• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN PERLUASAN KETIDAKHADIRAN

A. Ketidakhadiran pada Umumnya

3. Domisili

Tempat tinggal (domisili) sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 25 KUHPerdata), adalah tempat di mana seseorang tinggal atau berkedudukan serta mempunyai hak dan kewajiban hukum. Tempat tinggal dapat berupa wilayah atau daerah dan dapat pula berupa rumah kediaman atau kantor yang berada dalam wilayah atau daerah tertentu. Tempat tinggal manusia pribadi biasa disebut tempat kediaman, sedangkan tempat tinggal badan hukum disebut tempat kedudukan. Tempat tinggal sering juga disebut alamat. Setiap subjek hukum, baik manusia maupun badan hukum, tentu harus mempunyai nama dan alamat (tempat kedudukan bagi badan hukum) yang akan dipergunakan sebagai tempat untuk menjalankan segala hak-haknya sekaligus sebagai tempat untuk pemenuhan atas segala kewajibannya menurut hukum. Seorang manusia mempunyai nama yang tersurat dalam akte kelahirannya, dan alamatnya sangat tergantung dari statusnya sebagai manusia, misalnya anak dibawah umur yang baru dilahirkan, sedangkan suatu badan hukum mempunyai nama dan tempat kedudukan yang harus jelas tersurat dalam akta pendiriannya dan perobahannya.

Orang dalam pengertian hukum atau persoon tersebut berwenang mempergunakan haknya sepenuhnya, termasuk juga untuk menambah dan mengurangi harta kekayaannya dengan cara melakukan perbuatan hukum yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang, asalkan orang tersebut sudah cakap melakukan

tindakan hukum, misalnya sudah berumur 21 tahun 59 atau telah pernah kawin sebelum mencapai umur 21 tahun. 60 Ini bukan berarti bahwa orang yang belum dewasa tidak boleh melakukan perbuatan hukum, Dalam sistem BW sendiri menentukan bahwa terhadap orang-orang yang dibatasi kewenangannya (termasuk orang yang belum dewasa) untuk melakukan tindakan hukum disediakan orang atau badan yang akan membantu dan atau mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum yang diperlukan.

Istilah “ domisili “ sudah diterima sebagai bahasa Indonesia, khususnya dalam bahasa hukum (legal terms), Kata itu sendiri berasal dari perkataan latin

domicilium atau domus,61 yang artinya suatu tempat kediaman dari seseorang

atau suatu keluarga, atau dengan makna lain sebagai suatu tempat dengan mana seseorang mempunyai suatu hubungan tetap untuk menentukan status keperdataannya atau untuk kebutuhan-kebutuhan hukumnya yang nyata atau menurut hukum merupakan tempat tinggalnya yang tetap. Dalam BW sendiri maupun dalam Kitab Undang-Undang yang lain (termasuk Rv), seringkali domisili atau tempat kediaman ditunjuk sebagai tempat dimana seseorang harus melakukan perbuatan hukum dari orang yang bersangkutan, berhubung domisili atau tempat tinggal memberikan arti dan pengaruh bagi perbuatan hukum yang dilakukan.

59 Pasal 330 KUHPerdata menentukan belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap duapuluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

60 Pasal 1130 KUHPerdata berbunyi : Tak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah : 1. orang-orang yang belum dewasa; 2. mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; 3. orang- orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Vollmar mengatakan :

Bahwa dalam memberikan arti dan pengaruh sedemikian, yang menjadi dasar pikiran ialah bahwa domisili itu dapat dipandang sebagai tempat dimana seseorang berhubung dengan perjalanan hak-hak dan pemenuhan kewajiban-kewajibannya setiap saat dapat dijumpai, juga jika ia dalam kenyataannya bertempat tinggal ditempat lain.62

Menurut Abdul Kadir Muhammad, domisili (tempat tinggal) menentukan hak dan kewajiban seseorang menurut hukum. Hak dan kewajiban ini dapat timbul dalam bidang hukum publik dan dapat pula dalam bidang hukum perdata. Hak dan kewajiban dalam bidang hukum publik, misalnya :

1. Hak mengikuti Pemilihan Umum, hak suara hanya dapat diberikan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di mana yang bersangkutan tinggal atau beralamat;

2. Kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan (PBB), hanya dapat dipenuhi di tempat di mana yang bersangkutan tinggal (beralamat); 3. Kewajiban membayar pajak kenderaan bermotor hanya dapat dipenuhi

di mana yang bersangkutan tinggal/beralamat, karena kenderaan bermotor didaftarkan mengikuti alamat pemiliknya.63

Hak dan kewajiban dalam bidang hukum perdata, misalnya :

1. Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tempat pembayaran, debitur wajib membayar di tempat tinggal kreditur, jadi hak kreditur dipenuhi di tempat tinggalnya (Pasal 1393 ayat (2) KUHPerdata).

