Bevan (1870‐1943), menjelaskan dua kategori pada simbol, yang masing‐masingnya mempunyai sifat hubungan yang sama. Hal itu dapat diuraikan sebagai berikut.
Pertama, “simbol berfungsi untuk mengingatkan, atau mengatakan sesuatu tentang tindakan pada peristiwa tertentu, atau tindakan dengan cara tertentu pada peristiwa tertentu.”73 Dalam hal itu menyatakan arti untuk mengingatkan sesuatu yang dilambangkan oleh simbol.
Kedua, “simbol dimaksudkan untuk memberikan arti dan sifatnya.”74 Dalam hal itu simbol bermakna sesuai dengan kegunaannya yang ditentukan oleh manusia.
73
Edwyn Bevan, Symbolism and Belief (London: George Allen & Unwin Ltd Museum Street, 1938), 11‐12. There are visible objects or sounds which stand for something of which we already have direct knowledge. Such symbols are not intended to give us any information about the nature of the thing or things symbolized, but to remind us to them, or tell us something about their action at the particular moment, or prompt us to act in a certain way at the particular moment because of them.
74
Ibid, 12‐13. The other kind of symbols purport to give information about the things they symbolize, to convey knowledge of their nature, which those who see or hear the symbols have not had before or have not otherwise.
Bevan melihat pemakaian simbol yang untuk mengekspresikan ide‐ide agama pada definisi simbolisme menurut Whitehead. “The human mind is functioning
symboliclly when some components of its experience explicit
consciousness, beliefs, emotions and usages, respecting
other components of its experience.”75
Menurut Bevan definisi itu harus diubah untuk melihat hubungan simbol dengan agama. Sebab tiap simbol tentu saja berarti sesuatu sebagai petunjuk objek lain. Dalam hal ini sementara orang melihat objek atau mendengar suara, atau apa saja yang terdeteksi oleh indra manusia, maka akan menghasilkan pikiran yang bersifat lebih kompleks pada objek itu. Oleh karena itu “pemakaian simbol untuk mengingatkan sesuatu yang dilambangkan dan
75
Ibid., 11. A symbol certainly, I think means something presented to the senses or the imagination—usually to the senses—which stands for something else. Symbolism in that way runs through the whole of life. Every moment we are seeing objects or hearing sounds or smelling smells which bring to our minds a vast complex of things other than themselves—words, for instance, as spoken or written signs. And if symbolism thus runs through life as a whole, it is a factor of this importance in religion
untuk memberikan keterangan tentang objek itu, merupakan satu faktor utama dari agama.”76
Sebab simbol objek kepercayaan, atau simbol suara dalam kata, suara musik atau bunyi pada momen tertentu. sehubungan dengan cara pemujaan dalam kegiatan religius dapat sebagai faktor utama dari kehidupan beragama. Simbol dalam bentuk tersebut berkenaan dengan keadaan yang melampaui kebiasaan, yang dipandang dari sudut tertentu. Juga memberikan gambaran, maksud, gagasan dan perasaan yang timbul dari pengalaman di luar yang diterima tidak saja oleh pancaindra, melainkan juga oleh jiwa orang secara pribadi.
Visible objects in great variety, sounds in words and
music and bells, smells in incense, are used to remind
men effectively of great complexes of things they
know or believe otherwise, or signal some special
moment in the cultus, or prompt to some immediate
religious act. 77 76 Ibid. 77 Ibid., 14.
Di sisi lain, objek pada agama adalah pengertian, atau ide yang berasal dari pikiran. Itu berarti bahwa, agama bukan untuk membayangkan objek pada pikiran, melainkan melalui pengalaman dari pemuja. Juga pengetahuan tentang objek yang melampaui pengalaman manusia. Untuk itu maka “interaksi antara simbol dengan agama dipandang mempunyai arti mengenai dunia tidak terlihat atau kelihatan.”78
Dalam hal itu terletak perbedaan arti simbol menurut pandangan Whitehead. Pada titik tidak sama ini Bevan terus mengembangkan dan mendefinitifkan teorinya tentang simbol sehubungan dengan ide kepercayaan. Meskipun masalah kepercayaan di waktu sekarang dalam pandangan Bevan tidak selalu dipegang oleh manusia, namun demikian konsep tentang Tuhan atau dunia spiritual menunjukkan
78
Ibid., 15. But also in religion things are presented to the senses, or ideas presented to the mind, which purport, not to call to mind other things within the experience of the worshiper, but to convey to him knowledge of things beyond the range of any human experience. Those which purport to give information about the unseen world, those in which resemblance of some sort between the symbol and the thing symbolized is essential.
