• Tidak ada hasil yang ditemukan

September sampai awal oktober 2010 selama 50 jam atau satu minggu. Dalam pelaihan dibekali dengan teori peneliian, dilanjutkan dengan ilmu tentang jamu di Balai Besar Peneliian dan Pengembangan Tanaman obat dan obat Tradisional

(B2P2TooT) Tawangmangu termasuk kunjungan ke kebun tanaman obat, etalase tanaman obat, sekaligus ke Klinik Sainiikasi Jamu B2P2TooT di Tawangmangu.

Keika mengikui pelaihan dr. Sii sedang mengandung. Sosialisasi Sainiikasi Jamu kepada responden dan penjaringan pasien baru dilakukan usai cui melahirkan. Semua respondennya yang berjumlah 12 orang, responnya bagus.

Respondennya terdiri dari PNS maupun pasien-pasien yang sudah kenal baik. Awalnya, Jamu yang akan digunakan untuk peneliian dipajang

M

enkes dr. Endang

Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, pada tanggal 6 Januari 2010 di Kendal, Jawa Tengah mencanangkan Sainiikasi Jamu. Tujuannya memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu secara emperis melalui peneliian berbasis pelayanan kesehatan.

Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai penelii dalam upaya prevenif, promoif, rehabilitaive dan paliaif melalui penggunaan jamu. Meningkatnya kegiatan peneliian kualitaif terhadap pasien dengan penggunaan jamu. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk mengetahui bagaimana para dokter melakukan peneliian tentang khasiat jamu dan bagaimana respon responden dalam Sainiikasi Jamu, Mediakom berbincang-bincang dengan iga penelii Sainiikasi Jamu. Berikut peikannya.

APA

KATA

DOKTER

JAMU?

di Puskesmas, sehingga menarik perhaian beberapa pasien. “Bu niki nopo to bu, saya mau bu”, ujar dr. Sii menirukan pasiennya. wah ini jamu dari Klinik Hortus Medicus Tawangmangu . Untuk peneliian terhadap 12 pasien. Nani kalau ada peneliian lagi, saya usahakan, jawab dr. Sii.

Sebelum dilakukan peneliian, para pasien dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Tetapi pasien yang menjadi sasaran peneliian menginfokan ke para tetangga secara “getok tular”. Sehingg banyak pasien yang meminta jamu. Kemudian saya informasikan bahwa di Klinik Sainiikasi Jamu “Hortus Medicus” milik B2P2TooT Tawangmangu sudah melayani pengobatan dengan jamu.

Di tempat saya bertugas, Desa Siaga-nya berjalan baik, dan Bu Lurah sebagai Ketua PKK sangat akif, bahkan pernah mengajak piknik kader PKK ke B2P2TooT Tawangmangu. Pada kesempatan tersebut juga dimanfaatkan untuk berobat di klinik Sainiikasi Jamu. Mereka bangga, kendai harus merogoh kocek 20 ribu rupiah untuk biaya sekali berobat.

Saya kebetulan juga konsumen jamu, seiap melahirkan saya pakai jamu, dan sekarang saya juga pakai jamu untuk pelancar ASI. Hasilnya,

subhanalloh aman-aman saja dan saya pernah gunakan yang pelancar ASI ekstrak dari pabrikan ternnyata hasilnya sama dengan yang digunakan untuk peneliian, ujar dr. Sii.

Dr. Sii menceritakan, dalam peneliian ada 1 pasien yang gagal bukan karena jamu tetapi karena idak patuh dalam mengkumsi makanan. Pasien yang dimaksud menderita sakit gula, mesinya diet tetapi justru , minum es cendol, es degan, tahu bacem dan sebagainya. Akibatnya pernah sampai muntah-muntah.

Ada satu lagi pasen PNS yang menderita Diabetes Melitus (DM). Selain minum jamu yang disediakan juga dikonsultasikan ke ahli gizi. Sebelum minum jamu, gula darahnya 348, setelah diobai dengan jamu selama satu bulan gula darahnya turun menjadi 156.

Semua pasien menyatakan rasa enak di badan “seger”, meskipun kadang- kadang, gulanya turunnya sedikit. Ada satu pasien ibu-ibu, keika ditanya “pripun Bu kok mboten kontrol malih”( bagaimana bu, kok idak kontrol lagi?). Kulo pun sekeco e bu (saya udah enak bu), ujar dr. Sii menirukan pasiennya.

