• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukungan Beberapa Lintas Sektor dalam Upaya Penanggulangan HIV/AIDS

Dalam dokumen Kajian Pengembangan Penanggulangan HIVAIDS (Halaman 97-127)

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.4.4 Dukungan Beberapa Lintas Sektor dalam Upaya Penanggulangan HIV/AIDS

ODHA yg dirujuk ke LSM ODHA dpt ARV ODHA di scrining TB 1 Guguk Panjang 38 0 37 5 0 0 0 2 Perkotaan 2 0 2 0 0 0 0 3 Tigo Baleh 17 0 17 0 0 0 0 4 Mandian gin 5 0 5 0 0 0 0 5 Gulai Bancah 107 0 10 0 0 0 0 6 Plus Mandiang in 1 0 1 0 0 0 0 7 RSAM 304 1072 1202 51 31 74 74 TOTAL 474 1072 1274 56 31 74 74 Sumber: Dinkes Kota Bukittinggi 2013

4.4.4 Dukungan Beberapa Lintas Sektor dalam Upaya Penanggulangan HIV/AIDS

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga bahwa pengetahuan pelajar tentang penyakit HIV/AIDS, penyebab dan penularan HIV memang dikatakan masih relatif kurang. Apalagi penyakit ini berkaitan dengan perilaku menyimpang. Kalau selama waktu di sekolah sebenarnya siswa bisa dikontrol/diawasi, namun kalau di luar lingkungan sekolah seperti lingkungan bermain ini siapa yang bisa mengontrol. Sehubungan dengan ini maka perlu ditingkatkan pemahaman siswa terhadap penyakit HIV/AIDS, sehingga mereka bisa mengontrol untuk tidak melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan adat dan agama. Salah satu upaya yang bisa

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

81 dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman HIV/AIDS adalah melalui kegiatan penyuluhan/sosialisasi kepada pelajar/siswa.

Kegiatan yang secara khusus dan langsung dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS diakui memang belum ada. Namun demikian, pihak Disdikpora menyatakan sudah terlibat dalam kegiatan penyuluhan yang terkait dengan narkoba dan HIV/AIDS di sekolah-kolah. Biasanya yang melaksanaakan kegiatan tersebut adalah Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bukittinggi dan Dinas Kesehatan serta jajarannya.

Kegiatan lainnya yang dianggap sebagai upaya pencegahan penyakit HIV/AIDS adalah melaksanakan pendidikan berkarakter di sekolah-sekolah. Dalam mata pelajaran agama misalnya diselipkan materi tentang pengetahuan dan perilaku yang terkait dengan narkoba dan HIV/AIDS. Selanjutnya di sekolah-kolah juga perlu dilakukan penambahan kegiatan ekstra kulikuler. Penambahan kegiatan yang positif di sekolah ini adalah sebagai salah satu upaya untuk menyalurkan bakat siswa dan juga mencegah siswa dari perilaku yang negatif. Kemudian setiap Bulan Ramadhan dilaksanakan kegiatan Pesantren Ramadhan. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan para pelajar bisa meningkatkan keimanannya dan sekaligus sebagai upaya untuk pencegahan perilaku menyimpang seperti narkoba dan perilaku seks bebas.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dari Kantor Pemberdayaan Perempuan dan keluarga Berencana diketahui bahwa beberapa upaya sudah dilakukan untuk meningkatkan kesehatan perempuan, dan salah satunya adalah melalui sosialisasi yang terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan. Sosialisasi dilakukan kepada organisasi perempuan, PKK, Dharmawanita, Persatuan Ibu dari Bayangkari, kelompok kader dan Dasawisma. Selanjutkan sosialisasi juga dilakukan kepada Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak. Materi yang disampaikan adalah

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

82

termasuk informasi tentang HIV/AIDS, dengan narasumber dari RSAM (Psikolog, dokter spesialis anak), dan narasumber dari kepolisian.

Selanjutnya sosialisasi/informasi yang terkait dengan HIV/AIDS juga telah dilaksanakan melalui Pusat Informasi Konseling (PIK) di sekolah-sekolah, yaitu sebanyak 8 (delapan) SMP, 5 (lima) SMA dan satu MAN, dan sebanyak 7 (tujuh) Perguruan Tinggi. Sedangkan untuk sekolah-sekolah swasta belum dilaksanakan. Materi yang disampaikan anta lain adalah masalah pendidikan seks, HIV/AIDS dan narkoba/napza.

