• Tidak ada hasil yang ditemukan

Macro Economy Overview in Indonesia

Analisis dan Pembahasan Manajemen ini disusun dalam rangka membantu pemegang saham dan pemangku kepeningan mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dalam bentuk narasi mengenai kinerja bisnis dan keuangan Perseroan serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja Perseroan sepanjang tahun 2014 maupun prospek usaha Perseroan di masa yang akan datang.

Perekonomian Indonesia tahun 2014 tumbuh 5,1%, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 pada level 5,8%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN sebesar 4,5% lebih rendah dari tahun 2013 sebesar 5,0% sedangkan pertumbuhan ekonomi dunia naik ipis dari 2,4% pada tahun 2013 menjadi 2,6% pada tahun 2014. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kinerja perekonomian Indonesia tahun 2014 ini idak terlepas dari pengaruh perubahan pola siklus yang mewarnai dinamika ekonomi global. Perubahan ini mempengaruhi jalur perdagangan, dan juga jalur pasar keuangan domesik. Sementara itu faktor domesik yang bersifat struktural juga menjadi salah satu akar permasalahan ekonomi. Permasalahan struktural yang semakin mengemuka di tengah stabilitas yang terganggu, bersama-sama dengan tantangan global menekan kinerja perekonomian domesik.

This Management Discussion and Analysis has been compiled to help the shareholders and stakeholders obtain a more comprehensive narraive illustraion of the Company’s business and inancial performance as well as other factors that afected both the Company’s performance throghout 2014 and the Company’s business prospects for the future.

Indonesia’s economy grew 5.1% in 2014, lower than the economic growth in 2013 of 5.8%. The average economic growth in ASEAN countries of 4.5% was lower than 2013 of 5.0%, while global economy growth rose slightly from 2.4% in 2013 to 2.6% in 2014. Indonesia’s economic growth and performance slowdown in 2014 are inseperable from the inluence of changes in cyclical paterns that characterize the global economic dynamics. This change afected the trade channel as well as domesic inancial market channel. Meanwhile, structural domesic factors also became one of the root causes for economic issues. Structural problems were more prominent in the midst of the disturbed stability which, together with the global challenges pressing domesic economic performance.

Pertumbuhan Ekonomi Economic Growth 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 2013 2014 2015F

China Indonesia Malaysia Philippines Thailand Vietnam Cambodia Lao PDR Myanmar ASEAN World

Sumber / Source: Bank Dunia, 2014 / World Bank, 2014

Ekonomi global 2014 diwarnai dengan munculnya ekspektasi kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) dan kondisi ini juga diperburuk dengan keidakpasian di pasar keuangan global terkait isu pengurangan simulus moneter (tapering of) di AS pada akhir 2013 yang memicu aliran modal asing keluar dari negara emerging

market menuju negara maju, terutama AS. Indonesia sebagai salah

satu tempat penanaman modal portofolio asing mengalami dampak

The global economy in 2014 was afected by expectaion of rise in United States (US) interest rates, and worsened by the uncertainty in the global inancial markets due to the monetary simulus reducion issue (tapering of) in the US at the end of 2013 that triggered the ouflow of foreign capital from emerging markets to the developed countries, especially the US. Indonesia as one of the foreign porfolio investment desinaions, severly afected by this tapering of plan

dari rencana taperingof ini, sehingga berimbas pada terjadinya aliran modal asing yang keluar cukup signiikan dari pasar keuangan domesik.

Keluarnya aliran modal asing dari Indonesia juga dipicu oleh persepsi negaif investor asing terhadap tekanan inlasi yang sempat inggi pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada tahun 2013 dan 2014, disusul dengan pemilihan umum 2014, serta persepsi negaif investor terhadap fundamental ekonomi Indonesia dan deisit transaksi berjalan yang melebar. Hal ini mendorong nilai tukar Rupiah bergerak dalam trend melemah. Eskalasi pelemahan Rupiah semakin kuat terjadi sejak pertengahan akhir September 2014 dan terus mengalami pelemahan sampai menjelang akhir Desember 2014. Sebagai akibatnya Rupiah pada tahun 2014 terdepresiasi cukup tajam dibandingkan tahun 2013.

so the impact on the amount of foreign capital ouflow from the domesic inancial market was quite signiicant.

The foreign capital ouflow from Indonesia was also triggered by negaive percepion from foreign investors on high inlaion pressures ater the fuel subsidized fuel price hike in 2013 and 2014, general elecion in 2014, as well as the investors’ negaive percepions of Indonesia’s economic fundamentals and bigger current account deicit. All of these factors encouraged the fall in the Rupiah exchange rate. Rupiah depreciaion became stronger since mid-late September 2014 and coninued to weaken unil the end of December 2014. As a result, Rupiah depreciated sharply in 2014 compared to 2013.

