• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN PERLUASAN KETIDAKHADIRAN

A. Ketidakhadiran pada Umumnya

1. Subjek Hukum Manusia

Manusia sebagai subjek hukum karena kodratnya, sedangkan badan hukum menjadi subjek hukum diciptakan oleh manusia untuk kepentingan manusia itu sendiri. Status atau kedudukan seorang manusia selaku subjek hukum melekat pada diri pribadi seorang manusia sejak ia dilahirkan sampai ia meninggal dunia, dengan penyimpangan khusus bahwa apabila kepentingannya menghendaki, maka seorang anak dalam kandungan ibunya dapat dianggap telah lahir kedunia (Pasal 2 jo. Pasal 348 KUHPerdata); akan tetapi dengan syarat asalkan anak dalam kandungan yang kepentingannya hendak dibela tadi pada waktunya nanti harus dilahirkan dalam keadaan hidup. Untuk memberikan hak-hak keperdataan secara pribadi kepada bayi yang masih berada dalam kandungan ibunya harus dipenuhi syarat bahwa ia harus sudah dibenihkan kedalam hukum (kedalam kandungan ibunya) pada saat kepentingannya terbuka. Jadi seorang manusia memulai persoalan hidupnya dalam arti baru diakui sebagai subjek hukum apabila :

1. Dilahirkan dalam keadaan hidup ke dunia;

2. Sejak ia berada dalam kandungan ibunya, ia nantinya harus dilahirkan hidup; 3. Ia sudah dibenihkan pada saat kepentingannya terbuka (selama ia berada dalam

kandungan).

Anak dalam kandungan itu, sepanjang kepentingan hukumnya menghendaki (meskipun semasa dalam kandungan) diperlakukan sebagai manusia yang telah lahir hidup, bila ternyata ia kemudian lahir dalam keadaan tidak hidup, maka ia menurut hukum dianggap tidak pernah ada atau dianggap tidak pernah dilahirkan (tidak pernah

diterbitkan akte kelahirannya). Pembuktian bahwa subjek hukum manusia telah dilahirkan dalam keadaan hidup adalah dengan diterbitkannya akta kelahiran

(certificate of birth atau acte van geboorte) dan pembuktian bahwa seorang manusia telah meninggal dunia hanyalah dengan akta kematian (certificate of death atau acte van overlijden). 36 Orang dalam pengertian hukum atau persoon

tersebut berwenang mempergunakan haknya sepenuhnya, termasuk juga untuk menambah dan mengurangi harta kekayaannya dengan cara melakukan perbuatan hukum yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang, asalkan orang tersebut sudah cakap untuk melakukan tindakan hukum, yaitu sudah berumur 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata) atau telah pernah kawin sebelum mencapai usia 21 tahun (perhatikan juga Pasal 1330 KUH Perdata). Ini bukan berarti bahwa orang yang belum dewasa tidak boleh melakukan perbuatan hukum. Sistem BW sendiri

36 Dalam pergaulan hukum antar negara, khususnya dalam rangka menghadapi persentuhan antara dua sistem hukum yang berlainan, umpamanya antara Indonesia dengan Hongkong, kongkritnya apabila misalnya seorang WNI penduduk Tebing Tinggi pergi berobat dan kemudian meninggal di Hongkong, sebaiknya dipahami benar dengan baik bentuk dari certificate of registration of death yang dikenal dalam sistem di Hongkong berdasarkan Birth And Deaths Registration Ordinance guna menerapkan hukum secara benar. Di Republik Singapura dikenal apa yang disebut dengan Certificate of Extract from Register of Death”, dan di Indonesia dikenal apa yang disebut dengan acte van overlijden atau “Akta Kematian” yang diterbitkan oleh Kantor Catatan Sipil yang dalam wilayah kerjanya terletak rumah kematian (sterfhuis); Dalam praktek juga dikenal apa yang disebut :” Surat Izin Kubur”. Secara yuridis formal dalam rangka penyelesaian warisan yang dapat diterima dalam rangka membuktikan seseorang sudah meninggal dunia hanyalah “akta kematian” saja sebagai alat bukti satu-satunya, bukan “Surat Izin Kubur” , selain adanya alat bukti persangkaan yang diperkenankan oleh Undang-Undang ex Pasal 467. Untuk menanyakan keberadaan surat wasiat yang diduga pernah dibuat seseorang yang telah meninggal dunia semasa hidupnya, Departemen Kehakiman (sekarang Departemen Hukum dan HAM RI) menghendaki dilampirkannya “ akta kematian” dari orang yang keberadaan wasiat atas namanya hendak dipertanyakan itu. Certificate of Registration of Death” maupun Certificate of Extract from Register of Death yang diterbitkan menurut sistem hukum Common Law itu juga diterima oleh Departemen Kehakiman (sekarang Departemen Hukum dan HAM RI) cq. Seksi Daftar Pusat Wasiat waktu hendak menanyakan keberadaan surat wasiat yang diduga pernah dibuat oleh orang yang telah meninggal dunia yang namanya tersurat dalam kedua certificate tersebut di atas.