Pengurus PIK tersebut berasal dari siswa masing-masing sekolah, dan pembinanya adalah guru BK (Bimbingan Konseling). Pusat Informasi Konseling (PIK) ini terdiri dari pendidik sebaya dan konselor sebaya yang dilatih dari BKKBN Pusat, dan bagi mereka yang sudah mengikuti pelatihan ini diberikan sertifikat. Pendidik sebaya antara lain bertugas memberikan informasi/pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja (termasuk HIV/AIDS), dan ini bisa menggunakan media elektronik dan majalah dinding (mading). Sedangkan untuk konselor, di samping bertugas memberikan informasi juga memberikan konseling kepada teman-teman atau siswa yang lain. Dalam hal ini sudah ada jadwal konseling, dan jika ada siswa yang mengalami suatu permasalahan, maka konselor sebaya bisa memberikan beberapa solusi.

Informan dari Kantor Pemberdayaan Masyarakat Kota Bukittinggi mengemukakan bahwa ada beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan terkait dengan kegiatan penguatan kelembagaan yaitu melakukan pembinaan, pendampingan, dan evaluasi monitoring terhadap kelembagaan yang terdapat di daerah seperti Lembaga Pemberdayaan masyarakat (LPM). Lembaga ini nantinya yang melaksanakan kegiatan untuk motivasi/menggerakkan dan memberdayakan masyarakat supaya bisa aktif dalam melaksanakan pembangunan. LPM ini juga melaksanakan kegiatan manunggal sakato yang

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

83 melibatkan lembaga seperti KAN. Dalam kegiatan ini juga disampaikan beberapa hal yang terkait dengan informasi kesehatan seperti perilaku hidup bersih dan sehat, masalah narkoba dan HIV/AIDS.

Kegiatan lainnya yang dilaksanakan adalah terkait pemberdayaan masyarakat dan sumber daya air. Untuk kegiatan yang terkait pemberdayaan masyarakat juga telah dilakukan pembinaan terhadap kelompok PKK dan posyandu. Dalam kegiatan posyandu ini juga diselipkan pemberian informasi terkait kesehatan masyarakat. Dengan adanya kegiatan posyandu dan PKK ini diharapkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang hidup sehat dapat ditingkatkan.

Selanjutnya pihak Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Bukittinggi menyatakan bahwa upaya secara langsung yang dilakukan Dinas Budaya dan Pariwisata untuk pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS memang belum ada. Namun demikian, Dinas Budaya dan Pariwisata telah melaksanakan program pengembangan pariwisata, yaitu sapta pesona. Dalam rangka sapta pesona ini telah dilaksanakan beberapa kegiatan antara lain adalah kegiatan pestival

silek/lomba silek (silat), yang pada umumnya diikuti oleh pelajar mulai umur 5

tahun sampai usia remaja. Adapun kegiatan ini dilaksanakan agar generasi muda lebih mencintai dan ikut melestarikan seni dan dan budaya. Di samping itu, kegiatan olah raga tradisional seperti silat ini adalah merupakan kegiatan positif buat generasi muda, yang mana dengan kegiatan ini diharapkan agar generasi muda bisa meluangkan waktunya untuk melaksanakan kegiatan yang bermanfaat dan menghindari kegiatan atau perilaku yang menyimpang seperti narkoba atau seks bebas.

Selanjutnya juga ada kegiatan pemilihan bujang dan gadis, yang mana peserta yang ikut dalam kegiatan ini menggunakan pakaian muslim atau jilbab buat yang wanita. Pada ajang pemilihan ini juga dilaksanakan semacam

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

84

pembinaan kepada generasi muda dengan memberikan materi seperti narkoba dan HIV/AIDS. Pada kegiatan ini juga dilibatkan LKAM.

