• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Kebijakan Penyaluran Pupuk dan Pengadaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Efektifitas Kebijakan Penyaluran Pupuk dan Pengadaan

Untuk mengetahui efektif tidaknya penyaluran pupuk dan pengadaan beras sesuai kebijakan yang telah ada, dilakukan simulasi terhadap model yang telah dibangun. Tujuan melakukan simulasi adalah untuk menganalisis dampak perubahan peubah-peubah endogen dan eksogen tertentu terhadap keseluruhan peubah endogen di dalam model. Perubahan terhadap peubah-peubah dimaksud dilakukan dengan cara mengubah nilainya. Sedangkan peubah yang disimulasi adalah peubah yang terkait dan menjelaskan tentang kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras yang ada, serta peubah-peubah kebijakan lainnya.

5.2.1. Validasi Model

Sebelum dilakukan simulasi terlebih dahulu model divalidasi untuk mengetahui apakah model tersebut valid untuk dilakukan simulasi. Indikator yang digunakan untuk menilai apakah model valid atau tidak adalah Mean Square Error (MSE), Root Mean Square Error (RMSE), Root Mean Square Percent Error (RMSPE), U-Theil (nilai koefisien pendugaan Theil), dan Koefisien Determinasi (R2). Nilai-nilai MSE, RMSE, RMSPE dan U-Theil yang diharapkan adalah kecil atau mendekati nol sedangkan nilai R2 mendekati satu.

Hasil validasi model semua propinsi dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa indikator RMSE pada masing-masing model (sesuai propinsi) menunjukkan lebih kecil dari 50 % peubah endogen bernilai mendekati nol. Ini berarti indikator RMSE tidak dapat digunakan untuk menetapkan model valid. Indikator RMSPE menunjukkan model pada Propinsi Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur valid untuk disimulasi karena 50 % peubah endogennya bernilai mendekati nol, sedangkan model propinsi lainnya tidak valid. Indikator Koefisien Determinasi (R2) dan nilai koefisien pendugaan Theil (U-Theil) menunjukkan semua model valid karena lebih dari 50 % peubah endogen memenuhi kriteria masing-masing indikator. Secara umum dengan menggunakan indikator R2 dan U-Theil, seluruh model dinilai valid untuk dilakukan simulasi.

Tabel 2. Hasil Validasi Model

Persentase Peubah Sesuai Indikator Propinsi

RMSE RMSPE R2 U-Theil Evaluasi 1. Sumatera Utara 34.61 53.85 80.77 76.92 Valid 2. Sumatera Barat 34.61 34.61 76.92 76.92 Valid 3. Jawa Barat 30.77 57.69 57.69 61.54 Valid 4. Jawa Timur 30.77 50.00 70.08 84.61 Valid 5. Bali 30.77 42.31 96.15 96.15 Valid 6. Nusa Tenggara Barat 30.77 38.46 92.31 92.31 Valid 7. Jawa Tengah 30.77 46.15 76.92 80.77 Valid

5.2.2. Skenario Simulasi

Sebelum dilakukan simulasi terlebih dahulu ditetapkan skenario-skenario yang akan disimulasikan. Skenario di bawah ini disusun dengan tujuan untuk menganalisis sejauh mana kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras yang telah berjalan efektif : (1) mengatasi kelangkaan pupuk pada petani, (2) meningkatkan produksi gabah dan pendapatan petani, (3) meningkatkan produksi dan kapasitas produksi beras koperasi, dan (4) meningkatkan kinerja usaha-usaha koperasi.

Skenario yang ditetapkan antara lain :

1. Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer swasta dan kenaikan kelangkaan pupuk yang ditunjukkan oleh peubah SISA sebesar 25 %,

2. Penurunan pembelian gabah oleh koperasi sebesar 25 %.

Skenario pertama diambil berdasarkan fakta bahwa pemerintah telah mengambil kebijakan distribusi pupuk yang baru yang memberikan kesempatan lebih besar kepada penyalur swasta. Data lapangan menunjukkan sekitar 70 % penyaluran pupuk dilakukan oleh pihak swasta dan hanya 30 % oleh pihak koperasi. Pada satu sisi, pihak swasta mendominasi penyaluran pupuk tetapi pada sisi lain terjadi kelangkaan pupuk pada petani. Karena itu pada skenario ini, jika peran swasta ditingkatkan akan paralel dengan kenaikan kelangkaan pupuk.

