• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORETIS

2.2.4 Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi

Percakapan yang sifatnya pribadi, hanya dapat dilaksanakan melalui komunikasi antar pribadi. Hal ini dikarenakan komunikasi antar pribadi melibatkan pribadi dan terjalin melalui interaksi secara langsung di antara pribadi-pribadi yang sudah saling mengenal, sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah diterima, dimengerti, dan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Ketepatan yang tinggi dapat dicapai apabila antara komunikator dan komunikan mempunyai pengalaman dan latar belakang yang sama, dengan demikian keefektifan komunikasi antar pribadi dapat terjadi. Orang tua dan anak yang hidup dalam suatu keluarga tentunya mempunyai pengalaman dan latar belakang yang sama. Anak belajar dari orang tua sehingga pengalaman dan pengetahuan orang tua banyak diberikan kepada anaknya.

De Vito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book, menjelaskan karakteristik komunikasi antar pribadi yang efektif dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:

1. Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat: a. Keterbukaan (Openness)

Proses komunikasi antar pribadi dapat berlangsung efektif bila pribadi-pribadi yang terlibat dalam proses komunikasi antar pribadi harus saling memiliki keterbukaan, dengan demikian lebih mudah mencapai komunikasi efektif.

b. Empati (emphaty)

Empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Adanya empati komunikator dapat merasakan perasaan komunikan sehingga setiap pesan yang disampaikan sesuai dengan keinginan komunikator dan komunikan.

c. Perilaku suportif (Supportivness)

Dukungan tercapai bila ada saling pengertian dari mereka yang mempunyai kesamaan melalui komunikasi yang efektif, dukungan dapat diberikan.

d. Rasa positif (Positivness)

Setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, maka rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka.

e. Kesamaan (Equality)

Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antar pribadi lebih kuat apabila memiliki kesamaan pandangan, sikap, ideology dan sebagainya.

2. Perspektif Pragmatis, meliputi sifat-sifat seperti: a. Bersikap yakin (Confidence)

Komunikasi antar pribadi lebih efektif apabila sesorang tidak merasa malu, gugup atau gelisah menghadapi orang lain.

b. Kebersamaan (Immediacy)

Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan secara verbal maupun nonverbal. Secara verbal orang yang memiliki sifat ini dalam berkomunikasi selalu mengikutsertakan dirinya dengan orang lain. Secara non verbal, orang yang memiliki sifat ini akan berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata ataupun gerakan-gerakan. c. Manajemen Informasi

Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak sehingga tidak seorang pun yang merasa diabaikan. d. Perilaku Ekspresif (Expresiveness)

Memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh dalam berinteraksi dengan orang lain lebih membuat komunikasi antar pribadi lebih efektif.

e. Orientasi pada orang lain

Seseorang harus memiliki sifat yang berorentasi pada orang lain untuk mencapai efektifitas komunikasi antar pribadi. Artinya seseorang mampu untuk beradaptasi dengan orang lain selama berlangsungnya komunikasi antar pribadi.

Selain itu Bocner dan Kelly mengemukakan 5 kemampuan khusus di dalam komunikasi antar pribadi, yaitu:

pembicaraan, nada suara, ekspresi wajah, sehingga seseorang dapat menangkap pikiran dan perasaan sesuai dengan orang yang bersangkutan.

2. Deskripsi, kemampuan untuk membuat pernyataan yang konkrit, spesifik, dan deskriptif

3. Kemampuan merasakan dan memahami pernyataan yang dibuat dan mempertanggungjawabkannya sehingga tidak menyalahkan orang lain terhadap perasaan yang dialami.

4. Sikap kedekatan, keinginan untuk membicarakan perasaan-perasaan pribadi

5. Tingkah laku yang fleksibel ketika menghadapi kejadian yang baru dialami

2.3 Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi. Dapat dikatakan,mesin cetak yang diciptakan oleh Johannes Gutenberg adalah cikal bakal dari perkembangan masif komunikasi massa saat ini. Sebagian atau sejumlah besar dari peralatan mekanik tersebut dikenal sebagai alat-alat komunikasi massa atau lebih dikenal dengan sebutan media massa, yang meliputi semua saluran ketika narasumber (komunikator) mampu mencapai jumlah

penerima (komunikan) yang luas serta secara serentak dengan kecepatan yang relatif tinggi.

