• Tidak ada hasil yang ditemukan

Doa dan Dzikir serta Sholawat

Dalam dokumen Peta Penelitian Budaya di Lingkungan Bal (Halaman 51-56)

Dari apa yang dilakukan oleh kalangan Muslim di Yogyakarta ini bisa dilihat bahwa mereka sebenarnya hanya melakukan doa, dzikir dan sholawat. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari kegiatannya adalah berdoa. Doa artinya meminta, yakni meminta kepada Allah

baik untuk suatu keberhasilan maupun minta diampuni dari dosa dan kesalahan yang telah dilakukan, termasuk dalam hal ini tentu saja doa meminta disembuhkan dari penyakit yang diderita. Berdzikir adalah mengingat dan menyebut nama Allah sebagai sang maha pencipta dan maha perkasa. Dalam dzikir biasanya orang juga melakukan doa. Adapun sholawat adalah doa keselamatan untuk Nabi Muhammad, sebagaimana dianjurkan oleh Allah sendiri. Dan dalam sholawat biasanya terkandung juga doa atau permintaan akan kesuksesan dan lain-lain bagi orang yang melakukannya.

Dengan demikian, acara sholawatan berinti pada doa. Apa yang diminta melalui doa ini adalah kebaikan kehidupan di dunia ini dan tentu saja kebaikan di akhirat kelak. Kebaikan di dunia meliputi kebaikan kehidupan sosial ekonomi dan lain sebagainya, serta kebaikan hidup dalam beribadah kepada Allah. Sedangkan kebaikan kehidupan di akhirat adalah diterimanya amal ibadah yang dilakukan di dunia dan masuk ke dalam syorga yang dijanjikan oleh Allah. Dua hal ini adalah intisari dari apa yang biasanya diminta oleh seorang Muslim seperti terkandung dalam doa sapujagat yang setiap selesai menunaikan sholat wajib dimintakan oleh dia, yaitu “Robbana aatina fi dunia hasanah wa fil akhirati hasanah waqina adzaban nar”.

Ada juga syair yang mereka baca seperti sering dilantunkan oleh para penyanyi. Dalam acara di alun-alun Yogyakarta ini Habib juga melantunkan sholawat selain Sholawat Badar yang sudah sangat dikenal oleh khalayak Muslim. Sholawat ini sebenarnya juga cukup populer setelah dilantunkan oleh para penyanyi.

Bacaan sholawat yang dilantunkan oleh Habib Syech memang beragam. Selain itu ada juga syair-syair sholawat yang sudah berbahasa Indonesia yang dinyanyikan oleh Habib.

Dalam memberikan tausiyah atau ceramah bimbingan, Habib juga melantunkan lagu bimbingan rohani yang biasa dinyanyikan oleh Opick, yaitu Tombo Ati. Lagu ini sebenarnya nasehat yang berbau sufistik yang berasal dari ajaran Islam, seperti tertuang dalam ajaran-ajaran tasawwuf. Lagu ini berbau sufistik karena berkaitan

dengan pembinaan jiwa dan pembersihan hati dari segala kotoran yang bersifat kejiwaan yang kesemuanya akan menghalangi manusia dari mendapatkan keridloan Allah, mengingat dengan adanya penyakit-penyakit hati ini manusia tidak akan bisa khusuk beribadah kepada Allah. Mendapatkan keridloan Allah dan dijauhkan dari kemarahanNya adalah masalah utama bagi seorang Muslim, seperti sering menjadi doa para jemaah haji, Ya Allah, aku memohon ridloMu dan surga, dan aku mohon dijauhkan dari marahMu dan api neraka.

Pembinaan Spiritualitas

Model pembinaan spiritualitas yang disebutkan di atas kelihatannya terfokus pada aspek pembangunan jiwa dan pembersihan diri, yang menjadi keharusan dan secara umum merupakan daya tarik para pengunjung. Para pengunjung atau murid dalam arti yang longgar dalam hal ini diberi bimbingan, misalnya melalui buku yang disediakan oleh panitia dan atau harus dibeli, dalam melakukan doa dan dzikir tersebut. Doa dan dzikir serta sholawat yang terdapat dalam buku tersebutlah yang kemudian dibaca bersama oleh Habib Syech dan para pengunjung. Doa dan dzikir ini tentu saja tidak hanya terbatas dibaca pada saat acara, karena hal-hal tersebut bisa juga dilakukan di mana saja dan kapan saja, dan biasanya doa dan dzikir tersebut dibaca setelah sholat wajib yang lima waktu.

Kecenderungan para jamaah tersebut untuk mempraktekkan dizikir atau doa dan sholawat didorong oleh ajaran Islam sendiri yang menekankan bahwa melakukannya adalah perbuatan berpahala. Dengan melakukan hal seperti itu, maka mereka akan mendapatkan dua keuntungan, yakni pada satu sisi mereka melakukan ibadah dengan mana mereka akan mendapatkan pahala, dan pada sisi lain mereka juga membina dan memperkuat keimanan atau keberagamaan (religiusitas) mereka pada umumnya. Dalil-dalil yang mengharuskan mereka melakukan hal-hal di atas terdapat dalam ajaran Islam sendiri. Dzikir berarti mengingat Allah, (QS:2,152). Dalam hal doa, perintah atau petunjuk keharusannya juga sudah tertera dalam ajaran Islam sendiri, (QS:40,60). Selain doa dan dzikir, membaca sholawat

sendiri sebenarnya diharuskan dalam Islam. Setidaknya begitulah yang difirmankan oleh Allah (QS:33,56).

