• Tidak ada hasil yang ditemukan

DKI JAKARTA

Dalam dokumen (1250 Kali) (Halaman 42-52)

BAB III HASIL PENELITIAN

DKI JAKARTA

Gambaran Umum RPTC Bambu Apus, Jakarta

Suatu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran yang tinggi, maka migrasi tenaga kerja ke luar negeri (migrasi internasional) merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Migrasi internasional merupakan proses perpindahan penduduk suatu negara ke negara lain. Umumnya orang melakukan migrasi ke luar negeri untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi yang lebih baik bagi dirinya dan keluarganya. Bekerja di luar negeri sebagai pekerja migran memang menjanjikan gaji yang besar, namun resiko yang harus ditanggung juga sangat besar. Sementara itu, arus migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri semakin hari semakin membesar jumlahnya.

Pada umumnya, permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut pengiriman pekerja migran ke luar negeri terutama tentang ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan dengan kenyataan, serta adanya kesewenangan pihak majikan dalam memperkerjakan pekerja migran. Selain itu sering terjadi penangkapan dan penghukuman pekerja migran yang dikarenakan ketidaklengkapan dokumen kerja (pekerja

migran ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan pekerja migran tersebut dan apabila didiamkan akan menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara.

Rentetan kisah suram pekerja migran bermasalah (PMB) memang membutuhkan perhatian yang serius dan segera dari pemerintah. Pemerintah melalui instansi terkait, dalam hal ini Kementerian Sosial merasa perlu untuk segera membuat langkah-langkah yang signiikan dalam menanggulangi permasalahan pekerja migran bermasalah, terutama dalam perlindungan sosial dan proses reintegrasi PMB di daerah asal. Oleh karena itu, sejak tahun 2004 di daerah kemayoran, Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran bekerja sama dengan Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Propinsi DKI Jakarta telah mendirikan Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) sebagai tempat perlindungan dan rehabilitasi psikososial bagi korban tindak kekerasan dan pekerja migran bermasalah sosial. Pada tanggal 30 Agustus 2008, RPTC telah melakukan pindahan gedung dan lokasi yang tadinya bergabung dengan Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Popinsi DKI Jakarta di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat ke daerah Bambu Apus, Jakarta Timur. Rumah Perlindungan dan Trauma Center Bambu Apus merupakan rumah lembaga kesejahteraan sosial milik Kementerian Sosial RI terletak di Kelurahan Bambu Apus kecamatan Cipayung Jakarta Timur. RPTC Bambu Apus tidak memiliki visi dan misi tersendiri tetapi menginduk visi dan misi Direktorat Korban Timdak Kekerasan dan Pekerja migran.

Dalam perlindungan sosial terhadap pekerja migran bermasalah (PMB), RPTC bersifat sebagai penampungan sementara sebelum mereka (PMB) dikirim kembali ke kampung halaman masing-masing, atau menunggu jadwal pemulangan menggunakan kapal laut milik Pelni atau Damri. Ini juga merupakan salah satu peran Kemensos dalam penanganan pekerja migran bermasalah

Sumberdaya

Kelengkapan sumberdaya dalam perlindungan sosial bagi pekerja migran bermasalah di RPTC, sebagai berikut :

1. Sumberdaya Manusia

Jumlah pegawai di RPTC sebanyak 32 orang, 30 orang diantaranya sebagai honorer dan 2 orang PNS yaitu sebagai koordinator dan sekretaris di RPTC. Sebagian besar pegawai RPTC Bambu Apus telah memiliki masa kerja honor 1 - 10 tahun. Dilihat jabatannya, pegawai RPTC dibedakan menjadi 3 tim atau bagian, yaitu :

Tabel 5. SDM dilihat dari Jabatannya

No Personil/Profesi Jumlah 1. Tim Pengelola a.Koordinator b.Sekretaris c.Petugas Komputer 1 orang 1 orang 1 orang 3 orang Tim Profesi a.Pekerja Sosial b.Psikolog c.Tenaga medis d.Tenaga hukum

e.Tokoh agama (Islam dan Kristen) f.Pendamping Korban Tindak Kekerasan g.Pendamping Pekerja Migran

