro poor growth meliputi:

1. Pro poor growth Index (PPGI) dikemukakan oleh Kakwani and Pernia pada tahun 2000.

2. Poverty Bias of Growth (PBG) dikemukakan oleh Kakwani pada tahun 2000.

3. Poverty Growth Curve (PGC) dikemukakan oleh Son pada tahun 2003.

(30)

4. Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR) dikemukakan oleh Kakwani, et.

al. pada tahun 2004.

Siregar (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan, sedangkan syarat kecukupannya (sufficient condition) adalah pertumbuhan ekonomi tersebut harus efektif dalam mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth with equity).

Menurut Salim (2007), pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan suatu kebijakan yang pro poor yang mempunyai dampak negatif terhadap kemiskinan melalui dampaknya terhadap pertumbuhan dan pemerataan. Efek pertumbuhan adalah efek perubahan secara proporsional pada seluruh level pendapatan sehingga secara relatif distribusi pendapatan tidak berubah. Sedangkan efek distribusi adalah efek dari perubahan dalam distribusi pendapatan relatif yang independen terhadap rata-ratanya. (Bourguignon, 2004)

Gambar 2.2 menunjukkan perubahan tingkat kemiskinan, dimana sumbu x menunjukkan kepadatan distribusi pendapatan yaitu jumlah individu pada tiap level pendapatan dalam skala logaritma. Sumbu y menunjukkan share penduduk pada level pendapatan tertentu terhadap seluruh jumlah penduduk. Diasumsikan pendapatan perkapita penduduk mengikuti distribusi log Normal dan distribusi awal jumlah penduduk miskin adalah area di bawah kurva sebelah kiri garis kemiskinan. Peningkatan pada pendapatan seluruh lapisan masyarakat dengan

(31)

distribusi tetap, berarti distribusi pendapatan bergeser ke kanan dan bentuk kurva tetap, sehingga penduduk kategori miskin sebesar daerah yang diarsir gelap dan daerah terang. Efek pertumbuhan menyebabkan jumlah penduduk miskin berkurang sebesar daerah yang diarsir lebih terang, sehingga jumlah orang miskin sekarang sebesar daerah yang diarsir gelap dan daerah terang. Perubahan menjadi distribusi yang lebih merata dengan tingkat pendapatan tetap, berarti distribusi pendapatan semakin menyempit, menyebabkan penduduk yang masuk kategori miskin semakin sedikit (daerah terang). Efek distribusi menyebabkan jumlah penduduk miskin berkurang sebesar daerah yang diarsir gelap, sehingga jumlah orang miskin sekarang sebesar daerah terang.

Gambar 2.2

Perubahan Kemiskinan karena Efek Pertumbuhan dan Efek Distribusi Sumber: Bourguignon (2004)

Peningkatan pendapatan dan perbaikan distribusi pendapatan secara bersama-sama menggeser distribusi pendapatan ke kanan dan mempersempit ketimpangan antar individu. Hal ini mengurangi kemiskinan sebesar daerah diarsir gelap ditambah dengan daerah diarsir lebih terang, sehingga semakin

(32)

efektif dalam mengentaskan kemiskinan. Pada kondisi ini maka jumlah orang miskin akan sebesar daerah terang.

Kakwani dan Son (2006) berpendapat bahwa pertumbuhan akan mempengaruhi tingkat kemiskinan tidak hanya melalui pertumbuhan itu sendiri, tetapi juga melalui cara pendistribusian manfaat pertumbuhan diantara penduduk.

Kombinasi antara pertumbuhan dan redistribusi pendapatan dalam porsi yang tepat diperlukan untuk membuat pertumbuhan dapat bermanfaat bagi penduduk miskin sehingga proses pengurangan kemiskinan menjadi optimal.

Dalam literatur, terdapat dua teori yang memberikan definisi tentang pro- poor growth. Pertama, pertumbuhan dapat dianggap pro-kelompok miskin ketika

pengurangan kemiskinan yang terjadi lebih besar dari pengurangan kemiskinan hipotetis (yakni ketika peningkatan pendapatan sama untuk setiap kelompok).