Para pemraktek sholawatan ini paham betul bahwa doa itu sangat penting bagi seorang Muslim, karena di samping doa adalah permintaan mereka kepada Allah juga karena berdoa sendiri merupakan ibadah. Dalam ajaran Islam dikatakakan bahwa doa itu adalah intisarinya ibadah. Ini artinya bahwa berdoa merupakan hal penting dalam religiusitas seorang Muslim. Seorang penyair bahkan menegaskan bahwa berdoa atau meminta kepada Allah adalah perbuatan yang harus dilakukan, karena Allah akan marah kalau seorang Muslim tidak melakukan dan menyatakan doa atau permintaannya. Logika seperti ini memang bisa dipahami dengan melihat bahwa Allah adalah sang pencipta dan maha segalanya, sehingga sepatutnya Dia menjadi pusat permintaan hambanya.

Untuk menuju pada pengabulan doa, seorang Muslim harus melakukan apa yang biasa disebut sebagai taubat, yakni memohon ampunan Allah atas segala dosa yang telah dilakukan dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Inilah yang biasa disebut sebagai “taubat nasuha” yakni meminta ampun yang tulus dan benar-benar datang dari hati. Begitulah pesan-pesan yang disampaikan baik dalam acara sholawatan yang dilakukan oleh Habib Syech tadi mapun dalam acara pengobatan yang diberikan oleh Ustadz Ummarul. Kedua tokoh ini mengutamakan pembinaan hati yang kemudian menekankan pentingnya akhlak sebagai cara manusia menjalani hidup bersama manusia lainnya di dunia ini serta berhubungan dengan khaliqnya.

Adanya gairah untuk mempraktekkan hal-hal religius ini memang menjadi kecenderungan umat Islam pada umumnya, bahkan di kalangan masyarakat seni hal seperti itu juga dilakukan. Sebagian seniman telah menggunakan doa dan sholawat yang biasa dilagukan oleh kalangan Islam santri ini menjadi bagian dari karya seni setelah sholawat atau doa yang ada diaransir sedemikian rupa. Sebuah kelompok nasyid, misalnya, telah secara jelas-jelas melantunkan syair- syair yang berkaitan dengan membaca sholawat tersebut. Bahkan syair tersebut diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, yakni Jawa,

Cina dan bahkan Inggris, meskipun tetap dinyanyikan oleh orang Indonesia dan untuk masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, bacaan sholawat dan dzikir atau doa tersebut telah menjadi bacaan populer, setelah hal tersebut disunting oleh para artis atau seniman melalui nyanyian musikal mereka. Jadi, jangankan mereka para jamaah yang mengikuti acara-acara sholawatan seperti di Yogyakarta ini, para anggota masyarakat Islam umum pun bisa menghapal syair sholawat atau doa tersebut. Syair yang termuat di atas, misalnya, adalah syair yang cukup populer, karena syair tersebut kerap dilantunkan dalam acara-acara televisi selama ramadlan. Ini artinya bahwa pembinaan spiritualitas Islam pada umumnya telah dilakukan oleh masyarakat sendiri, dan hal tersebut terbantu oleh dilakukannya pelantunannya melalui musik oleh para seniman.

Di kalangan jamaah tadi, dorongan untuk membiasakan membaca baik itu dzikir, doa maupun sholawat memang dilakukan oleh para guru atau Habib Syech tadi. Selain itu tentu saja dorongan dari dalam diri para jamaah sendiri telah memungkinkan doa dan sholawat tadi dibiasakan dibaca, karena hal tersebut jelas-jelas mendatangkan pahala. Dengan diberikannya bimbingan melalui buku yang disebarkan kepada seluruh jamaah, maka sholawat- sholawat yang ada akan lebih mudah dipraktekkan dan dibaca atau diwiridkan setelah mereka menghapalkannya.

Dengan melihat cara yang dilakukan oleh Habib Syech di atas, kita bisa menemukan unsur sufisme yang biasanya menekankan pembinaan bathin untuk mendapatkan keridloan Allah, seperti terkandung dalam doa dan dzikir yang dipraktekkan oleh mereka. Pembersihan hati adalah media agar usaha mendekatkan diri kepada Allah bisa berhasil, karena hati yang kotor bukan saja akan menghalangi terkabulnya doa tersebut tetapi juga akan memalingkan seorang pendoa dari maksud yang ingin dikejarnya. Dengan hati yang masih diliputi oleh dengki, hasud dan cinta kepada dunia, seorang Muslim tidak akan berkonsentrasi atau benar-benar meminta ampunan Allah. Hanya hati yang bersihlah yang akan membawanya berhasil mendapatkan keridloan Allah.

Dalam dokumen Peta Penelitian Budaya di Lingkungan Bal (Halaman 51-56)