6 orang 2 orang 2 orang 1 orang 2 orang 1 orang 1 orang 15 orang Tim Umum a. Security b. Driver/sopir c. Juru masak d. Cleaning service e. Tukang kebun 4 orang 2 orang 2 orang 4 orang 2 orang 14 orang TOTAL 32 orang

Tingkat pendidikan pegawai cukup bervariasi terdiri dari:

Tabel 6. SDM dilihat dari Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. SD - orang 2. SMP 1 orang 3. SMA 14 orang 4. D3 2 orang 5. S1 / Sarjana 11 orang 6. S2 4 orang T O T A L 32 orang 2. Sarana kelengkapan

Kapasitas daya tampung RPTC Bambu Apus sebanyak 100 orang, memiliki sarana prasarana cukup lengkap baik perkantoran, ruangan untuk kegiatan, ruang tidur dan sarana pendukung lainnya. Bila PMB yang datang melebihi kapasitas daya tampung, maka RPTC memfungsikan ruangan lain seperti ruang perpustakaan, ruang bimbingan/kegiatan yang dijadikan sebagai tempat tidur. RPTC Bambu Apus dipimpin oleh seorang koordinator yang berstatus sebagai PNS Kementerian sosial. Implementasi kebijakan dan program perlindungan sosial bagi PMB di DKI Jakarta

Secara nasional, penempatan dan perlindungan pekerja migran diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sedangkan penanganan pekerja migran bermasalah didasarkan atas Undang-Undang Kesejahteraan Sosial tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Korban dan Saksi, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlinddungan Anak, Peraturan Pemerintah RI Nomnor 4 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Tindak kekerasan dalam Rumah Tangga, dan berbagai peraturan Perundangan lainnya serta Peraturan Menteri Sosial RI nomor 102/HUK/2007 tentang pendirian dan Penyelenggaraan Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC). Berbagai Undang-Undang dan peraturan ini, oleh Kementerian

Sosial diwujudkan dalam kegiatan Pendirian Rumah Perlindungan dan Trauma Center yang kegiatannya meliputi perlindungan dan pelayanan sosial. Pendirian RPTC di berbagai daerah diiniasi oleh Kementeriaan sosial dengan status sewa selama 2 tahun, yang selanjutnya kepemilikan dan pengelolaannya diserahkan oleh pemerintah daerah

Sedangkan penanganan Pekerja Migran Bermasalah di DKI Jakarta selain didasarkan atas Undang-Undang dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 22 tahun 2013 tentang Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah dan Tenaga Kerja Indonesia bermasalah ke daerah asal, juga didasarkan pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta. Peraturan Gubernur ini antara lain Peraturan Gubernur Nomor 134 tahun 2007 tentang Penanggulangan Sosial Korban Tindak Kekerasan di Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 218 tahun 2010 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 184 tahun 2012 tentang Pelayanan Sosial kesehatan dan Permakanan Orang terlantar. Implementasi dari berbagai peraturan ini, oleh Dinas Sosial DKI Jakarta diwujudkan dalam kegiatan antara lain:

a. Pendirian Panti Sosial Bhakti Kasih di Kebon Kosong yang bertujuan untuk melindungi, memulihkan trauma dan memberikan pemberdayaan kepada KTK dan PM

b. Dinas Sosial membangun sinergi dengan LSM, dunia usaha dan masyarakat dalam melakukan deteksi awal terhadap KTK dan PM c. Pemberdayaan Pekerja Migran di daerah Cilincing Jakarta Utara

melalui bantuan UEP sebesar Rp. 5.000.000,-/orang dalam bentuk barang kepada 25 orang KTK dan 25 orang PMB. Bantuan serupa juga pernah diberikan oleh Kementerian Sosial tahun 2013 yang diwujudkan dalam bentuk peralatan catering, dan pendampingan terhadap KTKPM terkait dengan trauma yang dialaminya.

d. Sesuai dengan tugas dan fungsinya Dinas Sosial DKI Jakarta dalam Gugus tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah melaksanakan fungsi re integrasi sosial, dengan melakukan pemulangan pekerja migran (orang terlantar)

ke daerah asal. Pemerintah DKI menyebut sebagai Orang Terlantar dan dapat dipulangkan ke daerah asal dengan anggaran Pemda DKI jakarta.