Nilai Tukar USD terhadap IDR USD Exchange Rate against IDR

Sumber / Source: Bank Indonesia dan Badan Pusat Staisik / Bank of Indonesia and Staisics Indonesia

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des

13.000 12.000 11.000 9.634 2013 2014 9.725 9.756 9.990 10.287 11.438 11.977 12.246 12.047 11.018 11.675 11.441 12.103 11.531 12.22212.347 10.000 9.000 8.000 12/02/2013 Rp9.634/USD 01/04/2014 Rp11.271/USD 31/12/2013 Rp12.189/USD 12/12/2014 Rp12.342/USD

Dengan kondisi tersebut, Rupiah pada akhir 2014 ditutup pada level Rp12.440/USD melemah 20,6% dibandingkan dengan level penutupan tahun 2013 sebesar Rp12.189/USD. Rupiah secara rata-rata juga terdepresiasi 12,2% dari Rp10.589/USD pada tahun 2013 menjadi Rp11.878/USD pada tahun 2014.

With these condiions, the Rupiah closed at Rp12.440/USD, weakened by about 20.6% compared to the closing level of 2013 of Rp12,189/USD. On average, Rupiah was depreciated by 12,2%, from Rp10,589/USD in 2013 to Rp11.878/USD in 2014.

Inlasi Bulanan & Kumulaif - Indonesia

Monthly & Cumulaive Inlaion - Indonesia

Sumber / Source: Bank Indonesia dan Badan Pusat Staisik / Bank of Indonesia and Staisics Indonesia

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des

-0,50% 1,50% 3,50% 5,50% 7,50% 9,50% 11,50% Inlasi Kumulaif/

Cumulaive Inlaion Inlasi Bulanan/ Monthly Inlaion

70 PT Elnusa Tbk Laporan Tahunan 2014 Annual Report

Kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM terkait pengurangan subsidi BBM pada pertengahan tahun 2013 menyebabkan lonjakan angka inlasi pada Juli 2013 yang mencapai 3,3% sehingga kumulaif inlasi tahun 2013 mencapai 8,4%. Kondisi ini memicu kenaikan harga barang konsumsi lainnya dan terus berlanjut hingga pada akhir Desember 2013. Namun memasuki tahun 2014 angka inlasi stabil dengan rata-rata 0,3% per bulan sampai dengan kuartal II. Memasuki Juli 2014 terjadi peningkatan inlasi menjadi 0,9% terkait pelaksanaan pemilu dan lebaran namun inlasi ini masih terkendali dibandingkan dengan inlasi pada bulan yang sama tahun 2013 sebesar 3,3%. Inlasi terus naik seiring dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM. Tercatat inlasi sebesar 1,5% pada November 2014 dan mencapai 2,5% pada Desember 2014, sehingga kumulaif inlasi tahun 2014 sebesar 8,4%.

Namun demikian, Indonesia masih menjadi salah satu negara tujuan investasi menarik bagi investor asing. Tingginya kepercayaan investor asing terhadap prospek Indonesia tersebut juga terlihat dari bertahannya peringkat Indonesia sebagai negara yang layak untuk tujuan investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat Internasional seperi Fitch. Peringkat kredit Indonesia bertahan pada level investment grade (BBB-) berdasarkan Fitch Raing pada tanggal 13 November 2014. Sebelumnya, Oktober 2013 lembaga Raing and Investment Informaion Inc. juga memberikan penilaian stable outlook (BBB-). Begitu juga dengan Japan Credit Raing Agency Ltd. pada Juli 2013 memberikan peringkat stable outlook (BBB-) untuk Indonesia.

Regulasi

Keberhasilan kegiatan industri hulu migas sangat dipengaruhi oleh regulasi dan dukungan para pemangku kepeningan. Untuk meningkatkan sinergi antar pemangku kepeningan, Pemerintah telah menyetujui penyederhanaan dan percepatan proses perizinan pada kegiatan hulu minyak dan gas bumi pada lima fase kegiatan eksplorasi dan produksi (survei awal, eksplorasi, pengembangan, produksi dan pasca operasi) melalui Kesepakatan Bersama di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan tujuan pengurangan dan pengelompokan izin di sektor hulu migas dari 69 jenis izin menjadi delapan jenis kelompok izin.

Nota Kesepahaman dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga telah ditandatangani oleh Kepala SKK MIGAS dan Kepala BPN RI pada tanggal 26 April 2013 dengan NKB No. MoU-0089/SKO0000/2013/S0 tentang Penseriikatan dan Penanganan Permasalahan Tanah Aset Negara yang dikelola oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS).