Kenaikan 25 % pada peran swasta dan kelangkaan pupuk dimaksudkan untuk menganalisis jika pemerintah masih terus mempercayakan pihak swasta dalam penyaluran pupuk kepada petani. Besaran persentase 25 % disini diambil berdasarkan fakta-fakta umum yang telah berlaku yakni sebelum perubahan

kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras dimana swasta ikut berpartisipasi, koperasi diberikan tanggung jawab penuh (100 %). Tetapi ketika terjadi perubahan kebijakan, partisipasi koperasi tersisa sekitar 30 – 40 %. Karena itu luas skenario yang diambil berkisar antara 25 – 100 %.

Skenario kedua diambil berdasarkan beberapa kebijakan pemerintah dalam pengadaan pangan/beras. Sesuai Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1997 tentang penetapan harga dasar gabah dan beras, koperasi diberikan tanggung jawab terlibat dalam pembelian gabah dan beras petani. Tetapi dalam kebijakan perberasan selanjutnya antara lain Inpres Nomor 8 Tahun 2000, Inpres Nomor 9 Tahun 2001 dan 2002, dan Inpres Nomor 2 Tahun 2005, koperasi tidak lagi diberikan tanggung jawab membeli gabah dan beras petani, dan pengadaan pangan seluruhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Karena itu disini diambil skenario pengurangan pembelian gabah oleh koperasi sebesar 25 %.

5.2.3. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Pupuk

Evaluasi dampak skenario dapat dilihat terhadap kondisi kelangkaan pupuk dan penyediaan pupuk bagi petani, penggunaan pupuk oleh petani yang berdampak pada produksi gabah dan pendapatan mereka, pengadaan beras oleh koperasi dan pencapaian volume usaha, SHU dan tingkat produktivitas koperasi. Enam kelompok peubah di dalam model yang dapat dievaluasi masing-masing (1) pengadaan pupuk level propinsi dan kabupaten, (2) harga pupuk riil tingkat petani, (3) kelompok peubah petani anggota koperasi, (4) kelompok peubah petani non-anggota koperasi, (5) pengadaan gabah dan produksi beras koperasi, dan (6) kinerja usaha koperasi.

Hasil simulasi pada masing-masing propinsi sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Jika peran swasta dalam kebijakan pupuk ditingkatkan 25 % akan berdampak meningkatkan pengadaan pupuk level propinsi dan kabupaten pada semua propinsi sampel. Akan tetapi kenaikan peran swasta tersebut memberikan dampak negatif terhadap pengadaan beras koperasi yakni menurunkan jumlah pembelian gabah koperasi, juga menurunkan jumlah produksi beras dan kapasitas produksi beras koperasi pada semua propinsi sampel. Dampak negatif juga ditimbulkan pada kinerja koperasi semua propinsi sampel yakni menurunkan volume usaha, SHU dan indikator-indikator produktivitas koperasi. Dampak yang ditimbulkan pada petani adalah merugikan para petani anggota koperasi semua

propinsi sampel kecuali Jawa Tengah. Kerugian yang dialami petani disini adalah dalam hal penurunan penggunaan pupuk, penurunan jumlah produksi gabah, penurunan jumlah penjualan gabah dan tingkat pendapatan petani. Dampak kerugian yang sama juga terjadi bagi petani non-anggota koperasi khsusnya pada Propinsi Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat.