Permasalahan HIV/AIDS juga terkait dengan budaya, dimana pada saat ini anak muda cenderung meniru budaya luar dan budaya yang berasal dari daerah kita cenderung tergeser oleh nila-nilai budaya yang kurang baik. Hal ini seperti tampak dari perilaku berpacaran yang mengenyampingkan budaya malu. Masalahnya sekarang adalah bagaimana budaya baru yang berasal dari luar tersebut bisa menyesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang sudah menjadi tradisi atau tertanam dan menjadi pendoman dalam kehidupan masyarakat setempat.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja juga telah melaksanakan beberapa upaya preventif yang terkait dengan perbuatan maksiat telah dilaksanakan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja bahwa, antara lain dengan melaksanakan pertemuan dengan Karang Taruna dan Pekerja Masyarakat. Dalam hal ini diberikan unsur pembinaan seperti ketrampilan dan memberikan informasi/sosialisasi bahwa tato yang dianggap seni adalah salah satu hal yang bisa menularkan HIV/AIDS. Lebih lanjut kegiatan yang dilaksanakan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja pada umumnya merupakan kegiatan dari Dinas Sosial Provinsi, dan tempatnya dilaksanakan di Bukittinggi. Kegiatan ini adalah seperti penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan dan pelatihan ketrampilan. Dalam hal ini biasanya cenderung diikuti oleh mereka yang berasal dari kelompok mantan pecandu narkoba. Ketrampilan yang diberikan adalah ketrampilan perbengkelan.

Namun demikian, Dinas Sosial Kota dan Tenaga Kerja Bukittinggi sudah melaksanakan kegiatan pembinaan kepada para Pekerja Seks Komersil (PSK) yang telah terjaring oleh petugas Satpol PP dan diteruskan ke Dinas Sosial. Mereka diberikan pembinaan dan ketrampilan seperti menjahit, sehingga nantinya setelah mendapatkan ketrampilan mereka bisa melakukan pekerjaan sesuai dengan ketrampilan yang sudah mereka dapatkan. Tetapi kenyataan yang

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

85 ditemukan di lapangan PSK tersebut sulit untuk meninggalkan pekerjaan mereka sebagai PSK.

Lebih lanjut dikatakan bahwa pengawasasan dan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Kota Bukittingi No. 20 tahun 2003 tentang Penertiban dan Penindakan penyakit masyarakat masih belum optimal dilaksanakan. Pemberian sanksi terhadap pelanggaran Perda tersebut dianggap masih lemah. Jika dilihat dari kenyataan di lapangan bahwa pelaksanaan razia yang dilakukan oleh petugas Satpol PP cenderung dilakukan kepada PSK yang terdapat di hotel-hotel melati bukan hotel-hotel yang berbintang.

Selanjutnya informan mengemukakan bahwa dalam rangka menyikapi semakin meningkatnya kasus HIV/AIDS, maraknya pelecehan seksual terhadap anak dan orang dewasa, pelacur, homo dan lesbi khususnya di Kota Bukittinggi, maka pihak MUI telah melakukan beberapa kegiatan antara lain penyebarluasan informasi berupa himbauan kepada masyarakat melalui pengurus mesjid se Kota Bukittinggi. Adapun beberapa himbauan yang disampaikan yaitu: 1). Agar setiap warga masyarakat peduli dan waspada penyakit masyarakat tersebut, 2). Setiap pemilik kost atau rumah sewaan betul-betul mengetahui perilaku penghuninya dan bersikap tegas bila ternyata melakukan pelanggaran Adat dan Agama, 3). Masyarakat menolak berbagai bentuk kegiatan yang cenderung memfasilitasi pelanggaran Adat dan Agama seperti karauke yang menghadirkan muda-mudi, tempat berkumpulnya muda-mudi, dll, 4). Pemuka masyarakat, Niniak Mamak, Alim Ulama, dan Pemerintah harus bergerak aktif bersama-sama dan harus tegas dalam mengantisipasi menindak kasus yang terjadi, 5). RT/RW harus peka terhadap kejadian atau kemungkinan terjadi kasus-kasus tersebut, dan 6). Mesjid harus aktif dalam memfasilitasi kegiatan generasi muda agar kegiatan mereka terkonsentrasi terhadap yang positif. Informan dari MUI juga menyampaikan bahwa sejak dua tahun yang lalu telah dilakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang permasalahan remaja kepada

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

86

siswa SLTP dan SLTA pada waktu bulan Ramadhan. Materi yang disampaikan terkait dengan pergaulan dan seks bebas, kasus HIV/AIDS, dan maraknya kasus gay dan lesbi.

