• Tidak ada hasil yang ditemukan

Doktrin piercing the corporate veil tidak terdapat dalam KUHD, tetapi secara

sangat simpel diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 .” Doktrin ini mengartikan bahwa sungguhpun suatu badan hukum bertanggung jawab hanya terbatas harta badan hukum tersebut,tetapi dalam hal-hal tertentu batas tanggung jawab tersebut dapat ditembus (piercing)”88

Dalam penerapannya ke dalam ilmu hukum Perseroan, doktrin piercing the

corporate veil berarti bahwa hukum tidak memberlakukan prinsip terpisahnya

tanggung jawab dan harta kekayaan badan hukum dari tanggung jawab dan harta benda pemegang sahamnya, sungguhpun secara de jure seluruh persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu Perseroan Terbatas untuk dapat menjadi suatu badan hukum telah sempurna dilakukan. Jadi cadar yang membatasi badan hukum dengan pemegang sahamnya dapat dikoyak. Dengan demikian berdasarkan doktrin piercing

the corporate veil ini ada kemungkinan pemegang saham dalam hal-hal tertentu ikut

bertanggung jawab sampai kepada harta pribadinya atas tindakan yang dilakukan oleh dan atas nama Perseroan. Yang berarti juga apabila terbukti pemegang saham melakukan perbuatan yang merugikan perseroan atau memanfaatkan perseroan sehingga terjadi kerugian maka ia harus bertanggung jawab sampai pada harta pribadinya.

Doktin piercing the corporate veil ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak adil terutama bagi pihak luar perseroan dari tindakan sewenang-wenang atau tidak layak yang dilakukan atas nama perseroan, baik yang terbit dari suatu transaksi dengan pihak ketiga ataupun yang timbul dari perbuatan menyesatkan atau perbuatan melawan hukum yang timbul dari suatu hubungan kontraktual misalnya jika terdapat hal-hal yang luar biasa dalam Perseroan, seperti Perseroan tidak pernah membuat untung atau mencampur adukan antara bisnis dan financial Perseroan dengan pemegang saham. Piercing the corporate veil juga diterapkan terhadap hubungan non kontraktual seperti jika terjadinya perbuatan melawan hukum jika gagal mengikuti formalitas dari suatu Perseroan.

Menurut R. Murjianto berlakunya doktrin atas prinsip atau asas

separate corporate personality menegaskan bahwa antara Perseroan Terbatas sebagai suatu legal entity dan para pemegang saham dari Perseroan Terbatas itu terdapat tabir (veil) pemisah. Dalam teori hukum perseroan tabir tersebut dinamakan dengan corporate veil atau tabir perseroan , dimana dalam keadaan tertentu tabir tersebut dapat disingkap oleh hakim. Artinya apabila terjadi kerugian atas perseroan karena perbuatan dari pemegang saham maka hakim dapat memutuskan agar pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi sampai pada harta pribadinya kepada kreditur perseroan yang dirugikan oleh perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.89

Jadi hakim dapat memutuskan pemegang saham bertangung jawab secara pribadi apabila terbukti bahwa kerugian dari perseroan dilakukan oleh pemegang saham tersebut.

Dari doktrin keterbatasan tanggung jawab pemegang saham Perseroan Terbatas maka penerapan piercing the corporate veil dapat terjadi karena adanya:

1. Pengontrolan anak perusahaan oleh induk perusahaan.

2. Penggunaan kontrol oleh induk perusahaan untuk melakukan penipuan, ketidak jujuran, dan tindakan yang tidakan tidak fair lainnya.

3. Adanya kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran kewajiban atau tugas dari induk perusahaan.90

Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pengaturan mengenai piercing the corporate veil dapat ditemukan dalam Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan bahwa Pertanggung jawaban terbatas pemegang saham dalam Perseroan Terbatas tidak berlaku dalam hal:

89 R. Murjianto op.cit. h. 150 90 Munir Fuady, op.cit. h. 62

1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung

dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau

4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Keempat hal yang menyebabkan terjadinya piercing the corporate veil tersebut, Jelas menunjukkan bahwa:

1. Dalam hal yang pertama, jelas pemegang saham tidak secara serius menghendaki status pertanggung jawaban terbatas, yang hanya dapat diperoleh segera setelah Perseroan Terbatas yang didirikan tersebut memperoleh pengesahan dari Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dengan mengabaikan proses formalitas yang selayaknya dan seharusnya ditempuh, pendiri Perseroan Terbatas dapat dikatakan tidak bermaksud untuk secara sungguh-sungguh mendirikan suatu Perseroan Terbatas. Bahkan dalam ketentuan Pasal 10 ayat (9) Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa jika dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani permohonan untuk pengesahan dan memperoleh status badan Hukum tidak diajukan Mentri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, maka akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut . Tidak diperolehnya status badan hukum tersebut, bukan hanya semata-mata terjadi karena tidak diajukannya permohonan pengesahan sebagai badan hukum, melainkan dapat karena berbagai hal. Hal-hal tersebut dapat terjadi misalnya karena pendiri tidak mau melakukan penyetoran modal sebagaimana telah ditentukan sebelumnya, pendiri tidak memberikan kuasa kepada pengurus perseroan untuk melakukan kegiatan yang

diperlukan , sedangkan pendiri itu sendiri tidak mau bertindak atas nama perseroan dan lain sebagainya.

2. Hal kedua terkait dengan teori keagenan, dimana pemegang saham dengan itikad buruk telah memanfaatkan perseroan untuk kepentingan dirinya pribadi. Dalam konteks yang demikian berarti perseroan semata-mata hanya melaksanan apa yang menjadi tujuan dan objektif dari pemegang saham. Pemegang saham dalam hal ini berlindung dibalik pertanggung jawaban terbatas perseroan, sedangkan perseroan sendiri dimanfaatkan untuk kepentingannya pribadi. Jadi jelaslah dalam konteks ini pemegang saham yang tidak memiliki itikad baik tidak dilindungi oleh hukum. Piercing the

corporate veil berlaku dalam hal ini bagi pemegang

saham yang memanfaatkan perseroan untuk kepentingannya pribadi.

3. Hal yang ketiga ini menunjukkan pada tindakan pemegang saham yang secara bertentangan dengan hukum (fraud). Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa siapa yang telah menerbitkan kerugian pada seseorang lain,bertanggung jawab atas kerugian yang diterbikannya tersebut. Sebagai suatu

artificial person, Pers eroan Terbatas tidaklah memiliki

kehendak. Dalam keadaan dimana kehendak perseroan adalah kehendak pemegang saham, maka jelas yang bertanggung jawab adalah pemegang saham tersebut.

4. Hal keempat berkaitan dengan penggunaan harta kekayaan secara tidak sah yang menyebabkan harta kekayaan Perseroan menjadi berkurang sehingga Perseroan tidak dapat melunasi seluruh kewajibannya kepada kreditor Perseroan.91

Dari ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak satupun yang menyatakan pihak mana yang sebenarnya dilindungi dengan diberlakukannya prinsip piercing the corporate veil. Namun demikian dengan melihat pada ketentuan yang dinyatakan dalam Pasal 3 ayat (2) butir d Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dapat diketahui bahwa perlindungan diberikan kepada kreditor Perseroan Terbatas.

B. Campur Tangan Induk Perusahaan Ke Dalam Bisnis Anak Perusahaan

Dokumen terkait