Regulator migas juga telah beberapa kali melakukan perubahan Pedoman Tata Kerja Pengadaan Barang dan Jasa No. PTK 007 Revisi I/2009 yang telah direvisi menjadi No. PTK 007 Revisi II/2011 dan terbaru melalui Surat Keputusan Kepala SKK MIGAS No. KEP- 0066/SKKO000/2013/S0 yang dikeluarkan tanggal 3 April 2013, telah dilakukan perubahan/amandemen atas peraturan tersebut. Peraturan ini merupakan pedoman pengelolaan rantai suplai di lingkungan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Negara Republik Indonesia. Pedoman Tata Kerja Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak Kerja

The government’s policy to raise fuel prices in order to cut the fuel subsidy in mid-2013 led to a surge in the inlaion rate in July 2013 to 3.3% so that cumulaive inlaion in 2013 reached 8.4%. This condiion triggered an increase in the prices of other consumer goods which coninued unil the end of December 2013. However, entering 2014, the inlaion stabilized with an average of 0.3% per month unil the 2nd quarter of the year. In July 2014, there was an increase in inlaion to 0.9% related to the general elecion and Idul Fitri holiday but this is sill relaively under control compared to the same month in 2013 when it reached 3.3%. Inlaion coninued to rise in line with the government’s policy to reduce fuel subsidies, inlaion recorded at 1.5% in November 2014 and reached 2.5% in December 2014, so that the cumulaive inlaion in 2014 reached 8.4%.

However, Indonesia remains one of the most atracive investment desinaions for foreign investors. High foreign investor’s conidence for Indonesia’s outlook is also shown from the stability of Indonesia’s ranking as a viable state for investment desinaion (investment grade) from the Internaional raing agencies such as Fitch. Indonesia’s credit raing remained at the level of investment grade (BBB-) based on Fitch Raings in November 13, 2014. Earlier, in October 2013, Raing and Investment Informaion Inc. agency also provide an assessment of stable outlook (BBB-). The same thing with the Japan Credit Raing Agency Ltd. who gives stable outlook (BBB-) raing for Indonesia in July 2013.

Regulaion

The success of the upstream oil and gas industry operaion highly inluenced by the regulaion and the stakeholders’ support. To improve synergy among stakeholders, the Government has approved the simpliicaion and acceleraion for licensing process in the upstream oil and gas aciviies which comprise ive phases of exploraion and producion aciviies (iniial survey, exploraion, development, producion and post operaion) through a Service Level Agreement (SLA) under the coordinaion of the Coordinaing Ministry for Economic Afairs to reduce and grouping upstream oil and gas sector permits from 69 types of licenses to eight types of group permissions.

A memorandum of Understanding with BPN (Naional Land Authority) RI has also been signed by the Head of SKK MIGAS and Head of BPN-RI on April 26, 2013 by NKB No. MoU-0089/ SKO0000/2013/S0 of State Assets Land Ceriicaion and Problems Treatment by the Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Aciviies (SKK MIGAS).

The oil and gas regulator also revised the Guidelines for the Procurement of Goods and Services No. PTK 007 Revision I/ 2009 a number of imes, to No. PTK 007 Revision II/2011 and the latest by Head of SKK MIGAS Decision Leter No. KEP-0066/ SKKO000/2013/S0 issued on April 3, 2013 has made changes/ amendments to the regulaions. These regulaions are guidelines for the supply chain management in the Upstream Oil and Gas Business Aciviies for Producion Sharing Contractor (PSC) in the Republic of Indonesia’s territory. The supply Chain Manual for Producion Sharing Contractor (PSC) consists of the Supply Chain

Sama (KKKS) terdiri dari Ketentuan Umum Rantai Suplai, Pedoman Pelaksanaan Pengadaaan Barang/ Jasa, Pedoman Pengelolaan Aset, Pedoman Pengelolaan Kepabeanan, dan Pedoman Pengelolaan Proyek untuk meningkatkan peran serta lokal melalui peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), khususnya dalam seiap proyek jasa migas. Hal ini memberikan keberpihakan terhadap pemberdayaan perusahaan nasional seperi Perseroan sehingga dapat berkontribusi lebih dalam pengembangan industri migas Indonesia.

Melalui Peraturan Presiden (PP) No. 39 tahun 2014 yang mengganikan PP No. 36 tahun 2010, pemerintah membatasi kesempatan kepemilikan modal asing untuk bidang jasa perdagangan, infrastruktur, logisik dan lainnya termasuk di dalamnya bisnis pengeboran onshore maupun untuk ofshore. Dengan adanya PP ini, pengusaha migas dalam negeri memiliki kesempatan lebih besar untuk berkembang.

Peraturan Kementerian Perindustrian No. 3/M-IND/PER/I/2014, mengatur mengenai peningkatan penggunaan produk dalam negeri untuk barang/ jasa pemerintah.

Dokumen terkait