2. Debitur wajib membayar wesel/cek kepada pemegangnya (kreditur) di tempat tinggal/alamat debutur (Pasal 137 KUHD). Ini berarti kreditur (pemegang wesel/cek) harus datang ke kantor debitur (bank) untuk memperoleh pembayaran. Debitur (bank) hanya akan membayar di kantornya, bukan ditempat lain.

62 H.F.A Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, diterjemahkan oleh I.S. Adiwimarta, (Jakarta: CV. Rajawali, 1989, Jilid I), hal. 44

63 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 35-36.

3. Debitur berhak menerima kredit dari kreditur (bank) di kantor kreditur (bank), demikian juga kewajiban membayar kredit dilakukan di kantor kreditur (bank).

4. Tempat melangsungkan perkawinan;

5. Dalam perkara Kepailitan, yaitu mengenai Hakim yang berwenang menyatakan atau menjatuhkan putusan pailit;

6. Dalam masalah pembukaan surat wasiat olografis (tertutup) dan lain- lain.64

Untuk menentukan domisili dari seseorang atau tempat kedudukan suatu badan hukum dalam banyak hal sebenarnya tidak begitu sulit, tetapi kenyataannya ada juga orang yang sudah mengatur dan menentukan cara hidupnya sedemikian rupa sehingga sukar sekali untuk menentukan tempat kediaman senyatanya dari yang bersangkutan, sebagai contoh orang yang demi kehidupannya mencari kebutuhan hidupnya senantiasa melakukan perjalanan sehingga dengan demikian hampir tidak mempunyai tempat tinggal atau kediaman, demikian juga terhadap orang yang mempunyai hubungan dengan dua atau lebih tempat, sehingga seolah-olah ia mempunyai tempat kediaman di beberapa tempat. Keadaan seperti tersebut diatas hendaknya dapat ditertibkan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang diharapkan dapat memperjelas status domisili penduduk, mengatur apa definisi dari penduduk, syarat- syarat menjadi penduduk di Indonesia sekaligus mengatur mengenai syarat-syarat untuk memperoleh Kartu Tanda Penduduk (identity card) dan masalah kependudukan lainnya. KUHPerdata menentukan bahwa setiap orang dianggap mempunyai tempat

64 Ibid, hal 35-36

tinggalnya dimana ia menempatkan pusat kediamannya,65 sedangkan dalam hal orang itu mempunyai beberapa tempat kediaman, maka yang dianggap sebagai tempat kediaman resminya adalah tempat dimana orang yang bersangkutan menempatkan tempat kediamannya yang utama atau yang diutamakan oleh yang bersangkutan, dan dalam ketiadaan tempat kediaman yang utama, maka tempat kediamannya adalah tempat dimana senyatanya yang bersangkutan menempatkan tempat kediaman resminya, yaitu tempat dimana setiap saat dapat ditemui atau dihubungi apabila seseorang itu diharuskan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya menurut hukum. Undang-Undang sendiri tidak ada mengatur mengenai apakah yang dipakai sebagai ukuran untuk menentukan tempat kediaman dari seseorang itu, akan tetapi dalam ilmu hukum dikenal 2 (dua) kreteria, yaitu :

1. adanya kehendak (animus), dan

2. adanya perbuatan (corpus)

kedua kreteria tersebut di atas harus ada secara kumulatif, yaitu adanya kehendak untuk menetapkan dan atau merobah tempat kediamannya dan adanya tingkah laku yang nyata dari yang bersangkutan yang dari padanya dapat disimpulkan bahwa kehendak tersebut telah dijalankan oleh yang bersangkutan. Kreteria ini juga dikenal dan dianut oleh ketentuan Pasal 18 dan Pasal 19 KUHPerdata.66 Walau begitu

65 Pasal 17 KUHPerdata berbunyi : Setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggalnya, di mana ia menempatkan pusat kediamannya.