Peran RPTC dalam Perlindungan Sosial dan Proses Reintegrasi di Daerah

a. Kegiatan perlindungan sosial

Perlindungan sosial bagi PMB di RPTC diwujudkan dalam beberapa kegiatan terjadual meliputi:

1) Penerimaan PMB

2) Kontrak sosial, yang diwujudkan kesediaan dan persetujuan PMB untuk menandatangani peraturan/tata tertib selama di RPTC 3) Pemberian pakaian, peralatan mandi, makan dan ruang tidur 4) Asesemen yang dilakukan oleh pekerja sosial

5) Kegiatan dalam rangka pengisian waktu luang seperti bimbingan rohani, dinamika kelompok, olah raga, senam dan kegiatan lainnya

6) Trauma healing

7) Pelayanan kesehatan melalui kerjasama dengan Puskesmas Kecamatan Cipayung dan RS Koja

8) Pendampingan PMB yang mengalami trauma

Klien yang mendapatkan pelayanan di RPTC Bambu Apus tahun 2013 sebanyak 1.303 orang, 763 orang diantaranya adalah PMB, tahun 2014 sebanyak 1.571 orang, 935 orang diantaranya adalah PMB, sedangkan sampai dengan 11 Juni 2015 sebanyak 1,264 klien ditampung di RPTC, 769 diantaranya adalah PMB. Diperkirakan jumlah PMB yang ditampung di RPTC Bambu Apus akan semakin meningkat, sejalan dengan operasi yang masih terus dilakukan oleh Pemerintah Malaysia terhadap pekerja migran yang tidak memiliki dokumen resmi. Selain dipenjara, mereka di pulangkan ke Indonesia melalui Tanjung Pinang. Hal ini merupakan beban cukup berat bagi RPTC Bambu Apus, dan Kementerian Sosial terkait dengan biaya pemenuhan kebutuhan isik (sandang dan makan) dan pemulangan ke daerah asal. RPTC Bambu Apus juga harus menangani PMB yang

memiliki kasus-kasus cukup berat seperti sakit isik sebagai akibat kecelakaan kerja dan penyiksaan isik oleh majikan, hamil dan gangguan jiwa. Mengatasi permasalahan ini, RPTC Bambu Apus selain memiliki peketrja sosial, psikolog dan perawat, juga telah menjalin kerjasama dengan Puskesmas Kecamatan Cipayung, RS Koja dan RS Jiwa. RPTC Bambu Apus juga menangani PMB yang tidak ingin kembali ke daerah asal, penggunaan alamat “palsu” dan penolakan keluarga PMB di daerah asal. Menghadapi permasalahan ini, RPTC telah berupaya sedemikian rupa agar masalah ini bisa diatasi, diantaranya melalui pendekatan informal dengan Dinas Sosial setempat terkait dengan pencarian alamat keluarganya di daerah asal. Pendekatan informal cukup berhasil, banyak keluarga dapat ditemukan dan dapat menerima kembali PMB yang dikembalikan ke daerah asal.

b. Kegiatan reintegrasi sosial

Mempertemukan dan mengembalikan PMB ke keluarga dan masyarakat merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pekerja sosial RPTC. Tujuan kegiatan ini adalah agar PMB dapat hidup menyatu dalam keluarganya atau kerabatnya agar bisa kembali hidup di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan RPTC dalam proses reintegrasi PMB dengan keluarga dan masyarakat daerah asal, antara lain:

1) Penyiapan keluarga asal melalui koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi, kabupaten/kota. Pada kasus-kasus tertentu, penyiapan keluarga dilakukan sendiri oleh RPTC Bambu Apus.