simbol sebagai bagian dari kehidupan beragama, juga isu esensial di masyarakat di mana‐mana. Bevan menyebutkan begitu banyak simbol agama terdapat di masyarakat di mana‐mana. Namun demikian bagian ini tidak perlu menyebutkan contoh simbol agama yang dimaksudkan, melainkan mengenai konsep simbol tentang Tuhan dan sifat ketuhanan saja, yang akan diuraikan sebagai berikut.
Pertama, simbol kepercayaan mengekspresikan
gagasan, maksud, perasaan dan sebagainya tentang Tuhan
(Divine).
Our survey of symbols in religion showed that the symbols
by which man has tries to express his idea of the Divine are
taken partly from the material world accessible to his
senses, that is to say from human emotions, acts of will,
values. For height literally is nothing but distance from the
earth’s surface or extension of something on the earth’s
surface in a direction at right angles outwards.79
Hal itu merupakan pengertian sesuatu yang bersifat tinggi, yang menunjukkan jarak dari permukaan bumi dengan sesuatu yang berada di luar. Dalam hal ini
79
pandangan Bevan tentang ruang atau tempat, “untuk menyatakan kepercayaan kepada realitas Tuhan. Bukan durasi sebagaimana yang dialami oleh manusia, atau dianalogkan pada kehidupan, dimana waktu Tuhan merupakan tak berujung pangkal.”80
Kedua, simbol mengekspresikan ide tentang terang
(light). Menurut Bevan, suatu simbol telah dipakai dalam
dunia religius adalah tentang terang. “A symbol, which has
been used in the religious of the world, perhaps as widely as
that of height, is that of light. In all great religions of
antiquity the chief of gods are characterized by their
connection with light.”81
Ketiga, simbol mengekspresikan ide tentang roh
(spirit). Roh dalam kesamaan arti nafas sehubungan dengan
ide manusia primitif, yang menunjukkan contoh bagaimana jiwa identik adalah nafas.
80
Ibid., 121. The use of a spatial figure, that of height, to express belief about the Divine Reality. We must now consider the application of the idea of endless duration in time to God. I pointed out in my last lecture that a universe in which there was no change at all would be one in which there could hardly be, in any sense, Time, and therefore not duration.
A symbol has had a use even more constant than the
light symbol which we considered is that of spirit.
“The spirit,” in a phase of the poet’s, “does but mean
the breath”; and that, of course, is true of its original
meaning. It would be idle here to try to do over again
what has been done abundantly in books dealing
with the ideas of primitive men, show by examples
how the soul was identified with the breath.82
Pandangan menyeluruh dan terintegrasi mengenai simbol dari Bevan dapat dirangkum sebagai pengetahuan manusia tentang objek untuk mengingatkan dan memberi keterangan tentang objek itu dan sifatnya, sehingga kesadaran manusia dengan pengetahuan manusia itu bukan hanya memperhatikan pola atau bentuk objek yang lebih bersifat umum, tetapi juga tanda ikonis pada simbol kepercayaan.
Simbol kepercayaan tersebut dalam wacana agama yakni, tentang simbol ketuhanan memperlihatkan makna tidak sama, juga hubungan dengan objek lainnya. Akan tetapi, pengetahuan tentang Tuhan, sesuatu yang bersifat tinggi (height), terang (light) dan roh (spirit), adalah lazim
dan umum di masyarakat di segala tempat, juga dilihat sebagai lambang sehubungan dengan dunia yang tidak kelihatan. Dengan demikian simbol kepercayaan memaknai sebuah ungkapan, kata (bahasa) khusus yang berisi nama
(isim) mengacu pada tempat dan sifat relatif dari sebuah
objek.