Pendekatan ini diusulkan oleh Kakwani dan Pernia (2000) dan merupakan definisi pengaruh relatif pertumbuhan terhadap tingkat kemiskinan. Lopez (2004) menunjukkan kemungkinan lain dari definisi pertumbuhan pro-poor, yakni ketika pertumbuhan pendapatan di kalangan orang miskin, lebih besar dibandingkan pertumbuhan pendapatan kelompok non-miskin. Teori kedua - pendekatan absolut, mendefinisikan pertumbuhan sebagai pro-kelompok miskin ketika pertumbuhan diikuti oleh pengurangan kemiskinan (Ravallion dan Chen, 2003).

Pro-growth, prinsipnya mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan

menjaga kemungkinan laju inflasi serta menekan tingkat pertumbuhan penduduk.

Sedangkan pro poor adalah pendekatan pembangunan ekonomi ini lebih diarahkan untuk berpihak kepada masyarakat miskin (masyarakat marginal).

(33)

Pertumbuhan ekonomi yang berjalan serempak dengan pemerataan merupakan pertumbuhan yang ramah bagi penduduk miskin, disebut pro-poor growth, yakni pertumbuhan ekonomi yang memperluas kesempatan dan kapabilitas penduduk miskin untuk lebih berpartisipasi, dan memperoleh manfaat lebih besar dari aktivitas ekonomi (Kimenyi, 2006). Sebuah pertumbuhan ekonomi belum cukup dikategorikan sebagai pro-poor growth jika hanya menyebabkan menurunnya jumlah penduduk miskin, dengan mengabaikan ketimpangan peningkatan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi disebut pro-poor growth jika proporsi peningkatan rata-rata pendapatan kelompok penduduk miskin lebih besar daripada proporsi peningkatan pendapatan kelompok penduduk yang tidak miskin (Kakwani dan Pernia, 2000).

Strategi pro-poor growth secara konseptual memiliki definisi berbeda dengan strategi pro-poor dan pro-growth yang masing-masing berdiri terpisah, meski di dalam strategi pro-poor growth secara implisit juga mengandung unsur pro-poor, pro-growth, pro-job, dan pro-environment. Namun ketika keempat

unsur tersebut tergabung di bawah konsep strategi pro-poor growth, maka melahirkan definisi baru yang berbeda dengan definisi masing-masing unsurnya.

Strategi pro-poor growth juga bukan sekadar hasil penjumlahan dari keempat unsur tersebut. Meski demikian, upaya mencapai pro-poor growth, tidak dapat dilepaskan dari kandungan unsur strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment, yang masing-masing memiliki kontribusi untuk mewujudkan proporsi peningkatan rata-rata pendapatan kelompok penduduk miskin lebih besar

(34)

daripada proporsi peningkatan pendapatan kelompok penduduk yang tidak miskin.

Pertumbuhan ekonomi (pro-growth) harus dapat menciptakan lapangan kerja (pro-job), dan pendapatan yang lebih baik bagi semua golongan masyarakat, terutama penduduk miskin (pro-poor), serta pertumbuhan ekonomi tidak boleh merusak lingkungan (pro-environment). Melalui strategi tersebut, diharapkan pertumbuhan dan pemerataan mampu berjalan serempak, sehingga pertumbuhan ekonomi melibatkan, menyentuh, dan bermanfaat sebesar-besarnya bagi semua, termasuk penduduk miskin, sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi pada saat yang sama disertai penurunan jumlah penduduk miskin, dan juga penurunan ketimpangan pendapatan.

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, yang mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian yang mengambarkan bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu (Nurlina, 2004).

Pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi terus berkembang, dan secara umum terdapat empat aliran pemikiran, yakni teori klasik, teori neo-Keynes, teori neo- Klasik dan teori Modern (Tambunan, 2006). Dan muncul pemikiran baru tentang pentingnya pengaruh kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi yang dikenal dengan model pertumbuhan modern. Model pertumbuhan modern tidak hanya memasukkan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal saja sebagai faktor-faktor krusial dalam pertumbuhan ekonomi, akan tetapi juga memasukkan kualitas sumber daya manusia (SDM), kemajuan teknologi,

(35)

kewirausahaan, bahan baku dan material. Faktor-faktor krusial lainnya yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi diantaranya ketersediaan dan kondisi infrastruktur, hukum serta peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dari satu tahun ke tahun yang lain dipantau dengan ukuran PDB atas dasar harga konstan karena pada ukuran tersebut faktor fluktuasi yang disebabkan oleh perbedaan harga telah dieliminasi.

2.1.7 Pertumbuhan Ekonomi dan Pro-poor

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu prasyarat keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009). Pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan dalam hal ini peningkatan kesejahteraannya, merupakan hal yang saling berkaitan. Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan menurut Todaro dan Smith (2006) dapat diidentifikasi sebagai berikut. Pertama, pendapat yang menuliskan bahwa pertumbuhan yang cepat akan berakibat buruk pada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Akan tetapi menurut Warr (2000) pertumbuhan yang cepat akan bermanfaat bagi semua pihak, termasuk penduduk miskin. Kedua, kalangan pembuat kebijakan yang berpendapat bahwa pengeluaran publik yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa kebijakan untuk mengurangi kemiskinan tidak harus memperlambat laju pertumbuhan, dengan alasan sebagai berikut:

(36)

1. Kemiskinan akan membuat kaum miskin tidak mempunyai akses sumber modal, tidak mampu menyekolahkan anaknya, tidak punya peluang berinvestasi dan mempunyai banyak anak sebagai investasi di masa tua.

Berbagai faktor ini akan menyebabkan pertumbuhan perkapita lebih kecil.

2. Data empiris menunjukkan kaum kaya di negara miskin tidak mau menabung dan berinvestasi di negara mereka sendiri, walaupun sumber kekayaan mereka berasal dari negara mereka sendiri.

3. Kaum miskin memiliki standar hidup seperti kesehatan, gizi dan pendidikan yang rendah sehingga menurunkan tingkat produktivitas.

Strategi yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup golongan miskin, selain akan memperbaiki kesejahteraan mereka juga meningkatkan produktivitas dan pendapatan keseluruhan.

4. Peningkatan pendapatan kaum miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk lokal, memperbesar kesempatan kerja lokal dan menumbuhkan investasi lokal.

5. Penurunan kemiskinan secara masal akan menciptakan stabilitas sosial dan memperluas partisipasi publik dalam proses pertumbuhan.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang cepat dan pengurangan kemiskinan bukanlah hal yang saling bertentangan, tetapi harus dilaksanakan secara simultan. Siregar dan Wahyuniarti (2007) dalam penelitiannya tentang dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude dari pengaruh tersebut relatif

(37)

tidak besar. Secara umum ditemukan bahwa kemiskinan tidak dapat dipecahkan hanya dengan mengharapkan proses trickle down effect dari pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut menyebar di setiap golongan masyarakat, termasuk di golongan penduduk miskin. Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya). Adapun secara tidak langsung, hal itu berarti diperlukan pemerintah yang cukup efektif dalam meredistribusi manfaat pertumbuhan yang didapatkan dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur yang padat modal (Siregar, 2006).

Dollar dan Kraay (2002) menyatakan bahwa secara rata-rata, pendapatan kelompok termiskin dalam masyarakat akan meningkat secara proporsional dengan peningkatan pendapatan rata-rata. Peningkatan pendapatan rata-rata berarti peningkatan pendapatan dari kelompok termiskin, yang selanjutnya mengubah kondisi perekonomian kelompok termiskin dan mengurangi kemiskinan.