2) Home visit dilakukan sebelum dan sesudah PMB kembali ke daerah asal. Home visit sebelum PMB kembali ke daerah asal dilakukan dalam rangka penyiapan keluarganya, sedangkan

home visit pasca PMB kembali ke daerah asal dilakukan dalam rangka penyiapan pemberian bantuan UEP.

Meskipun PMB ini merasa “gagal” bekerja di luar negeri, namun berdasarkan informasi klien PMB yang menjadi sampel dalam penelitian ini, pada umumnya PMB optimis bisa diterima oleh keluarga dan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan komunikasi

mereka dengan keluarga daerah asal yang umumnya mengharap agar PMB segera kembali ke daerah asal.

Kondisi kerentanan yang dialami PMB selama proses migrasi (transit, destinasi, keluarga asal)

a. Pra Penempatan

1) Calon Pekerja migran tidak mengetahui proses bekerja ke luar negeri dari instansi berwewenang, tetapi dari calo yang datang langsung menemui calon pekerja migran. Bahkan ada yang belum pernah mendengar Instansi Tenaga kerja, Dinas Sosial, dan Emigrasi

2) Mereka terpaksa bekerja di Malaysia karena sulit mencari pekerjaan di daerahnya

3) PPTKIS belum berperan sebagaimana mestinya, pengurusan dokumen dilakukan via calo

4) Rendahnya tingkat pendidikan calon pekerja migran

5) Pemalsuan dokumen seperti nama, umur, pendidikan dan alamat calon pekerja migran

6) Beaya pengurusan dokumen berasal dari penjualan aset keluarga seperti hewan ternak dan sawah/tanah, ada yang terpaksa hutang keluarga, kerabat dan tetangga.

7) Tidak melalui PAP (Pembekalan Akhir Pemberangkatan)

8) Berangkat via jalur tidak resmi dengan nenggunakan kapal laut yang kurang terjamin keselamatannya

9) Calon pekerja migran menggunakan visa pelancong, bahkan ada yang sama sekali tidak membawa dokumen

10) Tidak mengetahui dan menandatangai PK (Perjanjian Kerja) 11) Tidak memiliki Asuransi

b. Penempatan

1) Penempatan bekerja tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh calo, mereka terpaksa menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya

2) Besarnya gaji yang diterima tidak sesuai yang dijanjikan, bahkan ada yang tidak dibayar

3) Dalam waktu 3 sampai 4 bulan gaji diambil atau dipotong oleh calo sebagai pengganti biaya pengurusan dokumen dan pemberangkatan

4) Paspor ditahan oleh calo atau majikan

5) Penipuan pengurusan perpanjangan visa oleh calo/tekong di Malaysia

6) Konlik dengan majikan sebagai akibat bekerja melebihi jam kerja, gaji tidak dibayar dan penyiksaan isik dan mental, sehingga terpaksa kabur tanpa membawa dokumen

7) Mengalami kecelakaan kerja yang tidak sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan/majikan

8) Pemerkosaan pekerja migran perempuan oleh majikan

9) Mengalami nasib yang sama saat pindah kerja ke majikan/ perusahaan lain

10) Tidak melakukan perpanjangan visa, atau melakukan perpanjangan melalui calo namun ternyata palsu

11) Pihak KBRI/KJRI tidak memberikan perlindungan sosial, meskipun mereka juga sudah berusaha menghubungi via telpun namun tidak diangkat

12) Penangkapan oleh aparat keamanan Malaysia karena dianggap ilegal, semua uang dan barang berharga lainnya dirampas, serta mengalami penyiksaan isik dan mental

13) Proses penyelesaian masalah PMB oleh aparat kepolisian malaysia melalui tahapan: (a) penahanan oleh kepolisian yang mereka sebut “lokap” selama 1-2 minggu, semua barang bawaan PMB dirampas; (b) sidang di mahkamah (pengadilan); (c) masa hukumannya penjara sesuai dengan putusan mahkamah; (d) camp (penampungan) imigrasi selama 2 minggu; (e) penampungan di pasir gudang 4 - 5 hari untuk menunggu kapal ke Tanjung Pinang; (f) pemulangan dengan kapal laut ke Tanjung Pinang.