66 Pasal 18 KUHPerdata berbunyi : Perpindahan tempat tinggal dilakukan dengan memindahkan rumah kediamannya ketempat lain, ditambahkan pada maksud akan menempatkan pusat kediamannya ditempat itu. Selanjutnya Pasal 19 KUHPerdata berbunyi : Maksud itu dibuktikan dengan menyampaikan suatu pemberitahuan kepada Kepala Pemerintahan, baik ditempat yang ditinggalkan maupun ditempat kemana rumah kediaman itu dipindahkannya.

persoalan selalu saja timbul, sebab sukar sekali untuk menentukan domisili yang tepat menurut hukum dari seorang pelaut yang bekerja di atas kapal yang senantiasa berlayar, demikian juga bagi narapidana yang sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan yang ditunjuk baginya, orang gelandangan atau pengembara dan sebagainya.

Selain itu dikenal juga tempat tinggal rekaan atau anggapan, yaitu tempat dimana undang-undang menganggap seseorang itu mempunyai atau menempatkan kediamannya atau domisilinya sebagaimana yang ditentukan Pasal 20 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa mereka yang bekerja pada Jawatan Umum, dianggap mempunyai tempat tinggal mereka, dimana mereka melaksanakan pekerjaan itu, misalnya seorang Dosen Fakultas Hukum disalah satu Universitas dianggap menempatkan domisilinya di alamat Fakultas Hukum di Universitas tersebut.67

Selanjutnya dikenal juga domisili yang ditentukan berdasarkan kedudukan (status) hukum dan atau hubungan hukum yang terjadi pada seseorang, misalnya seorang wanita bersuami selama tidak berada dalam keadaan pisah meja dan ranjang senantiasa mempunyai domisili di tempat kediaman suaminya. Perhatikan juga Pasal 106 dan Pasal 107 KUHPerdata yang mengatur secara jelas hak seorang suami selaku kepala keluarga (maritale macht). Ketentuan Pasal 32 Undang-Undang No. 1

67 Pasal 22 KUHPerdata menyatakan bahwa dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 21, maka para pekerja-buruh mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka, jika mereka ikut diam dalam rumah kediaman si majikan.

Tahun 1974 juga mengatur tentang tempat kediaman yang tetap.68 Mengenai rumah tempat tinggal bersama menurut Pasal 32 ayat (2) ditentukan oleh suami istri bersama ada pendapat 69 yang mengatakan bahwa hal ini secara teoritis nampaknya mudah yaitu sepakat dalam menentukan tempat kediaman, tetapi dapat menimbulkan masalah, misalnya bilamana sebelum kawin seorang calon suami telah menyediakan rumah yang diharapkan dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bersama, sedang ternyata kemudian sesudah perkawinan dilangsungkan si istri tidak dapat menerimanya, dan ini jelas merupakan awal permulaan yang dapat menjadi bahan perselisihan diantara keduanya. Salah satu cara untuk mencari jalan keluarnya adalah mereka harus kembali memperhatikan ketentuan Pasal 32 ayat (2) tadi, yaitu dengan cara bermusyawarah, tetapi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak ada memberikan kepastian pihak yang manakah yang berhak untuk memutuskan dan menetapkan rumah tempat tinggal bersama itu, apabila musyawarah itu tidak mencapai kata sepakat diantara keduanya, sedangkan sistem yang dianut BW jelas, bahwa sebab ini merupakan hak marital seorang suami.

Sementara sistem yang dianut oleh UU No. 1 Tahun 1974 itu sendiri membuka peluang untuk timbulnya sengketa, dan Hakim yang mengadili kasusnya

68 Pasal 106 ayat (1) berbunyi : bahwa setiap istri harus tunduk patuh kepada suaminya dan ayat (2) menentukan bahwa ia wajib bertempat tinggal bersama dengan si suami dalam satu rumah, dan berwajib pula mengikutinya dimanapun suami memandang berguna memusatkan tempat kediamannya. Pasal 107 (1) menentukan bahwa setiap suami berkewajiban menerima diri istrinya dalam rumah yang ia diami, sedangkan ayat (2) menentukan bahwa suami tersebut wajib pula melindungi istrinya dan memberi kepadanya segala apa yang perlu sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya. Pasal 32 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa rumah tempat kediaman dimaksud dalam ayat (1) tersebut ditentukan oleh suami istri bersama.