Hull (2009) mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengurangi kemiskinan jika padat karya, sedangkan jika pertumbuhan ekonomi padat modal akan menambah pengangguran dan berimbas pada naiknya angka kemiskinan. Sedangkan hasil penelitian oleh Lin (2003) berupa dekomposisi penurunan angka kemiskinan (head Count Index/HCI) di daerah pedesaan RRC

(38)

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi selalu mengurangi kemiskinan sedangkan ketidakmerataan pendapatan juga selalu mengurangi efektivitas pengurangan kemiskinan yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi.

2.1.8 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan merupakan porsi pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga dalam suatu wilayah. Pendapatan yang diterima setiap individu atau rumah tangga tersebut tergantung pada tingkat produktivitas dan peranannya dalam perekonomian.

Teori Karl Mark (1787) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahap awal pembangunan akan meningkatkan permintaan tenaga kerja. Kenaikan tingkat upah dari tenaga kerja selanjutnya berpengaruh terhadap kenaikan resiko kapital terhadap tenga kerja sehingga terjadi penurunan terhadap permintaan tenaga kerja. Akibatnya timbul masalah pengangguran dan ketimpangan pendapatan. Singkatnya, pertumbuhan ekonomi cenderung mengurangi masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendaptan hanya pada tahap awal pembangunan, kemudian pada tahap selanjutnya akan terjadi sebaliknya.

Menurut Kuznets seorang ekonom klasik menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara miskin pada awalnya cenderung menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Namun bila negara-negara miskin tersebut sudah semakin maju, maka persoalan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun (an inverse U shaped patern). Ukuran untuk mengukur distribusi pendapatan adalah distribusi ukuran pendapatan, kurva Lorenz, dan Gini ratio. Ketimpangan pendapatan terjadi

(39)

apabila sebagian besar penduduk memperoleh pendapatan yang rendah dan pendapatan yang besar hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Metodologi Penelitian 1 Rudi

Firmansyah (Jurnal) 2013 Universitas Brawijaya

Analisisa Pro Poor Growth DKI Jakarta Tahun 2005- 2011

Variabel Terikat:

Kemiskinan Variabes Bebas:

Sektor-sektor Ekonomi, Jumlah Penduduk

Metode Estimasi

Data Panel,

Dekomposisi

Shapley, PEGR menunjukkan

pertumbuhan DKI Jakarta lebih didominasi oleh pertumbuhan yang tidak pro poor. Sektor industri berpengaruh negatif terhadap Kemiskinan, sektor jasa keuangan, real estate, dan jasa perusahaan

berpengaruh positif terhadap Kemiskinan 2 Mwangi S.

Kimenyi (Jurnal) 2006 University of Connecticut

Economic Reforms and Pro-Poor

Growth:

Lessons

for Africa and other

Developing Regions and Economies in Transition

Variabel Terikat: Pro- poor growth Variabel Bebas:

Pengurangan Kemiskinan, reformasi ekonomi

Metode Pro-Poor Growth Index, Poverty Equivalent

Growth Rate

(PEGR), Poverty Growth Curve menunjukkan

reformasi ini berfokus pada reformasi pasar dan pertumbuhan ekonomi tidak berpihak pada orang miskin

3 Hermanto Siregar dan Dwi

Wahyuniarti (Jurnal) 2007 Institut

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah

Variabel Terikat:

Jumlah Penduduk Miskin Variabel

Metode desktiptif dan ekonometrika

menelaah keterkaitan pertumbuhan

ekonomi dan faktor- faktor lainnya

(40)

Pertanian Bogor

Penduduk Miskin

Bebas:

Pertumbuhan ekonomi

terhadap kemiskinan menunjukan

pertumbuhan berpengaruh signifikan mengurangi kemiskinan.