14) Proses pengadilan pekerja migran tidak didampingi oleh pengacara dan petugas dari KBRI/KJRI. Pihak KBRI/KJRI baru bertindak apabila kasusnya menjadi berita besar di Indonesia.

15) Pada kasus-kasus tertentu, berdasarkan putusan pengadilan Malaysia, pekerja migran yang dianggap salah selain dihukum penjara, juga dihukum cambuk

16) Fasilitas penjara Malaysia dianggap tidak manusiawi baik makan, tempat tidur, kamar mandi dan kesehatan, bahkan semua jenis penyakit hanya diberikan “panadol”

c. Pasca Penempatan

1) Tidak membawa uang, bahkan hanya pakaian yang dipakai yang dibawa pulang

2) Penampungan sementara bagi pekerja migran laki-laki di Tanjung Pinang dianggap kurang memenuhi syarat seperti fasilitas kamar mandi, makan dan tidur yang tidak sebanding dengan jumlah pekerja migran serta fasilitas air yang kurang bersih. Sedangkan PMB perempuan di tampung di RPTC Tanjung Pinang, sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke daerah asal.

3) Pengangkutan kapal laut dari Tanjung Pinang ke Tanjung Priuk di Jakarta, Sebagian ada yang langsung melanjutkan perjalanan darat ke daerah asal. Sedangkan yang masih menunggu kapal dibawa ke RPTC Bambu Apus

4) Pekerja migran dalam keadaan sakit, cacat isik, stres, hamil dan ada yang trauma saat tiba kembali di tanah air

5) Pemulangaan pekerja migran bermasalah menggunakan kapal laut dari Tanjung Pinang hingga Tanjung Priuk tanpa pendampingan petugas, dan selanjutnya dipulangkan via darat ke daerah masing-masing. Kondisi isik dan mental para PMB sudah sedemikian lelah, sehingga kadang terjadi pemukulan isik kepada sopir bus yang tidak mau mengantarnya hingga ke daerah asal.

6) Dalam kasus-kasus tertentu terkait dengan kondisi isik dan mental, PMB ditampung di RPTC Bambu Apus hingga pulih, dan kadang memerlukan waktu lebih dari 2 minggu

7) Kondisi PMB yang sakit berat merupakan berban berat terkait dengan biaya pengobatannya. Sementara pengurusan BPJS juga tidak mudah karena harus melengkapi KTP yang sudah lama mati

8) Bagi yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, merupakan beban berat bagi PMB laki-laki karena harus memenuhi kebutuhan keluarganya. Kadang mreka juga harus menanggung kebutuhan orang tuanya atau anggota keluarga lainnya

9) Pada umumnya PMB belum sepenuhnya bisa mendapatkan pekerjaan pasca kembali ke daaerahnya, karena tidak ada lapangan pekerjaan di daerahnya. Mereka lebih banyak bekerja sebagai buruh tidak tetap.

10) Terbatasnya lapangan kerja di daerah asal, sebagian PMB masih ada yang ingin tetap kembali bekerja di luar negeri. Malaysia masih merupakan pilihan sebagian warga untuk mendulang emas.

Faktor pendorong yang menyebabkan PMB ingin tetap bekerja di luar negeri

Perbedaan pendapatan dan tingginya pengangguran di daerah, tingginya pertumbuhan penduduk, keterbatasan lahan produktif dan sulitnya mencari pekerjaan di daerah merupakan faktor dominan pekerja migran bekerja di Malaysia. Selain itu juga ada faktor budaya, dan janji imbalan lebih tinggi dibandingkan di Indonesia turut menjadi faktor pendorong. Hasil wawancara dengan sampel informan menunjukkan mereka ada yang masih ingin tetap akan kembali ke Malaysia, meskipun mereka sudah tahu resiko yang akan dihadapinya.

Dalam dokumen (1250 Kali) (Halaman 42-52)

Dokumen terkait