menentukan bahwa terhadap orang-orang yang dibatasi kewenangannya (termasuk orang yang belum dewasa) untuk melakukan tindakan hukum disediakan orang atau badan yang akan membantu dan/atau mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum yang diperlukan.

Bila diperhatikan, Sistem Hukum Perdata mengatur bahwa ada beberapa subjek hukum manusia yang karena Undang-Undang sendiri membatasi penggunaan haknya dalam lalu lintas hukum, dan oleh karena itu tidak semua subjek hukum manusia dapat diterima untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu :

a. Wanita yang bersuami, yang harus melakukan tindakan hukum hanya dengan bantuan (bijstand) atau persetujuan suaminya ataupun dengan memperoleh persetujuan atau kuasa dari hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 108, tetapi mengenai hal ini perlu juga diperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963. Tetapi dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, seorang wanita bersuami telah dibenarkan untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi sepanjang tindakan hukum itu berkenaan dengan harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan, harus dimintakan persetujuan suaminya. Demikian juga sebaliknya (perhatikan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2)

juncto Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2). Domisili seorang wanita bersuami adalah mengikuti domisili suaminya. Ketentuan ini juga tidak konsekwen karena seorang istri tanpa bantuan suaminya (Pasal 930 KUHPerdata) dibenarkan untuk membuat surat wasiat. Dalam beberapa hal ketentuan ini dikesampingkan (Pasal 111 KUHPerdata), yaitu untuk menghadapi perkara perdata dan pidana,

perceraian, pisah meja dan ranjang, pisah harta kekayaan, istri dapat bertindak sendiri tanpa bantuan suaminya. Pasal 36 UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa setiap tindakan hukum berupa tindakan pemilikan (daad van eigendom)

yang hendak dilakukan oleh seseorang subjek hukum manusia (Warga Negara Indonesia) yang sudah kawin haruslah dilakukan dalam akta yang bersangkutan dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari pasangannya (spouse consent). Bila pasangan dari penghadap itu tidak dapat menghadap Notaris untuk turut menanda tangani akta yang bersangkutan, seboleh-bolehnya diusahakan surat persetujuan atau kuasa tertulis dari yang bersangkutan. Pasal 463 jo. Pasal 199 KUHPerdata mengindikasikan bahwa wanita (baik yang belum kawin maupun yang bersuami) dan juga sebaliknya seorang pria (baik yang belum kawin maupun beristri) dapat dinyatakan tak hadir.

b. Anak dibawah umur, yang harus diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan setiap perbuatan hukum pada umumnya. Domisili dari seorang anak dibawah umur mengikuti domisili orang tua atau walinya. Batasan umur dewasa ditentukan Pasal 330 KUHPerdata, tetapi batas umur ini sebenarnya juga tidak konsekwen, karena ternyata seorang pria yang berumur 19 tahun dan wanita yang berumur dibawah 19 tahun boleh melakukan pengakuan anak (erkening) Pasal 282 KUHPerdata, dan bila sudah mencapai usia 18 tahun (Pasal 897 KUHPerdata) boleh membuat surat wasiat artinya untuk melakukan perbuatan hukum yang tertentu itu seorang anak dibawah umur boleh datang menghadap Notaris untuk menanda tangani akta yang berkenaan. Setiap orang atau badan

yang berkepentingan dengan harta milik anak dibawah umur yang tidak berada di domisilinya dapat menghubungi walinya atau orang tuanya untuk menyelesaikan urusan dan kepentingannya. Menurut hukum seorang anak dibawah umur belum memiliki animus yang bebas untuk meninggalkan domisilinya. Walinya sendiri