Media massa serta proses komunikasi massa (peran yang dimainkannya) semakin meningkat derajat kepentingannya bagi masyarakat (McQuail : 1996 : 3). Asumsi ini ditopang oleh beberapa kondisi mengenai keeksisan media massa sebagai suatu institusi penting bagi masyarakat, dan kondisi tersebut antara lain adalah :

a. Media massa merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media massa juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat lainnya dan institusi sosial lainnya.

b. Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.

c. Media massa merupakan lokasi (forum) yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat.

d. Media massa sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, gaya hidup, dan norma-norma.

e. Media massa telah menjadi sumber dominan, bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat

dan kelompok secara kolektif. Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.

Media massa dengan peran idealnya tersebut saat ini banyak menuai stigma dari masyarakat. Media massa menjadi lembaga yang distigma sebagai institusi “penghasut”, “pencetus kerusuhan”, pencetus masalah sosial, dan sebagainya. Jadi, wajah ganda media massa menjadi profil utama industri media massa saat ini, karena di satu sisi ia menanamkan diri sebagai agen perubahan namun di sisi lain juga sebagai agen perusak.

Kondisi media massa saat ini bertolak belakang dari yang diharapkan, media massa saat ini justru miskin dari fungsi edukasi nilai-nilai kemanusiaan, media massa justru lebih banyak menjadi corong provokasi nilai-nilai materialismE, hedonismE, kekerasan, mistisme, dan nilai-nilai lain yang dianggap sebagai sumber pemicu berbagai persoalan sosial di masyarakat saat ini.

2.3.2 Televisi

Konvergensi teknologis telegrafi dan fotografi yang akhirnya membawa kelahiran televisi terjadi pada tahun 1884. Pada awal masa emasnya, televisi berhasil mengubah pola hidup orang Amerika kebanyakan. Bagi mereka, kegembiraan menghibur diri dengan cepat digantikan oleh kegembiraan dan pengharapakan akan dihibur. Arus berita dan hiiburan “langsung” terus menerus mengalir ke rumah-rumah dan menggantikan porsi waktu yang lumrah digunakan untuk membaca, berbincang, makan bersama, dan bahkan berkhayal. Kapasitas fotografi untuk menangkap dan melestarikan gambar-gambar realistik dari sebuah

keluarga, perumahan, atau tempat-tempat eksotik bukan hanya menyediakan rekaman historis atau pengganti yang murah untuk potret dan seni lanskap yang ditulis tangan, tetapi juga membantu mempercepat perubahan dalam cara orang memandang dunia dan menikmati waktu luang mereka. Orang segera mendapati bahwa gambar-gambar fotografis dapat mengungkapkan kebenaran-kebenaran yang tersembunyi serta menciptakan ilusi-ilusi besar (Fidler, 2003 : 139-140).

Sebagai media massa pandang-dengar, televisi dinilai berbagai pihak sebagai media yang paling berhasil membuat informasi, cerita, atu segala sesuatu yangdisampaikan menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi para pemirsanya, disbanding media komunikasi yang lain. Hanya, berbagai keunggulan yang dimiliki televisi tersebut justru menjadi kelemahan dan potensi berbahaya, terutama anak-anak (Bagong, 1996 : 12). Televisi mampu menyedot perhatian sedemikian rupa sehingga membuat pemirsa tidak sempat lagi melakukan pendalaman terhadap apa yang diterimanya secara kritis, karena semuanya berlangsung begitu cepat, berulang-ulang, dan intensif. Masih menurut Bagong Suyanto, tayangan-tayangan yang terus dikonsumsi tersebut lama kelamaan akan terinternalisasi di benak pemirsa, terutama anak-anak. Televisi diibaratkan sebagai pisau, perpaduan antara bahaya dan kegunaan yang begitu tipis. Sepanjang masyarakat selalu kritis dan tidak terlena, maka televisi akan menjadi pisau yang bermanfaat.

Anak mengonsumsi televisi dengan berbagai motivasi, dikatakan bahwa anak mengonsumsi tayangan televisi karena mereka menganggap bahwa tayangan tersebut memiliki fungsi bagi mereka (Brown, 1976 : 98-101). Adapun beberapa

fungsi yang terkandung dalam tayangan televisi berdasarkan pengalaman anak-anak adalah:

a. Fungsi menghibur (emotional functions) b. Fungsi informasi (cognitive functions) c. Fungsi sosial (social functions)

d. Fungsi Non-sosial (escapist functions)

e. Fungsi berdasarkan tindakan mengonsumsi (medium level functions)