MUI Kota Bukittinggi juga melakukan pemetaan atau survey terhadap perilaku yang dianggap meresahkan masyarakat seperti perilaku seks bebas. Berdasarkan laporan dari masyarakat dan berkoordinasi dengan pemuka masyarakat, kemudian hal tersebut dilaporkan kepada Satpol PP. Sebagai tindak lanjut dari informasi yang diterima oleh Satpol PP, maka bersama-sama dengan MUI, pemuka masyrakat/tokoh masyarakat, dan LKAM Satpol PP telah melakukan tindakan razia gabungan ke tempat-tempat hiburan, seperti ke tempat Pub Hotel Pusako (tahun 2012). Setelah dilakukan razia ke lokasi Pub Hotel Pusako tersebut ditemukan adanya perilaku yang tidak sesuai dengan Adat dan Agama. Dalam hal ini terungkap adanya sejumlah wanita yang memberikan jasa hiburan (sebagai penari telanjang), dan kemudian juga ditemukan adanya beberapa PSK yang bekerja dengan menggunakan jasa antar jemput dengan Taxi.

Perilaku menyimpang seperti perilaku seks tersebut cukup meresahkan masyarakat, apalagi perilaku tersebut bisa menyebabkan penularan HIV/AIDS. Berdasarkan hasil razia terhadap Pub di Hotel Pusako tersebut, informan menyatakan bahwa Walikota Bukittinggi telah memberikan teguran kepada pihak hotel. Pihak hotel kemudian mengganti nama tempat hiburan tersebut. Sehubungan dengan hal ini, maka perlu ditingkatkan lagi pengawasannya oleh instasi terkait.

Masalah penggunaan kondom untuk pencegahan penularan HIV/AIDS memang saat ini menurut informan masih ada sikap pro dan kontra. Dari satu sisi penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS bagi pasangan suami istri tidak masalah. Namun penggunaan kondom bagi mereka yang berperilaku menyimpang menurut informan dianggap rasanya sulit untuk dibenarkan,

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

87 karena sepertinya membolehkan orang untuk melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan agama dan adat.

Informan dari LKAM Kota Bukittinggi menginformasikan bahwa LKAM sudah melakukan beberapa kegiatan yang terkait dengan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS di Kota Bukittinggi, diantaranya adalah dengan memberikan penyuluhan atau sebagai narasumber di sekolah-sekolah, yang mana materinya juga meliputi persoalan HIV/AIDS. Selanjutnya LKAM juga terlibat sebagai pendamping dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS.

Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyakit masyarakat LKAM dan MUI juga ikut terlibat dalam pelaksanaan razia yang dilaksanakan oleh Satpol PP. Razia gabungan tersebut biasanya terlaksana setelah adanya laporan masyarakat dan seterusnya dilaporkan kepada tokoh masyarakat, LKAM dan MUI, dan ini biasanya dilakukan di tempat-tempat hiburan. LKAM juga telah memberikan bimbingan adat dan budaya kepada generasi muda. Bahan materi adat tersebut disampaikan kepada siwa SLTP/SLTA di Kota Bukittinggi pada waktu kegiatan Ramadhan. Materi yang diberikan adalah terkait dengan adat Minangkabau, sifat orang berbudi, sopan santun dalam kehidupan, tau di

nan ampek, sumbang salah, dan sumbang 12 seperti duduk, tagak, diam,

bajalan, batanyo, manjawek, maliek, berpakaian, bagaua, karajo dan kurenah.

Selanjutnya dalam rangka memasuki bulan suci Ramadhan tahun 2014,

sudah ada seruan bersama dari Walikota dan Musyawarah Pimpinan Daerah serta Tokoh Masyarakat Kota Bukittinggi, yang ditandatangani oleh Walikota Bukittinggi, Ketua DPRD, Kapolres, Ketua KLAM, Ketua MUI dll. Adapun seruan bersama dalam rangka menyambut bulan Suci Ramadhan tersebut antara lain adalah untuk menghindari dan membentengi diri, keluarga, dan lingkungan dari bahaya terorisme, narkoba, perilaku amoral dan dari dari penyakit masyarakat yang dapat menghancurkan masa depan umat. Selanjutnya

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

88

mengendalikan diri dari segala perbuatan yang dilarang agama, adat dan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan informasi dari kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bukittinggi diketahui bahwa pihak mereka saat ini sudah mengajukan Rancangan Peratuan Daerah (Ranperda) untuk penyempurnaan atau perubahan terhadap Peraturan Daerah Kota Bukittingi No.20 tahun 2003 tentang penertiban dan penindakan penyakit masyarakat.