sebagai manusia dewasa dapat dinyatakan tak hadir dan akibat langsung ketidakhadiran ini secara de facto adalah bahwa si wali kehilangan akses untuk melakukan pengurusan atas diri dan harta anak dibawah umur dan yang mengakibatkan si wali itu dapat dicabut kekuasaannya sebagai wali. Bagaimana kalau anak dibawah umur itu bersama-sama walinya (Pasal 339 KUHPerdata) meninggalkan Indonesia, sedangkan anak dibawah umur itu memiliki kekayaan berupa benda tetap dan ada pihak lain yang berkepentingan terhadap kekayaannya sepeninggalnya, dan kepergian wali bersama anak dibawah umur itu berlangsung lama dan tidak ada mengatur atau memberi kuasa untuk mengatur segala sesuatu mengenai kekayaannya sepeninggalnya, apakah anak dibawah umur itu dapat dinyatakan tak hadir ?. Pasal 462 KUHPerdata secara tegas melarang seorang anak dibawah umur yang gila untuk diletakkan dibawah pengampuan, akan tetapi tidak satu pasalpun dalam BW yang melarang menempatkan seorang anak dibawah umur dalam keadaan tak hadir.

Peluang bagi seorang anak dibawah umur untuk dinyatakan tak hadir sangat kecil, sebab domisili dari seorang anak dibawah umur selalu dianggap mengikuti domisili orang tua atau walinya, sedangkan terhadap seorang anak dibawah umur setiap saat dapat diangkat wali yang baru dengan penetapan hakim

bila sang wali definitif tak berada ditempat, dan pihak yang berkepentingan dengan harta milik anak dibawah umur itu setiap saat dapat berurusan dengan wali yang telah ditunjuk guna menyelesaikan kepentingan pihak lain itu atas harta kekayaan milik anak dibawah umur yang tidak berada ditempat kediamannya. c. Orang yang diletakkan dibawah curatele (onder curatele gesteld), yang dalam

melakukan tindakan hukum harus di wakili oleh kuratornya atau curactricenya dengan pengecualian bahwa orang yang diletakkan dibawah curatele karena boros masih dibenarkan membuat wasiat Pasal 446 ayat (3). Domisili dari orang yang diletakkan dibawah curatele mengikuti domisili kuratornya.

d. Orang yang dinyatakan pailit, diwakili sepanjang perbuatan hukum yang menyangkut dengan harta kekayaannya oleh curatrice atau kuratornya yaitu BHP atau kurator non BHP yang dalam wilayah kerjanya si pailit itu berdomisili ( Pasal 22 Fv). Menurut Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang menjadi kurator dalam suatu kepailitan adalah BHP, atau kurator lainnya, selanjutnya ayat (2) menjelaskan bahwa yang dapat menjadi kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurup b yaitu, orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit dan telah terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan. Jadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 itu sudah lebih maju. Tetapi yang menjadi persoalan adalah berapa besarkah upah atau

honorarium dari kurator BHP itu selama menangani suatu kepailitan. Besarnya upah bagi BHP selaku kurator ditentukan dalam Stb. 1924/523 jo. 524 dan kemudian dirubah dengan PP. No. 26 Tahun 1999 Tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Departemen Kehakiman, sedangkan honorarium kurator non BHP ditentukan dalam Pasal 75 jo. Pasal 76 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).37 Perlu juga diingat bahwa subjek hukum manusia lain yang masih berstatus sebagai anak yang masih dalam kandungan ibunya yang dalam lalu lintas hukum dianggap ada bila kepentingan hukumnya ternyata menghendaki demikian. Siapakah yang harus bertindak mewakili dan membela kepentingan anak dalam kandungan ibunya bila kepentingan hukumnya menghendaki ?. Pasal 44 jo. Pasal 45 Stb. 1872 /166 menentukan bahwa janin yang berada dalam kandungan ibunya berada dibawah pengampuan BHP sejak Balai tersebut secara formal menerima pengampuan itu (jadi tidak demi hukum) dan selanjutnya melaporkannya kepada Jaksa. Terkait ketentuan Pasal 23 KUHPerdata yang menentukan bahwa tugas sebagai pengampu atas anak atau janin yang masih dalam kandungan ibunya itu diberikan

37 Pasal 75 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menentukan besarnya imbalan jasa Kurator ditentukan setelah kepailitan berakhir. Selanjutnya Pasal 76 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan bahwa besarnya imbalan jasa yang harus dibayarkan kepada Kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan perundang-undangan.

kepada BHP yang dalam wilayah kerjanya rumah kematian ayah dari anak yang ada dalam kandungan itu berada.38

Tujuan pembuat Undang-Undang membuat pembatasan terhadap subjek hukum yang disebutkan di atas tidak lain adalah untuk memastikan agar setiap orang dapat mempertanggung jawabkan perbuatan dan tindakannya menurut hukum. Dari uraian diatas timbul pertanyaan, yang manakah di antara subjek hukum manusia yang dapat dinyatakan tak hadir ?.