69 M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: CV. Zahir Trading Co, 1975), hal. 100.

akan menemui kesulitan untuk menentukan ukuran apa yang akan diterapkan pada kasus yang seperti itu bila ia harus memberikan keputusan. Selain itu ditentukan pula domisili yang berlaku bagi seorang yang masih dibawah umur (minderjarig), orang yang masih diletakkan dibawah curatele (onder curatele gesteld), dan orang yang dinyatakan pailit. Seorang yang masih dibawah umur menurut hukum dianggap bertempat tinggal pada alamat walinya atau pada alamat orang tuanya, sedangkan orang yang berada dibawah curatele berdomisili pada alamat kuratornya atau

curatricenya. 70 Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang pailit senantiasa dianggap berdomisili pada alamat dari instansi atau kantor yang menjalankan tugasnya sebagai Kurator dari orang atau badan yang telah dinyatakan pailit. Bagi orang yang dinyatakan tak hadir (afwezigheid), maka domisilinya adalah di tempat kediaman orang atau wakil yang ditunjuk baginya oleh Pengadilan itu adalah BHP, maka domisilinya menurut hukum dianggap di Kantor BHP setempat yang ditunjuk itu.71 Selain itu dikenal juga tempat tinggal yang dipilih (gekozen domicilie) yang lazimnya dikenal dalam hukum perjanjian, yaitu guna memudahkan bagi setiap orang yang terikat dalam suatu perjanjian untuk melaksanakan hak- haknya terhadap lawannya. Dalam prakteknya senantiasa dilakukan pilihan domisili ini pada bagian akhir akta notaris yang berkenaan, dengan maksud adalah supaya

70 Perhatikan ketentuan Pasal 21 KUHPerdata yang menentukan bahwa seorang perempuan bersuami, dan tidak berpisah meja dan ranjang, tak mempunyai tempat tinggal lain, melainkan tempat tinggal suaminya; anak-anak belum dewasa mengikuti tempat tinggal salah satu dari kedua orang tua mereka, yang melakukan kekuasaan orang tua atas diri mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang dewasa yang ditaruh dibawah pengampuan, mengikuti tempat tinggal pengampu mereka. 71 Pasal 463 ayat (1) KUHPerdata menentukan Bahwa berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri BHP diberi tugas sebagai pengurus seluruh atau sebagian harta kekayaan dan kepentingan- kepentingan itu, pula supaya membela hak-hak si yang tak hadir dan mewakili dirinya.

segala sesuatu yang menyangkut dengan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak, termasuk setiap surat menyurat atau korespondensi dalam rangka perjanjian itu cukup dialamatkan dan dilaksanakan melalui domisili yang telah dipilih itu saja. Pihak lawan dari seorang yang terikat dalam suatu perjanjian berhak untuk menganggap bahwa segala sesuatu yang harus disampaikan ke alamat yang bersangkutan cukup dialamatkan melalui domisili yang telah dipilih bersama ini, kecuali apabila dalam perjanjian itu keduanya telah menentukan domisili resmi masing-masing. Lazimnya dalam setiap perjanjian yang dibuat dalam bentuk akta notaris, para pihak senantiasa memilih domisili di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat

Notaris yang dihadapannya akta itu dibuat, harus senantiasa tanggap untuk menentukan domisili pilihan yang tepat bagi kedua belah pihak, sebab hal itu pada waktunya nanti akan sangat berpengaruh dalam menentukan Pengadilan Negeri manakah yang berwenang untuk melaksanakan eksekusi atas setiap perjanjian yang bersangkut paut dengan benda tetap dalam hal wan prestasi. Harus dipahami juga mengenai rumah kematian atau rumah duka (sterfhuis). 72 Undang-undang menganggap bahwa rumah kematian ini adalah rumah dimana si almarhum menempatkan kediamannya terakhir. Hal ini sangat perlu untuk menentukan dimanakah warisan telah terbuka dan di hadapan Pengadilan Negeri manakah akan dilaksanakan penolakan atau penerimaan bersyarat atas harta peninggalannya secara

72 Pasal 23 KUHPerdata menentukan bahwa rumah kematian seorang yang telah meninggal dunia, dianggap terletak dimana si meninggal mempunyai tempat tinggalnya terakhir.

formal, termasuk juga untuk menentukan di hadapan Pengadilan Niaga manakah tuntutan harus diajukan dalam kepailitan suatu harta peninggalan.

Perihal domisili sangat penting peranannya dalam hal mengajukan gugatan ke Pengadilan, sebab lazimnya senantiasa dipilih Kantor Pengadilan Negeri yang dalam wilayah kerjanya si tergugat bertempat tinggal. Apabila si tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya di Indonesia, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri di tempat tinggal penggugat. 73

Dokumen terkait