Biasanya kalau sakit DM seluruh badannya sakit semua (neoropai), tetapi setelah minum satu minggu

sudah merasa idurnya enak, kesemutannya berkurang. Satu lagi pasien yang sudah sepuh, keika ditanya “ pripun mbah “? Jawabannya, kulo mbucale (buang air besar) lancar, padahal sebelum minum jamu buang air besarnya idak lancar, kata dr. Sii menceritakan pengalamannya.

Dari semua formula, jamu untuk DM rasanya paling pahit karena merupakan campuran sambiloto dan brotowali, kata para responden. Untuk menghilangkan rasa pahit itu, kadang- kadang pasien prustasi, akhirnya ada yang ngemut gula,sehingga waktu diperiksa gula darahnya naik lagi. Tetapi jamu untuk kolesterol, asam urat dan hipertensi umumnya bagus. “Pasien saya sebelum pengobatan, gula darahnya 180 dan 160 tetapi karena kontrolnya baik, penurunnya signiikan”, ujar dr. Sii. Jadi setelah peneliian ini perlu indak lanjut. Dari 12 pasien ingkat keberhasilnya sekitar 85 persen

Dr. Sii menyarankan untuk ke depan, Sainiikasi Jamu membutuhkan dukungan semua pihak, idak bisa hanya dilakukan Kementerian Kesehatan saja. Contoh, penyediaan bahan baku obat, kalau hanya dari B2P2TooT Tawangmangu idak mencukupi, juga distribusinya ke Puskesmas memerlukan dukungan.§

Dr. supardi

alUMnUs fk UMy yOgyakarta., taHUn 2002, Ptt 1,5 tHn di

PUskesMas JatiOsO . karanganyar. sekarang kePala PUskesMas tawang MangU, seJak 2006.

--- Seperi rekannya dr. Sii, pelaihan Sainiikasi Jamu yang diikui dr. Supardi. Setelah pelaihan, dengan moivasi, dukungan dan niat baik dari Badan Litbangkes, saya tergugah untuk ikut berperan dalam Sainiikasi Jamu menuju kemandirian bangsa. Indonesia mempunyai potensi tanaman obat yang luar biasa kalau digali dan ditekuni tetapi kelanjutannya perlu dukungan semua pihak. Saya sebagai dokter yang langsung berhubungan dengan masyarakat, mengharapkan

para pengambil kebijakan meneruskan peneliian ini untuk kemandirian bangsa.

Empat penyakit yang menjadi sasaran peneliian merata diderita masyarakat berpenghasilan rendah maupun yang ekonominya mapan. Dari keempat formula tersebut respon pasien cukup baik. Tetapi yang perlu diinformasikan kepada mereka bahwa minum jamu idak seperi minum obat kimia, jamu efeknya baru kelihatan setelah rata-rata pengobatan minggu ke-3. Bahkan untuk hipertensi pada minggu ke-4. Pada minggu ke-3 tensinya masih luktuaif, tetapi setelah minggu ke-4 tensinya sudah normal. “Dari pengalaman ini mungkin sebaiknya peneliian diperpanjng menjadi 3-4 bulan. Kalau pengobatan baru berjalan satu sampai dua minggu penurunannya baru

dr. itaKusumawati, m.Kes

kePala PUskesMas Jenawi, alUMnUs fk Uns taHUn 2000

--- Awalnya para dokter Puskesmas di Kabupaten

Karanganyar direkrut B2P2TooT Tawangmangu untuk mengikui program pelaihan Sainiikasi Jamu. Setelah dilaih, kemudian diberikan bekal untuk melakukan peneliian jamu berbasis pelayanan kesehatan. Menjadi dokter Sainiikasi Jamu sangat menarik, karena harus membandingkan sesuatu yang di bangku kuliah idak diterimanya yaitu jamu, ujarnya memulai percakapan.

Kebetulan, saya bertugas di daerah cukup terpencil yaitu , di Puskesmas Gunung Lawu. Pasien yang

dijadikan obyek peneliian rata-rata 50-60 persen sudah pernah menggunakan jamu. Jadi sosialisasi pengobatan menggunakan jamu, idak mengalami kesulitan. Baik jamu untuk sekedar menjaga stamina seperi jahe, beras kencur maupun jamu untuk terapi itu sendiri. Dalam proses peneliian, banyak sekali liku-likunya, dr. Ita menambahkan. Tetapi yang menarik, ada seorang pasien yang akhirnya gagal terapi dalam pengerian drop out. Hanya karena “ kendil yang digunakan untuk merebus jamu” pecah sampai keiga kalinya. Akhirnya dia melapor “ sampun lah bu ,

kulo mboten usah melanjutkan saja”. Kejadian ini sudah disampaikan sebagai masukan kepada Tim, untuk kedepan selain jamu juga harus dipersiapkan kualinya.