Tabel 3. Hasil Simulasi Skenario Kebijakan Pupuk P R O P I N S I

SUMUT SUMBAR JABAR JATIM BALI NTB JATENG

PEUBAH

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

LINI II & III

S2… 27.24 32.17 11.86 32.85 21.53 3.94 4.47 S3KAB 27.66 24.13 12.11 33.59 25.66 4.17 4.78 HARGA PUPUK PPETKOP -0.41 0.00 0.14 -0.69 3.02 3.25 1.47 PETANI KOPERASI DPPETKOP -2.73 -0.86 -0.06 -0.33 -0.24 -0.19 0.02 GPETKOP -0.36 -0.19 -0.01 -0.15 -0.01 -0.05 0.00 JGPETKOP -0.33 -0.21 0.03 -0.21 0.56 -0.22 0.01 IPETKOP -0.59 -0.15 0.06 -0.17 0.26 -0.28 0.07 PETANI NON-KOP DPPETNKO 7.56 -0.72 0.00 1.86 0.83 -1.41 2.03 GPETNKO 2.55 -0.34 0.00 1.00 0.30 -0.29 0.12 JGPETNKO 2.69 -0.24 0.04 0.12 0.32 -0.25 0.14 IPETNKO 2.64 -0.50 0.07 0.09 0.46 -0.36 0.18 BERAS KOPERASI PGKOP 0.86 -0.10 0.08 0.04 0.08 0.38 0.08 BGKOP -0.80 -0.07 -0.05 0.04 -0.11 -0.13 -0.02 PROBRKOP -0.63 -0.05 -0.03 -0.11 -0.14 -0.14 -0.05 CPPRODBR -0.19 -0.03 -0.08 -0.11 -0.21 -0.16 -0.02 KINERJA KOPERASI MOSE -0.05 -0.12 0.00 0.00 0.00 -0.01 0.00 MOLU 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 ASET 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 VOLUME -5.72 -11.57 -1.43 -0.50 -0.26 -8.20 -0.19 SHU -3.08 -3.82 -0.68 -0.68 -0.08 -10.71 -0.22 SHUA -5.13 -6.47 -0.55 -1.36 -0.04 -8.52 -0.25 PRAN -11.16 -37.82 -0.04 -0.47 -0.05 -12.20 -0.19 PRAS -2.02 -0.23 -0.09 -0.38 -0.28 -11.04 -0.03 PRUS -7.17 -7.17 -0.05 -0.41 0.00 -6.57 -0.02

Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa kebijakan distribusi pupuk yang lebih memerankan pihak swasta secara parmanen merugikan para pelaku utama produsen beras yakni petani dan pihak koperasi di dalam pengadaan pangan/beras. Karena itu dapat dikatakan bahwa kebijakan distribusi pupuk yang ada sekarang tidak efektif mencapai tujuannya yakni untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Tabel 4. Daftar Peubah-peubah Simulasi dalam Model

PEUBAH Keterangan

LINI II & III

S2… Pengadaan Pupuk Level Propinsi Masing-masing

S3KAB Pengadaan Pupuk Level Kabupaten Masing-masing Propinsi

HARGA PUPUK

PPETKOP Harga Pupuk Tingkat Petani Anggota Koperasi

PETANI KOP.