Kantor Satpol PP melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penegak Perda termasuk dalam menindak seseorang/masyarakat yang terlibat dalam tindakan/perilaku menyimpang seperti melakukan perbuatan maksiat. Beberapa upaya yang dilakukan oleh Satpol PP dalam rangka penertiban dan penindakan penyakit masyarakat antara lain adalah dengan melakukan razia pada tempat-tempat hiburan dan hotel kelas melati, termasuk tempat-tempat kos.

Pelaksanaan razia tersebut tidak bisa dipastikan jadwalnya, dan biasanya dilakukan berdasarkan pengaduan masyarakat dan informasi dari intel. Pelaksanaan razia dilakukan secara bersama-sama dengan pihak kepolisian, MUI dan LKAM. Hambatan yang dirasakan dalam pelaksanaan penegakan Perda tersebut antara lain adalah kendala lemahnya untuk bisa membuktikan bahwa seseorang dianggap telah melakukan perbuatan maksiat.

Setelah dilakukan razia dan terbukti sudah melakukan perbuatan asusila, maka selanjutnya akan diproses, dan setelah itu akan dilakukan pembinaan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (di Sukarami Solok). Namun demikian dikatakan bahwa para pekerja seks yang sudah dilakukan pembinaan tersebut cenderung untuk kembali melaksanakan pekerjaaan yang sama, dan dalam hal ini mereka tampaknya sulit untuk beralih profesi.

Satpol PP juga telah melaksanakan razia terhadap warnet, yang mana sasarannya adalah para pelajar/siswa sekolah. Razia ini biasanya dilakukan

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

89 kurang lebih tiga bulan sekali, dan biasanya didasarkan pada informasi yang diberikan oleh pihak sekolah.

4.4.5. Beberapa Permasalahan/Hambatan Dalam Penanggulangan HIV/AIDS a. Hambatan Sosial Budaya:

1). Masih rendahnya pengetahuan/informasi dan kesadaran masyarakat tentang penyakit HIV/AIDS

Hambatan dalam pelaksanaan program penanggulangan penyakit HIV/AIDS tersebut menurut pihak Puskesmas terkait dengan masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terutama yang pernah melakukan perilaku menyimpang untuk melakukan pemeriksaan HIV/AID di pelayanan kesehatan. Dari mereka yang datang untuk melakukan konseling, mereka cenderung relatif tertutup dan belum siap untuk pemeriksaan tes HIV. Bahkan mereka cenderung hanya dengan janji-janji saja untuk tes HIV, seterusnya mereka tidak datang-datang lagi.

2). Masih adanya Stigma sosial dan diskriminasi

Kendala yang dihadapi dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS diantaranya adalah masalah stigma sosial terhadap penyakit dan penderita HIV/AIDS. Dalam hal ini sebagian besar masyarakat masih beranggapan bahwa penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat memalukan dan penderitanya harus dikucilkan atau dipisahkan karena takut ketularan penyakit tersebut. Sementara itu, dikalangan tenaga kesehatan sendiri juga ada stigma (stigma tenaga kesehatan) terhadap penyakit HIV/AIDS.

Stigma dan diskriminasi merupakan salah satu hambatan dalam penanggulangan HIV/AIDS, dan biasanya timbul akibat adanya persepsi yang salah tentang HIV/AIDS. Oleh karena itu dengan adanya pemahaman dan persepsi yang keliru tentang HIV/AIDS di lingkungan masyarakat perlu diketahui untuk pengembangan program intervensi.

3). Masih kurangnya kesadaran (kesiapan) untuk pemeriksaan HIV dan kepatuhan pasien untuk minum obat

Kendala lainnya terkait dengan kurangnya kesiapan seseorang yang pernah berperilaku berisiko untuk melakukan pemeriksaan/tes HIV. Walaupun dari mereka yang sudah melakukan konseling, namun kesediaan dan kesiapan untuk melakukan pemeriksaan

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

90

HIV masih relatif kurang. Begitu juga dengan mereka yang sudah pernah melakukan pemeriksaan, tetapi tidak melanjutkan pemeriksaan lagi (3 kali pemeriksaan), sehingga kehilangan kontak (loss). Hal inilah yang menjadi kendala dalam pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS.