Pihak B2P2TooT sudah menyediakan paket jamu dalam tas-tas, untuk satu minggu. Satu tas isinya 7 kantong, satu kantong untuk sehari. Secara pribadi, Sainiikasi Jamu itu posiif . “Saya merasa ini suatu terobosan. Sebetulnya, kita lihat dari segi masyarakat mereka butuh juga. Kalau pun idak diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan, mereka akan mencari sendiri”, ujar dr. Ita.

Tetapi itu pengalaman emperis. Akan lebih bagus lagi, kalau jamu diberikan oleh im medis, distandarisasi, dosisnya sudah diukur, juga sudah dicoba keamanannya dan sebagainya. Dari segi masyarakat itu senang sekali. Kalau dari kami (dokter), satu terobosan karena jamu itu memang untuk penyakit-penyakit generaif. Lebih kepada yang secara medis pun, contoh DM idak ada obatnya. Jadi obat DM adalah untuk mempertahankan kadar gula dalam posisi terkontrol. Kalau menggunakan obat modern dalam jangka waktu lama akan berefek pada ginjal dan sebagainya. Tetapi dengan terapi jamu sangat efekif, karena idak berdampak negaive, dr. Ita menambahkan.

Antusiasme pasien itu luar biasa. Kendai pasien- pasien yang menjadi obyek peneliian hanya mendapatkan jamu satu bulan. Tetapi mereka mengatakan, Bu saya merasa enak, gula saya terkontrol, badan saya jadi enteng. Saya minta lagi. Saudara saya juga minta. Ada juga yang adiknya minta, dr. Ita menirukan pasiennya. Menghadapi banyaknya permintaan jamu, dr. Ita awalnya bingung, iki piye carane yo, kita kan hanya dijatah satu bulan. Untuk mengatasi hal itu, dr. Ita berkoordinasi dengan B2P2TooT dan mereka dapat menyediakan jamu. 90 persen mereka ingin melanjutkan pengobatan dengan jamu. Dari B2P2TooT sudah menyatakan kesediaannya untuk menyediakan bahan bakunya, tetapi karena di luar peneliiana harus bayar. Mereka umumnya mau membayar. Bahkan berapa pun mereka mau membayar. Lalu ada kesepakatan dengan B2P2TooT, karena di Klinik Sainiikasi Jamu Hortus Medicus sekali berobat pasien membayar 20 ribu rupiah, maka pasien lanjutan juga dikenakan hal yang sama.

Di Karanganyar sudah ada 18 dokter menjadi penelii Sainiikasi Jamu. Jadi seluruh kecamatan . Hasilnya sudah disampaikan, secara umum 85 persen mengalami perbaikan. Keluhan dari pasien, ada beberapa yang bersifat mual, tetapi bisa diatasi dengan memberikan obat ani mual. Ada pula pasien yang mual, tetapi setelah jamunya ditambah madu, idak mual lagi. Ada juga yang memakai Antasit.§ Smd

sedikit”, ujar dr. Supardi.

Kendai peneliian sudah selesai, ada beberapa pasien yang minta jamu lagi karena kebugarannya meningkat, badan lebih enteng, lebih nyaman, makan lebih lahap dan sebagainya. Ini yang idak terdapat pada obat

konvensional, karena memang obat konvensional satu obat untuk penyakit itu tetapi untuk jamu ada beberapa zat untuk mengatasi penyakit lain, dr. Supardi menambahkan.

Dr. Supardi mengarapankan ke depan kalau jamu dikembangkan

dengan baik, yang jelas potensinya luar biasa dan sumber dayanya lumayan banyak, maka pengobatan jamu berbasis peneliian ini harus berlanjut. Lebih diingkatkan dan lebih bersemangat terutama para pengambil kebijakan.§

umah sakit Dr. Soeomo Surabaya, telah membuka

Dalam dokumen Mediakom Edisi 32 Oktober 2011 - [MAJALAH] (Halaman 31-34)

Dokumen terkait