DPPETKOP Penggunaan Pupuk Petani Anggota Koperasi

GPETKOP Jumlah Produksi Gabah Petani Anggota Koperasi

JGPETKOP Jumlah Penjualan Gabah Petani Anggota Koperasi

IPETKOP Pendapatan Petani Anggota Koperasi

PETANI NKOP

DPPETNKO Penggunaan Pupuk Petani Non-Anggota Koperasi

GPETNKO Jumlah Produksi Gabah Petani Non-Anggota Koperasi

JGPETNKO Jumlah Penjualan Gabah Petani Non-Anggota Koperasi

IPETNKO Pendapatan Petani Non-Anggota Koperasi

BERAS KOP

PGKOP Harga Gabah yang Ditetapkan Koperasi

BGKOP Jumlah Pembelian Gabah Koperasi

PROBRKOP Jumlah Produksi Beras Koperasi

CPPRODBR Kapasitas Produksi Beras Koperasi

LEMBAGA KOP

MOSE Modal Sendiri Koperasi

MOLU Modal Luar Koperasi

ASET Nilai Aset Koperasi

VOLUME Volume Usaha Koperasi

SHU Sisa Hasil Usaha Koperasi

SHUA Bagian Sisa Hasil Usaha yang Diterima Anggota Koperasi

PRAN Indeks Produktivitas Anggota Koperasi

PRAS Indeks Produktivitas Aset Koperasi

5.2.4. Evaluasi Efektifitas Kebijakan Beras

Hasil simulasi skenario kebijakan beras pada masing-masing propinsi sampel dapat dilihat pada Tabel 5. Ketika kebijakan perberasan berubah dimana koperasi tidak lagi diberikan tanggung jawab penuh dalam pengadaan pangan dan tidak ada lagi kredit untuk pengadaan pangan, koperasi mengalami penurunan dalam pembelian gabah. Penurunan ini disebabkan oleh kendala permodalan koperasi yang lemah maupun pengurangan kegiatan pengadaan pangan pada sebagian koperasi. Hasil simulasi pada Tabel 5 menunjukkan penurunan pembelian gabah koperasi berdampak menurunkan produksi beras koperasi pada semua propinsi sampel antara 11.82 % hingga 30.72 %. Juga kapasitas produksi beras koperasi pada semua propinsi sampel mengalami penurunan antara 5.87 % hingga 45.93 %.

Dampak tersebut menunjukkan koperasi telah mengalami penurunan signifikan dalam produksi maupun kapasitas produksi berasnya. Secara nasional, kemampuan dalam negeri untuk menciptakan ketahanan pangan sesungguhnya terbangun oleh semua komponen pelaku produksi pangan nasional. Dalam hal ini produksi dan kapasitas produksi pagan/beras koperasi yang sebelumnya telah terbangun adalah bagian dari kapasitas produksi pangan nasional yang telah ada. Karena itu penurunan sebagian kapasitas pangan nasional yang telah ada merupakan suatu penurunan kemampuan ketahanan pangan secara terstruktur di dalam negeri.

Pada sisi lain koperasi mewadahi sebagian besar petani dimana koperasi menjadi pasar bagi gabah para petani. Karena itu penurunan pembelian gabah koperasi menciptakan kesulitan pasar bagi para petani. Hasil penelitian lapang menunjukkan sebagian petani menempuh cara tebas dalam menjual gabahnya yaitu gabah dijual kepada tengkulak dalam keadaan masih sebagai tanaman padi di sawah. Cara ini ditempuh untuk menghindari biaya panen yang cukup besar maupun karena alasan-alasan lainnya. Jika harga gabah terus berfluktuasi dan petani tidak menjamin kualitas gabahnya maka posisi tawar mereka tetap lemah yang berarti petani akan tetap mengalami kerugian. Hasil survei lapangan menunjukkan petani tidak menjual gabahnya kepada Perum Bulog setempat. Karena itu petani akan tetap menghadapi para tengkulak dengan posisi tawar yang lemah.

Berdasarkan hasil simulasi dan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan perberasan yang ada sekarang tidak efektif meningkatkan kapasitas produksi beras nasional. Sebaliknya kebijakan tersebut mengurangi sebagian kapasitas produksi beras yang telah dimiliki koperasi sebelumnya.

Tabel 5. Hasil Simulasi Skenario Kebijakan Beras P R O P I N S I

SUMUT SUMBAR JABAR JATIM BALI NTB JATENG

PEUBAH (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) BERAS KOPERASI PGKOP 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 BGKOP - - - - - - - PROBRKOP -19.70 -12.87 -11.82 -25.25 -30.24 -27.03 -30.72 CPPRODBR -5.87 -6.23 -15.09 -6.14 -45.93 -32.34 -17.27 KINERJA KOPERASI MOSE -1.59 -1.02 -0.33 -0.53 -0.49 -2.43 -2.64 MOLU 0.27 0.03 0.04 0.01 0.29 0.87 -0.28 ASET -0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 -0.02 0.00 VOLUME 0.00 0.01 -1.32 0.00 -7.17 0.00 -0.39 SHU 0.00 0.00 -0.63 0.00 -2.24 0.00 -0.46 SHUA 0.00 0.00 -0.51 0.00 -0.97 0.00 -0.53 PRAN 0.00 0.00 -2.59 0.00 -1.26 0.00 -0.41 PRAS 0.00 0.00 -0.09 0.00 -7.50 0.00 -0.03 PRUS 0.00 0.00 -0.04 0.00 -2.51 0.00 0.02

5.3. Analisis Dampak Perubahan Kebijakan Alternatif untuk

Dokumen terkait