Dalam hal pengobatan, penderita mengakui bahwa ketaatan minum obat adalah hal yang penting untuk menjaga daya tahan tubuh para penderita. Di samping itu, juga perlu diperhatikan kondisi fisik dan tidak boleh bekerja terlalu lelah. Efek samping yang dirasakan akibat minum obat tersebut adalah emosi kurang stabil dan cenderung cepat marah, dan ini merupakan hal yang sulit mereka kendalikan. Selanjutnya kendala dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah masalah terputusnya pengobatan pasien baru, yang mana ada kecenderungan dari pasien yang baru tidak balik-balik lagi atau pindah pengobatan dengan memanfaatkan tenaga dukun. Dalam hal ini perlu adanya upaya dari tenaga kesehatan untuk lebih sensitif terhadap pasien HIV/AIDS, sehingga pasien tersebut bisa termotivasi untuk menjalankan pengobatannya.

Kondisi mengenai kurangnya kesiapan (ketakutan) untuk pemeriksaan HIV/AIDS dan terputusnya pengobatan HIV/AIDS tersebut terkait dengan latar belakang adanya stigma sosial dan diskriminasi terhadap HIV/AIDS. Stigma dan diskriminasi yang terjadi di masyarakat dapat berpengaruh buruk terhadap kesediaan untuk dilakukan test HIV dan kepatuhan pengobatan dengan anti retroviral. Pengurangan stigma dan diskriminasi pada masyarakat merupakan indikator yang penting untuk mengukur keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan HIV.

4). Berkurangnya peran dan fungsi dari keluarga, ninik mamak, kelembagaan adat serta berkurangnya kontrol sosial

Seiring dengan perkembangan zaman dan kesibukan dari para orang tua untuk mencari nafkah untuk keluarga, telah menyebabkan peran dan fungsi dari keluarga dalam memberikan pemahaman/sosialisasi terhadap nilai-nilai adat/budaya dan agama dan upaya pengawasan kepada anak-anak menjadi relarif berkurang. Begitu dengan kondisi ninik mamak dalam upaya pengawasan terhadap perilaku kemenakan juga cenderung lemah. Hal ini antara lain disebabkan karena hubungan atau interaksi sosial yang dilakukan dengan lingkungan keluarga luas cenderung berkurang karena adanya faktor jarak tempat tinggal yang berjauhan dan kesibukan dengan peran dan tanggung jawab terhadap kehidupan

BAPPEDA Bidang Penelitian Dan Pengembangan Prov. Sumbar

91 keluarga inti. Disamping itu, juga ada kecenderungan terjadinya krisis kepercayaan terhadap ninik mamak oleh anak kemenakan. Ninik mamak seharusnya memegang kendali dan menentukan dalam pembentukan kepribadian anak kemenakan. Namun karena peran dan fungsi untuk mengontrol dan menentukan membina perilaku anak kemenakannya tidak bisa dijalankan dengan baik, maka remaja bisa kehilangan kendali dan akhirnya bisa terjerumus kepada perilaku yang tidak sesuai dengan dengan nilai/norma adat dan agama, seperti perilaku yang berisiko tertularnya HIV/AIDS.

Selanjutnya persoalan dewasa ini adalah kelembagaan adat semakin menurun fungsinya sejalan dengan semakin memudarnya kepatuhan menjalankan norma dan nilai adat dalam masyarakat. Sehingga, semakin banyak masyarakat yang tidak mengenal dengan baik tentang fungsi, peran dan tujuan dari kelembagaan adat. Kondisi memudarnya kepatuhan menjalankan norma dan nilai adat dalam masyarakat tersebut tentunya bisa berdampak kepada kebebasan bersikap dan bertindak dari remaja, dan akan berisiko terhadap perilaku menyimpang.

Kondisi kehidupan saat ini yang cenderung individualistik juga dapat menyebabkan berkurangnya kontrol sosial/kepedulian sosial. Hal ini misalnya tampak dari perilaku atau gaya pacaran remaja sekarang yang cenderung berkurangnya rasa malu dan kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Begitu juga sebaliknya lingkungan sosial juga tampaknya juga relatif kurang peduli akan hal tersebut.

Pengusaha/pemilik tempat kos terkadang kurang memperhatikan atau kurang melakukan pengawasan terhadap anak-anak kos. Begitu juga pengawasan pada tempat-tempat penginapan/hotel/wisma dianggap juga relatif kurang. Apalagi pada hotel-hotel berbintang, bahkan hampir tidak pernah dilakukan razia. Pihak hotel bahkan cenderung tidak pernah mempertanyakan tentang bukti surat nikah dari pasangan yang menginap.

Dalam dokumen Kajian Pengembangan Penanggulangan HIVAIDS (Halaman 97-127)

Dokumen terkait