Setiap manusia yang meninggalkan kediamannya, termasuk seorang wanita bersuami dan juga sebaliknya seorang pria beristri, dan yang sepeninggalnya tidak memberikan kuasa untuk mengatur harta kekayaannya atau kuasa untuk keperluan itu sudah berakhir, sedangkan ada kepentingan pihak lain terhadap kekayaan yang ditinggalkannya itu, dapat dinyatakan tak hadir. 39 Anak dibawah umur sangat kecil peluang baginya untuk dinyatakan tak hadir, karena segala tagihan yang menyangkut dengan kekayaan atau kepentingannya dapat diselesaikan melalui orang tua atau walinya, sepanjang orang tua atau walinya berada di alamatnya, meskipun anak dibawah umur oleh undang-undang tidak dilarang untuk dinyatakan seperti itu. Orang yang diletakkan dibawah curatele

dengan mengingat azas dalam Pasal 452 KUHPerdata juga kecil kemungkinan baginya untuk dinyatakan tak hadir, meskipun animus bagi orang yang berada

38 Pasal 23 KUHPerdata berbunyi : Rumah kematian seorang yang telah meninggal dunia, dianggap terletak dimana si meninggal mempunyai tempat tinggalnya terakhir.

dibawah curatele karena boros untuk meninggalkan tempat kediamannya tidak sepenuhnya terkendali.

Orang yang dinyatakan tak hadir tetap dapat dinyatakan pailit 40 dan orang yang sudah dinyatakan pailit menurut sistem BW juga tetap dapat dinyatakan tak hadir, sebab tidak dilarang, akan tetapi meskipun dalam praktek ada ditemukan orang pailit yang meninggalkan tempat tinggalnya sehingga tidak dapat dihubungi untuk mengkonsultasikan cara menyelesaikan dan membereskan harta pailitnya. Ketidakhadiran bagi si pailit yang pergi begitu saja meninggalkan domisilinya tidak terlalu menjadi persoalan, sebab setiap saat krediturnya dapat menyelesaikan tagihannya dengan Kurator si pailit itu sendiri.41 Persoalan yang mungkin timbul bagi si pailit yang pergi begitu saja kiranya hanya berkenaan dengan kewajiban personal si pailit terhadap anak istrinya, misalnya kewajiban untuk memberi nafkah kepada anak dan istrinya, kewajiban untuk tetap tinggal bersama di domisili yang sudah ada dan tidak menyangkut dengan kreditur yang berhak langsung atas harta pailitnya, karena sepeninggalnya hartanya (yang termasuk kedalam boedel pailit) dapat dieksekusi oleh para krediturnya.42

Anak yang berada dalam kandungan ibunya tentu saja jauh dari kemungkinan dapat dinyatakan tak hadir , sebab tidak ada satu kekayaanpun yang

40 Pasal 463 ayat (2) menentukan bahwa kesemuanya itu dengan tak mengurangi ketentuan-ketentuan istimewa menurut undang-undang dalam hal adanya keadaan pailit.

41 Pasal 70 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU) menentukan bahwa Kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69

adalah a. Balai Harta Peninggalan, atau b. Kurator lainnya.

42 Pasal 24 UU No. 37 Tahun 2004 berbunyi : Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.

terdaftar atas namanya yang dapat ditinggalkannya pergi dari domisilinya dan oleh karena itu dapat dipastikan tidak akan ada pihak lain yang akan berkepentingan atasnya. Ia tidak dapat pergi begitu saja dari domisilinya karena belum memiliki animus untuk itu kalau anak dibawah umur sangat kecil kemungkinannya untuk dinyatakan tak hadir, anak dalam kandungan dapat dipastikan tidak mungkin dinyatakan tak hadir (afwezigheid).

Dokumen terkait