4 Ade Bayu Erlangga (Skripsi) 2014 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Analisis Pro- poor Growth di Indonesia Tahun 2004- 2012

Variabel Terikat:

Kemiskinan Variabel Bebas:

Pertumbuhan Ekonomi, koefisien gini, persentase pengeluaran pemerintah, dan PAD

Metode kualitatif menjelaskan

Pertumbuhan

Ekonomi, koefisien gini, persentase pengeluaran

pemerintah berpengaruh

signifikan terhadap tingkat kemiskinan sedangkan PAD berpengaruh tidak signifikan

5 Dina Zulida (Skripsi) 2006 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Analisis

Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi dalam Mengurangi Tingkat

Kemiskinan di Sumatera Utara

Variabel Terikat:

Tingkat Kemiskinan Variabel Bebas:

Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

metode OLS, dapat diketahui

Pertumbuhan

Ekonomi dan

investasi

berpengaruh positif terhadap kemiskinan

6 Hyun H. Son dan Nanak Kakwani (Jurnal) 2006

Global

Estimates of Pro-Poor

Growth

Variabel Terikat:

Pro-Poor di 80 negara Variabel Bebas:

kemiskinan, ketimpangan, inflasi

Mengunakan metode Uji statistik menunjukkan bahwa lokasi regional negara-negara memiliki hubungan yang signifikan

dengan pro-

kemiskinan.

Sumber:Data Hasil Olahan Penulis

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan dasar pemikiran tersebut di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap distribusi pendapatan dan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan yang pada akhirnya dapat mengetahui

(41)

derajat pro poor growth di Provinsi Sumatera Utara. Kakwani dan Pernia (2000), dan Son (2003) menuliskan pro-poor growth tidak hanya memperhitungkan pengurangan tingkat kemiskinan namun distribusi pendapatan yang lebih merata.

Grimm, et. al. (2007) menuliskan tentang strategi „pro poor growth‟ yaitu strategi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang mendorong peningkatan pendapatan dari masyarakat miskin. Kelompok dengan pendapatan rendah akan mendapatkan tambahan pendapatan melalui redistribusi pendapatan, sehingga bisa memenuhi kebutuhan dasarnya dan dapat terbebas dari kemiskinan. Sedangkan dengan meningkatkan tingkat pendapatan, pertumbuhan ekonomi harus cukup tinggi sehingga secara rata-rata pendapatan masyarakat naik. Kenaikan pendapatan ini akan meningkatkan taraf hidup dan mengentaskan dari kemiskinan.

Bourguignon (2004) menjelaskan hubungan pertumbuhan dan kemiskinan dalam bentuk hubungan segitiga pertumbuhan, ketidakmerataan dan kemiskinan.

Pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan melakukan perubahan pada distribusi pendapatan atau meningkatkan level pendapatan (mendorong pertumbuhan). Sedangkan dengan meningkatkan tingkat pendapatan, pertumbuhan ekonomi harus cukup tinggi sehingga secara rata-rata pendapatan masyarakat naik. Kenaikan pendapatan ini akan meningkatkan taraf hidup dan mengentaskan dari kemiskinan. Menurut Kuznet (dalam Tambunan, 2001), pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur- angsur berkurang.

(42)

Penelitian yang dilakukan oleh Laksani (2010) menganalisis Pro Poor Growth di Indonesia melalui identifikasi pengaruh pertumbuhan ekonomi

terhadap ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Menunjukkan pertumbuhan ekonomi signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan. Namun demikian, pengurangan kemiskinan kurang didorong oleh efek ketimpangan distribusi pendapatan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada seluruh periode, berdampak positif terhadap pengurangan kemiskinan (pro-poor growth/PPG).

Bigsten dan Levin (2000) menyebutkan bahwa strategi pro-poor growth tidak hanya memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi, tapi juga harus dikombinasikan dengan kebijakan distribusi pendapatan. Jika pengurangan kemiskinan dapat dicapai melalui perbaikan distribusi pendapatan, maka kebijakan distribusi pendapatan diprioritaskan. Sebaliknya jika pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk mengurangi kemiskinan dapat dicapai melalui ketidakmerataan distribusi pendapatan yang lebih besar maka terdapat toleransi atas distribusi pendapatan tersebut.

Ouardighi dan Kapetanovic (2010) dalam kajiannya tentang kebijakan pro-poor di negara-negara Balkan mendefisinikan kebijakan pro-poor dengan

meninjau berbagai pandangan. Pertama, kebijakan pro poor adalah kebijakan yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta mengurangi angka kemiskinan.

Kedua, kebijakan yang didorong melalui pertumbuhan ekonomi digolongkan pro- poor jika pertumbuhan ekonomi menimbulkan pertumbuhan rata-rata pendapatan kelompok miskin yang lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata pendapatan kelompok yang bukan miskin.

(43)

Secara sederhana kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3

Kerangka Konseptual Penelitian Sumber: Olahan Penulis

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

4. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap distribusi pendapatan di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara

5. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif sedangkan distribusi pendapatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara

6. Derajat pro poor growth Pertumbuhan ekonomi memiliki tingkat yang berbeda di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

PERTUMBUHAN EKONOMI (X1)

DISTRIBUSI PENDAPATAN (X2)

TINGKAT KEMISKINAN (Y)

(44)
(45)

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Metode penelitian kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2011:8) yaitu: “Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.

3.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara dengan populasi sebanyak 33 kabupaten/kota, yang masing-masing terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 Kota.

3.3 Jenis Variabel Penelitian

Variabel Tingkat Kemiskinan sebagai variabel dependen (Y), Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) sebagai variabel independen (X1), dan distribusi pendapatan sebagai variabel independen (X2).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penulis mendokumentasikan data yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik, buku referensi, jurnal, situs, penelitian terdahulu, internet dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian.

(46)

3.5 Definisi Operasional

Variabel penelitian adalah variabel yang segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh tentang informasi tersebut, kemudian ditarik / diberi kesimpulannya (Sugiyono, 2011).

1. Pertumbuhan Ekonomi adalah angka pertumbuhan ekonomi dari PDRB harga konstan yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik menurut kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-2016 (dalam satuan persen).

2. Distribusi pendapatan adalah angka yang diperoleh dari gini ratio yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (dalam satuan angka).

3. Kemiskinan adalah angka yang diperoleh dari persentase penduduk miskin yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (dalam satuan persen).

3.6 Metode Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan dan hipotesis satu digunakan alat analisis sebagai berikut:

3.6.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan

Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan dihitung dengan model yang dikembangkan oleh Wodon (1999) sebagai berikut:

log Git  i  i log Yit  it

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengukuran suhu di perairan Nusa penida dan Pemuteran sesuai dengan hasil pengolahan data sekunder yang diolah dari data WOA09 yaitu bahwa untuk

“mulut” terbuka diturunkan dengan mengulur tali hingga membentur tanah dasar laut. Saat tali ditarik kembali, secara otomatis mulut bottom grabber akan menggaruk material di

Siklus Otto ideal terdiri dari dua proses volume konstan dan dua proses adiabatik, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 8..

Menjaga agar kaki bawah (sendi pergelangan kaki) tidak terlalu bengkok yang menyebabkan rasa sakit memberi alas dengan guling.. pasien yang bentuk badannya tinggi

bahwa untuk melaksanakan amanat dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan serta untuk

Sebelum adanya DNS, dahulu digunakan file HOST.TXT dari SRI pada seluruh komputer yang terhubung dengan jaringan untuk memetakan alamat ke sebuah nama.. Namun sistem ini

Penggunaan kata seangku ‘aku ceraikan’ dan ngatur ‘mengatur’ oleh penutur laki-laki terhadap penutur perempuan telah menujukkan tatanan status sosial laki-laki

Flowchart sistem ini menggambarkan hubungan antara sistem aplikasi dan sensor curah hujan, dimana sistem akan mengambil informasi data pada curah hujan